Keberlanjutan kelembagaan KIBARHUT Metode Analisis

56 KIBARHUT di Pulau Jawa mempunyai peluang berlangsung secara berkelanjutan . Pengujian untuk mensintesa hipotesis utama tersebut adalah sebagai berikut: a. Kesatu : Adanya komitmen pelaku KIBARHUT untuk menegakkan kontrak sehingga menjamin diperolehnya manfaat pendapatan sesuai korbanan biaya yang dikeluarkan, diuji dengan: : komitmen penegakan kontrak tinggi tercermin berdasarkan tingkat indikasi oportunis rendah atau sedang; : komitmen penegakan kontrak rendah tercermin berdasarkan tingkat indikasi oportunis tinggi. b. Kedua : Kelembagaan KIBARHUT menghasilkan manfaat benefit bagi pelakunya yang dapat menjadi insentif positif untuk keberlangsungan investasi pembangunan hutan KIBARHUT, diuji dengan: : alokasi input produksi efisien fungsi produksi dapat diturunkan 2 kali, dan memenuhi syarat negatif terbatas, layak secara finansial nilai NPV positif, BC ratio ≥ 1, IRR ≥ i secara total dan sudut pandang masing- masing pelaku, memiliki keunggulan kompetitif PP positif, PCR 1 dan komparatif SP positif, DRC 1; : alokasi input tidak efisien, tidak layak secara finansial, tidak mempunyai keunggulan kompetitif dan komparatif. c. Ketiga : Output produksi kayu KIBARHUT dialokasikan pada pasar kayu yang kompetitif sehingga mendukung kesediaan pelaku untuk terus membangun hutan KIBARHUT. Hipotesis diuji dengan: : pelaku termotivasi memproduksi membangun hutan KIBARHUT dan ada jaminan pasar yang bekerja secara efektif dan mudah; : pelaku tidak termotivasi membangun hutan KIBARHUT dan jaminan pasar kayu KIBARHUT tidak memberikan manfaat tambahan bagi pelaku. Berdasarkan hasil sintesis terhadap ketiga hipotesis tersebut di atas, maka hipotesis utama “kelembagaan KIBARHUT di Pulau Jawa mempunyai peluang berlangsung secara berkelanjutan ” adalah sesuai dugaan semula jika , , dan atau ketiga hipotesis pendukung adalah terbukti sesuai dugaan semula. Hipotesis utama adalah tidak sesuai dugaan semula jika atau atau atau ada salah satu atau lebih hipotesis pendukung yang terbukti tidak sesuai dengan dugaan semula. IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Kelembagaan KIBARHUT di Pulau Jawa

Karakteristik KIBARHUT dianalisis secara deskriptif mencakup kondisi dan ciri umum pembangunan hutan bersama rakyat, aturan yang dipergunakan, pelaku yang terlibat, hubungan kontraktual KIBARHUT, dan analisis perilaku oportunis post- contractual opportunistic behavior . 1. Kondisi dan ciri umum pembangunan hutan bersama rakyat Pembangunan hutan dilakukan pada lahan milik dan lahan negara untuk keperluan non-industri dan industri. Khusus di Pulau Jawa, pembangunan hutan di kawasan hutan negara dilakukan Perum Perhutani dan umumnya bekerjasama dengan penduduk melalui program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat PHBM. PHBM dimulai tahun 2001 dengan ciri bersama, berdaya, dan berbagi berbasis lahan dan non lahan. Dalam implementasi PHBM, masyarakat mendapat bagi hasil sebagaimana diatur SK No. 001KPTSDIR2002. Setelah berjalan selama 6 tahun, Perum Perhutani melakukan penyempurnaan sistem menjadi PHBM Plus 37 Direksi Perum Perhutani, 2007. Kegiatan penanaman yang dilakukan Perum Perhutani selain melibatkan petani desa sekitar hutan, juga bekerjasama dengan pihak ketiga mitra kerja usaha. Kerangka kerjasama usaha berpedoman pada SK Direksi No. 400KptsDir2007 tentang Pedoman Umum Pengembangan Usaha Perum Perhutani. Implementasi kegiatan tersebut di kabupaten contoh adalah di KPH Tasikmalaya, Unit III Jawa Barat dan Banten KPH Tsm dan KPH Probolinggo, Unit II Jawa Timur KPH Proling. KPH Tsm bersama PT. Bineatama Kayone Lestari BKL melakukan penanaman Albasia 38 pada tahun 2004 dan 2005. KPH Proling bersama PT. Kutai Timber Indonesia KTI menanam FGS jenis Sengon, Gmelina, Anggrung, Waru Rangkang, dan Jabon semenjak tahun 2006. 