Pos dan Telekomunikasi Sarana dan Prasarana UmumInfrastruktur 1. Transportasi
Keterangan : a. = Potensi Pasar
b. = SDM Peternak c. = Kondisi Sosial Budaya
d. = JumlahPopulasi
Ternak e. =
Ketersediaan Modal
f. = Sarana dan Prasarana Transportasi Pendukung
g. = Ketersediaan
Sarana Produksi
h. = Penggunaan
Teknologi i. =
Kebijakan Pemerintah
j. = Ketersediaan
Lahan
Dari Tabel 32 diketahui bahwa dari 10 kriteria faktor-faktor strategis, terdapat faktor-faktor strategis yang sangat berpengaruh dalam pengembangan
peternakan di Kabupaten Jayapura yaitu kebijakan pemerintah, potensi pasar, jumlahpopulasi ternak, ketersediaan lahan dan ketersediaan sarana produksi.
Kebijakan pemerintah adalah faktor yang paling penting dengan nilai bobot 0,121. Pengembangan Agribisnis komoditas unggulan peternakan
membutuhkan kebijakan khusus pemerintah, karena hampir semua faktor dalam sistem pengembangan usaha mikro hanya dapat berfungsi dengan baik apabila
pemerintah pemerintah provinsi, pemerintah kabupatenkota, Pemerintah Provinsi Papua, dan pemerintah pusat memainkan peran yang selayaknya. Oleh
karena itu penting bagi Pemerintah Kabupaten Jayapura untuk melakukan studi yang mendalam untuk menetapkan arah, tujuan, strategi dari kebijakan
pengembangan usaha mikro di Kabupaten Jayapura. Kebijakan itu harus tercermin dalam anggaran yang memadai dan dilaksanakan oleh mereka yang
berintegritas tinggi, profesional, dan memahami dengan baik kebutuhan pasar serta perilaku sosial-ekonomi para pelaku ekonomi mikro dalam berproduksi.
Sebagai bagian dari kebijakan tersebut, pemerintah perlu melakukan intervensi-intervensi tertentu. Intervensi diartikan sebagai suatu tindakan
terprogram dan terukur yang dilaksanakan secara sengaja oleh pemerintah kabupaten atas dasar studi yang mendalam untuk mempercepat keterlibatan dan
kemandirian para pelaku usaha peternakan dalam kegiatan ekonomi sehingga manfaat-manfaat ekonomi dan sosial akan mereka peroleh secara lebih cepat
dan berkesinambungan. Intervensi pemerintah banyak ragamnya, misalnya berbentuk pembangunan infrastruktur, penyediaan pinjaman modal dengan
bunga rendah, pembuatan peraturan yang melindungi dan memberdayakan pelaku usaha mikro, penyediaan tenaga pendamping penyuluh atau fasilitator,
pemberian subsidi angkutan, penyediaan sarana produksi yang diluar
kemampuan pelaku usaha agribisnis peternakan untuk mengusahakan sendiri misalnya bibit, penyediaan pasar dan informasi pasar, dan sebagainya.
Walaupun intervensi mendesak utuk dilakukan di Kabupaten Jayapura, ada satu prinsip penting yang harus dipegang erat oleh pemerintah kabupaten
yaitu; intervensi tidak boleh menciptakan ketergantungan rakyatpelaku usaha secara tidak sehat terhadap bantuan pemerintah. Penerapan prinsip kemandirian
seperti ini jelas tidak mudah, karena ada kecenderungan pada kelompok- kelompok masyarakat tertentu bahwa pemerintah berkewajiban untuk memenuhi
berbagai kebutuhan masyarakat, walaupun masyarakat sebenarnya bisa melakukannya sendiri. Intervensi-intervensi yang dilakukan oleh pemerintah
adalah perbaikan yang memberdayakan dan bukan perbaikan yang mematikan kreativitas, daya saing, dan kemandirian masyarakat.
Faktor strategis kedua yang mempengaruhi pengembangan komoditas peternakan di Kabupayen Jayapura adalah potensi pasar dengan nilai bobot
0,119. Kriteria diatas berlaku untuk semua komoditas alternatif. Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya pasar sebagai wadah transaksi antara
penjual dan pembeli akan menjamin tersalurnya hasil produksi peternakan dengan harga jual yang layak, sehingga peternak akan termotivasi untuk lebih
giat mengelola usaha ternaknya. Faktor strategis ketiga yang mempengaruhi pengembangan komoditas
peternakan di Kabupaten Jayapura adalah jumlah populasi ternak dengan nilai bobot 0,110. Untuk mewujudkan swasembada daging di Kabupaten Jayapura
maka populasi ternak harus mendapat perhatian yang utama juga. Dalam pengembangan peternakan jumlah ternak yang dipelihara sangat menentukan
keuntungan yang dapat diterima peternak. Jika pemeliharaan di bawah kapasitas ekonomis maka belum dapat memberikan tambahan penghasilan peternak
secara nyata. Kriteria keempat yang menentukan komoditas unggulan adalah
ketersediaan lahan dengan nilai bobot 0,109. Dalam pengembangan ternak di suatu daerah, perlu diukur potensi sumberdaya yang tersedia. Sumberdaya
tersebut salah satunya adalah ketersedian lahan. Daya dukung lahan terhadap ternak merupakan kemampuan lahan untuk menampung sejumlah populasi
ternak secara optimal, yang sifatnya sangat spesifik antar agroekosistem. Potensi lahan juga untuk menghasilkan pakan terutama berupa hijauan yang