48
apabila sudah teruji dari pengalaman. Dengan demikian, syarat instrumen dikatakan memiliki validitas apabila sudah dibuktikan melalui pengalaman,
yaitu melalui sebuah uji coba. Untuk mengetahui validitas item soal digunakan rumus korelasi product moment. Untuk perhitungan dilakukan
dengan menggunakan program SPSS versi 20.
3.5.2.2 Reliabilitas
Setelah instrumen diuji validitasnya, maka selanjutnya hal yang harus dilakukan yaitu menguji reliabilitas soal. Gronlund dan Linn 1990 dalam
Nasution 2008: 5.7 menyatakan reliabilitas mengacu pada ketetapan hasil yang diperoleh dari suatu pengukuran. Ketetapan atau reliabilitas suatu hasil
pengukuran pada umumnya dapat diperoleh dengan melakukan pengukuran berulang. Pengujian suatu tes bisa dilakukan terhadap objek yang sama pada waktu
yang berlainan dengan selang waktu yang tidak terlalu lama dan juga terlalu singkat. Hasil pengukuran yang mempunyai reliabilitas yang tinggi jika hasil
pengukuran pertama hampir sama dengan hasil pengukuran hasil kedua. Untuk menguji realibitas digunakan rumus Cronbach’s Alpha dengan taraf signifikansi
5. Reliabilitas instrumen penelitian ini dihitung menggunakan program SPSS versi 20.
3.5.2.3 Taraf Kesukaran
Asumsi yang digunakan untuk memperoleh kualitas soal yang baik, di samping memenuhi validitas dan reabilitas, adalah adanya keseimbangan dari
tingkat soal tersebut. Keseimbangan yang dimaksudkan adalah adanya soal-soal mudah, sedang, dan sukar secara proporsional. Tingkat kesukaran soal dilihat dari
kesanggupan atau kemampuan siswa menjawab soal, bukan dari kemampuan guru
49
sebagai pembuat soal Sudjana 2009: 135. Untuk mengetahui taraf kesukaran soal digunakan rumus:
N B
= I
I = indekstaraf kesukaran untuk tiap soal B = banyaknya siswa yang menjawab benar setiap butir soal
N = banyaknya siswa yang memberikan jawaban pada soal Sudjana 2009: 137 menyatakan kriteria yang digunakan adalah semakin
kecil indeks yang diperoleh, makin sulit soal tersebut, dan sebaliknya. Kriteria
indeks kesulitan soal dapat dibaca pada tabel 3.1. Tabel 3.1 Kriteria Indeks Kesukaran Soal
Indeks Kesukaran P Kategori Soal
0,00 – 0,30 Sukar
0,31 – 0,70 Sedang
0,71 – 1,00 Mudah
3.5.2.4 Daya Pembeda Butir Soal
Daya pembeda butir soal adalah kemampuan sesuatu soal untuk membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang
berkemampuan rendah. Suatu butir soal yang dapat dijawab benar oleh siswa berkemampuan tinggi maupun siswa yang berkemampuan rendah, maka soal itu
tidak baik karena tidak mempunyai daya pembeda. Suatu butir soal yang tidak dijawab benar oleh siswa yang berkemampuan tinggi dan siswa berkemampuan
rendah juga merupakan soal yang tidak baik karena tidak mempunyai daya
50
pembeda. Butir soal yang baik yaitu butir soal yang dapat dijawab benar oleh siswa yang berkemampuan tinggi saja. Daya pembeda butir soal untuk soal pilihan
ganda dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:
Keterangan: J
= jumlah peserta tes J
A
= banyaknya peserta kelompok atas J
B
= banyaknya peserta kelompok bawah B
A
= banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal itu dengan benar B
B
= banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal itu dengan benar P
A
= = proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar
P
B
= = proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar
Arikunto 2012: 228-232 mengklasifikasikan daya pembeda butir soal menjadi kriteria soal jelek, cukup, baik dan negatif. Hasil daya beda soal D yang
diperoleh selanjutnya akan dimasukkan ke dalam klasifikasi daya pembeda soal. Soal dengan klasifikasi jelek atau bernilai negatif tidak dapat digunakan sebagai
instrumen. Alasan tersebut membuat soal yang dapat digunakan mulai dari soal yang kategori cukup, soal yang berkategori baik, dan soal yang kategori baik
sekali. Klasifikasi daya pembeda soal dapat dilihat pada tabel 3.2.
Tabel 3.2 Klasifikasi Daya Pembeda Soal Daya Pembeda Soal D
Keterangan 0,00 – 0,20
Jelek poor 0,21 – 0,40
Cukup satisfactory
51
0,41 – 0,70 Baik good
0,71 – 1,00 Baik sekali excellent
Negatif Tidak dipakai
3.6 Analisis Data