Pemasaran Kayu KIBARHUT TINJAUAN PUSTAKA

36 kaitannya dengan pemasaran hasil usahatani komoditas kayu, yaitu karakteristik produk dan produksi. Karakteristik produk karena komoditas kayu yang dihasilkan adalah memakan ruang bulky, mudah busukrusak, kualitas bervariasi, dan memerlukan alat angkut khusus sehingga peranan transportasi dan jarak ke industri menjadi sangat penting dalam pemasarannya. Kayu merupakan produk yang tidak dapat dikonsumsi secara langsung atau sulit melakukan penjualan langsung ke konsumen akhir, dan bahkan untuk jenis–jenis tertentu hanya dapat dijual ke industri pengolahan tertentu pula. Karakteristik produksi dari semua produk usahatani adalah secara umum dipengaruhi faktor alam variasi produksi tahunan atau musiman sehingga produksi tergantung kepada musim, pola biologi, dan kebutuhan sosial ekonomi produsen. Produksi juga umumnya dihasilkan oleh petani dalam unit kecil-kecil sehingga kontinyuitas pasokan sepanjang tahun sulit terwujud. Konsentrasi geografis dan variasi biaya produksi merupakan faktor yang memperumit pemecahan masalah pemasaran. Karakteristik produksi tersebut membawa konsekuensi biaya dalam pemasaran. Dalam suatu sistem pemasaran maka sesungguhnya petani membutuhkan pasar dan saluran pemasaran yang berfungsi optimal, sehingga mampu menghubungkan petani selaku produsen hasil panen dengan konsumennya secara efisien. Proses pemasaran yang biasa ditempuh dilaksanakan dengan 2 dua cara. Pertama, secara langsung, dan kedua, secara tidak langsung. Cara tidak langsung berarti melibatkan beberapa pihak untuk menyampaikan kayu ke industrikonsumen sehingga membentuk saluran pemasaran. Saluran pemasaran adalah suatu jalur atau hubungan yang dilewati oleh suatu produk sehingga produk yang dihasilkan oleh produsen sampai di tangan konsumen, atau merupakan arus barang-barang, aktivitas dan informasi dari produsen sampai ke konsumen Soekartawi, 2002. Roshetko dan Yuliyanti 2002, dan Tukan et al. 2004 mengidentifikasi bahwa petani menjual kayu hasil usaha hutan tanaman dengan berbagai saluran pemasaran, baik secara langsung ke konsumen konsumen rumah tangga maupun INPAK atau melalui pedaganglembaga perantara. Beberapa hasil studi memperlihatkan bahwa bagian share harga jual kayu yang diterima petani dengan berbagai saluran pemasaran adalah berkisar 25–27 terhadap harga beli konsumen akhir. Petani 37 memperoleh keuntungan tertinggi jika menggunakan saluran pemasaran yang memungkinkan menjual kayunya secara langsung ke konsumenindustri pengolah. Secara ringkas saluran pemasaran kayu dari hutan tanaman dapat digambarkan sebagaimana Gambar 3. Pedagang perantara middle men seringkali membantu menyederhanakan pelaksanaan fungsi pemasaran yang merupakan beban produsen, dan memperlancar arus barang. Lembaga perantara dibutuhkan petani karena adanya perbedaan jarak geografis antara lokasi hutan tanaman dengan lokasi industri atau konsumen lainnya yang jauh, dan ongkos transportasi yang relatif mahal jika ditanggung petani secara perorangan. Namun, pedagang perantara dapat juga menjadi kendala dan sumber ketidaklancaran arus barang dari produsen ke konsumen. Saluran pemasaran tidak memiliki bentuk baku, namun pengembangan informasi pasar sampai ke petani disertai fasilitas pemasaran yang memadai dapat menciptakan sistem yang efisien. Pasar didefinisikan sebagai media dimana konsumen dan produsen bertemu dan melakukan interaksi jual beli atas suatu komoditas tertentu Lipsey et al., 1986; Nicholson, 2002; Sugiarto et al., 2003. Pasar kayu berbeda dengan pasar hasil pertanian lainnya, dan bahkan pasar kayu jenis cepat