Pengembangan Kawasan Agropolitan Grime-Sekori
Golongan petani yang disebutkan pertama dilihat dari corak usahatani secara luas termasuk sebagai petani subsisten. Ditinjau dari aspek penggunaan
dan penguasaan teknologi termasuk dalam golongan petani yang berada pada tahapan transisi, yakni dari tahapan peramu ke tahapan bertani. Golongan
petani yang disebutkan kedua dilihat dari corak usahatani yang diterapkannya tergolong petani komersial. Ditinjau dari aspek penggunaan dan penguasaan
teknologi pertanian termasuk dalam golongan petani maju. Selanjutnya ditinjau dari corak usahatani dan penguasaan serta
kemampuan menerapkan teknologi pertanian tampaknya golongan petani lokal tidak berdaya. Sebaliknya mereka adalah pemegang hak adat atas sumber daya
alam setempat termasuk tanah lokasi permukiman dan usaha pertanian kaum transmigran nasional sehingga mereka sangat kuat ditinjau dari aspek sosial-
psikologi. Golongan petani transmigran ditinjau dari aspek corak usahatani dan penguasaan serta kemampuan menerapkan teknologi pertanian, tampak jelas
golongan petani ini kuat. Berdasarkan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh masing-masing
golongan petani, tampaknya kedua golongan petani ini perlu dipadukan dalam upaya pengembangan kawasan agropolitan. Kekuatan yang dimiliki oleh
masing-masing golongan akan menempatkan masing-masing golongan petani ini pada posisi saling menghela. Golongan petani transmigran nasional mampu
menghela golongan petani lokal dalam hal penerapan manajemen dan teknologi produksi pertanian. Sebaliknya golongan petani lokal dapat menghela petani
transmigran dalam hal penguatan status penguasaan tanah sebagai salah satu faktor produksi vital. Kesediaan golongan petani lokal untuk menghela
diharapkan akan mampu memperkuat kondisi sosial-psikologi golongan petani transmigran dalam menjalankan usahatani.
Ditinjau dari aspek permodalan dan pasar, kedua golongan petani di kawasan ini sama-sama lemah. Kendala pasar telah menghambat
perkembangan berbagai cabang usahatani yang telah ada hingga sekarang. Hambatan perkembangan muncul karena ketidak mampuan petani untuk
memupuk modal yang diperlukan untuk proses produksi selanjutnya. Kendala- kendala ini muncul karena petani kurang memiliki akses ke pasar pada hirarki
yang lebih luas disamping tidak memiliki akses ke bank sebagai sumber modal.
Untuk memberdayakan petani dalam melakukan kegiatan dalam berbagai subsistem agribisnis, perlu pendampingan oleh lembaga pendamping yang lebih
kompoten. Pendampingan diperlukan dalam hal tranfer teknologi produksi pertanian secara luas dan juga dalam hal penguatan akses mereka ke pasar dan
bank.
Pengembangan Kelembagaan Petani
Lembaga petani yang perlu dikembangkan adalah lembaga-lembaga yang secara fungsional mampu memperkecil dan bila mungkin menghilangkan
sama sekali berbagai kendala yang dihadapi petani dalam melakukan kegiatan berbagai subsistem agribisnis. Selain itu pula lembaga petani yang layak untuk
dikembangkan adalah lembaga-lembaga yang mampu berorientasi pada struktur sosial dan ekonomi serta budaya lokal.
Berdasarkan pemikiran ini lembaga yang layak untuk dikembangkan disesuaikan dengan struktur sosial-budaya dari setiap golongan petani
bersangkutan. Hal ini penting mengingat lembaga-lembaga petani konvensional tampaknya telah kehilangan kepercayaan di kalangan petani terutama di
kalangan golongan petani lokal. Lembaga-lembaga yang sesuai struktur sosial- budaya dipandang layak dikembangkan sebagai lembaga alternatip. Disamping
itu pula lembaga alternatip ini dinilai lebih efisien dan efektip melaksanakan tugas-tugas penyuluhan pertanian dalam arti luas.
Pengembangan Permodalan
Kendala permodalan bagi pelaku agribisnis di Kawasan Agropolitan Kabupaten Jayapura selain disebabkan oleh kemampuan pemupukan modal
juga terkait dengan keberadaan lembaga keuangan bank dan bukan bank. Keberadaan lembaga perbankan sangat berhubungan dengan kesempatan bagi
pelaku agribisnis untuk mendapatkan modal bagi perluasan dan pengembangan usaha.
