Perbandingan karakteristik dan kinerja ketiga tipe KIBARHUT

142 Tabel 30 Karakteristik Kelembagaan KIBARHUT di Pulau Jawa Karakteristik Tipe 1 Tipe 2 Tipe 3 A Kondisi dan ciri umum 1 Lokasi contoh Bawang Sukaraja Krucil Sukaraja Krucil 2 Lahan Lahan milik perorangan, institusi Lahan milik perorangan, institusi Lahan milik perorangan, institusi Bukan lahan milik hutan Negara Bukan lahan milik HGU kebun 3 Rerata luas lahan 1 tingkat 5 ha 2 tingkat 0,222 ha 2 tingkat 0,248 ha 1 tingkat 1,075 ha 2 tingkat 0,384 ha 2 tingkat 0,162 ha 2 tingkat 0,336 ha 4 Hubungan kontraktual 1 tingkat 3,3; 2 tingkat 96,7 2 tingkat 100 1 tingkat 20 2 tingkat 80 2 tingkat 100 2 tingkat 100 B Aturan dan norma dipergunakan 5 Kontrak Non-formal mitra antara – principal Formal mitra antara- principal Formal mitra antara- principal Formal mitra antara- principal Formal mitra antara- principal Tidak ada kontrak mitra antara–agents surat kuasa agents–mitra antara Formal agents–mitra antara surat kuasa agents–mitra antara Formal agents–mitra antara 6 Mencegah oportunis 2 aturan 5 aturan 5 aturan 5 aturan 6 aturan 7 Sanksi Tidak adatidak diatur 5 aturan 3 aturan 6 aturan 5 aturan 8 Legalitas kepemilikan lahan Tidak harus dibuktikan oleh agents Syarat keikutsertaan; legalitas kepemilikan lahan harus dibuktikan agents Lahanandil garapan dikuasai agents dan diakui mitra antara 9 Nilai sosial budaya --- Keterlibatan aktif tokoh wargamitra antara; Pohon titipan dan amanah, haram diambil tanpa seijin pemiliknya Keterlibatan tokoh warga Jika tidak mau memelihara tegakan maka lahan dialihkan ke penggarap lain C Pelaku Actors 10 Principal Bahan baku KB Bahan baku KB - KGG Bahan baku KB - KGG Bahan baku KB - KGG Bahan baku KB - KGG Div Bioforest – tidak terintegrasi ke div bahan bakulog supplier BIL – terintegrasi ke div pengadaan bahan baku log supplier Div P L – terintegrasi ke div pengadaan bahan bakulog supplier BIL– terintegrasi ke div pengadaan bahan baku log supplier Div P L – terintegrasi ke div pengadaan ba- han bakulog supplier ada petugas teknis tapi tidak ‘aktif’ di lapangan ada petugas aktif di lapangan teknislapangan, mandor tanaman Ada petugas aktif di lapangan petugas teknis wasbun, mandor tanaman, dan staf 11 Mitra antara Kelompok tani Keltan Desa; Dikelola perangkat aparat desa Kelompok dibentuk dan dikelola tokoh warga Korwil Kelompok dibentuk dan dikelola oleh tokoh warga KP Perusahaanpengelola hutan negara; dikelola petugas khusus mitra Perusahaanpengelola lahan negara HGU; dikelola petugas khusus tidak memiliki petugas lapangan ada petugas lapangan, petugas administrasi dan petugas tidak tetap lainnya Memiliki organisasi formal; ada petugas lapangan, administrasi, dan pendukung lain 14 2 143 Tabel 30 lanjutan Karakteristik Tipe 1 Tipe 2 Tipe 3 Bawang Sukaraja Krucil Sukaraja Krucil 12 Agents Peroranganwarga desa ter- daftar atau tidak di Keltan Anggota kelompok secara sukarela aktif dan inisiatif sendiri mendaftarkan ke mitra antara Petanipenggarap secara sukarela dan inisiatif sendiri menjadi anggota kelompok yang dibentuk mitra - umur 48,1 tahun 48,1 tahun 37,6 tahun 51, 1 tahun 45,8 tahun - pendidikan SD = 70; SMP = 16,7 SMA = 13,3 SD = 80 SMP =20 SD = 80; SMP = 13,3 D-2 = 0,7 SD = 100 SD = 73,3, SMP=13,3 SMA = 13,3 D Deskripsi situasi aksi KIBARHUT 13 Invent tegakan Tidak ada Ada, setahun sekali Ada, setahun sekali Ada, setahun sekali