Skenario-Skenario Kebijakan Pengembangan Kebijakan Alternatif

3. Analisis Kebijakan Alternatif

Kebijakan alternatif dalam pengelolaan Waduk Cirata berkelanjutan yang sesuai dengan perkembangan dan tuntutan masyarakat melalui beberapa cara, yaitu: a. Penduduk secara umum : Sosialisasi program KB revitalisasi program KB nasional, angka kenaikan bisa ditekan menjadi 1,3 per tahun, serta penyuluhan kepada masyarakat tentang keluarga sederhana bahagia. Penduduk sekitar wilayah waduk: dibuat kebijakan untuk pembatasan penduduk di luar wilayah waduk yang akan melakukakan usaha perikanan budidaya KJA di perairan Waduk Cirata untuk penduduk yang berdomisili di wilayah waduk diberi porsi usaha yang lebih besar, selain diberi izin usaha juga diberikan modal usaha dalam bentuk pinjaman lunak atau bantuan benih ikan unggul. Penebaran ikan pemakan plankton nilem, bandeng, mola, grasscarp ke perairan waduk sebagai sumber penghasilan nelayan tangkap, manfaat lainnya adalah sebagai pengendali eutrofikasi karena memanfaatkan plankton sebagai pakannya. Penyuluhan tentang pentingnya pengelolaan waduk berkelanjutan dari hulu sampai hilir kepada penduduk yang berada di wilayah perairan waduk, misalnya bersama pemerintah melaksanakan penanaman pohon dari hulu sampai hilir dan mengurangi penebangan pohon di daerah hulu. b. Limbah sampah penduduk, tinja manusia, dan feses ternak : Pengolahan dengan pendekatan sumber. Pergeseran pendekatan dari pendekatan ujung-pipa end-pipe of solution ke pendekatan sumber. Pengembangan program pengelolaan sampahlimbah dengan pendekatan Reduce, Reuse, Recycle, Recovery dan Participation 4R + P yang meliputi, antara lain: waste to energy dan kompos.

