Manfaat Penelitian Deskripsi Teoritik

commit to user Oleh karena itulah menarik untuk diteliti, “Bagaimana newsticker di tvOne menggambarkan konstruksi berita bencana alam, khususnya bencana Merapi Yogyakarta? Terutama dalam level teks, produsen maupun konsumen dan faktor-faktor sosial budaya yang memengaruhinya?”

E. Tujuan Penelitian

Sesuai penjelasan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini dapat ditulis sebagai berikut: 1. Untuk memahami isi newsticker tvOne dalam mewacanakan realitas bencana alam, khususnya bencana Merapi Yogyakarta. 2. Untuk memahami Redaksi tvOne melakukan konstruksi realitas media yang diwacanakan newsticker yang menjadi salah satu kebijakan redaksional tvOne di level produsen pada dimensi praktik wacana discourse practice. 3. Untuk memahami pengonstruksian realitas media di level konsumen pada dimensi praktik wacana discourse practice dalam newsticker tvOne tersebut dapat diminati dan menjadi panduan masyarakat daerah bencana. 4. Untuk memahami pengonstruksian realitas media di level dimensi praktik sosial budaya sociocultural practice dalam memengaruhi keberadaan pada kondisi sosial budaya yang berhubungan dengan konteks di luar teks dan konteks wacana newsticker tersebut.

F. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas, manfaat penelitian “konstruksi berita bencana alam dalam newsticker” ini yang diharapkan adalah: commit to user 1. Dimensi Akademis a. Memberikan pemahaman tentang newsticker sebagai salah satu bentuk pemberitaan yang merupakan hasil proses pembuatan wacana. b. Memberikan pemahaman tentang proses pengelolaan newsticker sebagai pengonstruksian realitas media dalam efektifitasnya untuk memperkuat teori konstruksi realitas media. 2. Dimensi Praktis a. Memberikan pemahaman tentang newsticker tentang pemberitaan bencana alam dapat menggambarkan realitas sosial yang terjadi. b. Memahami cara pandang Redaksi tvOne dalam menggunakan newsticker sebagai salah satu bentuk media informasi yang dipengaruhi aspek kualitas berita dan perubahan realitas yang terjadi. 3. Dimensi Sosial a. Memahami cara pandang pemirsa tvOne dalam proses penerimaan pesan message reception yang mampu menafsirkan realitas peristiwa dan kebenaran sebagaimana adanya, untuk menggiring interpretasi khalayak sesuai dengan perspektifnya. b. Mengetahui pemberitaan bencana Merapi Yogyakarta di newsticker tvOne juga mempertimbangkan masukan pemirsa dan respon Redaksi atas masukan tersebut. © commit to user 14

BAB II ORIENTASI TEORITIK

A. Deskripsi Teoritik

Dengan mengembangkan pemahaman mengenai keragaman teori-teori komunikasi, kita akan lebih dapat membuat perbedaan dalam interpretasi ilmu komunikasi, mendapat alat bantu untuk meningkatkan komunikasi dan memahami ilmu komunikasi dengan lebih baik. Theodore Clevenger Jr. 19 mencatat masalah yang selalu ada dalam mendefinisikan komunikasi untuk tujuan penelitian atau ilmiah berasal dari fakta, kata kerja ‘berkomunikasi’ memiliki posisi yang kuat dalam kosa kata umum dan karenanya tidak mudah didefinisikan untuk tujuan ilmiah. Sebenarnya kata kerja ini merupakan salah satu istilah dalam bahasa Inggris maupun bahasa Indonesia yang terlalu sering digunakan. Para akademisi telah mencoba segala usaha untuk mendefinisikan komunikasi, tetapi menentukan sebuah definisi tunggal telah terbukti tak mungkin dilakukan dan tak akan berhasil. Di lain sisi, masalah komunikasi sering digunakan dalam penelitian berbagai disiplin ilmu. Hal ini menunjukkan betapa fleksibelnya ilmu komunikasi, sehingga penyusun beranggapan ilmu komunikasi merupakan salah satu penghubung antar ilmu yang dapat dipergunakan secara ilmiah dalam berbagai penelitian. Frank Dance 20 mengambil langkah besar dalam mengklarifikasikan 19 Littlejohn, Stephen W dan Foss, Karen A. 2009. Op. Cit. hal.4 20 Ibid. commit to user konsep ini dengan menggarisbawahi sejumlah elemen yang digunakan untuk membedakan komunikasi, melalui tiga poin “perbedaan konseptual penting” yang membentuk dimensi-dimensi dasar komunikasi. Dimensi pertama, tingkat pengamatan atau keringkasan, semisal: “Komunikasi sebagai sebuah sistem.” Kedua, tujuan, seperti: “Situasi pengiriman dan penerimaan pesan merupakan sebuah sumber yang mengirimkan pesan kepada penerima dengan tujuan tertentu untuk memengaruhi perilaku penerima.” Ketiga, penjelasan normatif, contohnya: “Komunikasi adalah penyampaian informasi” yang tak mempermasalahkan informasi tersebut diterima dan dipahami atau tidak.” Hal ini makin menunjukkan bahwasanya ilmu komunikasi dalam dimensi-dimensi dasarnya dapat masuk dalam berbagai aspek penelitian dalam banyak disiplin ilmu maupun pada penelitian komunikasi itu sendiri. Alasan penyusun karena skema komunikator-pesan-komunikan sebagai dasar ilmu komunikasi yang menjelaskan tentang suatu hubungan, terdapat dalam tujuan sistem normatif pada banyak disiplin ilmu. W. Barnett Pearce 21 menggambarkan kemajuan penelitian komunikasi secara sistematis ini sebagai “penemuan revolusioner” yang sebagian disebabkan meningkatnya teknologi komunikasi seperti radio, televisi, telepon, satelit dan jaringan komputer sejalan dengan meningkatnya industrialisasi bisnis besar dan politik global, sehingga sangat jelas komunikasi telah mengambil posisi penting dalam kehidupan kita. Postulat di atas menggambarkan penelitian komunikasi kini semakin penting dilakukan, guna mengantisipasi kecanggihan teknologi komunikasi yang menyangkut pada berbagai disiplin ilmu. Bahkan disadari atau tidak, penyusun sepakat perkembangan kemajuan teknologi telah ikut mengubah metode penyusunan beberapa ilmu ‘tradisional.’ Robyn Penman 22 menggarisbawahi lima prinsip pendekatan tindakan praktis, yang menyatakan betapa berbedanya penyusunan teori tersebut dari ilmu 21 Littlejohn, Stephen W dan Foss, Karen A. 2009. Op. Cit, . hal. 5-6 22 Littlejohn, Stephen W dan Foss, Karen A. 2009. Op. Cit. hal. 35-36 commit to user pengetahuan tradisional. 1. Tindakan bersifat sukarela. Manusia sebagian besar memotivasi dirinya sendiri dan memperkirakan perilaku berdasarkan pada faktor-faktor eksternal adalah sesuatu yang tidak mungkin. 2. Pengetahuan dihasilkan secara sosial, yang berarti teori-teori komunikasi diciptakan oleh proses komunikasi atau interaksi –proses yang mereka susun sendiri untuk dijelaskan. Tidak ada hubungan satu persatu antara gagasan dalam sebuah teori dan kenyataan obyektif. Jadi hipotesis hakikat- penghargaan merupakan hasil ciptaan ahli teori, yang merupakan salah satu dari banyak cara untuk memahami perilaku, bukan cermin dari alasan “nyata” atau “benar” alasan orang melakukan sesuatu. 3. Semua teori berhubungan dengan sejarah. Mereka mencerminkan keadaan serta waktu ketika mereka diciptakan dan ketika waktu berubah, demikian juga dengan teori-teori. 4. Didefinisikan sebagai bagian paradigma teoritis tindakan-praktis adalah teori memengaruhi kenyataan yang mereka tutupi. 5. Teori-teori selalu dibebani nilai, tidak pernah netral dari teoritis yang menguntungkan ini. Dalam penelitian yang penyusun lakukan ini, fokus utamanya adalah menganalisis konstruksi realitas media atas muatan tiap teks pemberitaan bencana alam di newsticker tvOne. Untuk itu, penyusun menggambarkan terlebih dahulu teori-teori seputar pesan dalam kajian ilmu komunikasi. Komunikasi adalah suatu proses penyampaian pesan, ide atau gagasan dari satu pihak ke pihak lain, agar terjadi saling memengaruhi di antara keduanya. Model penyusunan pesan mengungkapkan, manusia berpikir dengan cara berbeda tentang komunikasi dan pesan, serta mereka menggunakan logika yang berbeda pula saat memutuskan yang akan dikatakan ke orang lain dalam sebuah situasi. Barbara O’Keefe 23 menggarisbawahi tiga logika penyusunan pesan message- design logic untuk menjelaskan proses pemikiran di balik pesan yang kita ciptakan, yakni: a logika ekspresif adalah komunikasi untuk mengungkapkan perasan dan pemikiran sendiri, sehingga pesan bersifat terbuka dan reaktif, b logika konvensional yang memandang komunikasi sebagai pengungkapan diri sesuai aturan dan norma yang diterima –termasuk hak dan kewajiban— setiap orang yang terlibat, 23 Littlejohn, Stephen W dan Foss, Karen A. 2009. Op. Cit. hal. 188-189 commit to user c logika retoris yang memandang komunikasi sebagai sebuah cara perubahan aturan melalui negosiasi, membuat pesan cenderung luwes, berwawasan dan terpusat pada seseorang. O’Keffe memerhatikan, dalam situasi tertentu pesan-pesan terlihat cenderung sama, tetapi pada situasi lain mereka berbeda. Jika tujuan komunikasi cukup sederhana dan menghadapinya bukanlah sebuah masalah, setiap logika penyusunan akan menghasilkan bentuk pesan yang sama. Sebaliknya, jika banyak tujuan dan kompleks serta menghadapinya menjadi masalah, logika penyusunan yang berbeda akan menghasilkan bentuk pesan berbeda pula. Teori ini membahas tentang bagaimana pesan terbentuk, bukan bagaimana pesan diterima dan dipahami. 