Limbah Budidaya KJA Design based on the model of sustainable management of reservoir fisheries floating cage (reservoir case Cirata West Java)

2. Melakukan pengendalian pencemaran; Melakukan pengendalian pencemaran diantaranya adalah dengan melaksanakan amdal dan ipal untuk industri sebelum membuang limbahnya ke perairan. 3. Melakukan pengendalian sedimentasi. Pengendalian sedimentasi di waduk, diantaranya dengan memperbaiki sistem pertanian di daerah hulu. Melakukan pengelolaan hutan yang sudah dituangkan dalam UU RI nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan.

6.3 Kebijakan Peningkatan Kesejahteraan Sosial

Kebijakan peningkatan kesejahteraan sosial bertujuan meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitar waduk dari nilai ekonomi yang bisa digali dari pemanfaatan waduk. Program peningkatan kesejahteraan sosial ini meliputi: 1. Melakukan pemberdayaan masyarakat, melalui sosialisasi pentingnya pengelolaan waduk dan edukasi pemanfaatan nilai ekonomi waduk secara ramah lingkungan. 2. Melakukan pelibatan masyarakat dalam pengelolaan Waduk Cirata, baik dari mulai penyusunan regulasi hingga pemanfaatan nilai ekonominya. Hal ini diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan dan stabilitas sosial masyarakat sekitar waduk.

6.4 Kebijakan Peningkatan Nilai Ekonomi

Kebijakan peningkatan nilai ekonomi terkait adanya potensi ekonomi dari pemanfaatan Waduk Cirata. Program terkait kebijakan peningkatan nilai ekonomi ini meliputi: 1. Peningkatan kegiatan PLTA 2. Melakukan pemanfaatan limbah yang terakumulasi di waduk menjadi bahan bernilai ekonomi, seperti pupuk pertanian dan bioenergi. 3. Melakukan pemanfaatan keindahan alam waduk menjadi tujuan wisata yang memiliki efek domino pada peningkatan kegiatan ekonomi penunjang pariwisata, seperti penyewaan perahu, penginapan, dan penjualan makanan, cindera mata, hasil bumi, serta berbagai hal yang menarik wisatawan. 4. Melakukan pemanfaatan ikan pemakan plankton sebagai komoditas ekonomi. 5. Membatasi kepemilikan karamba jaring apung dari penduduk luar wilayah Waduk Cirata

6.5 Verifikasi Model Kebijakan

Hasil verifikasi melalui studi komparatif dan wawancara mendalam dengan stakeholders dan pakar, mengindikasikan suatu proses pemahaman mengenai pendekatan sistem dalam pengelolaan Waduk Cirata. Secara keseluruhan model pengelolaan Waduk Cirata berkelanjutan dapat merepresentasikan kondisi nyata terkait pengelolaan waduk tersebut saat ini. Kesetaraan yang dibangun antar stakeholders masih sulit untuk diwujudkan di lapangan sehingga peran masyarakat lokal sering terabaikan. Selain kesetaraan, masih terdapat konflik kepentingan dalam pemanfaatan Waduk Cirata oleh berbagai pihak terkait. Pemanfaatan Waduk Cirata secara ekstraktif oleh masyarakat diakibatkan desakan ekonomi yang perlu dicarikan solusinya. Pelaksanaan program pengelolaan seringkali tidak jelas dalam pembagian peran para stakeholders kuncinya. Jangka waktu pelaksanaan program pengelolaan harus ditentukan secara bertahap dan terukur. Model yang dibangun diharapkan bisa diimplementasikan pada pengelolaan Waduk Cirata saat ini dan masa yang akan datang.

