Pariwisata Bahari TINJAUAN PUSTAKA

Yosephine dan Suharsono 1995 dalam Tomascik dkk. 1997, menyatakan bahwa keragaman karang dan penutupan karang di Pulau Kotok Besar telah menurun secara drastis sejak tahun 1985, sementara bahan-bahan dari pantai yang terapung-apung dan sampah dari daratan utama Jawa juga masyarakat setempat telah meningkat 10 kali.

2.5. Pariwisata Bahari

Agenda 21 1992 dalam Aryanto 2003 mengartikan pariwisata sebagai seluruh kegiatan orang yang melakukan perjalanan ke dan tinggal di suatu tempat di luar lingkungan kesehariannya untuk jangka waktu tidak lebih dari setahun untuk bersantai leisure, bisnis dan berbagai maksud lain. Pariwisata di Indonesia menurut UU Kepariwisataan No. 9 tahun 1990 pasal 1 5 adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidangnya. Dalam usaha pengembangannya, Indonesia wajib memperhatikan dampak- dampak yang ditimbulkannya, sehingga yang paling tepat dikembangkan adalah sektor ekowisata dan pariwisata alternatif yang oleh Eadington dan Smith 1995 dalam Aryanto 2003 diartikan sebagai konsisten dengan nilai-nilai alam, sosial dan masyarakat yang memungkinkan adanya interaksi positif diantara para pelakunya. Lindberg dan Hawkins 1993 menyatakan bahwa ekowisata adalah suatu perpaduan dari berbagai minat yang tumbuh dari keprihatinan lingkungan, ekonomi dan sosial yang menggabungkan suatu komitmen yang kuat terhadap alam dan suatu rasa tanggungjawab sosial untuk menciptakan dan memuaskan keinginan akan alam, tentang mengeksploitasi potensi wisata untuk konservasi dan pembangunan dan tentang mencegah dampak negatifnya terhadap ekologi, kebudayaan dan keindahan. Nugroho 2004 mendefinisikan ekoturisme adalah kegiatan perjalan wisata yang dikemas secara professional, terlatih dan memuat unsur pendidikan, sebagai suatu sektorusaha ekonomi, yang mempertimbangkan warisan budaya, partisipasi dan kesejahteraan penduduk lokal serta upaya-upaya konservasi sumberdaya alam dan lingkungan. Aryanto 2003 mengemukakan wisata pesisir dan bahari adalah bagian dari wisata lingkungan ekoturisme. Sarwono Kusumaatmaja, mantan Menteri Negara Lingkungan hidup dan mantan Menteri Eksplorasi Laut dan Perikanan dalam Aryanto 2003 berpendapat; selain sebagai bagian dari ekowisata, wisata pesisir dan bahari merupakan industri yang menjanjikan. Lebih lanjut wisata bahari ini merupakan jenis kegiatan pariwisata yang berlandaskan pada daya tarik kelautan dan terjadi di lokasi atau kawasan yang didominasi perairan dan kelautan. Daya tarik itu mencakup perjalanan dengan moda laut; kekayaan alam bahari serta peristiwa-peristiwa yang diselenggarakan di laut dan di pantai, seperti misalnya lomba memancing, selancar, menyelam, lomba layar, olah raga pantai, dayung, upacara adat yang dilakukan di laut. Selain itu, adat istiadat dan budaya masyarakat pesisir dan bahari. Wisata bahari dalam PPRTKIM 1995 merupakan kumpulan dari segala bentuk wisata yang berhubungan dengan laut, mulai dari wisata di pesisir pantai, wisata di permukaan laut berenang, snorkeling, berlayar, berselancar dan sebagainya bahkan sampai wisata di dasar laut selam, selam SCUBA. Agar dapat dinikmati, wisata bahari ini harus mempunyai tiga unsur pendukung, yaitu: objek, paket dan sarana wisata. Objek adalah tempat atau lokasi dimana keindahan alam dapat dinikmati. Paket wisata yaitu aktivitas-aktivitas seperti memancing, snorkeling, selam, parasailing. Sedangkan sarana yaitu kapal dll. Dibandingkan dengan wisata lain, wisata bahari mempunyai sifat spesifik, karena untuk dapat menikmatinya para wisatawan harus mempunyai persiapan khusus sebelumnya. Persiapan tersebut misalnya, untuk dapat melakukan selam SCUBA maka wisatawan harus mengikuti kursus atau pelatihan terlebih dahulu Menurut Spriharyono 2000, Daerah pantai yang mempunyai ekosistem terumbu karang, hewan-hewan laut yang beraneka ragam dan pantai pasir putih secara alamiah akan memberikan daya tarik tersendiri bagi para wisatawan. Namun pengembangan pariwisata bahari di suatu tempat apabila aktivitas wisatawannya tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan masalah bagi daerah tersebut, seperti turunnya keanekaragaman hayati. Pemanfaatan suatu daerah konservasi untuk tujuan wisata yang dikelola oleh agen-agen pariwisata biasanya terlalu mementingkan keuntungan daripada harapan konservasi, yaitu pelestarian sumberdaya alam. Berkaitan dengan hal di atas, dalam rangka pelestarian sumberdaya alam laut, maka saat ini banyak dikembangkan konsep “Jumlah rendah tapi nilai tinggi”. Jumlah kunjungan wisata dibatasi, tidak perlu banyak akan tetapi kualitas wisatawan yang berkunjung diharapkan tinggi baik dari segi keuangan maupun kepedulian terhadap lingkungan. Dengan kata lain konsep kunjungan wisata tersebut lebih diarahkan ke ekowisata laut daripada wisata massa. Walaupun konsep tersebut cenderung deskriminatif, hanya untuk orang kaya dan pendidikan tinggi saja yang menikmati kawasan konservasi, sedangkan masyarakat biasa cukup di lokasi wisata di luar kawasan konservasi, tetapi pelestarian alam diharapkan menjadi lebih terjaga. Agenda 21 1992 dalam Nugroho 2004 menyatakan pengembangan program-program wisata di masa yang akan datang dipandu oleh prinsip-prinsip sebagai berikut : a. Alam, sejarah, budaya dan sumberdaya lain untuk wisata dilestarikan untuk penggunaan yang berkelanjutan di masa yang akan datang, walaupun masih mendatangkan keuntungan untuk komunitas sekarang ini. b. Pengembangan wisata direncanakan dan diatur sehingga tidak menimbulkan masalah-masalah lingkungan dan sosial budaya yang serius di daerah wisata. c. Kualitas lingkungan di daerah wisata dijaga dan diperbaiki sesuai kebutuhan. d. Kepuasan turis pada tingkatan yang tinggi dijaga sehingga tempat tujuan wisata dapat mempertahankan kemampuan pasar dan kepopuleran. e. Keuntungan dari wisata disebar luaskan kepada masyarakat.

2.6. Aspek Sosial Ekoturisme