Ai HASIL DAN PEMBAHASAN

Pelaku Ekonomi Pemerintah Masyarakat Pengusaha Ekonomi Lokal Kebijakan Swasta -0.6 -0.4 -0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 Dimension 1; Eigenvalue: .14181 57.08 of Inertia -0.4 -0.3 -0.2 -0.1 0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 Dimens ion 2; Eigenv alue: . 10664 42. 92 of I nert ia Gambar 29 Persepsi Pembangunan Ekonomi

5.6.1.4 Prioritas Pengembangan Sarana Prasarana

Persepsi keempat mengenai pengembangan sarana prasarana merupakan pendetailan dari persepsi bidang pembangunan. Masyarakat cenderung berpendapat bahwa pengembangan infrastruktur sumber daya manusia seperti sekolah dan fasilitas kesehatan sangat penting; Pemerintah cenderung condong pada pengembangan sarana prasarama ekonomi dalam rangka pembangunan; adapun pengusaha cenderung pada pengembangan sarana prasarana yang dapat memperlancar akses seperti transportasi, telekomunikasi. Dalam perspektif ini juga tampaknya setiap pelaku mempunyai kecenderungan orientasi pengembangan yang paling menguntungkan bagi kepentingannya. Masyarakat sendiri cenderung melihat sarana prasarana sebatas yang bisa terlihat yang bisa terlihat, yaitu sekolah dan kesehatan. Pemerintah sendiri konsisten dengan orientasi pembangunannya yang cenderung berorientasi ekonomi. Adapun pengusaha memandang aksesibilitas sebagai suatu hal penting untuk kelancaran distribusi produknya. Pelaku Sarana Prasarana Pemerintah Masyarakat Pengusaha SDM Ekonomi Aksesibilita -0.4 -0.3 -0.2 -0.1 0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 Dimension 1; Eigenvalue: .14601 98.56 of Inertia -0.08 -0.06 -0.04 -0.02 0.00 0.02 0.04 0.06 0.08 Dimension 2; Eigenvalue: .00214 1.444 of Inertia Gambar 30 Persepsi Pembangunan Sarana Prasarana

5.6.1.5 Pengembangan Pertanian

Pengembangan pertanian merupakan bagian dari pengembangan sektoral di Kabupaten Bandung Barat yang diprioritaskan. Pengembangan pertanian ini secara garis besar terdiri dari pengembangan SDM masyarakat, pengembangan ekonomi pertanian modal, insentif ekonomi, pengembangan teknologi, dan pengembangan sarana prasarana pendukung pertanian. Masyarakat bahwa pengembangan sarana dan prasarana seperti akses, saprodi, pasar menjadi prioritas pengembangan pertanian. Pemerintah condong memandang pengembangan stimulus ekonomi dan pengembangan SDM masyarakat khususnya petani menjadi hal yang paling penting. Pengusaha memandang bahwa pengembangan teknologi menjadi hal yang penting. Hal ini mengindikasikan, seperti persepsi sebelumnya, pemerintah mempunyai persepsi ekonomi yang kuat; adapun masyarakat tetap condong melihat pembangunan yang bersifat fisik. Pengembangan teknologi bagi pengembangan pertanian menandakan bahwa adanya nilai tambah yang dapat diperoleh jika produk pertanian mendapatkan sentuhan teknologi. Tentunya hal ini akan menghasilkan rente ekonomi yang lebih besar dan sesuai dengan maksimalisasi utilitas pengusaha. Pelaku Pertanian Pemerintah Masyarakat Pengusaha SDM Sarana Prasarana Teknologi Ekonomi -0.8 -0.6 -0.4 -0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 Dimension 1; Eigenvalue: .13282 97.13 of Inertia -0.12 -0.10 -0.08 -0.06 -0.04 -0.02 0.00 0.02 0.04 0.06 0.08 0.10 0.12 0.14 Dimens ion 2; Eigenv alue: . 00392 2. 867 of I nert ia Gambar 31 Persepsi Pengembangan Pertanian

5.6.1.6 Pengembangan Wisata

Pengembangan wisata merupakan bagian dari pengembangan sektoral di Kabupaten Bandung Barat yang diprioritaskan. Pengembangan wisata ini tediri dari kebijakan yang medukung, pengembangan promosi wisata dan kemitraan, pengembangan sarana prasarana pendukung wisata, pengembangan masyarakat di sekitar lokasi wisata. . Masyarakat cenderung berpendapat bahwa pengembangan sarana prasara seperti fasilitas di lokasi wisata, aksesibilitas sangat penting; Pemerintah cenderung condong pada pengembangan promosi dan kemitraan; adapun pengusaha cenderung pada dukungan kebijakan yang dapat memperlancar pengembangan wisata. Pemerintah melihat bahwa pada dasarnya pengembangan wisata membutuhkan keterlibatan banyak pihak sehingga membutuhkan kemitraan khususnya dengan pihak swasta baik dalam hal penganggaran maupun pengelolaannya. Pihak swasta sendiri tampaknya memandang pengembangan sektor ini sangat potensial di bandung khususnya yang berkait dengan wisata alam dan sarana prasarana pendukungannya sehingga membutuhkan dukungan kebijakan yang sejalan. Pelaku Wisata Pemerintah Masyarakat Pengusaha Masyarakat Sarana Prasarana Promosi Kemitraan Kebijakan -1.6 -1.4 -1.2 -1.0 -0.8 -0.6 -0.4 -0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 Dimension 1; Eigenvalue: .49621 65.06 of Inertia -1.0 -0.8 -0.6 -0.4 -0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 Dimens ion 2; Eigenv alue: . 26651 34. 94 of I nert ia Gambar 32 Persepsi Pengembangan Wisata