6.6 Implikasi Kebijakan

Berdasarkan verifikasi yang dilakukan, perlu disusun strategi untuk memperkuat sistem yang telah disusun guna meningkatkan efektivitas pencapaian tujuan. Perlu dilakukan manajemen konsensus dalam menentukan keputusan bersama berdasarkan kesepakatan antar pihak guna mencapai tujuan bersama. Hal ini untuk mengeliminasi ketidaksetaraan, ego sektoral dan konflik kepentingan di antara para pihak yang terkait pengelolaan Waduk Cirata. Pemberdayaan masyarakat guna meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitar perusahaan menjadi fokus utama dalam menjalankan kebijakan pengelolaan Waduk Cirata. Penyusunan tahapan program dan penanggung jawabnya secara jelas dan transparan berdasarkan kesepakatan akan menghasilkan implementasi yang optimal saat pelaksanaannya. Model konseptual kebijakan pengelolaan Waduk Cirata berkelanjutan dimulai dengan perlunya komunikasi dan kesepakatan antara para pihak terkait. Sebagai langkah awal, kerangka musyawarah harus dibangun dengan memperhatikan kriteria kesetaraan equity. Hal ini akan menuju pada perwujudan Badan Pengelola Waduk Cirata yang melaksanakan berbagai kebijakan pengelolaan waduk yang diinginkan secara berkelanjutan.

6.7 Status Keberlanjutan

6.7.1 Aspek Ekologi

Penilaian aspek ekologi pada pengelolaan waduk berkelanjutan berbasis perikanan budidaya KJA merupakan penilaian terhadap atribut frekuensi kejadian up welling, tingkat kematian ikan, tingkat produksi ikan, tingkat pencemaran di DAS tingkat pencemaran di waduk dan daya dukung perairan. Hasil analisis data dengan program Rapfish disajikan pada Lampiran 3. Gambar 109 menunjukkan atribut aspek ekologi yang sensitif terhadap kinerja pengelolaan waduk berkelanjutan yaitu frekuensi kejadian up welling, tingkat kematian ikan, tingkat produksi ikan, tingkat pencemaran di DAS tingkat pencemaran di waduk dan daya dukung perairan, dengan nilai standar error atau nilai akar kuadrat nilai tengah AKNT masing-masing sebesar 11.16, 3.17, 5.12, 5.71, 5.82,dan 1.37. Terjadinya frekuensi up welling ternyata merupakan atribut yang mempunyai AKNT yang terbesar yaitu 11,16 yang berarti atribut ini sangat menentukan dalam keberlanjutan pengelolaan waduk tersebut, diduga akibat periswtiwa up welling mengakibatkan kerugian material yang besar. Sejak tahun 1991, 1993 dan 1997 jumlah ikan yang mati di Cirata berturut-turut 34,5 ton, 29,2 ton dan 209,3 ton. Dalam sehari, jumlah ikan yang mati pasca terjadinya up welling mencapai 60 ton, atau kalau dirupiahkan setara Rp 500 juta Suyoso 2007. Data tersebut menunjukkan bahwa jumlah kerugian yang ditimbulkan oleh kematian masal ikan di Cirata dari tahun ke tahun kecenderungannya semakin meningkat. Data tersebut menunjukkan bahwa kondisi lingkungan Cirata terus memburuk. Menurut Kurnia 2006, up welling pembalikan lapisan air hanya terjadi pada waktu suhu permukaan air dan lapisan di dalamnya berbeda secara signifikan. Pada waktu suhu permukaan air turun, misalnya pada puncak musim hujan atau ketika suhu sangat dingin pada awal atau akhir musim kemarau, maka lapisan air dari dasar waduk naik dengan membawa NH 3 , H 2 S dan CO 2 . Gas dan zat beracun itu terakumulasi dari proses pembusukan anaerob di lapisan bawah, terutama akibat sisa pakan dan kotoran ikan. Fenomena tersebut biasanya terjadi puncak musim hujan, yaitu di sekitar Januari–Februari atau pada akhir musim kemarau. Untuk mengurangi dampak up welling, diantaranya adalah dengan mengurangi padat tebar, memelihara ikan yang tahan terhadap kualitas air buruk ikan catfish, penggunaan pakan ikan yang berkualitas. Pakan ramah lingkungan telah berhasil diramu oleh ahli nutrisi Ikan di Universitas Ilmu dan Teknologi Kelautan Tokyo. Pakan ini dibuat dengan menambahkan asam sitrat atau amino acid-chelated asam amino yang terikat dengan mineral seperti Zn, Mn dan Cu sehingga jumlah unsur fosfor yang dilepas ke air menjadi menurun. Dengan menggunakan pakan ikan ini, jumlah unsur fosfor yang tertahan terakumulasi di dalam tubuh ikan meningkat sekitar 30 untuk pakan yang ditambahkan asam sitrat atau 16,5 untuk pakan yang disuplementasi dengan amino acid-chelated. Penggunaan pakan ini juga berhasil menurunkan tingkat ekskresi nitrogen oleh ikan meskipun tidak begitu tinggi. Khusus untuk masalah polusi amonia yang jauh lebih berbahaya daripada fosfat, baru-baru ini telah dikembangkan strain ikan nila ramah lingkungan melalui pendekatan genetik. Dengan demikian amonia yang dikeluarkan dari tubuh ikan menjadi menurun, yaitu sekitar 30-40 lebih rendah daripada ikan biasa. Gambar 109 Atribut aspek ekologi pada pengelolaan waduk berbasis perikanan budidaya berkelanjutan di Waduk Cirata