Ada, setahun sekali 14 Pengawasan dan pengamanan teg Oleh agents; tidak ada kegiatan oleh principal Secara bersama oleh agents, mitra antara dan principal Secara bersama oleh agents, mitra antara dan principal 15 Komunikasi dan informasi Jarang dan sulit Mudah, sering; dilakukan aktif dan secara rutin oleh mitra antara dan principal Mudah, sering; dilakukan aktif dan secara rutin oleh mitra antara dan principal 16 Balasan kontrak bagi hasil 1 tingkat = agents 50 principal 50; 2 tingkat: agents 100 principal 20 mitra antara 5 + honor bulanan, agents 75 1 tingkat agents 100; 2 tingkat agents 90 mitra antara 10 principal 30, mitra 50, agents 20 dan hak garap tanpa sewa principal 23, mitra 77, agents dapat hak garap tanpa sewa 17 Balasan kontrak pasokan kayu Kayu diharapkan dijual agents ke principal Kayu dijual agents ke principal; mitra antara ikut menghimbau Prioritas ke principal wajib dipasok ke principal 18 Oportunis Agents : tinggi 76,7 Principal : tinggi 3 Agents : sedang 40 Principal : rendah 1 Agents : rendah 13,3 Principal : rendah 1 Agents : rendah 20 Principal : rendah 1 Agents : rendah 33,3 Principal : rendah 1 E. Kinerja KIBARHUT 19 Analisis Finansial Layak secara finansial Layak secara finansial Layak secara finansial Layak secara finansial Layak secara finansial - secara total IRR 35-45 dan BC ratio 1,98–2,88 IRR 29 dan BC ratio 1,59 IRR 24-35 dan BC ratio 1,39–2,02 IRR 32 dan BC ratio 1,98 IRR 22–24 dan BC ratio 1,31–1,42 - per pelaku IRR 16-47 dan BC ratio 1,02 – 2,89 IRR 27-35 dan BC ratio 1,45 – 1,85 IRR 17-47 dan BC ratio 1,07 – 2,90 IRR 36-38 dan BC ratio 1,98 – 2,36 IRR 29-35 dan BC ratio 1,25 – 1,91 20 PAM Memiliki daya saing Memiliki daya saing Memiliki daya saing Memiliki daya saing Memiliki daya saing - keunggulan kompetitif PP 0, PCR 1 berkisar 0,517 – 0,710 PP 0, PCR 1 yaitu 0,670 PP 0, PCR 1 ber- kisar 0,684 – 0,803 PP 0, PCR 1 yaitu 0,567 PP 0, PCR 1 yaitu 0,859 - keunggulan komparatif SP 0, DRC 1 berkisar 0,371 – 0,602 SP 0, DRC 1 yaitu 0,530 SP 0, DRC 1 ber- kisar 0,549 – 0,623 SP 0, DRC 1 yaitu 0,474 SP 0, DRC 1 yaitu 0,729 F Pemasaran KIBARHUT 21 Pemasaran Kewenangan agents ; tidak ada peran mitra antara dan principal ; tidak ada afiliasi sawmill lokal Kewenangan agents; ada saluran khusus; ada peran mitra antara dan principal terintegrasi dalam saluran pemasaran kayu; ada afiliasi dengan sawill lokal dan koperasi Kewenangan mitra antara; satu saluran pemasaran mitra antara ke principal; ada afiliasi dengan sawill lokal dan koperasi 22 Harga kayu Harga pasar Harga pasar dan ada bonus berbentuk tambahan harga premium price Harga pasar Harga pasar 143 144 KIBARHUT secara mayoritas 72,28 memanfaatkan lahan milik sebagaimana pada Tipe 1 dan Tipe 2. Sekitar 27,72 sisanya memanfaatkan lahan bukan milik Negara pada pelaksanaan di Tipe 3. KIBARHUT pada lahan milik mempunyai kepastian pemanfaatanpenggunaan lahan yang lebih tinggi dibandingkan pada lahan bukan milik. Perbedaan status lahan tersebut juga berdampak pada perbedaan kepastian hak agents atas kayu yang dihasilkan dari lahan tersebut. Agents yang memanfaatkan lahan milik memperoleh bagi hasil berkisar 50 – 100 yang lebih besar dibandingkan agents yang menggarap lahan bukan milik 0 – 20. Artinya kepemilikan asset produksi lahan berdampak pada kepemilikan dan pemanfaatan komoditas hasilnya sebagaimana juga diungkapkan Gibbons 2005 dan Yusran 2005. Pada