c. Limbah Budidaya KJA

Jangka pendek : memberikan penyuluhan kepada petani pembudidaya ikan di KJA antara lain: pengurangan pemberian pakan ikan tidak menggunakan sistem pompa tetapi sesuai kebutuhan pakan ikan konsumsi misalnya 2-3 dari bobot ikan per hari; pengurangan padat tebar ikan, budidaya polikultur ikan mas dengan ikan plankton feeder. Jangka menengah : Penegakan regulasi pembatasan luas KJA sebesar 1 dari luas waduk 6200 ha yaitu 62 ha dan zonasi untuk usaha KJA, upaya menurunkan jumlah RTP Rumah Tangga Perikanan di Waduk Cirata terutama untuk KJA yang ilegalpetak-petak yang belum mendapat ijin baru, atau dengan memberikan pelatihan dan keterampilan usaha baru pemerintah perlu membuka lapangan kerja baru dan menggali teknologi baru untuk pemanfaatan limbah budidaya KJA , misalnya untuk bahan filler pupuk organik, dan sumber energy, tidak ada izin baru ataupun penambahan petakan KJA, pembenahan zonasi pemanfaatan perairan waduk sesuai dengan daya dukung perairan. Jangka panjang: Pengelolaan DAS Citarum sebagai satu kesatuan ekosistem, peningkatan kualitas pakan misalnya penurunan kandungan P dalam pakan komersial dan benih ikan misalnya kualitas genetik: pertumbuhan ikan cepat, pemerintah lebih aktif memberikan penyuluhan kepada pengusaha pakan, petani ikan dan masyarakat sekitar wilayah waduk untuk lebih berperan serta dalam mengelola waduk. d. Limbah Pupuk Pertanian : Teknis kebijakan yang dapat dilakukan adalah pelatihan pemanfaatan limbah untuk dijadikan kompos sehingga petani beralih menggunakan pupuk komposorganik daripada pupuk pabrik. Begitu pula agar lahan pertanian tidak cepat gersang maka perlu pelatihan dan sosialisai teknik konservasi tanah dan air seperti penanaman searah kontur, dan teras. e. Penanganan RPH dan Industri : penerapan penegakan hukum pelarangan pembangunan RPH dan Industri pada wilayah sempadan sungai 50-100 meter dan Waduk 50-100 meter dari titik pasang tertinggi Keppres No 32 Tahun 1990 pasal 16–18, pembangunan industri dan RPH di kawasan yang layak lingkungan atau sesuai RT-RW dan perlu pemberian penghargaan bagi pengusaha yang membangun mengikuti persyaratan ekologis pasal 7 UU No. 4 Tahun 1992, penegakan regulasi dengan sangsi yang berat bagi pengusaha yang akan membuka usaha tanpa membuat amdal dan ipal bagi RPH atau industri lainnya. 157 6 MODEL KONSEPTUAL KEBIJAKAN Secara umum keberhasilan pengelolaan Waduk Cirata Berkelanjutan akan sangat terkait dengan aspek institusi atau lembaga pengelolanya, kebijakan atau tata cara pengelolaannya, serta anggaran yang menunjang kelancaran pengelolaanya. Isu strategis pengelolaan Waduk Cirata Jawa Barat terutama harus diawali oleh adanya institusi yang bertanggung jawab melakukan pengelolaan. Kejelasan pihak pengelola ini akan menjadi pendorong disusunnya tata cara dan sumber pendanaan bagi keberhasilan pengelolaan waduk tersebut. Kebijakan pengelolaan akan dituangkan dalam bentuk model konseptual pengelolaan yang terdiri dari penentuan pengelola kawasan manager dan penyusunan sistem pengelolaannya management yang memenuhi prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Model pengelolaan diawali dengan pembentukan lembaga pengelola institutional arrangement melalui partisipasi dari para pihak, baik pihak perusahaan, pihak masyarakat, maupun institusi pemerintah. Secara lebih rinci, beberapa permasalahan terkait dengan pengelolaan Waduk Cirata adalah: 1 belum disepakati bersama pihak yang bertanggung jawab secara khusus menangani pengelolaan waduk, 2 belum terjalinnya komunikasi dan kerjasama, serta peran yang optimal antar berbagai pihak stakeholders terkait secara partisipatif; 3 terbatasnya kebijakan terkait pengelolaan waduk; dan 4 belum jelasnya pengelolaan anggaran dan bagi hasil dari nilai ekonomi waduk yang dikelola. Pengelola secara kemitraan dan partisipatif dengan pembentukan sebuah badan pengelola secara khusus merupakan alternatif terbaik yang dimungkinkan. Institusi pemerintah terutama pihak Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah BPLHD di tingkat provinsi berperan sebagai pengarah dan pengawas terkait isu lingkungan dalam pengelolaan waduk tersebut. Selain itu, diperlukan