6.7.2 Aspek Ekonomi

Penilaian aspek ekonomi pada pengelolaan waduk berbasis perikanan budidaya KJA berkelanjutan merupakan penilaian terhadap atribut peningkatan PAD dari usaha KJA, peningkatan pendapatan masyarakat, kemudahan pasar, harga jual produk, biaya produksi budidaya, biaya investasi KJA. Gambar 110 menunjukkan atribut aspek ekonomi yang sensitif terhadap kinerja pengelolaan waduk berkelanjutan yaitu peningkatan PAD dari usaha KJA, peningkatan pendapatan masyarakat, kemudahan pasar, harga jual produk, biaya produksi budidaya, biaya investasi KJA, dengan nilai standar error atau nilai akar kuadrat nilai tengah AKNT masing-masing sebesar 3.12, 4.09, 0.58, 2.94, 0.12, dan 1.35. Peningkatan pendapatan masyarakat merupakan atribut yang mempunyai AKNT yang terbesar yaitu 4.09 yang berarti atribut ini sangat menentukan keberlanjutan pengelolaan waduk tersebut. Dari hasil wawancara dengan masyarakat di sekitar wilayah waduk Cirata, sebagian besar mereka mencari nafkah sebagai petani, nelayan waduk, pembudidaya ikan, pedagang saprodi, pemilik warung disekitar waduk, pengusaha transportasi di waduk. Sebagian besar mencari nafkah sebagai pembudidaya ikan baik di darat maupun di waduk. Masyarakat di wilayah waduk berharap keberadaan Waduk Cirata akan meningkatkan taraf hidup mereka dengan peningkatan pendapatan dari fungsi waduk seperti peningkatan hasil pertanian karena adanya irigasi yang lancar, peningkatan produksi ikan karena adanya lahan budidaya perairan waduk, peluang pekerjaan baru lainnya seperti dari perdagangan saprodi pertanian dan budidaya ikan yang meningkat, rumah makan baik di pinggir maupun di tengah waduk, transportasi untuk mengangkut pakan dan ikan di darat aupun di perairan waduk. Gambar 110 Atribut aspek ekonomi pada pengelolaan waduk berbasis perikanan budidaya berkelanjutan di Waduk Cirata