sisi lain, sebagai imbalan incentives bagi hasil kayu yang rendah, maka agents di Tipe 3 memperoleh manfaat lain dalam bentuk hak garap lahan tanpa membayar sewa. Penggunaan lahan untuk membangun hutan KIBARHUT dilakukan pada lahan dengan luasan yang relatif sempit yaitu sekitar ± 0,2 ha. Penggunaan lahan yang relatif sempit 97 dan pendidikan petani relatif rendah 78,9 berpendidikan SD dijadikan pendorong dan alasan pembenar bagi principal untuk memilih bekerjasama dengan melibatkan mitra antara tokohelite warga 98 dan tenaga lokal. Argumen tersebut dikuatkan temuan lapangan yang menunjukkan bahwa hubungan kemitraan secara langsung hubungan kontraktual 1 tingkat antara principal dan agents adalah sangat sedikit kasusnya. Hasil analisis menunjukkan hanya terdapat 4,4 kasus KIBARHUT yang diklasifikasikan hubungan kontraktual 1 tingkat, dengan luas kepemilikan lahan yang dikerjasamakan sekitar 5 ha 1 agents di Tipe 1 dan rata-rata seluas 1,08 ha 3 agents di Tipe 2, khususnya di Krucil. Pada sisi lain, principal memiliki kendala dalam mengorganisasikan agents pada pelaksanaan KIBARHUT. Kendala yang teridentifikasi adalah i tidak mempunyai petugas dalam jumlah memadai yang berhubungan dan mempunyai jalur langsung ke petani; ii pemilikan lahan yang sempit dan tersebar sehingga membutuhkan tenaga dan biaya lebih besar untuk memantau. Artinya, principal kesulitan menyediakan 97 Penguasaan lahan petani yang sempit juga diungkapkan Hardjanto 2003 dan Simon 2008. 98 Keterlibatan tokoh warga karena masih berlangsungnya hubungan patron-klien dalam kehidupan warga desa. Patron merupakan tokoh informal yang menjadi panutan dan dipercaya oleh warga desa, serta merupakan bagian kepemimpinan desa yang sangat berpengaruh dalam pengambilan keputusan di desa Korten ed., 1987; Hoff dan Sen, 2005; Ali, 2007. 145 organisasi lengkap dan personil memadai untuk mampu melakukan monitoring dan evaluasi keberhasilan tanaman yang tersebar di masing-masing petani, serta mengawasi tindakan sekian banyak agents guna menghindari perilaku oportunis. Kecenderungan tersebut menunjukkan dugaan sulitnya bekerjasama dengan petani secara perorangan, adalah sekaligus juga keengganan pengusaha direpotkan mengurusi hal-hal yang rumit dengan sangat banyak orang seperti juga diungkapkan Nugroho 2003 dan Yuwono 2006. Principal mempunyai organisasi khusus pelaksanaan KIBARHUT tetapi hanya pada kontrak formal organisasi tersebut terintegrasi dengan divisi pengadaan bahan baku, sehingga memudahkan para pelaku dalam memasarkan kayu KIBARHUT atau terwujudnya jaminan pasar. KIBARHUT pada kontrak formal dicirikan adanya pengelolaan KIBARHUT yang lebih baik dibandingkan kontrak non-formal, dan adanya peranan mitra antara dalam membina kerjasama dan mengorganisasikan agents , serta dukungan aktif petugas operasional principal dan mitra antara di lapangan. Agents dengan kontrak formal adalah petani yang secara sukarela bekerjasama dan terdaftar pada kelompok yang diadministrasikan mitra antara. Pada kontrak formal di lahan negara bukan lahan milik, mitra antara adalah lembaga formal yang mempunyai organisasi lengkap pelaksanaan kegiatan di lapangan, serta menguasai assets produksi lahan. KIBARHUT dengan kontrak formal juga melibatkan tokoh ellite warga yang mempunyai pengaruh, dipercaya dan menjadi panutan di kalangan petani, bahkan pada kontrak formal di lahan milik, maka tokoh