Di Kawasan Pengembangan Agropolitan Kabupaten Jayapura sampai saat ini belum ada bank yang berperan sebagai penyedia dana dalam jumlah
yang cukup sesuai yang dibutuhkan oleh para pengusaha. Oleh sebab itu diperlukan lembaga perbankan yang baru maupun peningkatan status dari bank-
bank yang sudah ada seperti Bank Papua, Bank BRI menjadi Kantor Cabang
Menghilangkan Ketergantungan,
Menumbuhkan Keswadayaan
Sistem Ekonomi Rakyat
Bantuan Cuma-cuma
Bantuan Bergulir
Kredit - Subsidi
Kredit Komersial
dengan Kemudahan
Khusus Kredit
Komersial Penuh
sehingga fungsi pelayanan dapat didekatkan kepada masyarakat. Keberadaan Bank Papua dan Bank BRI diharapkan dapat meningkatkan investasi di bidang
pertanian khususnya agrobisnis dan agroindustri di Kawasan Pengembangan Agropolitan.
Keberadaan bank dan lembaga keuangan belum menjamin terselesainya masalah permodalan di atas, jika akses para pengusaha terhadap kredit yang
tersedia kecil. Hal ini dikarenakan tingginya tingkat bunga, persyaratan kredit yang terlalu berat bagi pengusaha kecil atau dikarenakan ketidaktahuan para
pengusaha tentang prosedur dan tatacara mendapatkan kredit. Untuk mengatasi masalah permodalan di atas, dapat ditempuh strategi pengembangan
permodalan seperti terlihat pada skema berikut.
Gambar 41. Strategi Pengembangan Permodalan
Bank Dunia menyebutkan bahwa selayaknya agribisnis diberikan tingkat bunga yang lebih rendah dari rata-rata tingkat bunga bank umum. Oleh sebab
itu, perlu ditunjuk bank yang khusus untuk melayani kebutuhan investasi di bidang agribisnis, merumuskan kembali persyaratan untuk mendapatkan kredit
dari bank sehingga tidak memberatkan, terutama bagi pengusaha-pengusaha yang bergerak disektor produksi disertai dengan sosialisasinya kepada
pengusaha secara luas. Bagi petani yang belum banyak tersentuh pembangunan, terutama penghasil komoditi dapat dimulai dengan berbagai
bantuan dalam bentuk “bantuan cuma-cuma” atau “bantuan bergulir”. Bantuan ini diberikan berdasarkan kebutuhan yang benar-benar dirasakan oleh petani
sesuai hasil analisa kebutuhan. Bagi yang sudah lebih baik taraf kemampuannya bantuan permodalan diberikan dalam bentuk “kredit subsidi”
atau “kredit komersial dengan kemudahan khusus” tanpa jaminan dan prosedurnya mudah. Kredit ini dapat digunakan untuk berbagai macam usaha
baik on-farm maupun off-farm seperti usaha sarana produksi, pengolahan hasil, perdagangan dan pelayanan jasa keuangan. Apabila pelaku agribisnis sudah
mampu, maka ditingkatkan menjadi “kredit komersial penuh”. Dengan cara demikian, maka kita berhasil mendidik mereka menjadi mandiri dalam kebutuhan
permodalan usaha. Artinya, apabila mereka membutuhkan tambahan permodalan bagi pengembangan usahanya mereka mampu berhubungan
dengan bank lembaga keuangan formal dan mampu memenuhi persyaratan bank.
Dalam rangka mengembangkan kegiatan agribisnis di Kawasan Pengembangan Agropolitan, bantuan pemerintah melalui subsidi sangat penting.
Subsidi melalui lembaga perbankan dan lembaga permodalan lainnya perlu dikembangkan yaitu subsidi yang diwujudkan dalam bentuk kredit kepada petani
dan pengusaha agribisnis. Bimbingan dan penyuluhan merupakan bagian dari keberhasilan pelaku
agribisnis dalam mengembangkan usahanya. Selama ini lembaga perbankan menyalurkan kredit pada sektor-sektor yang dianggap aman, dalam arti sektor-
sektor yang diperkirakan mempunyai tingkat pengembalian tinggi yaitu sektor perdagangan, kontraktor dan leveransir. Sektor-sektor yang dianggap resiko
tinggi bagi pengembalian kredit seperti sektor produksi di bidang pertanian, perikanan dan peternakan tidak memperoleh porsi yang wajar. Padahal sektor
produksi dan industrilah dasar bagi pertumbuhan ekonomi daerah. Untuk mengurangi resiko tingkat pengembalian, pihak bank perlu melakukan
pendampingan teknis kepada pelaku agribisnis. Permodalan juga terkait dengan peran Pemerintah Daerah. Investasi
pemerintah daerah di bidang pertanian seyogyanya diarahkan untuk memberikan insentif dan kondisi kondusif kepada para petani. Dengan dana yang terbatas,
investasi pemerintah daerah seyogyanya lebih diarahkan pada pembangunan “public goods”, infrastruktur, penelitian, dan pengembangan sumberdaya
manusia. Selama ini Pemerintah Daerah telah menyalurkan bantuan modal bagi para pengusaha kecil dalam bentuk kredit program melalui Bank Papua dan
Bank BRI. Sebagian besar kredit program ini berdasarkan pemantauan Bank Papua dan Bank BRI menjadi kredit macet. Hal ini disebabkan kurangnya
bimbingan dan penyuluhan, sehingga yang seharusnya merupakan kredit produksi digunakan untuk membiayai keperluan konsumsi.