24 Padahal, penelitian tentang bagaimana pesan diterima dan dampaknya kini semakin meningkat. Karena bagi sebagian peneliti, hal ini menjadi salah satu daya tarik penelitian. Begitu juga yang penyusun lakukan, selain ingin mengetahui bagaimana pesan dalam newsticker terbentuk dan dikelola, dampak penerimaan masyarakat juga sangat menarik diteliti mengingat posisi newsticker sebagai ujung tombak pemberitaan aktual yang ter-update dan perannya sebagai pedoman tindakan bagi masyarakat dan pihak terkait, terutama atas wacana bencana. Peningkatan jumlah yang menyatakan dampak dari media berita di masyarakat, karena orang merasa media memiliki pengaruh. Riset ini diabdikan bagi pertanyaan tentang individu dan termasuk variabel yang meningkatkan, membatasi dan menghapuskan dampak penyusunan berita. Namun atas pertanyaan, “apakah dampak penyusunan bergantung pada isu yang tidak bertujuan?” menjadi taruhan 25 . Studi-studi menunjukkan, suatu isu mempunyai arti penting dapat saja tak menimbulkan dampak dan sebaliknya, isu yang tidak penting dapat pula mempunyai dampak besar. 24 Littlejohn, Stephen W dan Foss, Karen A. 2009. Op. Cit. hal. 188-189 25 Lecheler, Sophie and Claes Vreese. June 2009. Issue Importance as a Moderator of Framming Effects. Communication Research Vol.36 No.3. Sage Publications, http:online.sagepub.com at University of Newscastle, pp. 400-425 commit to user Dalam kondisi sekarang di era globalisasi, saat informasi melimpah ruah tanpa batas wilayah, menyebabkan adanya seleksi ketat pada proses internalisasi dalam diri komunikan. Sehingga dampak tak dapat diduga, meski menurut penyusun untuk isu yang berkaitan dengan human interest mempunyai dampak yang rata-rata dapat digolongkan besar. Pendekatan penggabungan informasi information integration bagi pelaku komunikasi komunikator, berpusat pada cara mengakumulasi dan mengatur informasi tentang semua orang, obyek, situasi, gagasan yang membentuk sikap atau kecenderungan bertindak, dengan cara positif atau negatif terhadap beberapa obyek. Informasi sebagai suatu kekuatan interaksi dan berpotensi untuk memengaruhi sistem kepercayaan dan sikap individu. 26 Penggabungan informasi seperti ini, menurut penyusun juga terdapat dalam newsticker bencana. Karena informasi tersebut ditujukan terutama untuk warga terdampak, tim penangulangan bencana maupun pihak-pihak terkait lainnya, pemerintah dan masyarakat umum, termasuk keluarga dan kerabat korban bencana yang berada di lokasi berjauhan. Bahkan menurut hasil wawancara dengan responden, banyak warga terdampak yang kemudian menjadikannya sebagai panduan tindakan dalam mengantisipasi perubahan realitas yang terjadi. Tedapat dua variabel yang berperan penting dalam memengaruhi perubahan sikap: a arahan valence, yang mengacu pada informasi yang mendukung atau tidak, dan b bobot yang diberikan terhadap informasi sebagai kegunaan kredibilitas, jika benar bobotnya tinggi atau sebaliknya. Informasi tersebut haruslah mempunyai dampak yang besar, sehingga dapat mengubah sikap pemirsa. Arahan untuk pemirsa yang mengacu pada informasi itu, haruslah dapat dimengerti agar terjadi perubahan sikap. Karenanya sangat penting pemahaman makna pada pesan yang terkandung dalam informasi 26 Littlejohn, Stephen W dan Foss, Karen A. 2009. Op. Cit. hal. 111 commit to user tersebut. Dan yang tak kalah pentingnya, bobot kepercayan pemirsa atas informasi newsticker juga harus tinggi sehingga dapat bermanfaat. Graeme Burton 27 berpendapat, makna akan dimasukkan melalui sejumlah cara dalam beberapa tingkatan ke dalam sistem nilai dan realitas pemirsanya. Program-program tertentu –termasuk berita— dapat mengandung makna yang sama sekaligus berbeda. Makna yang kita dapat dari sebuah naskah merupakan hasil dari pembicaraan antara makna kita saat ini dan semua yang ditanamkan dalam bahasa naskah tersebut Hans Georg Gadamer 28 menyatakan, individu tidak berdiri terpisah dari segala sesuatu dalam menganalisis dan menafsirkan, malah secara alami sebagai bagian dari kehidupan kita keseharian. Pengamatan, pemikiran dan pemahaman tidak selalu benar-benar obyektif, semuanya diwarnai pengalaman kita. Sedangkan bagi Stanley Fish 29 , makna terletak dalam pembaca dengan merujuk teorinya: reader-response theory. Karena itu, pertanyaan yang tepat bukanlah “apa yang dimaksud dari sebuah naskah?” tetapi “apa yang dilakukan oleh sebuah naskah?” Fish jelas menekankan, pemaknaan bukanlah masalah individu. Melalui pendekatan konstruksionis sosial ia mengajarkan, pembaca merupakan anggota komunitas interpretif –kelompok yang berinteraksi membentuk realitas dan pemaknaan umum serta menggunakannya dalam pembacaan. Jadi, pemaknaan terletak dalam komunitas interpretif pembaca. 27 Burton, Graeme. 2007. Membincangkan Televisi, sebuah Pengantar kepada Studi Televisi. Bandung: Jalasutra, hal. 365 . 28 Littlejohn, Stephen W dan Foss, Karen A. 2009. Op. Cit. hal. 192-196 29 Ibid. hal. 196-197 commit to user Realitas yang dibentuk dalam komunitas interpretis hanya sebatas pada makna pembacaan, bukanlah realitas yang terjadi dalam proses komunikasi. Ibnu Hamad 30 berpendapat, komunikasi sebagai proses konstruksi realitas adalah komunikasi yang di dalamnya berlangsung proses pengembangan wacana. Proses itu dimulai dengan adanya realitas pertama. Komunikator, sebagai pelaku konstruksi realitas, berupaya menyusun realitas pertama ke dalam struktur cerita yang bermakna atau populer disebut wacana. Mengingat adanya berbagai faktor yang memengaruhi proses konstruksi realitas, baik yang disadarinya maupun tidak, akan memungkinkan struktur dan makna yang berbeda dari realitas pertama. Justru karena sifat dasarnya ini, teori komunikasi sebagai wacana communication as discourse memiliki asumsi realitas dikonstruksikan bukan hanya menjadi realitas yang simbolik symbolic reality atau sekadar menjadi realitas kedua second reality, tetapi membentuk realitas lain the other reality yang bisa berbeda sama sekali dengan realitas pertama. Dalam sistem komunikasi libertarian, wacana yang terbentuk akan berbeda dalam sistem komunikasi yang otoritarian. Secara lebih khusus, dinamika internal dan eksternal mengenai diri pelaku konstruksi, tentu saja sangat memengaruhi proses konstruksi. 31 Ini juga menunjukkan, pembentukan wacana tidak berada dalam ruang vakum. Pengaruh itu bisa datang dari pribadi penulis dalam bentuk kepentingan idealis, ideologis dan sebagainya, maupun dari kepentingan eksternal dari khalayak sasaran sebagai pasar, sponsor dan sebagainya. Konsep-konsep dalam sebagian besar pendekatan praktis terhadap teori, cenderung disajikan sebagai sesuatu yang universal. 32 Malahan terori-teori tersebut mengakui, orang-orang merespon dengan berbeda dalam situasi yang berbeda pula dan kata-kata serta tindakan yang digunakan untuk mengungkapkannya akan berubah seiring jalannya waktu. Jadi konsep tidak bisa diukur secara operasional, tapi digunakan sebagai 30 Hamad, Ibnu. 2010. Komunikasi sebagai Wacana. Jakarta: La Tofi Enterprise, hal. 31 31 Darma, Yoce Aliah. 