Aturan yang dipergunakan Karakteristik Kelembagaan KIBARHUT di Pulau Jawa
72
peserta yang terlibat atau mendapat bantuan bibit tidak tercatat dan tidak diadministrasikan dengan baik.
Prosedur hampir mirip dilakukan PT. BKL, dengan mencari kemungkinan KIBARHUT di lahan milik atau lahan negara yang dapat ditanami Sengon. Petugas
BKL meminta bantuan ellite desa mencarikan lahan dan merekrutnya sebagai koordinator pelaksana Tipe 2 di Sukaraja. Pola yang dikembangkan adalah melakukan
penyuluhan
48
sebagai upaya mencari kesepakatan awal. Jika petani sudah paham dan setujusepakat maka kemudian berangkat untuk mengikuti pertemuan sosialisasi
dengan BKL. Pada kemitraan Tipe 3 di Sukaraja, PT. BKL menawarkan kerjasama penanaman jenis FGS ke ADMKepala KPH Tasikmalaya
49
. Tawaran tersebut dianggap strategis karena penanaman FGS dan adanya jaminan pasar merupakan
antisipasi tepat, pada saat kondisi tanaman Perum Perhutani Unit III, khususnya di KPH Tsm, didominasi kelompok umur KU muda. Dikarenakan nilai kerjasama yang
lebih dari Rp 1 milyar, maka diperlukan legalitas Kantor Unit sehingga nota kesepahaman dilakukan Unit dan PT. BKL. Selanjutnya, kegiatan dilaksanakan dalam
kerangka program PHBM. Kesepakatan tersebut ditindaklanjuti sosialisasi kegiatan bertempat di Kantor
Kecamatan, kantor BKL di Rajapolah, atau di Balai Desa. Sosialisasi dihadiri Perangkat Desa, Badan Perwakilan Desa, tokoh agama dan masyarakat. Isi sosialisasi
secara garis besar adalah tentang i bagi hasil kayu yang diterima masing-masing pelaku; ii bagi hasil dihitung dari hasil pendapatan bersih penjualan kayu; iii harga
sesuai harga di pasar saat panen; iv kayu ditebang jika lilitan 80 cm dan dijual ke BKL; v jika secara teknis kayu sudah siap tebang, tapi petani belum mau menebang
maka penebangan ditunda; vi penebangan dilakukan oleh petani atau melalui paguyuban penggergajian di sekitar lokasi tanaman yang menjadi mitra BKL.
Kesepakatan selanjutnya dikukuhkan dengan perjanjian kerjasama yang ditandatangani i PT. BKL dan koordinator wilayah korwilketua kelompok Tipe
2 serta diketahui Kepala Desa; ii KPH Tasikmalaya, BKL dan Ketua KTH Tipe 3. Korwil atau Ketua KTH menandatangani kesepakatan dan bertindak selaku wakil
petani berdasarkan surat kuasa yang ditandatangani petani anggota kelompoknya.
48
Lebih condong ke upaya mendiskusikan tawaran kemitraan yang datang dari PT. BKL dan mencari kesepakatan dengan peserta potensial KIBARHUT.
49
Informasi ini disampaikan oleh Nana Rukana, ADMKKPH Tasikmalaya pada saat itu.
73
PT. KTI melakukan KIBARHUT karena keinginan ikut menjaga kelestarian hutan dan menjaga kesinambungan pasokan bahan baku yang sesuai spesifikasi
kualitas dan ukuran kayu untuk proses produksinya. Pendekatan PT. KTI dilakukan terhadap semua lini termasuk Perum Perhutani, PTPN XIII dan perkebunan swasta,
perorangan, sekolah, perguruan tinggi, LSM, perusahaan swasta, dan instansi pemerintah.