37 Permasalahan yang mendorong dilakukan penyempurnaan PHBM diantaranya adalah i sinergitas dengan pemerintah daerah dan stakeholders belum maksimal; ii masih berbasis kegiatan kehutanan; iii kurang fleksibel; iv pelaksanaan bagi hasil belum dilaksanakan secara merata. 38 Penduduk Jawa Barat menyebut Sengon Paraserianthes falcataria sebagai Albasia atau Albiso. Penyebutan selanjutnya menggunakan kata “Sengon” sebagai istilah yang lebih umum dikenal. 58 Sampai dengan tahun 2007, realisasi PHBM dengan melibatkan mitra usaha INPAK di KPH Tsm sekitar 862,45 ha dan KPH Proling sekitar 331 ha. Pada tahun tanam 2008, pelaksanaan di KPH Proling dilakukan di 4 RPH dengan luasan 302,40 ha. Keempat RPH tersebut yaitu Segaran 70,1 ha, Pakuniran 106,40 ha, dan Kaliacar 95,10 ha untuk jenis Sengon, serta jenis Gmelina ditanam di Matikan 30,80 ha. Pembangunan hutan di kawasan non-hutan negara dilakukan di lahan milik, dan dikenal sebagai hutan rakyat. Data di 3 kabupaten contoh memperlihatkan trend peningkatan luasan lahan berfungsi hutan sebagaimana pada Tabel 8. Tabel 8 Perkembangan luas hutan rakyat di kabupaten contoh Kabupaten Contoh Luas ha Produksi m³ tahun 2007 2005 2006 2007 Total Sengon Kab. Tasikmalaya 27.684,00 30.046,87 33.446,00 522.817,92 na na Kab. Batang 6.338,00 6.603,00 31.000,00 340.500,00 250.600,00 73,6 Kab. Probolinggo 6.877,00 8.977,00 11.958,88 36.233,52 22.980,55 63,4 Sumber: 1. Statistik kehutanan provinsi contoh tahun 2007 2008 2. Statistik kehutanan kabupaten contoh tahun 2007 2008 3. Dishutbun TasikmalayaKanhut BatangDisbunhut Probolinggo 2008 Tabel 8 menunjukkan bahwa hutan rakyat di Tasikmalaya pada tahun 2007 tercatat seluas 33.446 ha, atau mengalami peningkatan sekitar 10 per tahun dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Produksi kayu dari hutan rakyat pada tahun 2007 tercatat sejumlah 522.817,92 m³. Luas hutan rakyat di Batang memperlihatkan trend meningkat, dari 4.253 ha pada tahun 2002 menjadi sekitar 6.603 ha pada tahun 2006. Hasil inventarisasi Kantor Kehutanan Batang mencatat adanya potensi hutan rakyat tahun 2007 seluas 31.000 ha, terdiri atas Jati 1.950 ha, Mahoni 3.650 ha, Sengon 17.900 ha, dan Rimba Jawa 7.500 ha. Potensi hutan rakyat tersebut, menghasilkan kayu sekitar 340.500 m³ per tahun, dan 73,6 diantaranya adalah kayu Sengon. Luas hutan rakyat pada tahun 2007 di Probolinggo tercatat seluas 11.958,88 ha berdasarkan inventarisasi lahan yang ditanami tanaman kayu-kayuan, atau 21.473,57 ha jika menghitung juga tanaman multi purposes tree species MPTS yang dapat dimanfaatkan kayunya. Produksi kayu hasil hutan rakyat mencapai 36.233,52 m³ dan 63,4 diantaranya adalah kayu Sengon. Bertambah luasnya lahan berfungsi hutan, de facto, terindikasikan luas hutan rakyat yang memperlihatkan peningkatan dari tahun ke tahun. Pembangunan hutan rakyat dilakukan di lahan milik tegal atau huma, dan juga di lahan sawah irigasi