Gambar 13 Grafik hubungan antara beban pencemaran dan konsentrasi
polutan.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pencemaran di muara sungai secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut:
x f
y =
Secara matematis persamaan regresi linier dapat dituliskan :
bx a
y +
=
Dimana : x = nilai parameter di sungai
y = nilai parameter di perairan waduk a = nilai tengahrataan umum
b = koefisien regresi untuk parameter di sungai Peubah x merupakan jumlah nilai dari seluruh muara yang diamati untuk
parameter tertentu dan y merupakan nilai parameter di perairan waduk.
3.3.2 Model Kelembagaan Pengelolaan Waduk Cirata
Metode pengumpulan data: data yang diperlukan berupa data primer dan data sekunder. Data primer yang diperlukan dalam penyusunan model
kelembagaan pengelolaan waduk berkelanjutan dilakukan dengan wawancara, diskusi, kuesioner, dan survey lapangan, dengan responden di wilayah studi terdiri
dari tokoh masyarakat di lingkungan waduk, pembudidaya ikan, pedagang pengumpul ikan, kelompok LSM, dan pejabat setempat, serta wawancara dengan
berbagai pakar dan stakeholder yang terkait dengan kegiatan tersebut. Data sekunder yang dikumpulkan adalah: jumlah penduduk, keadaan sosial ekonomi
masyarakat, jumlah dan jenis industri di DAS Citarum, letak geografis dan iklim,
K onse
nt rasi
Baku
Beban
struktur organisasi dan keadaan SDM, serta regulasi yang berkaitan dengan masalah pengelolaan Waduk Cirata, jumlah keramba jaring apung, jenis ikan yang
dibudidayakan, jumlah pedagang pengumpul. Pengumpulan data sekunder diperoleh dari beberapa sumber kepustakaan dan dokumen dari beberapa instansi
yang terkait yaitu dari Dinas Kehutanan, Dinas Perikanan, Dinas PU, Dinas Tata Ruang, Dinas Pariwisata, Dinas Meteorologi dan Geofisika, Dinas Lingkungan
Hidup, serta PLN. Metode Analisis data: data yang telah dikumpulkan baik data primer
maupun sekunder diolah dengan menggunakan program software ISM.
3.3.3 Analisis Keberlanjutan
Pengolahan data menggunakan alat analisis Rap-fish yang merupakan teknik penilaian kinerja berbagai aspek yang mempengaruhi keberlanjutan suatu
aktivitas Pither dan Preischot 2001. Pinter et al. 2005 menyatakan aspek keberlanjutan yang dinilai meliputi ekologi, sosial budaya, ekonomi, dan
kelembagaan. Setiap aspek keberlanjutan terdiri atas beberapa atribut yang merupakan variabel-variabel yang mempengaruhi ketersediaan sumberdaya.
Atribut ditentukan berdasarkan hasil observasi kondisi Waduk Cirata saat ini, studi literatur dan wawancara dengan para pakar.
Penilaian kinerja menggunakan pendapat pakar dan data sekunder dalam bentuk skala 0 sampai 2 atau 3 yang menunjukan kategori buruk sampai baik.
Perubahan kinerja atribut ditunjukkan dengan nilai akar nilai tengah kuadrat Root Mean Square RMS pada sumbu x. Nilai RMS merupakan standar error yang
bertujuan mengetahui nilai perubahan atribut saat terjadi perubahan kinerja dari suatu aspek keberlanjutan.
Untuk mengevaluasi hasil penilaian atribut terhadap status pengelolaan waduk berkelanjutan, maka dilakukan simulasi Montecarlo. Simulasi Montecarlo
dapat menunjukan perkiraan tingkat kesalahan skor setiap atribut sehingga pengaruh kesalahan acak terhadap suatu proses dapat dievaluasi dan keakuratan
ordinat dapat diprediksi. Status keberlanjutan yang ditunjukkan dengan perpaduan setiap aspek dengan nilai 0 sampai 100 ditampilkan dengan diagram layang.
Apabila nilai indeks 50 menunjukkan sistem ‘berkelanjutan’ dan sebaliknya jika nilai indeks 50.
3.3.4 Tahapan Penelitian Analisis Sistem
Dalam pendekatan sistem dilakukan beberapa tahap proses yang terdiri dari analisis kebutuhan, formulasi permasalahan, identifikasi sistem, pemodelan
sistem, verifikasi dan validasi model, serta implementasi. Pelaksanaan semua tahapan tersebut dalam satu ketentuan kerja merupakan analisis sistem Eriyatno
1999; Hardjomidjojo 2005.