Kemitraan Tipe 2 di Krucil dilakukan melalui pendekatan ke tokoh agama yang mempunyai kharisma, menjadi panutan dan dipercaya rakyatnya yaitu Bapak Abdul
Qodir Al-Hamid Habib Qodir. Kerjasama diawali penanaman di lahan milik Habib Qodir. Melihat adanya keberhasilan, prospek menguntungkan kedua pihak, dan
adanya saling kepercayaan, maka pada tahun-tahun berikutnya kegiatan diperluas ke lahan milik warga. Proses selanjutnya adalah membangun kesepakatan dengan peserta
potensial Tipe 2 Krucil. Peserta yang bersedia dan sepakat terlibat dengan situasi aksi yang telah disosialisasikan, selanjutnya melakukan perjanjian tertulis dengan KP
selaku mitra antara. KP kemudian melakukan perjanjian kerjasama dengan KTI dan sekaligus mengadministrasikan pelaksanaan KIBARHUT.
Pada kemitraan Tipe 3 di Krucil, tawaran kerjasama dilontarkan PT. KTI untuk mengelola lahan kebun kopi Blok Ayer Dingin yang terlantar. Tawaran diajukan ke
PUSKOPAD Brawijaya Malang sebagai pemilik izin HGU dan Aviland selaku penyewa sebagian lahan HGU. Kesepakatan ditindaklanjuti perjanjian kerjasama
KIBARHUT dengan Aviland; sedangkan pada lahan HGU yang tidak dikelola Aviland, maka PT. KTI menyewa lahan tersebut dari PUSKOPAD melalui PT. KTI
Bermi Krucil KTI bk. Selanjutnya, Aviland dan KTI bk bersama-sama PT. KTI melakukan sosialisasi ke calon penggarap, dan membuat kesepakatan serta perjanjian
tertulis dengan petani. Petani mendapatkan hak menggarap lahan dan izin membudidayakan tanaman tumpangsari, asalkan bersedia menanam dan memelihara
pohon KIBARHUT. Berdasarkan uraian tersebut, kesepakatan kerjasama KIBARHUT tercapai
melalui prosedur perolehan kerjasama contracting process, yang dituangkan dalam suatu kontrak. Proses diawali tawaran kerjasama oleh INPAK ke calon peserta
potensial perangkat desa, tokoh masyarakat, instansi pemerintah, perusahaan swastaBUMS, atau perusahaan negaraBUMN. Tawaran kerjasama merupakan
74
tahapan awal yang terdiri atas pengenalan diri INPAK dan peserta, sosialisasi kemitraan, keuntungan yang diperoleh para pelaku yang terlibat, dan kemungkinan
tindak lanjut pelaksanaannya sehingga tercapai kesepahaman awal untuk melangkah ke tahapan berikutnya.
Peserta calon pelaku menindaklanjuti dengan evaluasi atau penilaian internal. Khusus di Perum Perhutani, ADMKepala KPH melaporkan dan meminta persetujuan
ke Unit atau Direksi
50
. Tahapan berikutnya adalah proses negosiasi untuk mencapai kesepakatan kerjasama, penentuan input share
51
dan bagi hasil. Proses ini merupakan keputusan antara INPAK dan mitra antara Perusahaan MitraKoordinatorKeltan.
Selanjutnya, informasi adanya kemitraan membangun hutan dengan INPAK disampaikan ke petani melalui sosialisasi yang melibatkan INPAK, mitra antara, dan
petani. Sosialisasi merupakan media untuk mendapatkan kesediaan, penerimaan dan kesepakatan terhadap butir-butir pokok kemitraan. Keberhasilan sosialisasi menggapai
kesepakatan karena ada kesamaan preferensi yang menjadi pemahaman umum, pemberian harga pasar yang berlaku dan kepastian pasar kayu KIBARHUT, sehingga
menambah daya tarik petani untuk sepakat bermitra. Kesepakatan pra-kontraktual dan
persetujuan seluruh pelaku yang terlibat selanjutnya dikukuhkan dalam surat perjanjian sebagai aturanketentuan pelaksanaan rules-in-use dalam kontrak
KIBARHUT. Hasil kajian kontrak KIBARHUT disajikan pada Lampiran 6. Berdasarkan hasil telaah sebagaimana pada Lampiran 6, bentuk perjanjian pada
hubungan kontraktual KIBARHUT Tipe 1 adalah dibuat tertulis namun sederhana dan sangat ringkas. Bentuk kontrak tersebut oleh Salim 2002 dikategorikan sebagai
kontrak informal yaitu suatu perjanjian yang tidak memiliki kepastian hukum hak dan kewajiban bagi para pelakunya sehingga hanya memiliki fungsi ekonomis. Pada
hubungan kontraktual KIBARHUT Tipe 2 dan 3, bentuk perjanjian dibuat tertulis dengan cara tertentu sehingga dapat menjadi bahan bukti autentik di pengadilan dan
karenanya berfungsi ekonomis–yuridis. Namun, hanya Tipe 3 di Sukaraja yang merupakan kontrak tertulis dengan akta notaris atau dibuat dihadapan notaris,
sedangkan tipe lainnya merupakan perjanjian standar dan dibuat dengan tidak melibatkan notaris.