warga tersebut adalah juga berperan selaku mitra antara. Adanya keterlibatan tokoh warga diharapkan memberikan jaminan keamanan tanaman karena merupakan penduduk desa yang tinggal di sekitar, dikenal dan mengenal petani. Tokoh warga juga berperan sebagai “pengawas” control that participants exercise yang ditempatkan pada posisi sewajarnya, dan sekaligus sebagai upaya menyeimbangkan informasi dan mewujudkan komitmen penegakan kontrak. Adanya komitmen penegakan kontrak memberikan kepastian jaminan hak dan kewajiban setiap pelaku sebagaimana diatur dalam kontrak, sehingga para pelaku memperoleh jaminan manfaat sesuai pengorbanan yang dikeluarkan get what you pay for dari adanya hubungan kelembagaan KIBARHUT. 146 Pada kontrak non-formal, mitra antara merupakan kelompok yang dibentuk hanya sebagai pemenuhan syarat kemitraan. Mitra antara tidak mempunyai kegiatan aksi yang mendukung pelaksanaan KIBARHUT di lapangan, dan tidak memiliki petugas lapangan. Mitra antara mendistribusikan bantuan principal tidak hanya ke warga yang sudah mendaftar sebagai agents tetapi ke semua warga desa, sehingga sulit memastikan pohon di lahan petani berasal dari bantuan principal. Artinya, tidak ditemukan adanya pengelolaan dan pengadministrasian KIBARHUT pada kontrak non-formal. Tabel 31 juga menunjukkan bahwa Kelembagaan KIBARHUT terbukti efisien dalam alokasi sumberdaya input produksi dan layak secara finansial. Kinerja secara finansial ditunjukkan dengan terpenuhinya kriteria keberterimaan kelayakan finansial yaitu NPV positif, IRR yang lebih besar dari tingkat bunga yang dipersyaratkan IRR i, dan BC ratio 1 bagi masing-masing pelaku yang terlibat. Kelembagaan KIBARHUT juga memiliki keunggulan kompetitif PP positif dan PCR 1 dan komparatif SP positif dan DRC 1 untuk semua tipologi. Hasil analisis tersebut menunjukkan adanya manfaat insentif positif yang dinikmati para pelaku kelembagaan KIBARHUT dibandingkan korbanan yang telah dikeluarkan oleh masing-masing. Kelembagaan KIBARHUT juga mencakup kegiatan alokasi output pemasaran produk, dengan tidak mengganggu saluran pemasaran kayu yang sudah ada dan bekerja di lapangan sebagaimana karakteristik pemasaran kayu KIBARHUT pada Tabel 31. Pemasaran kayu KIBARHUT dilakukan dengan kewenangan agents pada kontrak di lahan milik dan kewenangan mitra antara pada kontrak di lahan negara. Hasil ini juga menunjukkan bahwa kewenangan pemanfaatan komoditas hasil oleh agents pada kontrak di lahan milik adalah lebih tinggi dibandingkan pada kontrak di lahan negara. Dengan demikian, adanya kepemilikan terhadap sumberdaya memberikan hak kewenangan penggunaan dan kekuasaan terhadap komoditas yang ditransaksikan dalam proses pertukaran, sebagaimana juga diungkapkan Yustika 2006. 147 Tabel 31 Perbandingan pemasaran kayu KIBARHUT Tipe kewenangan Saluran Pemasaran harga Tipe 1 Agents - Saluran pemasaran yang sudah ada tetap bekerja - ada usulan saluran pemasaran alternatif - tidak ada peran mitra antara dan principal untuk meyakinkan dan memberikan jaminan pasar kayu KIBARHUT ke agents - tidak ada afiliasi dengan sawmill lokaldepo kayu oleh divisi KIBARHUT Harga pasar Tipe 2 Agents - saluran pemasaran yang sudah ada tetap bekerja - ada sinergisitas antara divisi KIBARHUT dan divisi peng- adaan bahan baku dari principal. Sinergi didukung adanya afiliasi dan kerjasama dengan sawmill lokal dan koperasi sehingga memunculkan