tumbuh misalnya Sengon berbeda dengan kayu kualitas prima misalnya Jati. Hal ini menjadi penting karena pasar yang dicermati adalah pasar kayu hasil usaha hutan tanaman melalui pola kemitraan. Kayu bundar sebagai komoditas hasil panen KIBARHUT mempunyai karakteristik khas yaitu bukan merupakan komoditas yang dapat langsung dipergunakandimanfaatkan oleh konsumen akhir, tetapi menjadi bahan baku bagi INPAK pada proses produksi selanjutnya hingga akhirnya siap dipergunakan oleh konsumen akhir. Dengan demikian, pasar kayu diistilahkan sebagai pasar faktor produksi atau pasar input input market. Struktur pasar market structure berarti sifat organisasi pasar yang berpengaruh secara strategis pada sifat persaingan dan pembentukan harga pada suatu pasar Carlton dan Perloff, 2000. Gittinger 1982 mendefinisikan struktur pasar sebagai pengaturan organisasi guna memasarkan produk usahatani, lembaga pemasaran dan PetaniPengelola Hutan tanaman Pedagang Lembaga Perantara Konsumen INPAK Gambar 3 Saluran pemasaran kayu bundar 38 permasalahannya. Teoritis terdapat 4 empat struktur pasar yaitu persaingan sempurna perfect competition, persaingan monopolistismonopsonistis, oligopolioligopsoni, dan monopolimonopsoni 17 . Kenyataannya sangat sulit menemukan struktur pasar yang merupakan pasar persaingan sempurna atau monopolimonopsoni. Struktur pasar merupakan penentu tingkat persaingan dalam suatu pasar dan pembentukan harga di pasar yang bersangkutan. Perbedaan struktur pasar dalam pandangan ekonomi klasikneo-klasik dicermati melalui : i tingkat konsentrasi penjual dan pembeli; ii jenis produk danatau tingkat diferensiasi produk; iii hambatan untuk masuk danatau keluar pasar; iv akses terhadap informasi Carlton dan Perloff, 2000; Nicholson, 2002, Sugiarto et al., 2003. Pasar dikategorikan pasar persaingan sempurna jika i terdapat banyak penjual dan banyak pembeli dimana pangsa pasar masing-masing sangat kecil jika dibandingkan ukuran pasar, sehingga masing-masing tidak dapat mengubah harga atau berperilaku sebagai price taker; ii produk homogen; iii tidak ada hambatan masuk atau keluar pasar; iv informasi diperoleh para pelaku pasar secara sempurna perfect information. Pasar dikatakan persaingan monopolistik jika terdapat banyak penjual tetapi ada sedikit unsur diferensiasi produk. Diferensiasi menunjukkan bahwa produk yang dihasilkan penjual tidak homogen tidak sama, namun perbedaannya sangat kecil hanya ada sedikit beda karakteristik sehingga substitusinya sangat dekat. Pada persaingan monopsonistis terdapat banyak pembeli yang masing-masing melakukan diferensiasi terhadap produk yang dibutuhkannya. Perbedaan persaingan sempurna dengan persaingan monopolistismonopsonistis tidak terletak pada jumlah pembeli dan penjual di pasar, atau aspek kebebasan keluar masuk pasar dan ketersediaan informasi, tetapi pada kemampuankekuatan penjual atau pembeli melakukan diferensiasi produk. Pasar dikategorikan pasar oligopoli jika jumlah penjual yang menguasai pasar sedikit dimana setiap pelaku di pasar mengetahui siapa saja pesaingnya sehingga tindakankebijakan penjual mempengaruhi penjual yang lain. Sedangkan pasar 17 Pasar input mempunyai karakteristik yang hampir sama dengan pasar output. Analisa pasar input ditinjau dari sisi pembeli input faktor produksi sedangkan analisa pasar output ditinjau dari sisi penjual output produk akhir yang dapat langsung dikonsumsi, sehingga istilah monopsoni dan monopoli adalah sepadan karena perbedaannya tergantung darimana tinjauan analisis dilakukan. 