50
Persetujuan hanya sebatas kesepahaman melakukan kerjasama, dan kerjasama detail didelegasikan ke ADMKKPH SK No. 400KptsDir2007 tentang Pedoman umum Pengembangan Usaha Perhutani
51
Proporsi input faktor produksi yang menjadi kewajiban mitra dalam pelaksanaan KIBARHUT.
75
Kontrak surat perjanjian kerjasama didefinisikan sebagai suatu kesepakatan untuk melakukan tindakan yang bernilai ekonomi oleh pelaku, dengan adanya
tindakan balasan atau pembayaran dari pelaku yang lain. Kontrak KIBARHUT yang ditelaah sejumlah 32 buah terdiri atas i 10 kontrak formal dan 5 kontrak informal
antara Hilir dan mitra antara, ii 3 kontrak formal dan 1 kontrak informal antara Hilir dan Hulu; iii 4 kontrak formal dan 4 kontrak informal antara mitra antara dan Hulu;
iv 5 surat kuasa
52
antara mitra antara dan Hulu
53
. Telaah terhadap 32 surat perjanjian kerjasama ditemukan adanya 56 aturan yang ditetapkan dalam hubungan
kontraktual KIBARHUT. Kelimapuluhenam aturan tersebut, dalam kerangka hubungan principal-agents, dipetakan menjadi 12 kelompok indikasi aturan
sebagaimana pada Tabel 12. Kelimapuluhenam hal yang diatur tersebut, tidak seluruhnya terdapat dalam satu
surat perjanjian. Hubungan antara pemasok dengan Hilir pada KIBARHUT Tipe 1 hanya menetapkan 9–15 aturan, sedangkan pada Tipe 2 dan Tipe 3 memuat 29–41
aturan. Kompleksnya hubungan kerjasama ditandai dengan fungsi dan kewenangan Hilir terhadap hasil panen ternyata berhubungan dengan jumlah aturan berkaitan
dengan sanksi, upaya mengatasi asymmetric information dan mencegah perilaku oportunis.
Kewenangan Hilir terhadap hasil panen memuat kewajiban Hulu menjual atau memprioritaskan penjualan kayu KIBARHUT ke Hilir, termasuk menentukan waktu
pelaksanaan pemanenan yang disesuaikan kebutuhan industri. Adanya hak Hilir terhadap kayu KIBARHUT merupakan ketentuan formal yang dinyatakan bervariasi,
antara 2 aturan yang diatur di Bawang dan 3–4 aturan yang diatur di Sukaraja dan di Krucil. Ketentuan tentang kewenangan tersebut terindikasi dalam klausul aturan,
bahwa Hilir wajib menampung danatau memasarkan hasil produksi kayu. Kewenangan ini didukung adanya 8 aturan yang mengatur kontribusi share Hilir,
terhadap faktor produksi yang dipergunakan Hulu untuk melaksanakan KIBARHUT.
52
Surat kuasa dibawah tangan adalah suatu pemberian kuasa yang dilakukan dan dibuatkan secara tertulis oleh para pihak, bukan akta autentik karena tidak menggunakan akta notaris Salim, 2002
53
Pada Tipe 1, tidak ada perjanjian tertulis antara mitra antara Keltan desa dengan petani.