alternatif saluran pemasaran - ada peran mitra antara dan principal yang terintegrasi dalam saluran pemasaran kayu Harga pasar; ada bonus premium price Tipe 3 Mitra antara - satu saluran dari mitra antara ke principal - ada afiliasi dengan sawmill lokal dan koperasi HJD+ atau Harga pasar Perbedaan kewenangan pemasaran berdampak juga terhadap saluran pemasaran pada KIBARHUT di lahan milik dan di lahan negara. Pada lahan negara hanya ada satu saluran pemasaran yaitu dari mitra antara ke principal, sedangkan pada lahan milik terdapat lebih dari satu saluran pemasaran dari agents sampai ke principal INPAK. Pada kontrak formal di lahan milik terdapat alternatif pemasaran yang dapat memperbesar keuntungan agents yaitu dengan adanya kebijakan penambahan harga premium price oleh principal. Saluran khusus tersebut terwujud dengan adanya peran mitra antara dan petugas KIBARHUT principal yang terintegrasi dan bersinergi dengan divisi pengadaan bahan baku dari principal. Sinergi pemasaran kayu tersebut juga diperkuat dengan adanya afiliasi principal dengan sawmill lokal dan koperasi sebagai pelaku pemasaran di lapangan. Sinergi kebijakan principal dengan sawmill lokal dan koperasi juga terdapat pada kontrak formal di lahan negara. Temuan ini menunjukkan bahwa kelembagaan KIBARHUT dengan kontrak formal mampu melarang penggunaanpemanfaatan oleh non-pelaku excludable sehingga merupakan hubungan kemitraan yang dapat menegakkan hak- hak para pelakunya enforceable. Kelembagaan KIBARHUT merupakan hubungan kerjasama dimana para pelaku saling berbagi manfaat dan resiko. KIBARHUT juga mengatur hak dan kewajiban termasuk sanksi yang diatur dalam kontrak, karena tidak ada pelaku yang dapat mengamati tindakan pelaku lain sehingga memunculkan resiko terjadinya ingkar janji moral hazard atau perilaku oportunis. Dalam kerangka hubungan kemitraan agency 148 relationship , terdapat sejumlah 2 aturan pada kontrak non-formal dan 5 – 6 aturan pada kontrak formal yang mengatur upaya mengatasi asymmetric information dan mencegah perilaku oportunis. Kontrak formal juga memiliki aturan yang mengatur sanksi, sedangkan pada kontrak non formal tidak terdapat aturan tersebut Tabel 32. Tidak adanya aturan yang mengatur sanksi dan terbatasnya aturan yang mengatur upaya mengatasi ketidakseimbangan informasi dapat menjadikan kelembagaan tidak bermakna karena tidak adanya resiko hukuman untuk berperilaku oportunis ingkar janji. Tabel 32 Indikasi perilaku oportunis Aturan mengatur sanksi dalam kontrak Indikasi perilaku oportunis agents Principal Tipe 1 Bawang 0 aturan 76,7 tinggi 3 tinggi Tipe 2 Sukaraja 5 aturan 40,0 sedang 1 rendah Krucil 3 aturan 13,3 rendah 1 rendah Tipe 3 Sukaraja 6 aturan 20,0 rendah 1 rendah Krucil 5 aturan 33,3 rendah 1 rendah Keterangan : i indikasi dihitung berdasarkan jumlah agents teridentifikasi berperilaku oportunis berdasarkan Gambar 17, dan diklasifikasikan menjadi rendah jika prosentasenya 0–33,3, sedang 33,4–66,6, dan tinggi 66,7; ii indikasi oportunis principal berdasarkan informasi pada Tabel 19 dan diklasifikasikan menjadi rendah 1 jika ada 0 – 2 indikasi, sedang 2 jika ada 3 – 5 indikasi, dan tinggi 3 jika ada ≥ 6 indikasi Terdapat juga ketentuan non-formal atau norma tidak tertulis yang melekat, yaitu i legalitas pemilikan lahan, yang pembuktiannya sudah menjadi kebiasaan dan diakui peserta sehingga pengaturan rincinya tidak ditulis