Aspek sumberdaya alam kondisi agroklimat

memberikan hasil yang tidak banyak mengalami perbedaan dengan hasil analisis MDS. Perbedaan hasil analisis yang relatif kecil menunjukkan bahwa analisis menggunakan metode MDS untuk menentukan keberlanjutan wilayah di Kabupaten Jayapura yang dikaji memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi. Tabel 41. Hasil Analisis Monte Carlo untuk nilai indeks keberlanjutan dengan Analisis Rap-BANGSAPO Status Indeks Hasil MDS Hasil Monte Carlo Perbedaan Dimensi Ekologi 48,5 48,7 0,2 Dimensi Ekonomi 53,2 53,8 0,6 Dimensi Sosial 67 65,6 1,4 Dimensi Teknologi 40,5 41,2 0,7 Dimensi Kelembagaan 49,3 48,5 0,8 Kecilnya perbedaan nilai indeks keberlanjutan antara hasil analisis metode MDS dengan analisis Monte Carlo mengindikasikan hal-hal sebagai berikut: 1 kesalahan dalam pembuatan skor setiap atribut relatif kecil; 2 variasi pemberian skor akibat perbedaan opini relatif kecil; 3 proses analisis yang dilakukan secara berulang-ulang stabil; 4 kesalahan pemasukan data dan data yang hilang dapat dihindari.

5.3.1. Status Keberlanjutan Dimensi Ekologi

Pembangunan dimensi ekologi di Kabupaten Jayapura perlu dilakukan dengan memperhatikan atribut yang menjadi faktor pengungkit guna efisiensi dan efektivitas pengembangan ternak pada kawasan. Terdapat 17 tujuh belas atribut yang menentukan keberlanjutan ekologi di Kabupaten Jayapura terdiri atas 1 Pemanfaatan limbah peternakan untuk pupuk, 2 Pemanfaatan limbah pertanian untuk pakan ternak, 3 Sistem pemeliharaan ternak, 4 Lahan tingkat kesuburan tanah, 5 Tingkat pemanfaatan lahan, 6 Daya dukung pakan ternak, 7 Jenis pakan ternak, 8 ketersediaan rumah potong hewan RPH dan IPAL RPH, 9 pemotongan betina produktif, 10 kebersihan kandang, 11 kuantitas limbah peternakan, 12 kejadian kekeringan, 13 kejadian banjir, 14 agroklimat, 15 jarak lokasi usaha dengan pemukiman, 16 rencana tata ruang wilayahRTRW, 17 kondisi prasarana jalan usaha tani. Berdasarkan nilai RMS root mean square dengan nilai di atas nilai tengah 2,0, ada 4 empat atribut ekologi yang merupakan faktor pengungkit adalah : Sistem pemeliharaan ternak. Sistem pemeliharaan ternak sapi yang dilakukan oleh peternak sapi di Kabupaten Jayapura umumnya adalah pastural sistem dengan tipe manajemen ekstensif adalah sebesar 73,16 persen, semi intensif sebesar 22,69 persen dan intensif sebesar 4,15 persen. Sistem pemiliharaan yang dilakukan peternak menggambarkan pola pengelolaan usaha peternakan sapi potong yang cukup bervariasi, hal ini turut mempengaruhi dalam pengembangan usaha yang dikolola peternak, karena peternak dengan sistem pemeliharaan .ekstensif masih tergantung pada kondisi dan potensi sumberdaya alam sehingga dapat berdampak pada produksi dan mutu ternak. Peternak yang memiliki kandang hanya sebagian kecil, yakni 26,84 dengan manajemen pemeliharaan secara intesif dan atau semi intensif. Secara intensif, ternak sapi berada di dalam kandang sepanjang hari. pemberian makan berupa hijauan rumput dan leguminosa dan konsentrat diberikan oleh peternak. Secara semi intensif ternak digembalakan atau dilepaskan pada pagi sampai siang hari di padang penggembalaan atau padang rumput maupun di lahan perkebunan untuk merumput, kemudian pada sore hari dimasukkan ke kadang. Pada saat ternak digembalakan, semua proses makan berlangsung di padang penggembalaan dan dikontrol oleh peternak. Sistem pemeliharaan secara ekstensif sebesar 73,16, ternak sapi digembalakan sepanjang hari pagi sampai sore hari pada padang penggembalaan alam, baik pada Iahan milik sendiri maupun pada lahan- lahan umum. Teknik yang dilakukan dalam sistem pemeliharaan ini adalah menggunakan pola ikat secara berpindah-pindah, dan dilepaskan. Sapi dilepaskan sejak pagi sampai sore hari. Pada waktu sore hari sapi dimasukkan ke hutan atau lahan perkebunan untuk beristirahat di alam terbuka, hal ini mengakibatkan rendahnya produktivitas ternak, dapat mengganggu tanaman pertanian dan perkebunan, kotoran ternak tidak dapat diolah menjadi pupuk organik, ternak mudah terserang penyakit, mempersulit dalam pengontrolan dan dapat menyebabkan terjadinya konflik dalam masyarakat. Tingkat pemanfaatan lahan. Tingkat pemanfaatan lahan oleh peternak belum dimanfaatkan secara optimal untuk pengembangan ternak sapi dan juga pengelolaan terhadap lahan belum dilakukan secara maksimal, artinya masih terdapat lahan yang terlantar