Kinerja kelembagan KIBARHUT Metode Analisis

52 dapat dikelola dengan baik agar produksi maksimum dapat diperoleh. Analisis fungsi produksi dalam penelitian ini dilakukan guna mengetahui tingkat efisiensi input faktor-faktor produksi terhadap output produknya kayu bundar yang dihasilkan kelembagaan KIBARHUT. Model fungsi produksi yang dipergunakan adalah model fungsi produksi Cobb-Douglas, dan secara matematis dirumuskan sebagai berikut: 2 Untuk mempermudah pendugaan maka persamaan Cobb-Douglas tersebut diatas persamaan 2 diubah menjadi bentuk linier berganda dengan melogaritmakannya. Logaritma persamaan 2 tersebut adalah : 3 Keterangan : Q = Output kayu dihasilkan KIBARHUT yang direpresentasikan dengan jumlah kayu bundar yang diproduksi m³satuan luas lahan X n = inputfaktor produksi yang dipergunakan per satuan luas lahan a = intersepkonstanta = koefisien regresi variabel bebas ke-i μ = kesalahan pengganggu Persamaan tersebut dapat dengan mudah diselesaikan dengan cara regresi linier berganda. Pada persamaan 3 terlihat bahwa nilai adalah tetap walau variabel yang terlibat telah dilogaritmakan, karena pada fungsi Cobb-Douglas sekaligus menunjukkan elastisitas. Karena penyelesaian fungsi Cobb-Douglas selalu dilogaritmakan dan diubah bentuk fungsinya menjadi fungsi linier, maka beberapa asumsi yang harus dipenuhi Soekartawi, 2002 adalah sebagai berikut: 1 Tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol, sebab logaritma dari bilangan nol adalah bilangan yang besarannya tidak diketahui. 2 Setiap variabel input dalam persaingan sempurna, artinya menggunakan faktor produksi yang dapat dibeli di pasar bebas. 3 Tidak ada perbedaan teknologi pada setiap pengamatan. 4 Perbedaan lokasi iklim, topografi dan lain sebagainya telah ditampung dalam faktor kesalahan, . Tiga alasan mengapa fungsi produksi Cobb-Douglas banyak dipergunakan untuk menganalisis oleh para peneliti Soekartawi, 2002, yaitu: 53 1 Penyelesaian fungsi produksi Cobb-Douglas lebih mudah dianalisis dibandingkan dengan fungsi yang lain dan mudah ditransfer ke bentuk linier. 2 Hasil pendugaan garis dari fungsi Cobb-Douglas menghasilkan koefisien regresi yang menunjukkan besaran elastisitas. 3 Besaran elastisitas tersebut menunjukkan tingkat besaran Return to Scale, dengan 3 tiga kemungkinan, yaitu : • Decreasing Return to Scale b 1 + b 2 1 berarti proporsi penambahan faktor-faktor produksi melebihi proporsi penambahan output produksi komoditas yang dihasilkan. • Constant Return to Scale b 1 + b 2 = 1 berarti proporsi penambahan input produksi proporsional dengan penambahan output yang diperoleh. • Increasing Return to Scale b 1 + b 2 1 berarti proporsi penambahan input produksi menghasilkan tambahan output yang proporsinya lebih besar. Kelemahan fungsi Cobb-Douglas adalah tidak pernah tercapai tingkat produksi maksimum, sulit menghindari multicolinearity, dan data tidak boleh nol atau negatif karena fungsi menggunakan bentuk logaritma. Analisis guna memperoleh model fungsi produksi dilakukan dengan software pengolah data Statistical Package for the Social Sciences SPSS ver 17.0 Sulaiman, 2004; Pratisto, 2009; Rafiudin dan Saefudin, 2009. Selanjutnya, dugaan perilaku produsen dalam upaya mengefisienkan penggunaan dan alokasi input produksi untuk mengoptimumkan output menjadi terbukti, jika fungsi berbentuk cekung tegas strictly concave function sebagaimana diungkapkan oleh Henderson dan Quandt 1980, Sugiarto et al. 2002, dan Nugroho 2003. Fungsi produksi berbentuk cekung tegas jika i fungsi produksi memenuhi syarat pertama yang diperlukan first order necessary conditions–FONC dan syarat kedua yang mencukupkan second order sufficient conditions–SOSC sehingga syarat negatif terbatas terpenuhi. Uji FONC untuk membuktikan bahwa fungsi tersebut mempunyai titik ekstrim, sedangkan uji SOSC untuk membuktikan bahwa titik ekstrim tersebut adalah titik optimum maksimisasi produksi; ii elastisitas input produksi dari masing-masing pelaku bernilai 0 – 1 0 1 dan 0 1 serta dan jumlah besaran kedua variabel bebas pada tiap fungsi produksi adalah 1 . b. Analisis kelayakan finansial Analisis finansial untuk mengetahui kelayakan KIBARHUT di Pulau Jawa dilakukan dengan menyusun proyeksi aliran kas cash flow, yaitu suatu tabel yang 54 memuat aliran dana masuk inflow dan keluar outflow dalam suatu periode tertentu Gittinger, 1982. Proyeksi aliran kas tersebut dievaluasi pada suatu titik waktu tertentu yaitu saat proyek direncanakan, dengan mempertimbangkan nilai waktu terhadap uang time value of money atau discounted valuation. Evaluasi berdasarkan kriteria keberterimaan proyek Gittinger, 1982 yaitu: i nilai manfaat bersih atau net present value NPV, ii rasio manfaat dan biaya atau benefitscosts ratio BC Ratio, dan iii tingkat pengembalian atau internal rate of return IRR. Secara matematis model analisisnya adalah sebagai berikut: 1 Net Present Value NPV; dinyatakan layak jika NPV 0 2 BenefitsCosts ratio BC Ratio; dinyatakan layak jika BC Ratio ≥ 1 ∑ ∑ 3 Internal Rate of Return IRR ; dinyatakan layak jika IRR ≥ dimana: B t = pendapatan dari KIBARHUT pada waktu ke-t C t = biaya kegiatan KIBARHUT pada waktu ke-t i = tingkat suku bunga yang berlaku t = jangka waktu i = 1,2,…n n = periode analisis c. Analisis keunggulan komparatif dan kompetitif model PAM Kerangka analisis ekonomi yang lebih lengkap untuk menganalisis keadaan ekonomi dari sudut usaha swasta private profit sekaligus memberi ukuran tingkat kinerja ekonomi usaha social profit adalah “matriks analisis kebijakan” atau Policy Analysis Matrix PAM. Analisis PAM digunakan untuk mengkaji keunggulan komparatif dan kompetitif kelembagaan KIBARHUT di Pulau Jawa. Analisis menggunakan model PAM yang dikembangkan oleh Pearson et al. 2005. 55