2009. Analisis Wacana Kritis. Bandung: Yrama Widya, hal. 8 32 Littlejohn, Stephen W dan Foss, Karen A. 2009. Op. Cit. hal. 37 commit to user kerangka pengatur untuk mengelompokkan penafsiran dan tindakan dinamis manusia dalam situasi yang sebenarnya. Untuk itu, di bawah ini adalah penjelasan konsep-konsep yang dimuat dalam judul penelitian ini: 1. Konstruksi Realitas Media Realitas media adalah realitas yang dikonstruksi media, dalam dua model: Pertama, model peta analog dan kedua, model refleksi realitas. 33 Model Peta Analog mengkonstruksi realitas sosial berdasarkan model analogi, sebagaimana realitas yang terjadi secara rasional. Sebagai contoh, kejadian jatuhnya pesawat terbang Sukhoi Super Jet 100 di Gunung Salak yang terbang dalam rangka Joy Flight pada 9 Mei 2012. Menurut berita di televisi, bangkai pesawat yang hancur telah ditemukan warga dan aparat gabungan. Berita ini tersebar luas dan terkonstruksi sebagai realitas. Sedangkan model Refleksi Realitas adalah yang merefleksikan suatu kehidupan yang terjadi, dengan merefleksikan kehidupan tersebut di dalam masyarakat. Contohnya adalah kisah features di media massa. Istilah konstruksi realitas menjadi terkenal sejak diperkenalkan Peter Berger dan Thomas Luckmann melalui bukunya “The Social Construction of Reality: A Treatise in the Sociological of Knowledge” dan kemudian diterbitkan dalam edisi bahasa Indonesia di bawah judul “Taksir Sosial atas Kenyataan: Risalah tentang Sosiologi Pengetahuan” 1990. 33 Bungin, H.M.Burhan. 2008. Konstruksi Sosial Media Massa: Kekuatan Pengaruh Media Massa, Iklan Televisi dan Keputusan Konsumen serta Kritik terhadap Peter L Berger Thomas Luckmann. Jakarta: Kencana Prenada Media, hal. 201-203. commit to user Dalam buku tersebut menggambarkan proses sosial melalui tindakan dan interaksinya, dengan individu intens menciptakan realitas yang dimiliki dan dialami bersama secara subyektif. Mereka telah berhasil menunjukkan bagaimana posisi teori Weber dan Durkheim dapat digabungkan menjadi satu teori yang komprehensif tentang tindakan sosial tanpa kehilangan logika intinya. 34 Menurut penyusun, isi media hakikatnya hasil konstruksi realitas dengan bahasa sebagai perangkat dasarnya. Sedangkan bahasa bukan saja sebagai alat merepresentasikan realitas, namun juga bisa menentukan relief seperti apa yang akan diciptakan oleh bahasa tentang realitas tersebut. Dalam pandangan Hall Halliday 35 , salah satu fungsi bahasa adalah untuk memelihara hubungan antar sesama manusia dengan menyediakan wahana lengkap terhadap status, sikap sosial dan individual, taksiran, penilaian dan sebagainya, yang berarti memasukkan partisipasi ke dalam interaksi bahasa. Secara makro berdasarkan isi pesan, fungsi-fungsi bahasa dapat dijabarkan sebagai berikut: a. Fungsi ideasional, untuk membentuk, mempertahankan, dan memperjelas hubungan di antara anggota masyarakat, b. Fungsi interpersonal, untuk menyampaikan informasi di antara anggota masyarakat, dan c. Fungsi tekstual, untuk menyediakan kerangka, pengorganisasian diskursus wacana yang relevan dengan situasi. Fungsi tekstual dikatakan berkaitan tugas bahasa untuk membentuk berbagai mata rantai kebahasaan dan mata rantai unsur situasi features of situation yang memungkinkan digunakannya bahasa oleh para pemakainya. Fungsi tekstual tampak pada struktur yang terkait tema, yaitu struktur tematik dan struktur informasi. Fungsi tekstual bahasa, kata Halliday, adalah satuan dasar bahasa dalam penggunaan, bukan kata atau kalimat, melainkan teks. Sedangkan unsur tekstual 34 Sobur, Alex. 2009. Op Cit. hal. 91 35 Ibid, hal.17-18 commit to user dalam bahasa adalah seperangkat pilihan, yang dengan cara itu memungkinkan pembicara atau penulis termasuk Redaksi –penyusun menciptakan teks-teks – untuk menggunakan bahasa dengan jalan yang relevan dengan konteksnya. Klausa dalam fungsi-fungsi disorganisasi atau ditata sebagai amanat atau pesan, sehingga di samping struktur dalam transivitas dan modalitasnya, klausa itu juga memiliki struktur sebagai amanat yang dikenal sebagai struktur tematik. Dalam kaitan tersebut, akibatnya media massa mempunyai peluang yang sangat besar, untuk memengaruhi makna dan gambaran yang dihasilkan dari realitas yang dikonstruksikannya. Karena menceritakan pelbagai kejadian atau peristiwa itulah, maka tidak berlebihan bila dikatakan seluruh isi media adalah realitas yang telah dikonstruksikan construsted reality. 36 Laporan-laporan jurnalistik di media, pada dasarnya tidak lebih dari hasil penyusunan realitas-realitas dalam bentuk sebuah cerita. Penyusun sepakat dengan yang dikatakan Tuchman 37 , berita pada dasarnya adalah realitas yang telah dikonstruksikan. Menurut Yoce Aliah Darma, untuk melakukan konstruksi realitas, pelaku konstruksi memakai suatu strategi tertentu. Tidak terlepas dari pengaruh eksternal dan internal, strategi konstruksi ini mencakup pilihan bahasa mulai dari kata hingga paragraf, pilihan fakta yang dimasukkandikeluarkan dari wacana yang populer disebut strategi framing dan pilihan teknik menampilkan wacana di depan publik disebut strategi priming. 38 Selanjutnya, hasil dari proses ini adalah wacana discourse atau realitas yang dikonstruksikan berupa tulisan text, ucapan talk, tindakan act, atau peninggalan artifact. Oleh karena itu, wacana yang terbentuk telah dipengaruhi berbagai faktor. Akhirnya penyusun dapat mengatakan, kepastian di balik wacana itu terdapat makna dan citra yang diinginkan serta kepentingan yang sedang diperjuangkan. Galtung dan Ruge dalam McQuail 39 menjelaskan, faktor penting yang 36 Sobur, Alex. 2009. Op. Cit. hal. 17-18 37 Ibid. hal 88-89 38 Darma, Yoce Aliah. 2009. Op. Cit. hal. 8 39 Hartley, John. 1982. Memahami Berita Jakarta.. Routledge. London. hal..90 commit to user memengaruhi pemilihan kemasan informasi di media atau pemberitaan: faktor organisasi, faktor yang berkaitan dengan aliran, dan faktor sosial budaya. Dalam pengamatan penyusun, faktor organisasi merupakan faktor yang paling universal dan mengandung konsekuensi kepentingan tertentu. Biasanya suatu media lebih menyukai peristiwa besar atau penting yang terjadi dalam skala waktu yang sesuai dengan jadwal produksi normal, serta menyukai pula peristiwa yang paling mudah diliput dan dilaporkan, mudah dikenal, dan dipandang relevan. Oleh karena itu, informasi ataupun pesan yang ingin disampaikan suatu media massa atas berbagai peristiwa –termasuk yang melalui newsticker— tak bisa disamakan dengan fotokopi dari realitas. Namun penyusun sepakat, harus dipandang sebagai hasil konstruksi dari realitas. Karenanya, sangat potensial terjadi peristiwa yang sama dikonstruksi secara berbeda oleh beberapa media massa. Wartawan atau jurnalis bisa jadi mempunyai pandangan dan konsepsi berbeda, ketika melihat suatu peristiwa atau kejadian yang terwujud dalam teks berita. Sementara itu Piliang mengatakan, televisi dianggap cermin bagi realitas sosial dengan berbagai kepentingan yang mempresentasikan dan mencitrakan kenyataan sosial yang dihadapi masyarakat. Ia berada dalam mekanisme kerja intelektual yang rumit, serius dan komprehensif dalam usahanya memberi pemaknaan atas kenyataan sosial yang ditemui sehari-hari. Saat sekarang, budaya media telah mengaburkan batasan antara kenyataan di lapangan dengan fiksi. Akibatnya hegemoni budaya media terus mempersubur realitas- realitas buatan, yang dibangun, seakan mirip dengan realitas sebenarnya. 