Pemerintah daerah diharapkan merumuskan strategi yang dapat menciptakan iklim kondusif sehingga pihak swasta dapat berperan dalam
penyediaan modal bagi pelaku agribisnis di dalam mengembangkan usahanya. Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa strategi tersebut haruslah bersifat
menghilangkan ketergantungan dari pihak luar dan lebih mengarah pada upaya menumbuhkan keswadayaan pelaku agribisnis dalam memenuhi kebutuhan
permodalan.
Pengembangan Sistem Pembinaan
Pembinaan terhadap pelaku agribisnis merupakan salah satu penentu keberhasilan pengembangan kawasan agropolitan. Untuk mendukung
keberhasilan pengembangan kawasan agropolitan di Kabupaten Jayapura dibutuhkan berbagai wawasan yang harus dimiliki oleh seluruh pelakun agribisnis
yang terkait. Pemahaman wawasan ini dapat disampaikan secara terus- menerus pada kegiatan pendampingan di lapangan. Wawasan tersebut antara
lain wawasan keterpaduan dan keterkaitan serta wawasan lingkungan. Wawasan keterpaduan dan keterkaitan ini harus menjadi prioritas utama,
mengingat banyaknya komponen yang terlibat dalam pengembangannya. Disamping itu keterpaduan dan keterkaitan merupakan kunci utama bagi
berjalannya sistem dan usaha agribisnis. Sementara wawasan lingkungan pada dasarnya untuk memberi arah agar setiap kegiatan dalam pengembangan
agribisnis senantiasa memperhatikan kondisi dan potensi sumberdaya alam dan lingkungan fisik dan non fisik. Hal ini bertujuan agar kelestarian sumberdaya
alam dan kualitas hidup terjamin untuk menunjang upaya pembangunan yang berkelanjutan.
Pembinaan dan pendampingan lain yang perlu dilakukan adalah pendampingan terhadap aspek-aspek sebagai berikut :
1. Usahatani Kecil Usaha Rumah Tangga Langkah ini perlu dilakukan untuk mengembangkan sub-sistem budidaya
pada usahatani kecil yang banyak menghadapi kendala dan masalah
sehubungan dengan keterbatasan usahatani. Langkah yang dapat dilakukan adalah dengan jalan menerapkan industrialisasi pertanian, yaitu
mengembangkan suatu usaha budidaya sebagai bentuk kegiatan industri, dalam arti sistem dan mekanisme kerja yang lebih baik, efisien, penggunaan teknologi
yang sesuai, homogenitas produk, kualitas yang standar, keteraturan produksi dan distribusi, responsif terhadap pasar dan sebagainya.
2. Pengembangan Agroindustri Kecil dan Menengah Aspek yang perlu dikembangkan antara lain menyangkut jenis dan ragam
produk yang dihasilkan, teknologi yang digunakan berikut seluruh penunjangnya, pengembangan sistem organisasi dan manajemen serta pengembangan aspek
pemasaran. 3. Pengembangan Lembaga Ekonomi Petani.
Menghadapi berbagai tantangan dan permasalahan yang mungkin dihadapi, perlu dikembangkan suatu lembaga ekonomi petani, yang
memungkinkan mereka mampu menangkap nilai tambah yang terjadi dari proses industrialisasi pertanian dan pengembangan usaha agroindustri. Lembaga
petani perlu memiliki integrasi dalam berbagai jenjang, mulai dari lembaga usaha ekonomi yang dapat mengefisienkan unit produksi terkecil usaha rumah
tangga, hingga lembaga yang benar-benar dapat memperjuangkan kepentingan-kepentingan petani dalam pengambilan keputusan dan bukan
hanya sekedar organisasi politik yang bertindak atas nama petani. 4. Pengembangan Pelayanan Jasa.
Pengembangan sub-sistem pelayanan jasa merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pengembangan sistem usaha agribisnis secara keseluruhan.
Pengembangan lembaga-lembaga pelayanan jasa tersebut harus dilakukan terutama dalam peningkatan daya saing, sehingga tumbuh kepercayaan dunia
usaha terhadap kemampuan dan kehandalan lembaga-lembaga pemberi jasa dalam memberikan dukungan dan pelayanannya. Secara khusus lembaga
pelayanan jasa yang perlu mendapat perhatian adalah lembaga keuangan khususnya di pedesaan, lembaga penelitian dan pendidikan khususnya
penyuluhan. Dalam kaitan ini beberapa faktor yang diperkirakan dapat menciptakan
iklim yang kondusif dalam pengembangan agribisnis di Kawasan Pengembangan Agropolitan Kabupaten Jayapura adalah sebagai berikut :