5.6.1.7 Persepsi Umum

Kesimpulan umum yang dapat diperoleh dari analisis persepsi ini adalah bahwa setiap pelaku pembangunan mempunyai persepsinya masing-masing sesuai dengan fungsi dan perspektifnya namun tidak ada persepsi yang menjadi kepentingan bersama. Hal ini tentunya perlu diimbangi oleh kapasitas pemerintah Kabupaten Bandung Barat khususnya dalam rangka menjalankan fungsi koordinasi dan fasilitasi para pelaku pembangunan yang lainnya. Healey 1999 , Friedmann 1987, Haughton dan Counsell 2004 menyatakan bahwa tantangan terpenting pemerintah daerah kedepan adalah menggeser paradigma pemerintah government menjadi governance pemerintahan yang menuntut adanya peran pelaku pembangungan lainnya dalam perencanaan pengembangan wilayah. Kekonsistenan orientasi pemerintah pada pembangunan ekonomi menunjukkan indikasi terhadap orientasi output ekonomi. Padahal orientasi pada output semata akan menimbulkan ketimpangan wilayah yang lebih besar. Seperti analisis sebelumnya, sektor industri merupakan sektor yang mengakibatkan terjadinya ketimpangan di Kabupaten Bandung Barat meskipun secara kontrbusi output, sektor ini sebagai kontributor terbesar. Dengan hubungan seperti, jika orientasi pembangunan pemerintah cenderung pada ekonomi dan membiarkan mekanisme pasar berjalan maka ketimpangan akan menjadi masalah yang semakin membesar. Selain itu, isu lingkungan tampaknya masih menjadi prioritas terbelakang dalam pembangunan. Dengan demikian pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan belum menjadi arus utama. Pembangunan berkelanjutan ini pada skala makro di Kabupaten Bandung Barat adalah upaya mengendalikan pemakaian air tanah oleh industri dan konversi kawasan lindung oleh aktivitas ekonomi masyarakat. Menurut Hoessein 2001 , pada era otonomi daerah ada pergeseran peranan pemerintahan daerah ke arah model demokrasi yang menuntut pelayanan publik yang lebih berkualitas, karena keterlibatan masyarakat yang bersifat lokalitas atas prakarsa sendiri. Hal yang perlu dipahami adalah dimungkinkan adanya kualitas pelayanan yang berbeda-beda sesuai dengan kondisi masyarakat. Menurut Healey 1999 dan Friedmann 1987 , perencanaan dalam konteks formal termasuk perencanaan pengembangan wilayah adalah bentuk dari intervensi pemerintah. Karena secara formal perencanaan ini menjadi acuan maka kapasitas pemerintah daerah dalam mengembangkan wilayahnya menjadi sangat penting. Oleh karena itu, persepsi pemerintah daerah dalam otonomi daerah memegang peran penting dalam memfasilitasi atau membangun persepsi pelaku pembangunan lainnya. Adanya persepsi yang yang tidak bersinggungan antar pelaku pembangunan menuntut pemerintah daerah untuk lebih mampu memahaminya. Salah satu persepsi formal pemerintah yang dapat diuji adalah kebijakan yang dibuat, baik secara sektoral maupun kewilayahan.

5.6.2 Kebijakan Pengembangan Wilayah

Analisis kebijakan pengembangan wilayah dibagi menjadi 2 bagian, yaitu kebijakan sektoral dan kewilayahan. Analisis kebijakan ini membataskan diri pada apakah kebijakan yang ada mendukung pengembangan wilayah dengan substansi penelitian ini atau tidak.

5.6.2.1 Kebijakan Sektoral

Analisis ini dilakukan untuk mengetahui kebijakan sektoral atau satuan kerja perangkat daerah SKPD apakah mendukung pengembangan wilayah penelitian ini. Kebijakan yang akan diuji lebih terfokus pada pengembangan industri, pertanian, dan wisata. Hasil principal component analysis serta hasil pengganda dan keterkaitan Input-Output menjelaskan bahwa meningkatnya output justru meningkatkan sektor hilir. Sektor hulu tidak terkait dengan sektor hilir sehingga kemungkinan terjadinya kebocoran wilayah sangat besar. Sektor yang paling potensial menghasilkan kebocoran adalah sektor industri pengolahan. Dari analisis indeks Theil ditemukan bahwa sektor industri pengolahan menyebabkan ketimpangan. Dengan demikian perlu ada keterkaitan antara sektor hulu dan hilir; sektor hulu potensial Kabupaten Bandung Barat adalah pertanian dan daya tarik alam. Dengan demikian perlu ada kebijakan yang mendukung keterkaitkan antara industri dengan pertanian dan daya tarik alam. Dari 3 SKPD terkait hanya Rencana Strategis Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan Penanam Modal Disperindagkopdal yang mempunyai program keterkaitan hulu-hilir, meskipun tidak dispesifikkan sektor hulu apa yang menjadi prioritas. Adapun Dinas Pertanian, Perkebunan, Peternakan, dan Perikanan DP4 serta Dinas Perhubungan, Pariwisata, Komunikasi, dan Informasi Dishubparkominfo tidak mempunyai program seperti keterkaitan hulu-hilir. Padahal pengembangan sektor pertanian dan wisata memerlukan sektor industri untuk meningkatkan nilai tambah; begitupun dengan sektor industri perlu dikaitkan dengan sektor pertanian dan wisata untuk mengurangi dampak ketimpangannya. Dengan demikian, isu keterkaitan industri dengan pertanian dan wisata tidak menjadi arus utama SKPD.