kesepakatan antar tiga 3 pemerintah daerah yang secara administratif diliputi Waduk Cirata, yaitu Pemda Kabupaten Cianjur, Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Purwakarta. Sementara pihak pemerintah pusat melalui Kementerian ESDM yang diwakili PT. PLN dan PT. Indonesia Power sebagai pihak yang mengelola 158 manfaat waduk dari sisi energi juga harus dilibatkan dalam Badan Pengelola tersebut. Keberadaan badan pengelola ini juga harus didasari oleh partisipasi dan kesepakatan para pihak di luar institusi pemerintah. Pihak-pihak tersebut antara lain sektor swasta yang memanfaatkan nilai ekonomi dari waduk, seperti para pengusaha industri yang membuang limbahnya ke badan air yang mengalir ke waduk hingga para pengusaha jaring apung. Selain itu diperlukan partisipasi masyarakat secara umum serta Lembaga Swadaya Masyarakat yang berkepentingan dengan keberadaan waduk. Pihak lain yang perlu dimintai partisipasinya adalah institusi akademis seperti Perguruan Tinggi yang bisa memberikan masukan dan saran tentang kondisi, potensi, dan ancaman yang bisa mendorong keberhasilan atau kegagalan pengelolaan waduk melalui kajian-kajian yang bersifat akademis dan independen Gambar 107. Implikasi pendanaan dan pengelolaan pendapatan awalnya berasal dari penyertaan berbagai pihak, baik anggaran pemerintah pusat dan daerah yang terlibat, serta industri dan pihak swasta lainnya dengan memberikan dorongan melalui program CSR Corporate Sosial Responsibility atau sejenisnya. Dana CSR digunakan untuk membantu kemitraan yang ada dan pemberdayaan masyarakat terutama yang terlibat dan terkena dampak dari pengelolaan waduk. Sistem pengelolaan Waduk Cirata sendiri terbagi menjadi kebijakan status Waduk Cirata sebagai landasan terhadap kebijakan lain, yaitu kebijakan konservasi lingkungan DAS Citarum, kebijakan peningkatan kesejahteraan sosial, dan kebijakan peningkatan nilai ekonomi Gambar 107. Status waduk dibangun berdasarkan hasil analisis zonasi waduk, analisis kondisi pencemaran waduk, dan nilai ekonomi waduk. Hasil ini disintesiskan dengan hasil analisis dari preferensi pakar dan stakeholders untuk membangun sistem pengelolaan Waduk Cirata secara berkelanjutan. Kebijakan status Waduk Cirata dititikberatkan untuk memberikan landasan dalam menentukan kebijakan selanjutnya, yaitu kebijakan konservasi lingkungan DAS Citarum, peningkatan kesejahteraan sosial, dan peningkatan nilai ekonomi, serta kebijakan pengelolaan waduk secara keseluruhan. Seluruh kebijakan yang disusun mengacu pada Sistem Manajemen Lingkungan SML Waduk Cirata 159 yang telah ditentukan sebelumnya. Kebijakan konservasi disusun berdasarkan optimalisasi dari kepentingan lingkungan dan ekonomi di Waduk Cirata. Hal serupa juga berlaku dalam penyusunan kebijakan peningkatan nilai ekonomi waduk. Kebijakan ini didasari oleh pemanfaatan sumberdaya yang ada di Waduk Cirata untuk menunjang peningkatan ekonomi dengan memperhatikan kelestarian lingkungan. Kebijakan peningkatan kesejahteraan sosial disusun berdasarkan optimalisasi pelestarian sistem sosial dan pemberdayaan masyarakat dengan kepentingan pemanfaatan sumber daya alam waduk guna kepentingan ekonomi. 160 Badan Pengelola Waduk Cirata Pemda Kab. Bandung Pemda Kab. Cianjur Pemda Prov. Jabar Pemerintah Pusat BPLHD Dep. ESDM LSM Masyarakat Lokal Institusi Teknis Lembaga Penelitian Perguruan Tinggi Rehabilitasi Kawasan Pemberdayaan Masyarakat Pengelolaan Waduk Cirata, Jawa Barat masukan kesepakatan Pelibatan Dalam Pengelolaan Konservasi SD Air Peningkatan Nilai Ekonomis KJA Pemanfaatan Pariwisata Sosialisasi, Edukasi Pengendalian Pencemaran CSR Kebijakan Konservasi Lingkungan DAS Citarum Kebijakan Peningkatan Kesejahteraan Sosial Kebijakan Peningkatan Nilai Ekonomi evaluasi umpan balik informasi masukan pendampingan masukan masukan musyawarah dana pemberdayaan bantuan pengeloaan dana csr penelitian informasi Pemda Kab. Purwakarta Indonesian Power PLN Industri terkait Pengendalian Sedimentasi Pemanfaatan Limbah Pemanfaatan Ikan Pemakan Plankton Ketetapan Status Zonasi Waduk Kebijakan Status Waduk Cirata Penegakan Hukum Gambar 107 Model konseptual pengelolaan Waduk Cirata Jawa Barat berkelanjutan.

