VII. KERAGAAN EKONOMI USAHA PEMBUATAN TEMPE
Arus tunai usaha pengolahan tempe di Desa Citeureup terdiri dari arus manfaat atau arus penerimaan dan arus biaya atau arus pengeluaran. Manfaat dan
biaya dalam analisis ini dibatasi pada manfaat dan biaya yang dapat diperhitungkan tangible. Umur proyek sepuluh tahun yang didasarkan pada
umur teknis IPAL yang merupakan komponen investasi yang paling utama dalam analisis ini. Sehingga arus tunai yang diperhitungkan dalam analisis ini dimulai
pada tahun kenol hingga tahun kesepuluh. Pada tahun kenol merupakan tahun awal memulai investasi sehingga hanya mengeluarkan biaya investasi dan biaya
operasional dimulai pada tahun pertama karena proses produksi dimulai pada tahun pertama. Angka-angka dalam arus tunai tahun pertama diasumsikan sama
dengan hingga tahun kesepuluh.
7.1 Arus Penerimaan
Arus penerimaan usaha tempe di Desa Citeureup terdiri dari: 1 Nilai produksi total yang mencakup penerimaan dari produk utama tempe dan
penerimaan dari produk sampingan ampas kedelai serta 2 Nilai sisa. Perhitungan nilai sisa salvage value pada akhir proyek dimasukkan kedalam
arus penerimaan. Jumlah penerimaan dipengaruhi oleh satu faktor yaitu pendapatan kotor rata-rata.
Nilai produksi total diperoleh dari pendapatan kotor dari penjualan tempe dan penjualan ampas kedelai. Nilai produksi total pada tahun pertama
diasumsikan sama dengan tahun berikutnya yaitu pertambahan antara pendapatan yang diperoleh dari penjualan tempe dan penjualan ampas kedelai. Nilai produksi
total tidak dihitung dari perkalian antara jumlah produk yang dihasilkan dengan
harga jualnya karena jumlah produk yang dihasilkan setiap harinya tidak menentu dan tidak dihitung oleh pengrajin.
Penerimaan dari produk utama diperoleh dari pendapatan kotor dari penjualan. Harga jual rata-rata tempe bervariasi dari yang dibungkus dengan daun
dan dengan plastik. Harga jual tempe untuk produk yang dibungkus dengan daun adalah Rp 1.500 per buah dan Rp 2.500 per buah untuk produk yang dibungkus
dengan plastik. Dalam sebulan terdapat 27 kali produksi 30 hari. Jumlah tersebut dikalikan dengan 12 bulan kemudian hasilnya ditambah dengan jumlah produksi 5
hari yang tersisa 2 kali produksi sehingga diperoleh dalam setahun rata-rata pengrajin tempe melakukan 326 kali produksi. Pendapatan rata-rata yang
diperoleh per sekali produksi adalah Rp 1.045.161 atau sama dengan Rp 340,722,486 per tahun 99,65 persen. Sehingga diperoleh total penerimaan
sebesar Rp 340,722,486 per tahun pada tahun pertama sampai dengan tahun kesembilan. Pada tahun kesepuluh penerimaan ditambah dengan nilai sisa menjadi
Rp 341,919,923 per tahun.
Dalam satu kali produksi rata-rata ampas kedelai yang dihasilkan sebesar 0,4 karung. Harga jual rata-rata 1 karung ampas kedelai adalah Rp 1.548. Jumlah
tersebut sama dengan Rp 201.468 per tahun 0,06 persen. Nilai sisa merupakan nilai akhir dari nilai barang yang belum habis
terpakai yaitu nilai drum rendam dan cuci, penggilingan dan rak kerai dari bambu. Jumlah seluruh nilai sisa adalah sebesar Rp 995.969 pada akhir tahun
proyek yaitu pada tahun kesepuluh atau sebesar 0,29 persen. Lebih rinci mengenai penerimaan usaha pembuatan tempe di Desa Citeureup terlihat pada
Tabel 17.
Tabel 17. Penerimaan Usaha Pembuatan Tempe di Desa Citeureup
No. Arus Penerimaan
Jumlah Rupiahtahun
Persentase persen
1. Nilai Produksi : Utama
340.722.486 99,65
2. Sampingan
201.468 0,06
3. Nilai sisa
995.969 0,29
Total Penerimaan 341.919.923
100,00
Sumber : Data Primer diolah
7.2 Arus Pengeluaran