Tabel 12 Indikasi aturan tertuang dalam surat perjanjian kerjasama No Indikasi
Aturan Jumlah
Analisis Butir
1 Hilir mempunyai share
terhadap faktor produksi 8
14,29 Proses produksi menggunakan assets milik Hulu dan Hilir. Indikasi adanya kepemilikan asset yang
dipergunakan, menyebabkan Hulu dan Hilir merasa memiliki hak terhadap sebagian komoditas yang dihasilkan. Karenanya imbalan bagi hasil dihitung berdasarkan proporsi partisipasi para pelaku. Namun,
tindakan balasanimbalan tersebut belum menghitung kemungkinan eksternalitas positif kepastian pasokan kayu yang muncul dari pelaksanaan KIBARHUT
2 Hulu mempunyai share
terhadap faktor produksi 6 10,71
3 Upaya mengatasi
asymmetric information dan mencegah perilaku
oportunis 6
10,71 Upaya mencermati perilaku Hulu, dan menjamin keberhasilan pembangunan hutan dan hasil panennya akan
dipasok ke perusahaan kinerja Hulu mampu memberikan manfaat sebagaimana yang diharapkan Hilir. Pengakuan dan pencermatan terhadap hulu merupakan upaya yang menimbulkan biaya agency cost.
Mobilisasi petugas termasuk biaya transportasi untuk pengamanan, monev, dan pengawasan diperlukan untuk menjamin tidak adanya perilaku oportunis. Selain mengoptimalkan kinerja petugas lapangan, Hilir juga
mengupayakan melalui aturan formal harga pasar, sanksi pengurangan proporsi bagi hasil, memanfaatkan saluran pemasaran sampai ke lokasi, dan menjalin kerjasamamediasi dengan elite tokoh panutan warga.
4 FungsiKewenangan Hilir
atas kayu hasil panen 6
10,71 Kewenangan hilir terhadap hasil panen didukung adanya kontribusi terhadap faktor produksi, dan juga karena
hilir menguasaimemiliki pasar untuk komoditas yang diproduksi dari pelaksanaan KIBARHUT. Pemanenan
disepakati jika pohon mencapai diameter 30cm atau keliling 80cm dengan umur pohon minimal 4 tahun. Pada kondisi pasar kayu di Pulau Jawa saat ini, aturan perlu dilengkapi klausul kemungkinan penebangan
pohon dibawah diameter minimal atau belum mencapai umur minimal, tapi telah mempunyai nilaiukuran komersial. Penetapan saat panen menjadi krusial karena Hilir menghadapi kemungkinan hulu memasok kayu
ke pihak lain dan mempertimbangkan opportunity cost penggunaan asset dengan daur semakin panjang.
5 FungsiKewenangan
Hulu atas kayu hasil panen
1 1,79
Hanya ada 1 hal yang diatur tapi, secara subyektif, Hulu memiliki kekuatan tawar untuk mengancam keberlangsungan pasokan kayu ke Hilir. Karenanya Hilir, secara obyektif, menjamin harga beli kayu sesuai
harga pasar dan, secara subyektif, mengoptimalkan petugas lapangan, memanfaatkan saluran pemasaran yang bekerja efektif, dan menjalin kerjasamamediasi dengan elite atau tokoh panutan rakyat.
6 Kewenangan menentukan
bentuk pengelolaan 1
1,79 Kewenangan menentukan teknissistem silvikultur dimiliki Hilir Tipe 2 Sukaraja, Tipe 3 Sukaraja, dan Tipe 3
Krucil. Aturan ini upaya subyektif Hilir menjamin kinerja Hulu dalam melaksanakan proses produksi guna mewujudkan komoditas yang diperjanjikan. Di lapangan, aturan dikomunikasikan petugas teknis principal
dan koordinator mitra antara ke petani mitra agents, khususnya di Tipe 2 dan Tipe 3.
7 Penggunaan faktor
produksi untuk komoditas lain
1 1,79
Upaya menjaga harmoni dan tanggungjawab sosial terhadap petani. Merupakan imbalantindakan balasan atas kesediaan petani penggarap melakukan pengolahan lahan, penanaman, dan pemeliharaan tanaman pokok,
ditambah imbalan proporsi bagi hasil panen. Aturan ini sekaligus pengalihan tanggungjawab untuk melaksanakan ketiga kegiatan tersebut yaitu dari mitra antara ke petani.
