Kebijakan berkaitan kelembagaan KIBARHUT

155 b. Permenhut No. P.35Menhut-II2008 jo. No. P.9Menhut-II2009 tentang Izin Usaha Industri Primer Hasil hutan Jaminan pasokan bahan baku dapat berasal dari hutan hakhutan rakyat dengan dilengkapi rencana pengadaan bibit, penanaman atau kerjasama penanaman Pasal 32. Aturan ini mengakomodir secara langsung dan nyata kepentingan INPAK, yaitu persyaratan administrasi operasional dan perijinan industri dipenuhi dengan memberikan bukti tertulis adanya kerjasama dalam membangun hutan, yang hasil panennya nanti dipergunakan untuk memasok kebutuhan kayu bagi industri. Pasal ini memberikan tambahan manfaat yang dinikmati INPAK dari KIBARHUT. Tiadanya kebijakan yang mengatur KIBARHUT menjadi keuntungan tersendiri sehingga pelaksanaannya dapat disesuaikan dengan kondisi lapangan, kebutuhan para pelaku, serta didukung adanya transaksi dan ketersediaan pasar kayu. Jika pun diperlukan adalah kebijakan yang bersifat insentif bagi yang melakukan Dwijowijoto, 2003, tetapi bukan merupakan regulasi yang bersifat memaksa sehingga menyebabkan pelaksanaan yang sub optimal Nugroho, 2003; Yin et al., 2003; dan Yuwono, 2006. Kebijakan yang memfasilitasi diantaranya adalah apresiasi terhadap pelaksanaan KIBARHUT sebagaimana Pasal 35 Permenhut No. 35Menhut-II2008 jo. No. P.9Menhut-II2009. Kebijakan lainnya yang diharapkan berbentuk penghargaan rewards sebagai INPAK kreatif, inovatif, peduli pada lingkungan dan stakeholder- nya. Kebijakan dapat juga berbentuk dukungan moneter dalam hal penyaluran pembiayaan murah. Fasilitasi pembiayaan dibutuhkan, guna membantu INPAK principal dalam memberikan subsidi pembiayaan atau fasilitas kredit tunda tebang untuk mendukung pelaksanaan KIBARHUT. Kredit tunda tebang disalurkan pada tahun ke-4 kelembagaan KIBARHUT, yaitu pada saat tanaman mulai mempunyai nilai komersial atau nilai jual. Kredit tunda tebang dengan jangka waktu yang pendek diberikan ke agents yang memiliki jaminan berupa tegakan atau tanaman KIBARHUT. Jaminan tersebut berbentuk tegakan yang dalam waktu paling cepat 6 bulan dan selama-lamanya 2 tahun kemudian sudah siap ditebang. Kredit tunda tebang sekaligus merupakan upaya principal mencegah penebangan pohon berdiameter kecil oleh agents yang berdampak rendahnya nilai jual, dan meningkatkan keuntungan bagi agents, serta meningkatkan kepastian pasokan kayu untuk principal. 156 Analisis PAM menunjukkan bahwa adanya fasilitasi kredit tunda tebang dengan diskonto 6 subsidi pembiayaan dari principal pada tahun ke-4 ternyata meningkatkan NPV atau private profit PP KIBARHUT di Pulau Jawa. Hasil analisis PAM dengan adanya kredit tunda tebang disajikan pada Lampiran 18, sedangkan ringkasan rasio PAM dengan dan tanpa kredit tunda tebang disajikan pada Tabel 34. Tabel 34 Rasio PAM KIBARHUT dengan dan tanpa kredit tunda tebang Rasio PAM usaha KIBARHUT Tanpa kredit tunda tebang, i = 15 m m mm m Kredit tunda tebang, i = 6 mulai tahun ke-4 mm PP PCR PC PP PCR PC Tipe 1 Bawang - 1 tingkat 115.385.147 0,517 0,578 214.970.789 0,386 1,078 - 2 tingkat 2.498.631 0,710 0,644 4.663.903 0.580 1,193 Tipe 2 Sukaraja - 2 tingkat 2.672.323 0,670 0,591 5.708.050 0,504 1,264 Tipe 2 Krucil - 1 tingkat 15.840.361 0,684 0,588 33.247.571 0,527 1,235 - 2 tingkat 2.836.537 0,803 0,424 7.803.024 0,617 1,172 Tipe 3 Sukaraja - 2 tingkat 3.699.251 0,567 0,726 7.814.880 0,409 1,535 Tipe 3 Krucil - 2 tingkat 1.957.878 0,859 0,470 6.073.231 0,678 1,474 Rata-rata 0,701 0,577 0,538 1,324 Berdasarkan Tabel 34 diperoleh informasi bahwa nilai PCR dengan adanya kredit tunda tebang adalah lebih kecil dibandingkan tanpa fasilitasi kredit. Artinya, adanya kredit tunda tebang telah meningkatkan keunggulan kompetitif KIBARHUT dan memiliki tingkat efisiensi lebih baik dibandingkan tanpa adanya kredit tunda tebang. Pada sisi lain, PC juga meningkat dari rata-rata 0,577 menjadi 1,324. Nilai PC yang lebih besar dari 1 menunjukkan bahwa kebijakan subsidi dalam bentuk kredit tunda tebang merupakan kebijakan yang efisien, dan membuat keuntungan diterima petani menjadi lebih besar dibandingkan tanpa adanya kebijakan tersebut. Kredit tunda tebang tidak diberikan dari awal kegiatan membangun hutan, tetapi diberikan ketika tanaman sudah hampir siap panen, sebagaimana dilakukan principal di Krucil dan di Bawang. Artinya, pemberian subsidi pembiayaan pada tahun ke-4 atau guna meningkatkan daya tawar petani di pasar kayu adalah lebih bermakna dibandingkan kebijakan bantuan pembiayaan atau subsidi mulai tahun ke-0 yang mempunyai resiko lebih besar karena harus juga memperhitungkan terjadinya gagal tanaman, sebagaimana juga diungkapkan Arnold dan Dewees 1998. 157 Dengan demikian, kebijakan pemerintah yang menitikberatkan pada pembiayaan pembangunan hutan mulai tahun ke-0 dapat dialihkan ke subsidi atau pembiayaan kredit tunda tebang di tahun-tahun akhir atau menjelang panen. Strategi ini mengurangi kemungkinan petani menebang pohon pada umur muda dengan diameter kecil, meningkatkan produksi kayu hasil panen, meningkatkan pendapatan petani hutan secara umum, serta meningkatkan kualitas dan volume kayu yang dipasok dari KIBARHUT. Strategi kebijakan tersebut bukan merupakan kebijakan bersifat rigid dan mengatur. Kebijakan juga tidak menjadikan komplek dan membesarnya intervensi pemerintah dalam pelaksanaan kontrak KIBARHUT. Strategi kebijakan tersebut adalah suatu fasilitasi dan penghargaan pemerintah terhadap kesediaan INPAK melaksanakan KIBARHUT. Hal ini harus menjadi perhatian karena tanpa adanya campur tangan pemerintah yang berlebihan selama ini, ternyata kelembagaan KIBARHUT telah berlangsung dan terlaksana secara terus menerus sejak tahun 20012002.