6.7.3 Aspek Hukum Kelembagaan

Penilaian aspek hukum dan kelembagaan pada pengelolaan waduk berbasis perikanan budidaya KJA berkelanjutan merupakan penilaian terhadap atribut kebijakan pemerintah terhadap pembuangan limbah, penegakan hukum, koordinasi dan implementasi pengelolaan KJA, dan kebijakan pemerintah tentang keberadaan KJA. Gambar 111 menunjukkan atribut aspek hukum dan kelembagaan yang sensitif terhadap kinerja pengelolaan waduk berkelanjutan yaitu kebijakan pemerintah terhadap pembuangan limbah, penegakan hukum, koordinasi dan implementasi pengelolaan KJA, dan kebijakan pemerintah tentang keberadaan KJA, dengan nilai standar error atau nilai akar kuadrat nilai tengah AKNT masing-masing sebesar 6.63, 11.34, 9.49, 7.91, dan 5.55. Penegakan hukum merupakan atribut yang mempunya AKNT yang terbesar yaitu 11.34 yang berarti atribut ini sangat menentukan keberlanjutan pengelolaan waduk tersebut. Dalam suatu penegakkan hukum, sesuai kerangka Friedmann, hukum harus diartikan sebagai suatu isi hukum content of law, tata laksana hukum structure of law dan budaya hukum culture of law sehingga penegakan hukum tidak saja dilakukan melalui perundang-undangan, namun juga bagaimana memberdayakan aparat dan fasilitas hukum. Juga, yang tak kalah pentingnya adalah bagaimana menciptakan budaya hukum masyarakat yang kondusif untuk penegakan hukum. Masyarakat harus senantiasa mendapatkan penyadaran dan pembelajaran yang kontinyu. Maka, program penyadaran, kampanye, pendidikan, harus terus menerus digalakkan dengan metode yang partisipatif. Akhirnya, penegakan hukum harus memperhatikan keselarasan antara keadilan dan kepastian hukum. Tujuan hukum antara lain adalah untuk menjamin terciptanya keadilan justice, kepastian hukum certainty of law, dan kesebandingan hukum equality before the law Susetyo 2006. Dalam hal ini penegakan hukum yang harus dilakukan misalnya, penegakan undang-undang keberadaan jumlah KJA di Waduk Cirata, keberadaanpenempatan KJA pada zonasi yang tepat, pembuangan limbah ke DAS Citarum, pertanian, peternakan. Gambar 111 Atribut aspek hukum dan kelembagaan pada pengelolaan waduk berbasis perikanan budidaya berkelanjutan di Waduk Cirata

6.7.4 Aspek Infrastruktur dan Teknologi

Penilaian aspek infrastruktur dan teknologi pada pengelolaan waduk berbasis perikanan budidaya KJA berkelanjutan merupakan penilaian terhadap atribut kelas kesesuaian lahan, jenis ikan yang dibudidayakan, jumlah pakan, jenis pakan, padat tebar ikan, ketersediaan alat pendukung di KJA, ketersediaan kapal untuk transportasi, dermaga untuk pengangkutan ikan, SPBU, dan aksesbilitas yang mudah ke lokasi budidaya. Gambar 112 menunjukkan atribut aspek infrasturktur dan teknologi yang sensitif terhadap kinerja pengelolaan waduk berkelanjutan yaitu kelas kesesuaian lahan, jenis ikan yang dibudidayakan, jumlah pakan, jenis pakan, padat tebar ikan, ketersediaan alat pendukung di KJA, ketersediaan kapal untuk transportasi, dermaga untuk pengangkutan ikan, SPBU, dan aksesbilitas yang mudah ke lokasi budidaya, dengan nilai standar error atau nilai akar kuadrat nilai tengah AKNT masing-masing sebesar 4.53, 0,84, 2.28, 1.54, 2.71, 0.50, 0.25, 2.31, 0.74, dan 3.88. Kelas kesesuaian lahan merupakan atribut yang mempunyai AKNT yang terbesar yaitu 4.53 yang berarti atribut ini sangat menentukan keberlanjutan pengelolaan waduk tersebut. Kesesuaian lahan yang tinggi diperlukan untuk keberlanjutan suatu kegiatan usaha. Kondisi perairan waduk Cirata saat ini sudah tidak sesuai