76
77 Tabel 12 Lanjutan
No Indikasi Aturan
Jumlah Analisis
Butir
8 Transfer of Right
3 5,36
Kontrak secara formal mengatur hak kepemilikanpemanfaatan komoditas output yang besarannya ditentukan sesuai input produksi yang dikeluarkan para pelaku. Kontrak formal juga mempunyai pengaturan ahli waris.
Pada bukan lahan milik terdapat pengalihan hak dari pemegang kuasa ke petani penggarap authorised users berupa hak garap yang bersifat sementara. Selanjutnya pengalihan hak yang diperjanjikan adalah adanya
kesepakatan untuk memanfaatkan komoditas hasil panen KIBARHUT untuk kebutuhan bahan baku INPAK.
9 Partisipasi mitra
dalam pelaksanaan kegiatan
6 10,71
Positif, karena menumbuhkan jalinan relasional dalam suatu kontrak formal. Partisipasi mitra mencakup upaya pengorganisasian petani, pengamanan tegakan dan pelaksanaan pemanenan. Aturan yang mengatur partisipasi
dapat diarahkan menjadi upaya menanamkan esensi, atau budaya “siapa menanam akan memanen” sehingga tidak ada yang menjadi “free-rider”. Pemanenan tanpa diikuti penanaman memberikan eksternalitas negatif, dan
kelestarian usaha para pelaku petani, INPAK dan mitra antara menjadi terganggu.
10
Sanksi atas terjadinya wanprestasi dan
kepatuhan terhadap regulasi
9 16,07
Ada yang dinyatakan secara spesifik dan ada yang tidak spesifik. Termasuk kepatuhan tersebut adalah aturan yang mengatur tentang pembayaran pungutan PSDH, SAKB sesuai peraturan perundangan yang berlaku Tipe 2 dan
Tipe 3 dan sanksi sesuai ketentuan hukum jika terlibat pidana hutan Tipe 3. Wanprestasi adalah suatu cidera
janji atau segala bentuk kelalaian, yaitu tidak melaksanakan sebagian atau seluruh kewajiban, terlambat melaksanakan kewajiban, serta pelaksanaan kewajiban tidak sesuai dengan yang diperjanjikan Salim, 2002.
Aturan ini mengatur kemungkinan pihak yang dirugikan menyelesaikan melalui jalur hukum. Namun, tidak adanya ukuran yang spesifik menyebabkan kemungkinan interpretasi yang rancu atau multitafsir. Aturan yang
spesifik memberikan jaminan perlindunganpengamanan tegakan hanya terdapat pada Tipe 3 Sukaraja. Aturan tersebut merupakan suatu permintaanpernyataan jaminan kinerja. Perlu suatu aturan yang sangat spesifik dan
tidak menimbulkan multitafsir serta kerancuan interpretasi jika terjadi sengketa.
11
Antisipasi terhadap kemungkinan
perselisihan perdata 3
5,36 Kontrak KIBARHUT dibuat tidak terlampau kompleks. Terdapat perjanjian formal bersifat court enforceable
contract , tetapi norma sosial juga mempunyai peran penting dalam pelaksanaannya. Perlu dibuka peluang
melibatkan lembaga mediasi guna i menghindari kemungkinan perilaku oportunis dan ii memfasilitasi keberlangsungan pasokan KB dari Hulu ke Hilir. Fasilitasi diperlukan sebagai konsekuensi kepercayaan dan
kesukarelaan antara Hulu dengan Hilir sehingga keberlangsungan pelaksanaan KIBARHUT dapat terwujud.
12 Get what you pay for
siapa menanam akan memanen
6 10,71 Aturan mencakup pengaturan bagi hasil sebagai imbalan atas “investasi” yang dikeluarkan selama proses
produksi untuk menghasilkan komoditas KB. Aturan ini dapat diperluas untuk keperluan menjamin bahwa hulu bertindak untuk memuaskan Hilir memasok KB dikaitkan dengan aturan yang berkaitan dengan sanksi.
