Dampak Kerusakan Terumbu Karang Terhadap Pariwisata

meliputi perpajakan dan tarif, infestasi dalam prasarana infrastruktur, dukungan aspek keamanan atau peningkatan profesional aparat pemerintah. 2. Sektor swasta. Sektor swasta adalah pemangku kepentingan yang mengoperasikan usaha ekoturisme. Sektor swasta menyediakan berbagai fasilitas dan akomodasi, informasi, produk wisata, tujuan wisata dan kualitas pelayanan, dengan tujuan agar menarik wisatawan dan memberikan kepuasan dan pengalaman yang berharga. 3. Pengunjung atau wisatawan. Pengunjung merupakan indikator terpenting keberhasilan pembangunan ekoturisme. Pengunjung dari luar daerah dapat menginjeksi aliran ekonomi lokal dan diharapkan dapat memberikan insentif bagi pengelolaan lingkungan yang lebih baik. 4. Penduduk lokal. Penduduk lokal berperan sebagai subjek dan objek dalam pengembangan ekoturisme. Mereka perlu diberikan kesempatan aktif mengolah dan menjual produk wisata yang dibutuhkan oleh wisatawan. Juga tidak ada salahnya, kerangka berfikir penduduk lokal digunakan untuk saran kebijakan. 5. Lembaga masyarakat. Lembaga domestik maupun internasional khususnya yang profesional, sama-sama berfungsi dalam memfasilitasi semua kepentingan pemangku kepentingan seperti memberikan fungsi politis untuk mengangkat isyu-isyu kemiskinan, ketidakadilan dan dampak kerusakan lingkungan agar diperbaiki keadannya.

2.7. Dampak Kerusakan Terumbu Karang Terhadap Pariwisata

Wisatawan mungkin bereaksi dengan banyak cara terhadap pemutihan dan terumbu karang yang rusak. Jika mereka menyadari pemutihan dari media, mulut ke mulut, atau sumber informasi lain, mereka mungkin memilih untuk tidak mengunjungi daerah yang terpengaruh, hal mana yang menyebabkan penderitaan industri pariwisata di semua tingkat. Beberapa akan mengunjungi sekali dan tidak akan pernah datang lagi seperti yang sebelumnya. Mereka yang awam dengan olaraga selam dan snorkeling mungkin tidak menyadari permasalahan tersebut. Orang-orang ini dan yang tidak tertarik pada kegiatan yang berhubungan langsung dengan terumbu karang, mungkin tetap mengunjungi daerah yang rusak tersebut. Kemungkinan lainnya adalah wisatawan tetap mengunjungi daerah tersebut tetapi mereka tidak mengunjungi terumbu karang, sehingga dalam kasus ini industri selam dan snorkeling akan menderita. Kurang dari 5 dari penyelam dan snorkeller di Zanzibar dan Mombasa yang diwawancarai berkata bahwa mereka tidak mau menyelam ataupun snorkeling karena pemutihan. Di Maldiva, 48 turis yang diwawancarai berkata bahwa hal yang paling mengecewakan dari liburan mereka adalah karang yang mati. Akan tetapi, kedatangan turis naik berkesinambungan sebesar 8 selama 1998 dan 1999, dengan 7 selama 1996 dan 1997. kedatangan wisatawan yang terus meningkat ini sebagiannya adalah jenis wisatawan lain pengganti penyelam Westamacott et al. 2000.

III. METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian

Lokasi Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Sijuk, Kabupaten Belitung, Provinsi Bangka-Belitung. Wilayah yang diteliti mencakup P. Lutung, P. Kera dan P. Burung yang terletak di Desa Tanjung Binga Gambar 1. Pelaksanaan penelitian terdiri dari tiga tahap, yaitu penelitian pendahuluan, pengambilan data primer dan sekunder serta analisa data. Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Maret 2006 untuk mengetahui kondisi awal daerah penelitian dan mempersiapkan perlengkapan untuk pengambilan data. Pengambilan data ke lapangan dilaksanakan pada bulan April 2006. 3.2. Metode Pengambilan Sampel 3.2.1. Penentuan Stasiun Pengamatan Terdapat empat lokasi pengambilan data stasiun pada setiap pulau yang ditentukan berdasarkan empat arah mata angin utara, selatan, barat dan timur dengan bantuan GPS Global Positioning System untuk mengetahui arah dan memplotkan masing-masing titik stasiun pengamatan. Maka, akan terdapat 12 stasiun pengamatan dari ketiga pulau yang diteliti dan diharapkan dapat mewakili kondisi ekosistem terumbu karang di ketiga pulau tersebut.

3.2.2. Pengambilan Data Karang

Data karang diamati pada kedalaman 10 dan 3 meter atau sesuai dengan kondisi perairan di lapangan, kedalaman 10 m dianggap mewakili daerah yang dalam dan kedalaman 3 m dapat mewakili daerah yang dangkal. Pengambilan data dengan menggunakan alat SCUBA dengan menggunakan metode visual transek kuadrat, yaitu transek garis dibentangkan sepanjang 50 meter sejajar garis pantai pada kedalaman 10 dan 3 m, kemudian diletakkan transek kuadrat berukuran 1 x 1 m diatas koloni-koloni karang yang dilewati oleh meteran tersebut dari titik 0 nol dengan interval 5 m sehingga didapatkan 9 transek kuadrat di setiap titik pengamatan. Kemudian persen penutupan karang berdasarkan bentuk pertumbuhannya lifeform diestimasi tiap transek serta dicatat jenis-