40 Penyusun melihat kepercayaan masyarakat kepada televisi cukup tinggi, sehingga cenderung menjadi media dominan yang menggeser dominasi budaya tulis. Pola berulang dari pesan-pesan dan gambaran televisi yang menghadirkan nyaris seluruh aspek human interest, membuat jarak antara kenyataan dan fiksi 40 Hartley, John. 1982. Op. Cit, hal. 91 commit to user semakin kabur. Terlebih dengan adanya tayangan yang merekayasa fakta demi tingginya rating, menjadikan masyarakat mempercayai pemaknaan kenyataan atas realitas-realitas buatan tersebut. Ini tentunya kemudian berdampak pada penyimpangan fungsi media massa, disadari atau tidak. Menurut Bungin 41 media massa yang berperan sebagai agent of change institusi pelopor perubahan menjadi paradigma utama media massa. Dalam menjalankan paradigmanya, media massa berperan: a. Sebagai institusi pencerahan masyarakat, dalam perannya sebagai media edukasi. Media massa menjadi media yang setiap saat mendidik masyarakat supaya cerdas, terbuka pikirannya, dan menjadi masyarakat yang maju. b. Selain itu media massa menjadi media informasi, yang setiap saat menyampaikan informasi kepada masyarakat. Dengan informasi terbuka, jujur dan benar yang disampaikan media massa kepada masyarakat, masyarakat akan menjadi kaya dengan informasi dan terbuka dengan informasi. Sebaliknya pula, masyarakat dapat menyampaikan informasi dengan jujur kepada media massa. Selain itu, informasi yang banyak dimiliki masyarakat menjadikannya sebagai masyarakat dunia yang dapat berpartisipasi dengan berbagai kemampuan. c. Terakhir, media massa sebagai media hiburan. Sebagai agent of change, juga media massa menjadi institusi budaya yang setiap saat menjadi corong kebudayaan, katalisator perkembangan budaya. Sebagai agent of change yang dimaksud, juga mendorong agar perkembangan budaya bermanfaat bagi manusia bermoral dan masyarakat yang sakinah. Dengan demikian, media massa berperan pula untuk mencegah berkembangnya budaya yang justru merusak peradaban manusia dan masyarakatnya. Paradigma inilah yang menurut penyusun harus dikembalikan para pengelola media massa, khususnya televisi, agar masyarakat mendapatkan informasi yang benar, faktual, tanpa bercampur dengan fiksi. Perubahan realitas yang dikonstruksikan secara apa adanya, akan membuat masyarakat memaknai informasi dengan benar. Dengan demikian fungsi mendidik maupun menghibur masyarakat, dapat dilakukan secara etis dan bermanfaat dalam membangun 41 Hartley, John. 1982. Log. Cit commit to user peradaban dan kebudayaan. 2. Pemberitaan Pada dasarnya, penerbitan pers berisi tiga komponen. Pertama, penyajian berita sebagai produk utama yang disajikan kepada pembacanya. Kedua, pandangan atau pendapat yang dalam istilah jurnalistik disebut opini, baik dari masyarakat public opinion maupun redaksi desk opinion. Terakhir, periklanan yang menjadi tempat perusahaan untuk mendapatkan keuntungan. Curtis D MacDougall 42 menyebut jurnalisme sebagai kegiatan dalam menghimpun berita, mencari fakta dan melaporkan peristiwa. Jurnalisme sangat penting di mana pun dan kapan pun, yang sangat diperlukan dalam suatu negara demokratis. Tak peduli apa pun perubahan-perubahan yang terjadi di masa depan –baik sosial, ekonomi, politik maupun lainnya. Penyusun tak dapat membayangkan, akan pernah ada saatnya ketika tiada seorang pun yang berfungsi mencari berita tentang peristiwa yang terjadi dan menyampaikan beritanya kepada khalayak ramai, diiringi dengan perjalanan tentang peristiwa tersebut. Berita sebagai sebuah produk jurnalistik, tentu tidak bisa dilepaskan dari peristiwa-peristiwa yang sedang terjadi di tengah masyarakat. Melalui berita, masyarakat bisa memahami tentang apa yang sebenarnya terjadi. Namun demikian, berita adalah rangkaian realitas yang sudah dikonstruksi oleh wartawan, sehingga menjadi sebuah cerita yang mempunyai makna. Seperti yang telah dijelaskan di atas, pembuatan berita di media pada dasarnya adalah penyusunan realitas - realitas hingga membentuk cerita atau 42 Kusumaningrat, Hikmat dan Purnama Kusumaningrat. 2005. Jurnalistik, Teori dan Praktik. Bandung: Remaja Rosdakarya, hal. 15-16 commit to user wacana yang bermakna. Mengelola suatu media –terutama media penyiaran— memberi tantangan yang tak mudah kepada pengelolanya, seperti ditegaskan Peter Pringle 43 “Few management position offers challenges equal to those of managing a commercial radio or television station” Tidak banyak posisi manajemen yang memberikan tantangan setara dengan mengelola suatu stasiun radio dan televisi komersial. Dalam organisasi penyiaran komersial dan non komersial yang besar, biasanya membentuk bagian pemberitaan sebagai unit atau departemen yang terpisah dari bagian program. Hal ini umumnya disebabkan manajemen pemberitaan mempekerjakan banyak orang, mulai dari reporter, penulis, juru kamera, editor, pustakawan, produser dan sebagainya. Alasan lain, karena sifat berita yang harus segera disiarkan dan juga karena adanya misi tertentu atau tanggungjawab tertentu yang diemban manajemen pemberitaan. Kini –termasuk di Indonesia— dengan era globalisasi dunia sudah bagai desa global, sehingga pers pun mendunia. Dengan bantuan satelit maupun internet, berita tidak lagi mengenal batas negara. Berita ada di segala penjuru dunia, sehingga menurut Mitchel V. Charnley 44 definisi berita adalah “News is the timely report of facts or opinion that hold interest or importance, of both, for a considerable number of people” Berita adalah laporan aktual tentang fakta-fakta dan opini yang menarik atau penting, atau keduanya, bagi sejumlah besar orang. Arus informasi yang demikian padat saat ini, menjadikan manusia kian 43 Morissan. 2009. Manajemen Media Penyiaran, Strategi Mengelola Radio Televisi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, hal. 125-127 44 Effendi, Onong Uchjana. 1993. Ilmu, Teori Filsafat Komunikasi. Bandung: Citra Aditya Bakti, hal. 90 commit to user selektif memilih berdasarkan aktualitas dalam berbagai kepentingannya. Tanpa disadari dan dipahami masyarakat umum, pertimbangan tersebut sesungguhnya adalah komponen nilai berita. Karenanyalah menurut penyusun, newsticker ditayangkan dan lantaran kesederhanaan tampilannya memang patut dijadikan ujung tombak pemberitaan pada stasiun televisi. Untuk menguji suatu informasi layak menjadi berita, Mencher membaginya ke dalam tujuh nilai berita: 1 actuality kesegeraan waktu atau aktual, 2 impact kejadian yang berdampak pada banyak orang, 3 prominence kejadian yang mengandung nilai keagungan, 4 proximity kedekatan, baik secara fisik maupun psikis, 5 conflict mengandung pertentangan, 6 the unusual kejadian yang tidak biasa terjadi dan merupakan pengecualian dari pengalaman sehari-hari, dan 7 the currency sedang menjadi pembicaraan orang banyak. 45 Sementara Charnley lebih menyoroti aspek kualitas berita, menurutnya ada beberapa standar yang dipakai untuk mengukur kualitas: 1 accurate informasi yang sudah dicek ulang ketepatannya, 2 properly attributed nara sumber punya kapabilitas tentang yang diberitakan, 3 balanced and fair informasi harus mengandung keseimbangan dan kejujuran, 4 objective informasi harus obyektif dari realitas dan fakta, 5 brief and focused materi disusun secara ringkas, padat dan terarah, sehingga mudah dipahami, dan 6 well written kisah beritanya ditulis dengan jelas dan menarik. 46 3. Bencana Alam Mencermati kondisi negara kita dalam beberapa tahun belakangan ini, menyadarkan kita semua kalau negara kita akrab dengan bencana alam. Hampir setiap hari media massa menyajikan berita tentang bencana yang terjadi di seluruh pelosok tanah air, baik berupa banjir, tanah longsor, kekeringan, lahar dingin, gunung meletus, maupun angin puting beliung. Tak terbilang harta dan nyawa 45 Baksin, Askurifai. 2006. Op .Cit. hal. 50-52. 46 Effendi, Onong Uchjana. 