keuangan maupun kepedulian terhadap lingkungan. Dengan kata lain konsep kunjungan wisata tersebut lebih diarahkan ke ekowisata laut daripada wisata
massa. Walaupun konsep tersebut cenderung deskriminatif, hanya untuk orang kaya dan pendidikan tinggi saja yang menikmati kawasan konservasi, sedangkan
masyarakat biasa cukup di lokasi wisata di luar kawasan konservasi, tetapi pelestarian alam diharapkan menjadi lebih terjaga.
Agenda 21 1992 dalam Nugroho 2004 menyatakan pengembangan program-program wisata di masa yang akan datang dipandu oleh prinsip-prinsip
sebagai berikut : a.
Alam, sejarah, budaya dan sumberdaya lain untuk wisata dilestarikan untuk penggunaan yang berkelanjutan di masa yang akan datang, walaupun masih
mendatangkan keuntungan untuk komunitas sekarang ini. b.
Pengembangan wisata direncanakan dan diatur sehingga tidak menimbulkan masalah-masalah lingkungan dan sosial budaya yang serius di daerah wisata.
c. Kualitas lingkungan di daerah wisata dijaga dan diperbaiki sesuai kebutuhan.
d. Kepuasan turis pada tingkatan yang tinggi dijaga sehingga tempat tujuan
wisata dapat mempertahankan kemampuan pasar dan kepopuleran. e.
Keuntungan dari wisata disebar luaskan kepada masyarakat.
2.6. Aspek Sosial Ekoturisme
Nugroho 2004 menjelaskan bahwa aspek sosial menyajikan peran yang penting dalam mendukung kinerja sektor ekoturisme. Aspek sosial bukan hanya
mengidentifikasikan pemangku kepentingan tetapi juga mengorganisasikannya sehingga menghasilkan manfaat dan insentif ekonomi yang optimal bagi
masing-masing pemangku kepentingan. Stakeholder dalam ekoturisme meliputi siapapun yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh sektor ekoturisme. Mereka
adalah penduduk lokal, pemerintah, kelompok masyarakat nirlaba LSM atau yang sejenis, sektor swasta dan wisatawan. Sektor ekoturisme mempertemukan
dua atau lebih kultur yang berbeda. Wisatawan memperoleh pengalaman berharga dari kultur lokal, sementara penduduk lokal memainkan proses edukasi perihal
lingkungan spesifik lokal dan mendapatkan penghasilan. Sinergi tersebut harus dapat dipelihara dengan dukungan kebijakan pemerintah yang kondusif bagi
beroperasinya sektor swasta dan bantuan dari kelompok nirlaba. Dalam jangka panjang, pariwisata bergantung pada kualitas dari lingkungan. Tentu saja, kualitas
dari lingkungan tersebut atau beberapa bagian dari lingkungan adalah seringkali merupakan daya tarik utama dari wisatawan. Sekarang ini, semua jenis wisatawan
menjadi lebih sensitif terhadap kondisi lingkungan yang terpolusi atau terdegradasi pada tujuan perjalanan mereka. Hal tersebut terjadi di beberapa
tempat, jumlah wisatawan menurun karena masalah lingkungan. Penurunan dalam pariwisata tidaklah selalu disebabkan oleh wisata itu sendiri. Agaknya, itu adalah
pola dari pertumbuhan industri, eksploitasi sumberdaya alam dan konsumsi, secara singkat, pembangunan yang tidak berkelanjutan yang mencirikan
masyarakat zaman sekarang yang harus disalahkan Ceballos-Lascurian 1996. Masyarakat yang tinggal sekitar atau di dekat daerah perlindungan
seringkali dilupakan dalam pariwisata, pembangunan dan manajemen. Kadang- kadang hal ini karena mereka tersebar dan terisolasi membuat komunikasi
menjadi sulit. Dalam waktu yang lain pengembang yang menghindari meluangkan waktu dan usaha untuk menginformasikan kepada masyarakat lokal akan rencana
pengembangan pariwisata tertentu, atau mencoba untuk mengesampingkan mereka untuk menghilangkan mereka dari keuntungan ekonomi yang diharapkan.
Akan tetapi, kebutuhan akan masyarakat lokal harus diperhitungkan secra penuh, terutama sekali sejak mereka sering tergantung pada sumberdaya alam yang
menarik perhatian turis pada daerah tersebut. Proses perencanaan harus memprakarsai pembangunan dari mekanisme yang menjamin bahwa masyarakat
lokal harus menerima pembagian keuntungan dari pengembangan pariwisata. Tetapi yang paling utama, masyarakat lokal dirundingkan dalam hal tingkat dari
pengembangan pariwisata yang mereka pikirkan adalah tepat dalam lingkungan mereka sekarang ini dan di daerah tersebut secara keseluruhan. Jika keterlibatan
mereka tidak diminta, tentu saja ekoturisme akan mustahil Ceballos-Lascurian 1996.
Nugroho 2004 menguraikan peran masing-masing pemangku kepentingan di dalam ekoturisme sebagai berikut :
1. Pemerintah. Pemerintah memiliki peran strategis mengembangkan kebijakan
sektor ekoturisme dan penunjangnya. Output dapat berupa kebijakan fiskal
meliputi perpajakan dan tarif, infestasi dalam prasarana infrastruktur, dukungan aspek keamanan atau peningkatan profesional aparat pemerintah.
2. Sektor swasta. Sektor swasta adalah pemangku kepentingan yang
mengoperasikan usaha ekoturisme. Sektor swasta menyediakan berbagai fasilitas dan akomodasi, informasi, produk wisata, tujuan wisata dan kualitas
pelayanan, dengan tujuan agar menarik wisatawan dan memberikan kepuasan dan pengalaman yang berharga.
3. Pengunjung atau wisatawan. Pengunjung merupakan indikator terpenting
keberhasilan pembangunan ekoturisme. Pengunjung dari luar daerah dapat menginjeksi aliran ekonomi lokal dan diharapkan dapat memberikan insentif
bagi pengelolaan lingkungan yang lebih baik. 4.
Penduduk lokal. Penduduk lokal berperan sebagai subjek dan objek dalam pengembangan ekoturisme. Mereka perlu diberikan kesempatan aktif
mengolah dan menjual produk wisata yang dibutuhkan oleh wisatawan. Juga tidak ada salahnya, kerangka berfikir penduduk lokal digunakan untuk saran
kebijakan. 5.
Lembaga masyarakat. Lembaga domestik maupun internasional khususnya yang profesional, sama-sama berfungsi dalam memfasilitasi semua
kepentingan pemangku kepentingan seperti memberikan fungsi politis untuk mengangkat isyu-isyu kemiskinan, ketidakadilan dan dampak kerusakan
lingkungan agar diperbaiki keadannya.
2.7. Dampak Kerusakan Terumbu Karang Terhadap Pariwisata