3. Analisis pasar kayu KIBARHUT

Analisis yang menjadi cakupan penelitian adalah kajian mengenai struktur dan lembaga pemasaran berkaitan dengan kelembagaan KIBARHUT di Pulau Jawa. Cakupan penelitian tersebut didasarkan hasil penelusuran awal bahwasanya kegiatan pemanenan belum dilakukan pada saat pengambilan data penelitian pada tahun 2008. Analisis deskripsi struktur pasar dilakukan pada setiap tahap pemasaran yang terbentuk, dengan indikator yang digunakan untuk menentukan struktur pasar sebagaimana pada Tabel 7. Analisis perilaku pelaku pasar kayu KIBARHUT mendeskripsikan para pelaku yang terlibat dalam tataniaga kayu, peran dan fungsi masing-masing pelaku, serta informasi dan akses yang dimilikinya. KIBARHUT diduga membentuk struktur pasar yang khusus sesuai aturan main yang disepakati. Karenanya, selain mencermati indikator umum struktur pasar sebagaimana Tabel 7, analisis juga mengkaji perilaku pelaku pasar dan aturan berkaitan pemasaran kayu hasil KIBARHUT. Tabel 7 Karakteristik struktur pasar Karakteristik Struktur Pasar PenjualPembeli Produk Informasi PASAR OUTPUT Banyak Penjual Standardhomogen Sempurna Persaingan sempurna Banyak Penjual Diferensiasi Mudah Persaingan monopolistis Sedikit Penjual Diferensiasispesifik Sulit Oligopoli Satu Penjual Unik Sangat sulit Monopoli PASAR INPUT Banyak Pembeli Standardhomogen Sempurna Persaingan sempurna Banyak Pembeli Diferensiasi Mudah Persaingan monopsonistis Sedikit Pembeli Diferensiasispesifik Sulit Oligopsoni Satu Pembeli Unik Sangat sulit Monopsoni Sumber: Carlton dan Perloff 2000, Nicholson 2002, Sugiarto et al. 2003

