Kerangka Pemikiran Penelitian METODOLOGI PENELITIAN

42 Lazimnya suatu usaha sistem komoditas, maka petani selaku produsen berupaya mengalokasikan faktor-faktor produksi secara efisien guna menghasilkan output dengan nilai tinggioptimal, sehingga memperoleh keuntungan maksimum maximizing profit. Adanya manfaat yang diterima tersebut mendorong kesediaan petani menginvestasikan kembali sebagian keuntungan yang diperoleh untuk memelihara hutan yang sudah ada atau membangun yang baru, sehingga menjamin sediaan stock kayu bundar di masa mendatang. Terus tersedianya pohontegakan memberikan jaminan keberlanjutan hasil panen kayu sehingga memberikan keberlanjutan penghasilan. Pada sisi lain, kelangkaan pasokan kayu bundar dari hutan alam mendorong beberapa INPAK untuk melakukan inovasi, merestrukturisasi mesin dan industrinya sehingga mampu mengolah kayu bundar jenis FGS atau kayu lunak yang dihasilkan dari hutan tanaman. INPAK, dengan kendala keterbatasan lahan yang dimilikinya, juga melakukan hubungan kemitraan bersama pelaku lainnya untuk membangun hutan guna memberikan jaminan kepastian pasokan kayu. Hubungan kemitraan merupakan suatu bentuk kelembagaan dimana pelaku individu mengkombinasikan faktor produksi yang dimiliki dalam suatu proses produksi secara bersama karena adanya kepentingan pihak yang satu dan pihak lainnya Kasper dan Streit, 1998. Partisipasi sukarela, khususnya dari petani, dapat terwujud karena adanya pemahaman umum bahwa hubungan kelembagaan adalah sesuai dan memberikan hasil memadai bagi para pelakunya Ostrom, 2005. Artinya kemitraan harus menjamin bahwa petani diuntungkan better off dan tidak ada pihak yang dirugikan worse off sehingga kemitraan kerjasama ekonomi layak untuk dilakukan secara berkesinambungan Just et al., 1982. Kajian hubungan yang terjalin diantara para pelaku dalam teori kemitraan agency theory menurut Jensen dan Meckling 1986 dapat dianalisis dengan pendekatan hubungan kemitraan agency relationship yaitu menganalisis hubungan kontrak antara satu pihak principal yang menugaskan atau memberikan kepercayaan kepada pihak lain agents. Tarik ulur dan saling ketergantungan antara para pelaku tersebut yang menjadi dasar dilakukannya penelitian mengenai kelembagaan kemitraan antara INPAK bersama rakyat dalam rangka pembangunan hutan KIBARHUT di Pulau Jawa. 43 Kemitraan sebagai suatu institusi merupakan kesepakatan petani dan INPAK untuk mengatur atau mengontrol interdependensi antar para pelaku terhadap sesuatu, kondisi atau situasi. Kemitraan bervariasi penerapannya di lapangan, yaitu unik untuk suatu situasi kondisi tertentu. Kondisi tersebut terjadi karena hubungan kemitraan dipengaruhi oleh berbagai faktor karakteristik penduduk dan sifatkondisi lingkungan setempat, dan aturan yang dipergunakan dalam pelaksanaannya, sehingga sekaligus merupakan sinergi kekuatan yang dimiliki para pelakunya. Sinergi kekuatan untuk membangun hutan tanaman yang dilakukan INPAK yaitu modal dan aksesjaminan pasar bersama rakyat yaitu ketersediaan lahan dan tenaga kerja bertujuan untuk menghasilkan kayu, guna menjamin kontinyuitas pasokan bahan baku, sekaligus memiliki kinerja yang memberikan manfaat positif bagi pelaku yang terlibat. Kinerja ekonomis atau tingkat efisiensi mencerminkan kemampuan suatu sistem untuk mengalokasikan faktor produksi secara efisien guna meningkatkan produksi sekaligus memberikan keuntungan optimal dari komoditas tersebut Soekartawi, 2002. Dampak diterapkannya kemitraan terhadap kinerja kelembagaan KIBARHUT dikaji kelayakannya dengan analisis finansial dan policy analysis matrix atau PAM Pearson et al., 2005. Metode PAM digunakan untuk membuktikan bahwa usaha pembangunan hutan KIBARHUT