1993. Log. Cit. commit to user yang menjadi korban, karena berbagai peristiwa tadi. Bencana sering diidentikkan dengan sesuatu yang buruk. Paralel dengan istilah disaster dalam bahasa Inggris. Secara etimologis berasal dari kata ‘dis’ yang berarti sesuatu yang tidak enak unfavorable dan ‘astro’ yang berarti bintang star. ‘Dis-astro‘ berarti an event precipitated by stars peristiwa jatuhnya bintang-bintang ke bumi. 47 Bencana alam adalah konsekwensi dari kombinasi aktivitas alami suatu peristiwa fisik, seperti letusan gunung, gempa bumi, tanah longsor dan aktivitas manusia. Karena ketidakberdayaan manusia, akibat kurang baiknya manajemen keadaan darurat, sehingga menyebabkan kerugian dalam bidang keuangan dan struktural, bahkan sampai kematian. Kerugian yang dihasilkan tergantung pada kemampuan untuk mencegah atau menghindari bencana dan daya tahan mereka. Pemahaman ini berhubungan dengan pernyataan: bencana muncul bila ancaman bahaya bertemu dengan ketidakberdayaan. Dengan demikian, aktivitas alam yang berbahaya tidak akan menjadi bencana alam di daerah tanpa ketidakberdayaan manusia, misalnya gempa bumi di wilayah tak berpenghuni. Konsekuensinya pemakaian istilah ‘alam’ juga ditentang karena bencana tersebut bukan hanya bahaya atau malapetaka tanpa keterlibatan manusia. Besarnya potensi kerugian juga tergantung pada bentuk bahayanya sendiri, mulai dari kebakaran yang mengancam individual sampai peristiwa tubrukan meteor besar yang berpotensi mengakhiri peradaban umat manusia. Namun demikian pada daerah yang memiliki tingkat bahaya tinggi hazard serta memiliki kerentanankerawanan vulnerability yang juga tinggi, tidak akan memberi dampak yang hebatluas jika manusia yang berada di sana memiliki ketahanan terhadap bencana disaster resilience. 47 Sholeh, Muh. Definisi Bencana Alam. Diakses 1 Juli 2011. http: muhsholeh .blogspot.com 201101definisi-bencana-alam.html commit to user Konsep ketahanan bencana merupakan evaluasi kemampuan sistem dan infrastruktur-infrastruktur untuk mendeteksi, mencegah menangani tantangan- tantangan serius yang hadir. Dengan demikian meskipun daerah tersebut rawan bencana dengan jumlah penduduk yang besar, tidak akan berdampak serius jika diimbangi dengan ketahanan terhadap bencana yang cukup. Karena menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bencana dapat mempunyai arti sesuatu yang menyebabkan menimbulkan kesusahan, kerugian atau penderitaan. Sedangkan bencana alam artinya sebagai bencana yang disebabkan oleh alam. 48 Pengertian bencana atau disaster menurut Wikipedia: “Disaster is the impact of a natural or man-made hazards that negatively effects society or environment bencana adalah pengaruh alam atau ancaman yang dibuat manusia yang berdampak negatif terhadap masyarakat dan lingkungan.” 49 Masalahnya pada kejadian-kejadian bencana alam geologis –termasuk bencana erupsi gunung berapi— gejala awal tersebut seringkali berjalan terlalu cepat dan berjangka waktu sangat singkat ke gejala utama, sehingga tidak ada waktu untuk mengantisipasi datangnya gejala utama. Usaha mendeteksi datangnya gejala awal, sangat penting dalam mengantisipasi bencana alam. Dalam Undang - Undang No 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, dikenal pengertian dan beberapa istilah terkait dengan bencana. 50 a. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan -- baik oleh faktor alam danatau faktor nonalam maupun faktor manusia— sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. b. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. 48 Sholeh, Muh. Definisi Bencana Alam. Log. Cit 49 Ibid 50 Ibid commit to user c. Bencana nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit. d. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror. e. Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi. f. Kegiatan pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan sebagai upaya untuk menghilangkan danatau mengurangi ancaman bencana. g. Kesiap-siagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk antisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna. h. Peringatan dini adalah serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang. i. Mitigasi ialah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. j. Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana. k. Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana. l. Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah pasca bencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat, dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya commit to user kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peranserta masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pascabencana. m. Ancaman bencana ialah kejadian atau peristiwa yang bisa timbulkan bencana n. Rawan bencana ialah kondisi atau karakteristik geologis, biologis, hidrologis klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan teknologi pada suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu, yang mengurangi kemampuan mencegah, meredam, mencapai kesiapan, dan mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak buruk bahaya tertentu. o. Pemulihan adalah serangkaian kegiatan untuk mengembalikan kondisi masyarakat dan lingkungan hidup yang terkena bencana dengan memfungsikan kembali kelembagaan, prasarana, dan sarana dengan melakukan upaya rehabilitasi. p. Pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan risiko bencana, baik melalui pengurangan ancaman bencana maupun kerentanan pihak yang terancam bencana. q. Risiko bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu, yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat. r. Bantuan darurat bencana adalah upaya memberikan bantuan untuk memenuhi kebutuhan dasar pada saat keadaan darurat. s. Status keadaan darurat bencana adalah suatu keadaan yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk jangka waktu tertentu, atas dasar rekomendasi Badan yang diberi tugas untuk menanggulangi bencana. t. Pengungsi adalah orang atau kelompok orang yang terpaksa atau dipaksa keluar dari tempat tinggalnya untuk jangka waktu yang belum pasti, sebagai akibat dampak buruk bencana. u. Korban bencana adalah orang atau sekelompok orang yang menderita atau meninggal dunia akibat bencana. commit to user Pemerintah Indonesia telah berupaya melaksanakan perencanaan, pelaksanaan sampai evaluasi dalam penanggulangan bencana, Penanggulangan bencana yang terjadi di Indonesia dipayungi oleh Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007. 4. Newsticker Newsticker kadang dikenal sebagai perayap sebagai suatu ruang kecil di layar pada jaringan televisi berita, dipersembahkan untuk mempresentasikan berita utama atau bagian kecil dari berita. Mungkin juga mengacu pada panjang dan tipis gaya tampilan scoreboard, yang biasanya mengelilingi bagian depan kantor atau gedung pemerintah. Awalnya jenis tayangan berita sangat sekilas ini, di Indonesia dimotori oleh Metro-TV. Mungkin oleh beberapa stasiun televisi lainnya teknik ini dianggap cukup efektif, terutama untuk memberitakan sekilas tetapi sangat menyedot perhatian khalayak. Contoh ketika invasi Amerika atas Irak, beberapa stasiun televisi pun menayangkan berita running text. Meskipun sangat sekilas, tapi penonton tertarik karena setiap saat bisa membacanya. Menurut Baksin 51 , penayangan berita dengan running text ini mungkin diilhami oleh iklan yang muncul secara moving bergerak. Dengan tampilan moving, otomatis mata penonton mau tidak mau akan membacanya. Secara psikologi mata, ketika tampilan berlangsung lama kemudian muncul tayangan newsticker yang berbeda, maka tayangan itu akan menyedot perhatian. Selain itu, ada pola-pola yang berlaku khusus bagi ragam tekstual 51 Baksin, Askurifai. 2006. Op.Cit. hal. 87 commit to user tertentu menurut Lalouscheck 52 , misalnya seperti pada pengelolaan newsticker di televisi. Produksi newsticker di tvOne dilakukan oleh sebuah tim –dalam sebuah divisi tersendiri Divisi Newsticker Website— yang terdiri 6 orang secara bergantian setiap 8 jam berdasarkan shift selama 24 jam. Menurut Aries Margono, Manajer Divisi, cara kerja pengelolaan newsticker dilakukan Tim dengan bahan berita yang berasal dari para reporter tvOne di lapangan, mengutip media online dari satu grup, Vivanews. com, dan masukan masyarakat. Dengan menggunakan sofwtware komputer, format newsticker telah disiapkan, sehingga Tim yang bertugas hanya mengetikkan naskah ke dalam format tersebut. Namun sebelum ditulis, para anggota Tim terlebih dahulu mengadakan recheck pengontrolan ulang atas informasi ataupun berita tersebut kepada reporternya di lapangan. Selain mengkonfirmasi kebenaran, juga untuk mengetahui kondisi terakhir informasiberita demi menjaga aktualitas. Hal ini dilakukan demi menjaga kredibilitas tvOne sebagai saluran televisi yang “Terdepan Mengabarkan” 53 Newsticker berita yang tampil sebagai running text di televisi, mempunyai format berita hampir mendekati format Reader sebagai bentuk berita yang paling sederhana di televisi. Dalam format Reader, yang ditulis Arifin Harahap dalam bukunya, sebagai berikut: Reporter hanya menuliskan lead in teras berita untuk dibacakan presenterpenyiar dan sama sekali tidak memiliki gambar. Ketentuannya: 1 memiliki nilai berita penting, 2 sudah dicek kebenarannya, 3 gambar belum tersedia, 4 peristiwa terjadi menjelang atau saat program berita tengah mengudara, 5 beritanya dapat berhubungan atau tidak berhubungan dengan berita utama yang ditayangkan dan 6 durasi maksimal 30 detik. 