1. Analisis Kebutuhan
Analisis kebutuhan pada dasarnya adalah segala keinginan sumber-sumber yang terseleksi dan dapat digunakan Eriyatno 1999. Hal yang perlu dilakukan
adalah melakukan pendataan tentang kebutuhan seluruh pelaku stakeholder yang berperan atau terlibat. Inventarisasi ini digunakan sebagai masukan dalam model
yang dibangun. Menurut UNEP-IETCILEC 2001a dikemukakan bahwa pengelolaan perairan yang berkelanjutan, perlu melibatkan partisipasi pengguna
dan stakeholders yang berkepentingan dalam mengalokasi sumberdaya air tersebut diantara berbagai persaingan penggunaan dan pengguna. Demikian pula
faktor sosial ekonomi sama pentingnya seperti faktor ilmiah dan teknis. Pelaku yang terlibat adalah: masyarakat yang tinggal di sekitar waduk yang
berkepentingan dengan air waduk sebagai masyarakat mengusahakan budidaya ikan di dalam KJA; masyarakat yang berkepentingan dengan air waduk guna
mengairi sawahnya; pengelola waduk yang berkepentingan untuk memanfaatkan air waduk untuk tenaga listrik; pemerintah yang berkepentingan untuk
pemanfaatan sumberdaya alam bagi kesejahteraan masyarakat; pemerhati lingkungan yang berkepentingan terhadap kelestarian sumberdaya perairan
waduk. Analisis kebutuhan bertujuan untuk mengidentifikasi kebutuhan setiap
pelaku yang terlibat dalam pengembangan pengelolaan sedimentasi limbah budidaya ikan di waduk berdasarkan kajian pustaka, stakeholder yang terlibat
disajikan dalam Tabel 4.
Tabel 4 Analisis kebutuhan aktorstakeholder yang terlibat dalam pengelolaan Waduk Cirata secara berkelanjutan berbasis perikanan budidaya KJA
No. Aktor
Stakeholder Kebutuhan
1. Masyarakat Petani
1.1. Terbukanya lapangan pekerjaan 1.2. Tersedianya lahan untuk usaha budidaya ikan
1.3. Produksi budidaya KJA meningkat 1.4. Pemasaran yang baik dengan harga yang tinggi
1.5. Peningkatan pendapatan 1.6. Kontuinitas permintaan
1.7. Tersedianya sarana produksi 1.8. Tersedianya sarana informasi
2. Pemerintah
2.1. Dinas Pengairan Umum
2.2. PLN 2.3. Dinas Perikanan
2.4. Dinas Lingkungan Hidup
2.5. BPWC 2.6. Dispenda
2.7. Dinas Tenaga Kerja
2.1. Tersedianya wadah tampungan air permukaan
sebagai salah satu pengendali banjir 2.2. Pasokan energi listrik terjamin secara kontinyu
industri dan rumah tangga 2.3.Peningkatan produksi perikanan serta
ketersediaan produk ikan secara kontinyu dan berkualitas
2.4.Terjaganya kelestarian plasma nutfah dan lingkungan perairan baik di DAS maupun
waduk 2.5. Terjaganya fungsi dan umur waduk, daya
dukung waduk dan master plan pengelolaan Waduk Cirata
2.6. Pendapatan daerah meningkat, peningkatan kesejahteraan masyarakat daerah serta adanya
keamanan yang kondusif 2.7.Tersedianya lapangan pekerjaan bagi masyarakat
3. Lembaga keuangan
bankkoperasi 3.1. Keamanan usaha
3.2. Profitabilitas usaha 3.3.Resiko kegagalan pengembalian pinjaman modal
kecil 4.
Pengusaha Pakan 4.1. Kemitraan
4.2. Ketersediaan bahan baku pakan
4.3. Daya saing kompetitif 4.4. Iklim usaha yang kondusif
5. Pedagang pengumpul dan
pedagang besar ikan 5.1. Terjaminnya mutu
5.2. Harga beli yang rasional 5.3. Kontinyuitas produksi
5.4. Margin keuntungan tinggi 5.5. Terjaminnya jumlah
5.6. Akses modal 5.7. Jaringan pemasaran yang kondusif
7. LSM
6.1. Lingkungan sehat 6.2. Tidak terjadi konflik sosial
6.3. Transparansi 6.4. Tata kelola pemerintahan yang bersih
6.5. Keamanan 6.6. Peningkatan kesejahteraan masyarakat
8. Penyedia jasa transportasi 7.1. Keamanan berusaha
7.2. Kemitraan dengan pedagang atau petani
2. Formulasi Masalah
Formulasi masalah dibuat karena adanya konflik kepentingan conflict of interest diantara para stakeholder terhadap ketersediaan suatu sumberdaya dalam
mencapai tujuan sistem Eriyatno 1999. Tahap formulasi permasalahan merupakan perumusan permasalahan penurunan daya dukung dari limbah
budidaya ikan dari KJA di perairan Waduk Cirata. Dalam tahap ini dihasilkan diagram lingkar sebab akibat causal loop dan diagram input-output sistem
pengelolaan waduk berkelanjutan Gambar 18. Beberapa formulasi masalah yang dapat disusun dalam rangka pengelolaan waduk yang berkelanjutan yaitu:
1 Masalah penurunan biofisik lingkungan perairan waduk yang terdiri dari
pencemaran lingkungan perairan tinggi, sedimentasi yang tinggi yang diduga berasal dari bahan organik dari limbah budidaya ikan di KJA dan
erosi di DAS-nya serta daya dukung waduk yang semakin menurun. 2
Masalah kelembagaan dan regulasi: masih lemahnya tanggung jawab pemerintah daerah dan instansi terkait terhadap permasalahan Waduk Cirata,
masyarakat yang belum memahami arti kelestarian fungsi dan umur waduk,