mempunyai keunggulan kompetitif dan komparatif. Kinerja pasar pada kelembagaan KIBARHUT dikaji melalui pendekatan terhadap lembaga dan sistem pasar yang berlaku Carlton dan Perloff, 2000. Dalam analisis ini, kelembagaan KIBARHUT diduga mempengaruhi struktur pasar kayu, dan selanjutnya mempengaruhi perilaku para pelaku kemitraan termasuk para middle–men usaha mikrokecil industri pemasaran kayu bundar. Struktur dan perilaku mempengaruhi kinerja pemasaran dan akhirnya berpengaruh kembali pada komponen struktur dan perilaku. Analisis pasar dilakukan karena selain melalui peningkatan efisiensi penggunaan faktor produksi, maka manfaat yang diperoleh petani dapat ditingkatkan dengan terciptanya kondisi pemasaran yang efisien dan saling menguntungkan Yin et al., 2003; Tukan et al., 2004. Pasar yang kompetitif adalah jika kelembagaan KIBARHUT menjamin kesediaan pelaku untuk memproduksi, mengkonsumsi dan mengalokasikan komoditas, bercirikan kemampuan melarang penggunaan oleh yang tidak berhak excludability, dapat dibagi dan 44 dipindahtangankan secara mudah easily divisible and transferable, dan dapat diinternalisasikan oleh semua pelaku yang terlibat Ostrom, 2005. Pemanfaatan output dapat berkelanjutan jika hutan resources tetap ada, maka harus ada keuntungan benefit yang diinvestasikan kembali untuk memperbaharui dan memelihara tegakan . Artinya terdapat kesediaan pengelola hutan untuk menyediakan faktor-faktor produksi yang diperlukan dalam rangka membangun hutan. Kesediaan berinvestasi sangat bergantung pada tingkat efisiensi pemasaran output, ditunjang kinerja kelembagaan kemitraan yang prospektif dan layak secara finansial dan ekonomi. Secara ringkas kerangka pemikiran pelaksanaan penelitian adalah sebagaimana Gambar 4. Gambar 4 menunjukkan bahwa secara sederhana konstruksi kerangka analisis adalah arena aksi Kelembagaan KIBARHUT dapat menjamin kesediaan pelaku untuk bekerjasama, yaitu adanya mekanisme kesepakatan yang menjamin distribusi manfaat dan biaya yang tidak merugikan pihak manapun Just et al., 1982; Darusman dan Wijayanto, 2007, sehingga berlangsung secara berkelanjutan. Kelembagaan KIBARHUT dapat terwujud dan berkelanjutan, jika mampu memberikan insentif positif bagi pelakunya. Insentif positif tersebut selanjutnya berdampak dan memberikan umpan balik ke pelaku yang terlibat, sehingga bersedia menginvestasikan kembali sebagian manfaat yang diterimanya untuk membangun dan mengelola hutan KIBARHUT secara berkelanjutan. • kondisi dan ciri umum sekitar • aturan dan norma rules yang diterapkan Kelembagaan KIBARHUT AktorPelaku KIBARHUT deskripsi situasi aksi KIBARHUT Keberlanjutan KIBARHUT - insentif positif Gambar 4 Kerangka pemikiran analisis kelembagaan KIBARHUT di Pulau Jawa Evaluasi Kinerja KIBARHUT analisis fungsi produksi analisis finansial policy analysis matrix lembaga-struktur pasar 45

B. Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan 2 dua tahapan. Tahapan pertama merupakan penelusuran awal pada Oktober–November 2007, dan tahap kedua merupakan penelitian di lapangan pada April–Oktober 2008. Penelitian merupakan suatu studi kasus yang secara purposive dilakukan di Pulau Jawa dengan pertimbangan bahwa : i sekitar 77,45 dari total petani di seluruh Indonesia Dephut dan BPS, 2004 atau sebagian besar petani yang membangun dan mengelola hutan tanaman berbasis kerakyatan berada di Pulau Jawa; ii usaha membangun hutan berbasis kerakyatan danatau hutan rakyat di Pulau Jawa terus berkembang dan merupakan potensi penggerak ekonomi pedesaan, ditunjang semakin besarnya permintaan pasar akibat tumbuhnya berbagai jenis dan skala industri perkayuan di setiap daerah kabupaten dan propinsi di Pulau Jawa Hardjanto, 2003.