54 Bedanya dengan newsticker berita, agaknya, untuk poin 3, 4 dan 6 tidak selalu seperti itu. Pada newsticker dapat saja gambar sudah tersedia, 52 Titscher, Stefan. et.al. 2009. Op. Cit. hal. 45-47 53 Wawancara penyusun dengan Aries Margono, Manager Divisi Newsticker Website tvOne 54 Harahap, Arifin S, 2006. Jurnalistik Televisi, Teknik Memburu dan Menulis Berita TV. Jakarta: PT. Indeks, Kelompok Gramedia, hal 48. commit to user peristiwa sudah terjadi sebelum mengudara dan tidak memerlukan durasi karena teks berjalan berulang-ulang. Hal ini disebabkan newsticker berita lebih sebagai intisari berita, yang dapat di update bila ada perkembangan terbaru. Isinya pun tidak selalu berupa teras berita, bisa saja cuplikan tubuh berita ataupun penutup, sepanjang menarik rasa ingin tahu pemirsa. Repetisi pesan 55 pada newsticker, sekaligus merupakan argumen yang baik untuk mempelajari media dan efek-efek yang mungkin dari repetisi ini. Berita terkini pada tampilan newsticker bersifat time concern, penyajian sangat terikat pada waktu. Makin cepat disajikan makin baik, dengan syarat nilai beritanya harus kuat. Dengan membaca newsticker, pemirsa dapat menangkap makna mean dan nilai value suatu berita secara jelas, sekaligus menentukan minat untuk mengikuti berita seutuhnya yang akan dibacakan presenterpenyiar. Karena itu, newsticker harus memuat bagian paling penting dan menarik, yang menjawab unsur what apa atau who siapa, when kapan dan where dimana, meski kadang dijumpai pula ringkasan atas jawaban how bagaimana dan why mengapa. Jika bahan berita berupa pendapat, newsticker setidaknya memuat kelengkapan unsur who siapa dan says what mengatakan apa. Pada saat ini, di media massa periodik radiotelevisi Indonesia, arus informasi masih berjalan satu arah, dari pengelola media massa periodik komunikator kepada khalayak komunikan. 56 Sedangkan arus balik bersifat tertunda delayed feedback. Meski begitu, perkembangan teknologi komunikasi dan informasi telah mendukung percepatan penyampaian karya jurnalistik kepada 55 Burton, Graeme. 2008. Op. Cit. hal. 5-6. 56 Baksin, Askurifai. 2006. Op..Cit. hal. 61. commit to user khalayak melalui kehadiran newsticker. 5. Televisi Berita Ketika pertama kali TVRI mengudara, televisi pemerintah ini awalnya menampilkan liputan Asian Games IV. Artinya, sejak awal TVRI memerhatikan konsumsi berita untuk pemirsanya. Kemudian, setelah kurang lebih 32 tahun, mulailah kebebasan mendapatkan informasi yang transparan berlaku di negara kita, sampai akhirnya bisa memilih acara berita dari sebelas stasiun televisi. Jurnalistik televisi relatif baru berkembang di Indonesia dan berita televisi saat ini telah menjadi acara yang sangat penting, terutama untuk mengangkat citra stasiun televisi yang bersangkutan. Sayangnya referensi tentang jurnalistik televisi masih sangat terbatas, padahal jurnalistik televisi dan jurnalistik media cetak sangat berbeda. Menurut Eva Arifin, jurnalistik televisi dalam lingkupnya sebagai penyiaran broadcast dapat dipahami sebagai berikut: “Broadcasting merupakan suatu kehidupan dunia yang penuh kegemerlapan, di mana dalam penyajian informasi, ide, gagasan yang sifat penyampaian divisualisasikan di layar kaca dalam bentuk program yang dikemas secara apik, tematis, edukasi, penuh pesona, dengan satu tujuan agar informasi dan berita tersebut dapat sampai ke hadapan khalayaknya serta bisa diterima dan dipahami secara baik.” 57 Pemberitaan news dicari dari sebuah peristiwa lalu diliput dan disuplai untuk dikemas, menjadi suatu program acara pemberitaan di dalam program televisi broadcasting siaran yang sifat tayangannya sangat spesifik. Tiga bagian besar berita, pada acara program televisi broadcasting dan pada radio penyiaran adalah sebagai berikut: 57 Arifin, Eva. 2010. Broadcasting to be broadcaster. Yogyakarta: Graha Ilmu,. hal. 67-69 commit to user a. Berita yang ditayangkan secara langsung live disiarkan dari tempat kejadian atau peristiwanya, akan mempunyai nilai informasi lebih update, segar, obyektif, selintas, akurat, edukatif dan faktual, yang banyak diminati khalayak karena mereka tidak tertinggal berita. b. Berita yang tidak langsung atau rekaman, karena pertimbangan khusus soal lokasi, crew, nara sumber, dan lain-lain c. Berita perpaduan antara rekaman dan langsung, dengan peliputan saat terjadi dan disiarkan setelah peristiwa melalui rekaman. 58 Secara ringkas, Eva Arifin mengambil contoh sebuah rangkaian proses pengelolaan berita di televisi sebagai berikut:  Lokasi : Studioruangan redaksi Kegiatan : Perencanaan berita Meliputi : Penentuan topik dan pembagian tugas Bahan : Nilai media, fakta dan data pustaka  Lokasi : Lapangan alaminstansirumah Kegiatan : Peliputan berita Meliputi : Pengamatan peristiwa, wawancara, merekam atmosfir, mencatat data  Lokasi : Studioruangan redaksi Kegiatan : Produksi paket berita Meliputi : Melakukan seleksi data, menulis naskah editing, mixing penggabungan suara, pembacaan teks, nara sumber ilustrasi musik  Lokasi : Studio siaranon air Kegiatan : Penyiaran berita Meliputi : Pembacaan pengantar oleh presenter, pembacaan laporan oleh reporter  Lokasi : Studioruangan redaksi Kegiatan : Evaluasi harian bersama Meliputi : Perbandingan rancangan topik antara hasil lapangan dan hasil evaluasi, kendala serta rencana selanjutnya. 59 Bentuk pemberitaan televisi yang lazim seperti diungkap Eva Arifin dalam bukunya adalah: 1 writting news, berupa adlips atau spot news, 2 news with insert berita yang dilengkapi dengan sisipan suara nara sumber, 3 News feature berita panjang yang bersifat human interest, 4 phone in news berita langsung yang disajikan via telepon reporter ataupun nara sumber, 5 news bulletin gabungan beberapa berita pendek yang ditayangkan dalam satu blok waktu, 58 Arifin, Eva. 2010. Log. Cit. 59 Ibid, hal. 235-236 commit to user 6 news interview berita bersifat interaktif dengan sedapat mungkin ada keterlibatan khalayak, 7 hard news berita yang baru saja terjadi atau masih hangat dibicarakan, 8 soft news berita lanjutan tentang peristiwa [infotainment] yang tidak terikat waktu tetapi lebih menekankan aspek kemanusiaan, 9 indepth news berita mendalam yang dikemas dalam format features, 10 breaking news berita penting yang tengah terjadi dan biasanya berkesinambungan dengan berita akan datang, 11 varia berita berisi aneka ragam topik berita, 12 straight news berita langsung saat peristiwa terjadi, 13 opinion news berita yang berisi tanggapan masyarakat, 14 investigative news berita hasil penyelidikan yang mengandung kasus kontroversial dan kadang merugikan masyarakat luas dan memerlukan tanggung jawab moral dan waktu yang panjang dengan penuh kehati-hatian, keuletan dan mengandung tantangan, 15 news culture berita tentang khazanah atau peristiwa budaya, dan 16 kaladeiscope news kumpulan berita ekonomi, politik, sosial, budaya, dalam setahun yang ditayangkan akhir tahun. 