dalam kontrak. Pada kontrak formal di lahan milik, agents dipersyaratkan oleh mitra antara untuk membuktikan legalitas kepemilikan lahannya sebelum terwujudnya kontrak antara kedua pelaku; ii adanya keterlibatan ellite atau tokoh karena dipercaya dan dihormati warga pada kontrak formal; iii nilai sosialbudaya pada kontrak formal bahwa pohon adalah titipan dan amanah sehingga haram diambil tanpa seijin pemiliknya lahan milik, dan adanya sosialisasi bahwa lahan garapan akan dialihkan ke penggarap lain jika agents tidak mau memelihara tegakan lahan bukan milik atau berperilaku oportunis. Tidak adanya aturan yang mengatur sanksi, resiko terpapar yang rendah, tidak adanya pengawasan dan pengamanan tegakan, tidak dilakukannya monitoring dan evaluasi, tidak adanya inventarisasi tegakan secara berkala, serta tidak efektifnya jalinan informasi dan komunikasi berdampak tingginya resiko oportunis agents pada 149 kontrak non-formal 76,7 dibandingkan pada kontrak formal. Perilaku oportunis tidak hanya dilakukan agents tetapi juga dilakukan principal sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 32. Perilaku ingkar janji principal pada kontrak non-formal skor 3 terindikasi lebih tinggi dibandingkan pada kontrak formal. Tingginya perilaku oportunis berdampak rendahnya komitmen untuk penegakan kontrak pada kontrak non-formal. Artinya, tidak adanya jaminan kepastian hak dan kewajiban para pelakunya menyebabkan hubungan kelembagaan menjadi tidak berarti dan tidak bermanfaat bagi semua pelaku yang terlibat, sehingga sulit mewujudkan keberlanjutan hubungan pada kelembagaan KIBARHUT dengan kontrak non-formal. Upaya penegakan kontrak dan meminimalisir kemungkinan perilaku oportunis dapat juga dilakukan principal dengan mengalokasikan biaya untuk berbagai macam pengeluaran guna pemantauan, pengamanan, dan koordinasi agency costs. Hasil analisis kepekaan sensitivity analysis dengan adanya agency costs yang diasumsikan sebagai kenaikan biaya input-input produksi sebesar 5 adalah disajikan pada Lampiran 16 dan secara ringkas disajikan pada Tabel 33. Tabel 33 Hasil analisis kepekaan sensitivity analysis kelembagaan KIBARHUT Tipe KIBARHUT analisis kepekaan dengan kenaikan input 5 secara total m per pelaku m BC ratio IRR Pelaku BC ratio IRR Tipe 1 Bawang - Hub 1 tingkat 2,57 41 Agents 2,43 41 Principal 2,72 42 - Hub 2 tingkat 1,92 34 Agents 2,61 43 Principal 0,96 14 Tipe 2 Sukaraja - Hub 2 tingkat 1,47 27 Agents 1,75 33 Mitra antara 1,37 26 Principal 1,44 25 Tipe 2 Krucil - Hub 1 tingkat 1,90 34 Agents 2,72 45 Principal 1,01 15 - Hub 2 tingkat 1,38 24 Agents 1,92 33 Mitra antara 1,23 21 Principal 1,08 17 Tipe 3 Sukaraja - Hub 2 tingkat 1,88 31 Agents 1,93 35 Mitra antara 2,02 36 Principal 2,24 36 Tipe 3 Krucil - Hub 2 tingkat 1,28 21 Agents 1,19 30 Mitra antara 1,79 33 Principal 1,63 28 Tabel 33 menunjukkan bahwa adanya agency costs ternyata masih memberikan kelayakan finansial berdasarkan analisis secara total. Jika analisis berdasarkan 150 masing-masing pelakunya, maka analisis finansial adalah tidak layak bagi principal di kontrak non-formal karena tidak adanya umpan balik aksi balasan memadai dari pelaku yang lainnya. Situasi ini berkaitan dengan tingginya perilaku oportunis antara para pelaku pada kelembagaan dengan kontrak non-formal. Kelembagaan menjadi tidak bermakna bagi para pelakunya sehingga peluang keberlanjutan menjadi terkendala.