C. Lokasi Penelitian dan Teknik Pengambilan Contoh

Industri yang dimaksud dalam penelitian ini adalah IPHHK yang mengolah kayu bundar danatau kayu bahan baku serpih menjadi barang setengah jadi atau barang jadi. Namun, dikarenakan industri pengolahan kayu bahan baku serpih atau dikenal juga sebagai industri kertas dan bubur kertas di Pulau Jawa tidak menggunakan kayu bundarbahan baku serpih sebagai bahan baku 19 , maka pengamatan penelitian difokuskan pada IPHHK yang mengolah kayu bundar atau INPAK. Proses pemilihan lokasi penelitian dilakukan melalui berbagai tahapan yaitu pemilahan dan verifikasi INPAK terindikasi melakukan KIBARHUT. Pelaksanaannya dengan telaah data sekunder, komunikasi surat, telepon, dan fax, dan survey awal. Pendekatan pemilihan lokasi contoh selanjutnya dilakukan dengan pengklasifikasian tipologi KIBARHUT berdasarkan kriteria i kontrak formal atau non-formal, ii lahan milik atau lahan negara bukan lahan milik sebagaimana pada Gambar 5. 19 Informasi lisan Priyo Hutomo 2007, Kasubdit pada Direktorat Industri Hasil Hutan dan Perkebunan, Departemen Perindustrian. 46 Salim 2002 menyatakan bahwa kontrak formal adalah perjanjian yang penyusunannya memerlukan bentuk dan cara-cara tertentu sehingga dapat menjadi akta autentik pengakuan di muka sidang pengadilan. Dengan demikian, kontrak formal memiliki fungsi ekonomis dan yuridis. Sedangkan kontrak non-formal merupakan perjanjian yang dibuat dalam bentuk yang lazim atau informal serta hanya memiliki fungsi ekonomis. Hak kepemilikan merupakan sumber kekuatan akses dan kontrol terhadap sumberdaya, yang dapat diperoleh melalui pembelian, pemberian dan hadiah, atau melalui pengaturan administrasi pemerintah Kartodihardjo, 2006b. Berdasarkan rejim hak kepemilikan yang diungkapkan Schlager dan Ostrom 1996 dalam Ostrom 2000 maka pada lahan milik terdapat strata kepemilikan yang paling lengkap karena memiliki hak untuk memasuki access dan memanfaatkan withdrawal, hak menentukan bentuk pengelolaan management, hak menentukan keikutsertaan atau mengeluarkan pihak lain exclusion, dan memperjual-belikan hak alienation. Pada bukan lahan milik, pemegang kuasa hutan negara dan HGU kebun proprietors 20 memiliki kumpulan hak yang lebih tinggi dibandingkan petani penggarap. Petani merupakan penggarap authorised users dengan hak memasuki dan memanfaatkan, atau pihak yang memiliki strata hak kepemilikan paling rendah berdasarkan batasan Schlager dan Ostrom tersebut. Artinya, petani yang terlibat pada KIBARHUT Tipe 1 mempunyai karakteristik hak kepemilikan tinggi tetapi tidak memiliki kepastian kontrak secara hukum formal. 20 Jenis hak kepemilikan tersebut cenderung disebut sebagai quasi private property rights seolah milik pribadi, karena hanya ada satu kewenangan yang tidak dimiliki yaitu kewenangan untuk memperjualbelikan alienation penguasaan terhadap sumberdaya milik negara tersebut Nugroho, 2003; Kartodihardjo, 2006b. Lahan Milik Gambar 5 Tipologi KIBARHUT di lokasi penelitian Tipe 2 Tipe 1 Tipe 3 Kontrak Formal Kontrak non-Formal Lahan Negara bukan Lahan Milik