60 Berita televisi bukan hanya melaporkan fakta tulisannarasi, tetapi juga gambar visual, baik gambar diam maupun film berita. Dasar literatur visual adalah sudut pandang alami, cara pandang dan tanggapan pemikiran, isyarat warna, wujud, kedalaman dan gerakan serta pendekatan literatur visual terhadap gestalt, semiotik dan pengamatan. Sementara Onong Uchyana Effendi membagi jenis berita televisi atas: warta berita straight newscast, siaran pandangan mata on the spot telecast, wawancara udara interview on the air dan komentar. Sedangkan JB Wahyudi membagi berita televisi menjadi Berita Terkini dalam 2 bentuk berita langsung: berita kuat dan mendalam dan Berita Berkala 5 bentuk: laporan eksploratif, laporan khasfeature, berita analisis, human interest dan majalah udara. 61 Seorang jurnalis harus memahami asas-asas fisik sudut pandang dan teori-teori yang telah dikedepankan, untuk menjelaskan dampak sosial sudut pandang dalam membentuk peristiwa dan mengkomunikasikan suasana hati. Seorang jurnalis televisi harus juga memahami betul kriteria dan nilai berita, sebelum mencari dan menulisnya, Tanpa memahami, berita yang disajikan belum tentu berguna dan menarik bagi pemirsa. Terlebih program berita di televisi 60 Arifin, Eva. 2010. Op.Cit. hal. 74-77 61 Baksin, Askurifai. 2006. Op.Cit.hal. 83-99 commit to user juga memiliki keterbatasan, semisal waktu siar dan sifatnya yang sepintas. Untuk itu, kita harus memilihnya sesuai nilai berita dan karakteristik di televisi. Sesuai kategori asal berita, pencarian berita televisi berdasar peristiwa momentum moment news, peristiwa teragenda event news dan peristiwa fenomena phenomenum news. Juga ada berita lanjutan follow up news, yang dirancang dari berita yang telah disiarkan. Mencari berita televisi harus menggunakan strategi, tidak hanya menunggu peristiwa terjadi. Bahkan dapat dikatakan, 75 keberhasilan perolehan berita ditentukan perencanaan yang baik. 62 Berita televisi terutama lebih mengedepankan gambar yang mampu bercerita lebih banyak, narasi atau naskah tulisan hanya sebagai pendukung. Seorang jurnalis televisi harus menulis berita berdasarkan gambar yang dimiliki, jangan dibalik, karena tidak akan menghasilkan berita televisi yang baik. Oleh karena itu, seorang reporter televisi dalam peliputan bertindak sebagai produser lapangan. Ia harus mampu mengarahkan juru kamera untuk mengambil gambar yang dibutuhkan, sesuai bahan berita yang telah dicatatnya. Sebelum menulis berita, reporter televisi seharusnya memahami terlebih dahulu format penulisan berita yang dapat ditetapkan sesuai bahan yang diperoleh. Dari yang paling sederhana, formatnya antara lain: Reader, Voice Over VO, VO-Grafik, Sound of Tape SOT, VO-SOT, Package, Live On Cam, Live By Phone, Phone Record, Visual News, dan Vox Pop. 63 Sebagaimana penulisan berita di media cetak dan radio, berita televisi juga memiliki judul, lead in teras dan tubuh berita. Bedanya judul hanya sebagai pendukung, karena tertera setelah lead in selesai dibacakan penyiar dan muncul beberapa detik setelah gambar berita ditayangkan. Lead in menjadi kunci key word, karena pemirsa dapat menangkap makna mean dan nilai value berita secara jelas. Tubuh berita merupakan kelanjutan dari lead in, tidak boleh ada pengulangan isi lead in. Begitu juga kutipan atau ucapan langsung nara sumber, 62 Arifin, Eva. 2010. Op. Cit. hal. 2 63 Harahap, Arifin S.. 2006. Op.Cit hal. 45 commit to user dipilih yang tidak sama persis dengan narasi. Karena pemirsa televisi harus menyaksikan gambar dan mendengarkan narasi berita, bahasa yang digunakan adalah bahasa lisan melalui penuturan supaya mudah dipahami pemirsa. Soren H Munhof 64 mengemukakan, penulisan berita televisi harus tepat accuracy, singkat brevity, sederhana simplicity dan dapat dipercaya sincerity. Morrissan memaparkan 15 prinsip penulisan naskah berita televisi, agar sesuai kaidah bahasa Jurnalistik.Yaitu: 1 gunakan gaya ringan dan bahasa sederhana, 2 gunakan prinsip ekonomi kata, 3 gunakan ungkapan lebih pendek, 4 gunakan kata sederhana, 5 gunakan kata sesuai konteks, 6 hindari ungkapan bombastis, 7 hindari istilah teknis tidak dikenal, 8 hindari ungkapan klise dan eufimisme, 9 gunakan kalimat tutur, 10 reporter harus obyektif, 11 jangan mengulangi informasi, 12 istilah harus diuji kembali, 13 harus kalimat aktif dan terstruktur, 14 jangan terlalu banyak angka, dan 15 agar berhati-hati mencantumkan jumlah korban. 65 Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran yang terdiri atas 81 pasal, menurut kajian Haris Sumadiria 66 , setidaknya terdapat 10 pasal yang secara tersurat mengatur tentang aspek-aspek penggunaan bahasa Jurnalistik dalam siaran televisi. Yaitu tentang prinsip jurnalistik, akurasi, penyiaran secara adil, tidak berpihak, privasi, pencegatan doorstoping, eksploitasi seks, kata-kata kasar dan makian, suku dan ras, serta tentang perjudian. McLuhan adalah salah satu dari beberapa orang yang melihat televisi memiliki dampak jauh lebih besar dari hal-hal yang dikomunikasikannya. Ketiga dampak psikososial utama tersebut, yakni: 1 efek pemitologian, saat televisi menciptakan tokoh mitos yang lebih besar 64 Arifin, Eva. 2010. Op .Cit. hal. 71 65 Morissan. 2005. Jurnalistik Televisi Mutakhir. Jakarta: Ramdina Prakarsa, hal. 90-111 66 Sumadiria, AS Haris. 2006. Bahasa Jurnalistik, Pedoman Praktik Penulis dan Jurnalis. Bandung: Remaja Rosdakarya, hal. 136 commit to user dari yang ada dalam kehidupan, 2 efek rekayasa sejarah, terkait fakta secara harfiah dengan beberapa peristiwa yang biasa direkayasa menjadi peristiwa sangat penting, dan 3 efek pemampatan kognitif, televisi memberikan kisah, individu dan fitur-fiturnya dalam bentuk termampatkan sehingga disiarkan sebagai kesatuan pada waktu tertentu. 67 Atas kemungkinan yang dapat diperankannya, media massa merupakan sebuah kekuatan raksasa yang sangat diperhitungkan. Dalam berbagai analisis tentang kehidupan sosial, ekonomi dan politik, media massa sering ditempatkan sebagai salah satu variabel determinan. Bahkan media, terlebih dalam posisinya sebagai suatu institusi informasi, dapat pula dipandang sebagai faktor yang paling menentukan dalam proses perubahan sosial-budaya dan politik. Hasil penelitian Shrum juga mengatakan, televisi mempunyai dampak-dampak yang menarik para peneliti survei terhadap isu-isu seperti penyimpangan tanggapan. Banyak studi-studi menetapkan korelasi yang sudah diramalkan antara jumlah yang mengamati dengan kepercayaan yang sama dan sebangun dengan cara membawakan televisi. 68 Kehadiran banyaknya televisi swasta televisi komersial tidak boleh melahirkan musibah bagi bangsa, tetapi justru seharusnya lebih banyak menimbulkan berkah. Dalam kerangka itulah, kita perlu menyimak produk Komisi Penyiaran Indonesia KPI sebagai amanat UU No. 32 tentang Penyiaran. 69 Kehadiran KPI menurut undang-undang ini, merupakan wujud peranserta masyarakat dalam bidang penyiaran. 6. Analisis Wacana Kritis Analisis yang disingkat AWK ini merupakan sebuah upaya atau proses penguraian untuk memberi penjelasan dari sebuah teks realitas sosial –yang 67 Danesi, Marcel. 2010. Pengantar Memahami Semiotika Media. Yogyakarta:Jalasutra, hal 176- 179 68 Shrum, L.J; “Magnitude of Effects of Television Viewing on Social Perceptions Vary as a Function of Data Collection Method: Impications for Psychological Process, Journal from Advance in Consumer Research; Vol. 31; 2004. 69 Morissan. 2005. Log. Cit. commit to user mau atau sedang dikaji oleh seseorang atau sekelompok dominan— yang kecenderungannya mempunyai tujuan tertentu untuk memperoleh apa yang diinginkannya. 