2. Evaluasi keberlanjutan KIBARHUT

Keberlanjutan hubungan kelembagaan terwujud jika terdapat insentif positif yang dinikmati pelaku terhadap keterlibatannya dalam suatu kelembagaan sebagaimana diungkapkan Jensen dan Meckling 1986, Kasper dan Streit 1998, Maskin 2001, Gibbons 1998; 2005, Ostrom 2005. Berdasarkan kriteria dimaksud, hipotesis utama penelitian adalah kelembagaan KIBARHUT di Pulau Jawa berlangsung secara berkelanjutan dengan 3 hipotesis pendukung sebagai berikut. a. Kesatu : Adanya komitmen pelaku KIBARHUT untuk menegakkan kontrak sehingga menjamin diperolehnya manfaat sesuai korbanan biaya yang dikeluarkan Penegakan aturan merupakan upaya menjaga kepatuhan, keteraturan dan keberlanjutan hubungan Ostrom, 2005. Penegakan kontrak KIBARHUT dan sekaligus upaya meminimalisir perilaku oportunis dilakukan melalui aturan formal yang mengatur sanksi dalam kontrak formal Tipe 2 dan Tipe 3. Secara informal, penegakan kontrak formal didukung adanya mitra antara yang berperan secara aktif di lapangan. Penegakan juga terlaksana dengan adanya petugas lapangan mitra antara dan principal yang berada dan tinggal di sekitar lokasi, sehingga dapat teratur dan terus menerus menjalin komunikasi dengan agents. Khusus pada kontrak formal di lahan milik Tipe 2, penegakan kontrak secara informal juga dilakukan melalui keterlibatan tokoh ellite warga yang sekaligus menjadi mitra antara pelaksanaan KIBARHUT. Pelaku tersebut berperan membina hubungan kerjasama, memotivasi agents dalam pelaksanaan KIBARHUT, menyampaikan informasi dan menjalin komunikasi, serta menjadi penghubung principal dan agents. Tidak adanya aturan yang mengatur sanksi, tidak efektifnya pengawasan dan jalinan komunikasi, serta resiko terpapar hukuman karena berperilaku oportunis adalah rendah sehingga munculnya dorongan atau aksi para pelaku untuk berperilaku oportunis atau tidak mematuhi kontrak. Situasi aksi tersebut berdampak pada 151 tingginya indikasi oportunis agents 76,7 di Tipe 1 kontrak non-formal dibandingkan Tipe 2 dan Tipe 3 Tabel 33. Perilaku oportunis tidak hanya dilakukan agents tetapi juga dilakukan principal sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 33. Perilaku ingkar janji principal pada kontrak non-formal skor 3 terindikasi lebih tinggi dibandingkan pada kontrak formal. Tingginya perilaku oportunis berdampak rendahnya komitmen untuk penegakan kontrak pada kontrak non-formal. Artinya, tidak adanya jaminan kepastian hak dan kewajiban para pelaku menyebabkan hubungan menjadi tidak berarti dan tidak bermanfaat bagi semua pelaku yang terlibat actors, sehingga sulit mewujudkan keberlanjutan kontrak di KIBARHUT dengan kontrak non-formal Tipe 1. Temuan tersebut diatas menunjukkan bahwa para pelaku di KIBARHUT Tipe 1 mempunyai kecenderungan tidak mematuhi komitmen awal yang telah diatur dalam kontrak, yang tercermin dari tingginya indikasi perilaku oportunis pasca kontrak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hipotesis kesatu adalah tidak sesuai dugaan semula pada kontrak non-formal. Pada KIBARHUT dengan kontrak formal Tipe 2 dan Tipe 3 maka dugaan “adanya komitmen pelaku KIBARHUT untuk menegakkan kontrak sehingga menjamin diperolehnya manfaat sesuai korbanan biaya yang dikeluarkan” adalah sesuai. b. Kedua : kelembagaan KIBARHUT menghasilkan manfaat benefit bagi pelakunya yang dapat menjadi insentif positif untuk keberlangsungan investasi pembangunan hutan KIBARHUT Kajian terhadap manfaat yang dihasilkan kelembagaan KIBARHUT bagi para pelakunya menunjukkan bahwa fungsi produksi dari para pelaku KIBARHUT dapat diturunkan dua kali dan memenuhi syarat negatif terbatas Tabel 20 sehingga disimpulkan bahwa pelaku telah berperilaku efisien dalam mengalokasikan input- input produksinya. Berdasarkan analisis finansial, KIBARHUT terbukti memiliki kelayakan secara finansial berdasarkan analisis secara total Tabel 23 dan berdasarkan sudut pandang masing-masing pelakunya Tabel 24. Kelayakan finansial ditunjukkan dengan NPV yang bernilai positif, BC ratio 1 dan tingkat pengembalian investasi IRR i tingkat bunga yang dipersyaratkan. KIBARHUT juga memiliki keunggulan kompetitif PP positif dan PCR 1 dan keunggulan komparatif SP positif dan DRC 1 sebagaimana pada Tabel 25. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hipotesis kedua diterima kebenarannya, sehingga dugaan