Kebaruan Novelty Design based on the model of sustainable management of reservoir fisheries floating cage (reservoir case Cirata West Java)

diberikan 100 adalah pakan buatan pelet. Frekuensi pemberian pakan rata-rata tiga kali sehari bahkan lebih dan penggunaan pakan komersial pelet mengandung protein tinggi lebih dari 20 dengan kandungan nutrisi lainnya cukup lengkap. Melimpahnya limbah organik yang berasal dari sisa pakan ini mengakibatkan Waduk Cirata menghadapi masalah yang cukup serius antara lain proses sedimentasi yang tinggi dan penurunan kualitas perairan. Pertambahan jumlah KJA budidaya ikan di Waduk Cirata yang dimulai tahun 1987, sampai tahun 2002 semakin meningkat. Peningkatan jumlah KJA sampai tahun 1997 dapat meningkatkan produksi total ikan tetapi mulai tahun 1998 peningkatan jumlah KJA tidak sejalan dengan peningkatan produksinya. Hal ini diduga karena kualitas air di Waduk Cirata yang mulai menurun setelah tahun 1997 sampai tahun 2002, serta akibat sering terjadinya kematian massal ikan budidaya akibat pencemaran dan terserang virus herpes Prihadi et al. 2005. Ryding dan Rast 1989 mengemukakan bahwa budidaya ikan dalam karamba jaring apung merupakan budidaya di wilayah perairan yang disekat, biasanya mengapung dan dibatasi oleh jaring. Wilayah tersebut melindungi karamba yang digunakan untuk produksi ikan. Di awal masa pertumbuhan, karamba ditebari ikan kecil, selanjutnya ikan diberi pakan pelet yang kaya hara dan diberikan pada interval waktu tertentu. Di dalam wilayah perlindungan karamba tersebut, ikan tumbuh cepat dan biasanya dipanen pada akhir masa pertumbuhan. Menurut Sukadi et al. 1989 KJA merupakan tempat pemeliharaan ikan yang terbuat dari bahan jaring yang dapat menyebabkan keluar masuknya air dengan leluasa sehingga terjadi pertukaran air dari karamba ke perairan sekitarnya, serta pembuangan sisa pakan dengan mudah. Hardjamulia et al. 1991 mengemukakan prinsip dasar pada KJA yaitu sebagai wadah yang semua sisi samping dan dasarnya dibatasi jaring yang dapat menampung ikan di dalamnya, terjadi pertukaran air dari dalam dan luar keramba serta kotoran dan sisa-sisa pakan ke luar dari karamba ke lingkungan perairan sekitarnya. Kartamiharja 1998 mengemukakan bahwa sejak tahun 1988 budidaya KJA berkembang pesat di beberapa perairan waduk dan danau. Fenomena ini digambarkan dengan keadaan di Jawa Barat yaitu di Waduk Saguling, Cirata dan Jatiluhur. Jumlah karamba meningkat dari 1.367 unit pada tahun 1988 menjadi 14.215 unit pada tahun 1995. Produksi ikan juga meningkat dari 2.651 ton pada tahun 1988 menjadi 19.000 ton pada tahun 1995 atau rata-rata meningkat 75 per tahun. Selanjutnya dikatakan bahwa pada budidaya ikan di KJA yang dilakukan petani ikan di Jawa Barat menunjukkan jumlah pakan yang terbuang ke perairan berkisar antara 30-40. Salah satu teknologi yang telah dikembangkan untuk menanggulangi jumlah pakan yang terbuang sekaligus menanggulangi pencemaran perairan adalah dengan karamba jaring apung ganda. Dalam pelaksanaan teknologi ini, pakan diberikan hanya untuk ikan utama pada umumnya ikan mas. Ikan utama dipelihara pada jaring lapisan atas sedangkan dalam jaring lapisan bawah dipelihara ikan yang dapat memanfaatkan pakan yang terbuang dari jaring lapisan atas contoh: ikan nila. Hasil uji coba di Waduk Jatiluhur dengan jaring lapisan atas ukuran 6m x 6m x 2m untuk ikan mas dan jaring lapisan bawah 7m x 7m x 3m untuk ikan nila, dengan lama pemeliharaan 90 hari, diperoleh produksi rata-rata ikan mas saat panen adalah 15 kali dari bobot awal, sedangkan ikan nila diperoleh produksi 10 kali. Konversi pakan ikan mas didapatkan 1,6 dan ikan nila 1,0. Karamba jaring apung secara umum merupakan kegiatan ekonomi yang menguntungkan jika dikelola dengan baik, sehingga telah menarik investor baik di investor dari masyarakat sekitar waduk itu sendiri maupun investor dari luar masyarakat sekitar Waduk Cirata. Perkembangan KJA di Waduk Cirata sangat cepat. Menurut Garno 2000, pada tahun 1999 tedapat 27.786 KJA dengan produksi ikan 25.114 ton. KJA di Waduk Cirata telah menutupi 136 ha atau 2,2 permukaan waduk dan sisa-sisa pakan yang tertampung di dalam waduk ada sekitar 198,376 ton 8,667 ton N dan 1,239 ton P sedangkan pada tahun 2003, tercatat sebanyak 38.276 unit KJA sehingga sisa pakan yang berada di dasar waduk adalah sebesar 279.121 ton Prihadi 2005. Menurut Schimittou 1991 dalam Adnyana 2001, KJA kondisinya sangat tidak teratur dan telah melampaui batas lestari 1 dari total area yang tersedia. Sisa pakan dan kotoran ikan yang berlebihan telah menimbulkan endapan sekitar 10 dari total pakan yang diberikan. Dari akumulasi endapan di dasar waduk