39 oligopsoni berarti hanya ada sedikit pembeli yang menguasai pasar input. Pada struktur pasar oligopolioligopsoni maka ada hambatan untuk masuk dan biasanya informasi sulit diperoleh sehingga mempermudah pelaku di pasar untuk mengontrol harga pasar. Pasar dengan satu penjual dikategorikan pasar monopoli, sebaliknya jika hanya ada satu pembeli diklasifikasikan sebagai pasar monopsoni. Produk yang dihasilkan adalah produk yang unik atau sulit dicarikan subsitusinya sedangkan informasi sangat sulit dan mahal diperoleh. Hambatan besar bagi pelaku untuk masuk dan keluar dari pasar monopolimonopsoni terjadi karena adanya lisensi atau regulasi, hak paten, penguasaan sumber daya penting, penguasaan teknologi, atau juga karena economics of scale yang besar artinya hanya dengan 1 pelaku maka pasar sudah penuh. Disimpulkan bahwa struktur pasar adalah berbagai faktor yang ada di pasar yang mempengaruhi perilaku para pelakunya. Perilaku conduct para pelaku di pasar adalah berbagai kegiatan atau cara yang dilakukandiadaptasi untuk melakukan penyesuaian terhadap keadaan pasar. Perilaku mencakup kegiatan yang dilakukan para pelaku di pasar seperti praktek penetapan harga, investasi, kontrak dan kerjasama, pemilihan produk, dan lainnya, sehingga pengkajian perilaku pasar dilakukan dengan mencermati tindak-tanduk pelaku pasar petani, pedagang perantara, mitra usaha, dan lainnya. Pemahaman terhadap struktur pasar dan perilaku pasar dapat dipergunakan untuk memahami kinerja pasar market performance yang dihasilkan. Dalam sistem berkelanjutan, kinerja selanjutnya mempengaruhi struktur pasar karena karakteristik dari struktur berkembang sebagai dampak tingkat kinerja yang diperoleh. Kinerja pasar yang kompetitif sebagai outcome yang dihasilkan dari adanya suatu hubungan kemitraan, dalam pandangan ekonomi kelembagaan adalah bercirikan kemampuan melarang penggunaan oleh yang tidak berhak yang sangat tinggi highly excludable , dapat dibagi dan dipindahtangankan secara mudah easily divisible and transferable dan diinternalisasikan internalized oleh semua pelaku yang terlibat Ostrom, 2005. Kegagalan suatu kelembagaan action arena untuk memproduksi, mengkonsumsi, dan mengalokasikan output guna memenuhi ketiga kriteria tersebut mencirikan adanya kegagalan pasar market failure. 40 Suatu pasar yang secara klasik diasumsikan bersifat kompetitif, namun jika karakteristik kelembagaan arena situation tidak memotivasi individu untuk ikut memproduksi, mengkonsumsi dan mengalokasikan barang dengan mudah, maka hal tersebut juga mencirikan adanya kegagalan pasar. Walaupun suatu kerjasama ekonomi memunculkan mekanisme non-pasar tetapi, jika tidak ada indikasi kegagalan pasar market failure, karena barang yang dihasilkan memenuhi ketiga kriteria tersebut dan kelembagaan yang terbangun terbukti memotivasi pelaku untuk memproduksi menanam dan memanen, serta memasarkan komoditas yang dihasilkan secara efektif dan mudah, maka ekonomi kelembagaan mengasumsikannya sebagai pasar yang kompetitif Ostrom, 2005. Dengan demikian, pasar input yang terbangun dengan adanya kemitraan dalam rangka pembangunan hutan diharapkan memberikan manfaat yang optimal bagi petani. Adanya insentif positif dan manfaat tambahan better-off yang diterima, selanjutnya dapat mendorong kesediaan rakyat 18 bermitra dengan industri dalam membangun dan mengelola hutan, dan diharapkan dapat menjadi pemicu terwujudnya keberlanjutan atau kelestarian sustainability pengelolaan hutan. 18 Adanya pola kemitraan dalam usaha membangun hutan diharapkan menguntungkan better off bagi petani danatau pemilik lahan dan sebaliknya INPAK juga tidak dirugikan worse off karena mendapat kepastian pasokan bahan baku.