6.1 Kebijakan Status Waduk Cirata

Kebijakan status merupakan landasan yang penting bagi penyusunan kebijakan lanjutan yang bersifat lebih operasional. Kebijakan ini perlu disusun untuk memperjelas landasan pengelolaan Waduk Cirata. Kebijakan ini secara normatif bisa ditempuh dengan kesepakatan para stakeholders kunci untuk menetapkan regulasi teknis sebagai landasan awal untuk melangkah pada tahap berikutnya. Stakeholders kunci tersebut terdiri dari para pihak yang bermitra melalui arahan pihak ketiga dari institusi pemerintah. Program yang bisa dilaksanakan dalam ruang lingkup kebijakan penetapan status waduk melalui: 1. Penyusunan sistem zonasi waduk; Zonasi waduk yang ada pada saat ini sudah tidak tepat lagi. Dalam implementasinya sudah tidak sesuai lagi sehingga diperlukan zonasi baru yang sudah disesuaikan dengan kondisi Waduk Cirata sekarang. Kepadatan dan zonasi keramba jaring apung di Waduk Cirata yang sudah tidak sesuai dengan zonasi ditampilkan pada Gambar 108,memperlihatkan hamparan luasan KJA berdasarkan overlay tahun 20082009, bertambah dibandingkan luasan tahun 2004. Menurut BPWC 2003, wilayah perairan Waduk Cirata mempunyai 6 zonasi yaitu mintakat bahaya, suaka,usaha, usaha terkendali, bebas dan bahaya. 2. Melakukan penegakan hukum berdasarkan sistem zonasi yang telah disusun. Dalam implementasinya, petani pembudidaya ikan sudah tidak mematuhi zonasi yang sudah ditetapkan tetapi tidak ada sangsi yang dijatuhkan kepada pelanggar zonasi. Keterangan: KJA Tahun 20082009 sumber: Google Earth 2010 Gambar 108 Peta overlay keberadaan KJA tahun 2004 dengan KJA tahun 20082009 di Waduk Cirata

6.2 Kebijakan Konservasi DAS Citarum

Sumberdaya air memberikan manfaat untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia dalam segala bidang. Pengelolaan sumberdaya air perlu diarahkan untuk mewujudkan sinergi dan keterpaduan yang harmonis antar wilayah, antar sektor dan antar generasi. Kebijakan konservasi DAS Citarum merupakan bagian dari upaya menyeluruh dalam melakukan rehabilitasi kawasan yang pada akhirnya bisa menjaga kondisi lingkungan Waduk Cirata. Program berkaitan dengan rehabilitasi kawasan adalah: 1. Melakukan upaya konservasi sumber daya air terpadu; Rehabilitasi kawasan untuk sumberdaya air waduk terkait dengan pengelolaan DAS terpadu payung hukumnya adalah UU no.41 1999 tentang Kehutanan dan UU no 7 tahun 2006 tentang sumberdaya air. 2. Melakukan pengendalian pencemaran; Melakukan pengendalian pencemaran diantaranya adalah dengan melaksanakan amdal dan ipal untuk industri sebelum membuang limbahnya ke perairan. 3. Melakukan pengendalian sedimentasi. Pengendalian sedimentasi di waduk, diantaranya dengan memperbaiki sistem pertanian di daerah hulu. Melakukan pengelolaan hutan yang sudah dituangkan dalam UU RI nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan.

6.3 Kebijakan Peningkatan Kesejahteraan Sosial

Kebijakan peningkatan kesejahteraan sosial bertujuan meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitar waduk dari nilai ekonomi yang bisa digali dari pemanfaatan waduk. Program peningkatan kesejahteraan sosial ini meliputi: 1. Melakukan pemberdayaan masyarakat, melalui sosialisasi pentingnya pengelolaan waduk dan edukasi pemanfaatan nilai ekonomi waduk secara ramah lingkungan. 2. Melakukan pelibatan masyarakat dalam pengelolaan Waduk Cirata, baik dari mulai penyusunan regulasi hingga pemanfaatan nilai ekonominya. Hal ini diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan dan stabilitas sosial masyarakat sekitar waduk.

6.4 Kebijakan Peningkatan Nilai Ekonomi

Kebijakan peningkatan nilai ekonomi terkait adanya potensi ekonomi dari pemanfaatan Waduk Cirata. Program terkait kebijakan peningkatan nilai ekonomi ini meliputi: 1. Peningkatan kegiatan PLTA 2. Melakukan pemanfaatan limbah yang terakumulasi di waduk menjadi bahan bernilai ekonomi, seperti pupuk pertanian dan bioenergi. 3. Melakukan pemanfaatan keindahan alam waduk menjadi tujuan wisata yang memiliki efek domino pada peningkatan kegiatan ekonomi penunjang pariwisata, seperti penyewaan perahu, penginapan, dan penjualan makanan, cindera mata, hasil bumi, serta berbagai hal yang menarik wisatawan.