4. Perumusan Hubungan Kontraktual KIBARHUT

KIBARHUT menjadi pilihan karena dilaksanakan secara sukarela melalui kerjasama saling menguntungkan bagi para pelakunya. KIBARHUT juga didukung kemampuan dan kesediaan pelaku usaha, ada ketertarikan dan kemampuan pelaku untuk melaksanakan. Hubungan kelembagaan tersebut terjalin karena kegiatan dianggap strategis oleh pelaku usaha serta tersedianya instrumen pasar kayu. Kondisi inilah yang menjadi dasar terjadinya hubungan kontraktual diantara pelaku yang diwujudkan dalam kelembagaan KIBARHUT, serta diikat dengan suatu perjanjian contracts. Hubungan kontraktual KIBARHUT terwujud melalui suatu alur atau perumusan kontrak contractual process yang hampir seragam dan secara garis besar terdiri atas tahap pra-kontraktual, tahap persetujuan dan perjanjian, serta tahap pelaksanaan perjanjian. Tahapan-tahapan tersebut harus dipenuhi principal dan agents KIBARHUT sehingga memenuhi syarat sahnya kontrak secara hukum Salim, 2002; Hernoko, 2008. Tahapan pra kontraktual merupakan tahap perkenalan, negosiasi, hingga keinginan principal dan agents membuat kerjasama atau pertukaran ekonomi yang diwujudkan dalam suatu kontrak. Pada umumnya, principal dan agents sudah 158 saling mengenal karena seluruh petani di lokasi contoh mengetahui, bahwa principal adalah INPAK yang memanfaatkan dan menggunakan kayu hasil panen dari hutan yang dikelola petani. Adanya saling kenal mengenal merupakan modal awal bagi para pelaku untuk membangun dan mewujudkan kerjasama. Gibbons 2005 mengungkapkan bahwa adanya interaksi yang sudah lama dan terus menerus diantara para pelaku repeated games memudahkan terbangunnya kerjasama diantara pelaku. Proses perkenalan yang sudah terbangun lama ditindaklanjuti pendekatan principal guna kemungkinan ditingkatkan menjadi suatu kerjasama usaha. Pendekatan dilakukan melalui berbagai cara, baik secara formal jalur resmi melalui pejabat pemerintah seperti Kepala Dinas Kehutanan, Camat, Kepala Desa, pimpinan instansi dan perusahaan atau informal melalui kelompok tani, tokohelite desa dan pemuka agama, dan sawmill di sekitar lokasi target. Kegiatan dilanjutkan dengan sosialiasi. Sosialisasi secara garis besar adalah tentang : i penjelasan peran, hak dan kewajiban masing-masing; ii persyaratan lahan kerjasama; iii bagi hasil yang diterima sesuai proporsi; iv bentuk bagi hasil yang diterimakan para pelaku; v harga ditentukan berdasarkan harga pasar yang berlaku saat panen; vi teknis pemanenan dan konfirmasi penjualan kayu hasil KIBARHUT; vii bantuan non kayu untuk menghasilkan pendapatan selama masa tunggu panen kayu. Sosialisasi harus merupakan upaya para pelaku untuk membuka diri secara transparan dan ajang negosiasi sehingga tercapai komitmen kuat untuk melangkah ke tahap selanjutnya yaitu pembuatan perjanjian atau kontrak kemitraan. Kontrak kemitraan didasarkan pada proporsionalitas hak dan kewajiban, serta tidak ada klausul dalam kontrak yang disembunyikan sehingga menghindarkan moral hazard suatu hubungan kemitraan. Upaya ini dilengkapi dengan adanya bantuan mitra antara yang berperan menjaga komitmen dan memotivasi agents untuk mematuhi dan melaksanakan kontrak. Keterlibatan dan peran mitra antara harus mendapatkan penghargaan yang sewajarnya, sebagaimana dinyatakan Muhammad 2004 bahwa masalah agency relationship seringkali muncul karena ada pelaku atau pihak yang tidak ikut memperoleh bagian dari apa yang dihasilkan oleh hubungan kemitraan antara principal dan agents. Pada sisi lain, principal juga harus mencermati pemilihan mitra antara karena adanya salah pilih menyebabkan manfaat yang diharapkan tidak dapat menjadi