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Kerangka Pemikiran Penelitian

Pembangunan dan pengelolaan hutan telah menjadi suatu usaha business yang dikelola secara khusus guna menghasilkan kayu untuk pasokan bahan baku industri pengolahan kayu INPAK. Pernyataan tersebut relevan dengan ungkapan Davis 1966 bahwa “…the status of forest management in a country is to recognize it as a business, as a segment of the total business community ”. Sebagai suatu usaha komersial maka produktifitas berkelanjutan sistem usaha yang dikelola merupakan tujuan utama produsen. Usaha pembangunan dan pengelolaan hutan akan lestari jika tercapai produktifitas berkesinambungan sustained productivity. Kelestarian hutan adalah pengusahaan untuk kontinyuitas produksi berdasarkan keseimbangan pertumbuhan dan pemanenan secara periodik, sehingga distribusinya menggambarkan hutan normal dan diistilahkan sebagai hutan lestari Daniel et al., 1987; Simon, 1993; Hardjanto, 2003. Istilah kelestarian pada hutan tanaman adalah hutan tertata penuh fully-regulated forest yang dicapai pada suatu waktu tertentu, khususnya pada akhir daur, sehingga diperlukan pengaturan sistem silvikultur dan pengaturan hasil hutan penentuan rotasi dan teknik penebangan yang tepat untuk mencapainya Simon, 1993; 2007. Rotasi atau daur adalah suatu periode dalam tahun yang diperlukan untuk menanam dan memelihara suatu jenis pohon sampai mencapai umur yang dianggap masak untuk keperluan tertentu. Untuk memasok kebutuhan bahan baku industri digunakan daur teknik, yang disesuaikan dengan teknologi pengolahan dan tujuan pemanfaatannya. Umur yang dianggap memenuhi daur teknik untuk tanaman berdaur pendek fast growing species atau FGS adalah antara 4–10 tahun Masripatin dan Priyono, 2006. Rentang waktu tunggu tersebut memunculkan tindakan petani untuk berinovasi melakukan tumpangsari dengan tanaman lain, danatau bekerjasama dengan pihak lain dalam membangun hutan. Kerjasama ekonomi tersebut dilakukan untuk mengatasi kendala permodalan dan akses pasar, sekaligus upaya mengoptimalkan faktor produksi milik petani yaitu lahan dan tenaga kerja. 42 Lazimnya suatu usaha sistem komoditas, maka petani selaku produsen berupaya mengalokasikan faktor-faktor produksi secara efisien guna menghasilkan output dengan nilai tinggioptimal, sehingga memperoleh keuntungan maksimum maximizing profit. Adanya manfaat yang diterima tersebut mendorong kesediaan petani menginvestasikan kembali sebagian keuntungan yang diperoleh untuk memelihara hutan yang sudah ada atau membangun yang baru, sehingga menjamin sediaan stock kayu bundar di masa mendatang. Terus tersedianya pohontegakan memberikan jaminan keberlanjutan hasil panen kayu sehingga memberikan keberlanjutan penghasilan. Pada sisi lain, kelangkaan pasokan kayu bundar dari hutan alam mendorong beberapa INPAK untuk melakukan inovasi, merestrukturisasi mesin dan industrinya sehingga mampu mengolah kayu bundar jenis FGS atau kayu lunak yang dihasilkan dari hutan tanaman. INPAK, dengan kendala keterbatasan lahan yang dimilikinya, juga melakukan hubungan kemitraan bersama pelaku lainnya untuk membangun hutan guna memberikan jaminan kepastian pasokan kayu. Hubungan kemitraan merupakan suatu bentuk kelembagaan dimana pelaku individu mengkombinasikan faktor produksi yang dimiliki dalam suatu proses produksi secara bersama karena adanya kepentingan pihak yang satu dan pihak lainnya Kasper dan Streit, 1998. Partisipasi sukarela, khususnya dari petani, dapat terwujud karena adanya pemahaman umum bahwa hubungan kelembagaan adalah sesuai dan memberikan hasil memadai bagi para pelakunya Ostrom, 2005. Artinya kemitraan harus menjamin bahwa petani diuntungkan better off dan tidak ada pihak yang dirugikan worse off sehingga kemitraan kerjasama ekonomi layak untuk dilakukan secara berkesinambungan Just et al., 1982. Kajian hubungan yang terjalin diantara para pelaku dalam teori kemitraan agency theory menurut Jensen dan Meckling 1986 dapat dianalisis dengan pendekatan hubungan kemitraan agency relationship yaitu menganalisis hubungan kontrak antara satu pihak principal yang menugaskan atau memberikan kepercayaan kepada pihak lain agents. Tarik ulur dan saling ketergantungan antara para pelaku tersebut yang menjadi dasar dilakukannya penelitian mengenai kelembagaan kemitraan antara INPAK bersama rakyat dalam rangka pembangunan hutan KIBARHUT di Pulau Jawa.