4. Keberlanjutan kelembagaan KIBARHUT

Keberlanjutan hubungan kelembagaan terwujud jika tingkat harapan manfaat dan keuntungan rewards para pelaku yang terlibat sesuai proporsional dengan korbanan biaya yang dikeluarkan masing-masing pelakunya. Artinya, terdapat insentif positif yang dinikmati pelaku terhadap keterlibatannya dalam suatu kelembagaan sebagaimana diungkapkan Jensen dan Meckling 1986, Kasper dan Streit 1998, Maskin 2001, Gibbons 1998; 2005, Ostrom 2005. Berdasarkan kriteria dimaksud, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah kelembagaan 56 KIBARHUT di Pulau Jawa mempunyai peluang berlangsung secara berkelanjutan . Pengujian untuk mensintesa hipotesis utama tersebut adalah sebagai berikut: a. Kesatu : Adanya komitmen pelaku KIBARHUT untuk menegakkan kontrak sehingga menjamin diperolehnya manfaat pendapatan sesuai korbanan biaya yang dikeluarkan, diuji dengan: : komitmen penegakan kontrak tinggi tercermin berdasarkan tingkat indikasi oportunis rendah atau sedang; : komitmen penegakan kontrak rendah tercermin berdasarkan tingkat indikasi oportunis tinggi. b. Kedua : Kelembagaan KIBARHUT menghasilkan manfaat benefit bagi pelakunya yang dapat menjadi insentif positif untuk keberlangsungan investasi pembangunan hutan KIBARHUT, diuji dengan: : alokasi input produksi efisien fungsi produksi dapat diturunkan 2 kali, dan memenuhi syarat negatif terbatas, layak secara finansial nilai NPV positif, BC ratio ≥ 1, IRR ≥ i secara total dan sudut pandang masing- masing pelaku, memiliki keunggulan kompetitif PP positif, PCR 1 dan komparatif SP positif, DRC 1; : alokasi input tidak efisien, tidak layak secara finansial, tidak mempunyai keunggulan kompetitif dan komparatif. c. Ketiga : Output produksi kayu KIBARHUT dialokasikan pada pasar kayu yang kompetitif sehingga mendukung kesediaan pelaku untuk terus membangun hutan KIBARHUT. Hipotesis diuji dengan: : pelaku termotivasi memproduksi membangun hutan KIBARHUT dan ada jaminan pasar yang bekerja secara efektif dan mudah; : pelaku tidak termotivasi membangun hutan KIBARHUT dan jaminan pasar kayu KIBARHUT tidak memberikan manfaat tambahan bagi pelaku. Berdasarkan hasil sintesis terhadap ketiga hipotesis tersebut di atas, maka hipotesis utama “kelembagaan KIBARHUT di Pulau Jawa mempunyai peluang berlangsung secara berkelanjutan ” adalah sesuai dugaan semula jika , , dan atau ketiga hipotesis pendukung adalah terbukti sesuai dugaan semula. Hipotesis utama adalah tidak sesuai dugaan semula jika atau atau atau ada salah satu atau lebih hipotesis pendukung yang terbukti tidak sesuai dengan dugaan semula.