Jumlah 56 100
77
78
Tabel 12 menunjukkan bahwa upaya Hilir memastikan dan menjamin bahwa Hulu memasok hasil panen, didukung 6 aturan yang mengindikasikan upaya Hilir
mengatasi asymmetric information dan mencegah perilaku oportunissub optimal dari Hulu. Ditemukan adanya aturan yang mengatur sanksi di Tipe 2 Sukaraja 5 aturan,
Tipe 2 Krucil 3 aturan, Tipe 3 Sukaraja 6 aturan, dan Tipe 3 Krucil 5 aturan, sedangkan di Tipe 1 Bawang tidak terdapat aturan yang mengatur sanksi. Tidak
adanya sanksi dapat menjadikan kelembagaan tidak bermakna karena tidak adanya resiko hukuman untuk berperilaku oportunis atau ingkar janji. Terjadinya perilaku
oportunis menjadikan pasokan kayu KIBARHUT ke INPAK Hilir adalah tidak terjamin.
Pada sisi lain, terdapat juga ketentuan atau norma tidak tertulis yang dijalankan, dan menjadi ketentuan yang melekat bagi keterlibatan peserta dalam pelaksanaan
KIBARHUT di lahan milik. Legalitas pemilikan lahan merupakan syarat mutlak
58
yang harus dipenuhi karena pengelolaan hutan memerlukan proses produksi yang cukup lama hingga siap panen
59
. Legalitas lahan milik cukup beragam, yaitu berupa: i sertifikat hak milik; ii Letter CPetok D; iii Girik; iv Surat Pembayaran Pajak
Tanah SPPT. Upaya pembuktiannya sudah menjadi kebiasaan yang ada di lokasi dan diakui peserta, sehingga pengaturan rinci tidak dituliskan secara formal dalam
kontrak. Peserta diminta membuktikan kepemilikan lahan secara hukum legal aspect
dan sosial. Intinya adalah bahwa lahan kegiatan kemitraan i bukan merupakan lahan jarahan; ii bukan tanahlahan yang bermasalah, iii ada pernyataan atau persetujuan
saudara-saudaranyaahli waris bahwa lahan tersebut akan ditanami pohon berkayu secara bermitra dengan INPAK Hilir. Poin ketiga harus dipenuhi jika lahan yang
diajukan ternyata bukti kepemilikan lahannya atas nama orang lain. Pembuktian tersebut harus diketahui oleh aparat desa, sehingga memudahkan petani selaku mitra
pada waktu panen nantinya. Legalitas kepemilikan lahan milik tersebut menjadikan pelaksanaan di lahan milik mempunyai jaminan kepastian hak pemanfaatan dan
58
Legalitas lahan merupakan kondisi prasyarat enabling conditions berlangsungnya pengelolaan hutan secara lestari. Indikator ini terdapat dalam skema sertifikasi sukarela misal Standar LEI 5000-2,
Standard LEI 5000-3 atau skema mandatory verification Dephut SK Menhut No. 4795Kpts-II2002 untuk hutan alam dan SK Menhut No. 177Kpts-II2003 untuk hutan tanaman.
59
Masripatin dan Priyono 2006 memperkirakan sekitar 6–10 tahun, tetapi petani mulai melakukan tebangan ketika pohon berumur sekitar 4 tahun atau telah mencapai diameter minimal 10 cm.
79
penggunaan lahan bagi petani dibandingkan pelaksanaan di bukan lahan milik lahanhutan negara.
Pada sisi lain, penjarangan atau tebangan pada pohon muda berdiamater kecil juga menjadi kondisi umum dan kebiasaan petani. Situasi umum tersebut mendorong
INPAK Hilir menyesuaikan dengan ikut menampung kayu kecil melalui sawmill lokalafiliasi di Sukaraja dan Krucil, berupaya membiasakan petani untuk memanen
pohon pada umur daurnya melalui fasilitas kredit tunda tebang di Bawang dan Krucil, dan pemberlakuan harga pasar berdasarkan kelas diameter, termasuk harga
premium pada pemasaran kayu KIBARHUT di Sukaraja dan di Krucil. Pelaksanaan KIBARHUT juga dengan adanya keterlibatan ellitetokoh warga yang dipercaya dan
dihormati warganya. Keterlibatan dan peran tokoh warga tersebut sebagai penghubung informasi dan komunikasi para pelaku, sekaligus membina dan memotivasi petani
peserta.