70 Artinya, dalam sebuah konteks harus didasari akan adanya kepentingan. Oleh karena itu, analisis yang terbentuk nantinya disadari telah dipengaruhi oleh si penulis dari berbagai faktor. Selain itu harus disadari pula, di balik wacana terdapat makna dan citra yang diinginkan serta kepentingan yang sedang diperjuangkan. AWK menyediakan teori dan metode yang digunakan untuk melakukan kajian empiris tentang hubungan antara wacana dan perkembangan sosial kultural dalam domain yang berbeda. Norman Fairclough 71 menggunakannya untuk menguraikan pendekatan yang terdiri atas sederet premis filsafat, metode teoritis dan teknik-teknik khusus analisis linguistik. Gerakan AWK ini juga memiliki beberapa kesamaan dan perbedaan pendekatan. Di antara beberapa pendekatan yang berbeda-beda dalam AWK, dapat diidentifikasi ke dalam lima ciri umum, yakni: a. Sifat struktur serta proses kultural dan sosial, merupakan sebagian linguistik kewacanaan Praktik - praktik kewacanaan --tempat dihasilkan diciptakan serta dikonsumsi diterima dan diinterpretasikannya teks— dipandang sebagai bentuk penting praktik sosial, yang memberi kontribusi bagi penyusunan dunia sosial mencakup hubungan dan identitas sosial. Tujuan AWK adalah menjelaskan dimensi linguistik- kewacanaan, dari fenomena sosial kultural dan proses perubahan dalam modernitas terkini. b. Wacana tersusun dan bersifat konstitutif Sebagai praktik sosial, wacana berada dalam hubungan dialektik dengan dimensi sosial-dimensi sosial lain. Wacana tidak hanya memberikan kontribusi pada pembentukan struktur sosial, namun 70 Darma, Yoce Aliah. 2009. Op. Cit. hal. 49 71 Jorgensen, Marianne W dan Louise J. Philips. 2007. Analisis Wacana, Teori Metode. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hal. 114 commit to user merefleksikan pembentukannya dan pembentukan kembali struktur sosial tersebut. Ketika Fairclough menganalisis praktik kewacanaan saat media ambil bagian dalam pembentukan baru format politik, dia juga mempertimbangkan pengaruh kekuatan kemasyarakatan yang tidak memiliki sifat kewacanaan tunggal misal: struktur sistem politik dan struktur kelembagaan media. Jika wacana hanya dipandang bersifat konstitutif, selaras pernyataan bahwasanya entitas sosial hanya berasal dari benak orang-orang. c. Penggunaan bahasa hendaknya dianalisis secara empiris dalam konteks sosialnya Ernesto Laclau dan Chantal Mouffe menggarap analisis tekstual linguistik yang konkret atas penggunaan bahasa dalam interaksi sosial, yang malah berbeda dengan teori wacana Laclau dan Mouffe tanpa mengkaji empiris dan sistematis penggunaan bahasa. Berbeda pula dengan psikologi kewacanaan yang mengkaji retoris, namun bukan kajian linguistik penggunaan bahasa. d. Fungsi wacana secara ideologis Dalam analisis Laclau dan Mouffe dinyatakan, praktik kewacanaan memberikan kontribusi bagi penciptaan dan pereproduksian hubungan kekuasaan yang tak setara antara kelompok- kelompok sosial. Efek-efek tersebut dipahami sebagai efek ideologis. Sedangkan Fairclough mendefinisikan Analisis Wacana Kritis sebagai pendekatan yang berusaha melakukan penyelidikan secara sistematis terhadap: 1 Hubungan-hubungan kausalitas dan penentuan yang sering samar antara a praktik kewacanaan, peristiwa dan teks, dengan b struktur sosial kultural yang lebih luas, hubungan dan proses. 2 Cara praktik, peristiwa dan teks muncul di luar dan secara ideologis dibentuk hubungan kekuasaan maupun perjuangan atas kekuasaan. 3 Kesamaran hubungan antara wacana dan masyarakat itu sendiri merupakan faktor yang melanggengkan kekuasaan dan hegemoni. e. Penelitian kritis Oleh sebab itu AWK tidak bisa dianggap sebagai pendekatan yang secara netral sebagaimana ilmu sosial obyektivis, namun sebagai pendekatan kritis yang secara politik ditujukan bagi timbulnya perubahan sosial. Ketertarikan Fairclough terhadap “kritik eksplanatoris” dan “kesadaran bahasa kritis” ditujukan untuk mencapai tujuan ini. 72 Seperti Van Dijk, analisis Norman Fairclough didasarkan atas pertanyaan besar, bagaimana menghubungkan teks yang mikro dengan konteks masyarakat yang makro. Fairclough berusaha membangun suatu model analisis 72 Jorgensen, Marianne W dan Louise J. Philips. 2007. Op. Cit hal 115-121. commit to user SOSCIOCULTURAL PRACTICE wacana yang mempunyai kontribusi dalam analisis sosial dan budaya. Fairclough membagi analisis wacana menjadi tiga dimensi, yaitu text, discourse practice dan sosicultural practice. Dalam modelnya yang mengintegrasikan secara bersama-sama analisis wacana yang didasarkan pada linguistik, pemahaman sosial dan politik yang secara umum diintegrasikan pada perubahan sosial. Oleh karena itu, model yang dikemukakannya sering disebut perubahan sosial social change. 73 Berikut ini gambarannya: Gambar1. Dimensi AWK model Norman Fairclough Sumber: Aliah. 2009. 90 Sementara menurut Fairclough dan Wodak, 74 Analisis Wacana Kritis melihat pemakaian bahasa, baik tuturan maupun tulisan, yang merupakan bentuk dari praktik sosial. Menggunakan wacana sebagai praktik sosial menyebabkan sebuah hubungan dialeksis di antara peristiwa deskriptif tertentu dengan situasi, institusi, dan struktur sosial yang membentuknya. Fairclough memusatkan perhatian wacana pada bahasa, dengan menggunakan wacana yang menunjuk pada pemakaian bahasa sebagai praktik sosial, lebih daripada aktivitas individu atau untuk merefleksikan sesuatu bahasa sebagai praktik sosial mengnadung implikasi, yakni: a. Wacana adalah bentuk dari tindakan. Seseorang menggunakan bahasa sebagai suatu tindakan pada dunia, khususnya sebagai bentuk representasi ketika melihat dunia realita. 73 Darma, Yoce Aliah. 2009. Op. Cit. hal. 89 74 Ibid. hal. 51 DISCOURSE PRACTICE Production, Distribution, Consumption TEXT commit to user Pandangan ini tentu saja menolak pandangan bahasa sebagai bentuk individu. b. Adanya hubungan timbal-balik antara wacana dan struktur sosial. Dalam hal ini, wacana terbagi oleh struktur sosial, kelas dan relasi sosial lain yang dihubungkan dengan relasi spesifik dari institusi tertentu, seperti buku, pendidikan, sosial dan klasifikasi. 75 Pendekatan Fairclough merupakan bentuk kewacanaan yang berorientasi pada teks dan yang berusaha menyatukan tiga tradisi: 1 Analisis teks yang terinci di bidang linguistik, terutama fungsi tekstual bahasa secara struktur tematik menurut Hall Halliday 2 Analisis makro-sosiologis praktik sosial termasuk teori Fairclough yang tidak menyediakan metodologi untuk menganalisis teks khusus 3 Tradisi interpretatif dan mikro-sosiologis dalam sosiologi termasuk etno- metodologi dan analisis percakapan, yang pada kehidupan sehari-hari diperlakukan sebagai produk tindakan orang-orang yang mengikuti sederet prosedur dan kaidah “akal sehat.” 76 Semua elemen yang dianalisis tersebut dipakai untuk melihat tiga masalah berikut: a. Ideasional, yang merujuk referensi tertentu yang ingin ditampilkan dalam teks yang umumnya membawa muatan ideologi tertentu, b. Relasional, merujuk pada analisis bagaimana konstruksi hubungan di antara wartawan Redaksi dengan pembicara, seperti apakah terkait disampaikan secara informal atau formal, terbuka atau tertutup, dan c. Identitas, merujuk pada konstruksi tertentu dari identitas penulis dan pembaca serta bagaimana personal dan identitas yang hendak ditampilkan. 77 Fairclough mendasarkan pertimbangan teoritis dan skema analisisnya pada definisi sejumlah konsep yang cukup khusus. Istilah-istilah penting berikut akan sangat membantu untuk memahami pendekatan yang diadopsinya, yakni:  Wacana kata benda abstrak – “penggunaan bahasa dianggap sebagai praktik sosial.”  Peristiwa diskursif – “penggunaan bahasa, dianalisis sebsagai teks, praktik diskursif, dan praktik sosial.”  Teks – “bahasa tulis dan lisan yang dihasilkan dalam suatu peristiwa 75 Darma, Yoce Aliah. 2009. Op. Cit. hal. 89 76 Jorgensen, Marianne W dan Louise J. Philips. 2007. Op. Cit, hal 123-124 77 Darma, Yoce Aliah. 2009. Op. Cit. hal. 89-90 commit to user diskursif”  Interdiskursivitas – “penyusunan teks dari beragam wacana dan genre”  Wacana Kata benda yang dapat dihitung – “cara menjelaskan signifiying pengalaman dari suatu perspektif tertantu”  Genre – “penggunaan bahasa yang diasosiasikan dengan suatu aktivitas sosial tertentu”  Tatanan Wacana – “totalitas praktik diskursuf suatu institusi dan hubungan-hubungan di antara praktik-praktik tersebut. 78 Melalui gagasan multi-fungsionalitas bahasa dalam teks, model Fairclough mengoperasionalisasikan asumsi teoritis bahasa selalu secara bersamaan tersusun atas: a identitas sosial, b relasi sosial, dan c sistem pengetahuan dan keyakinan. 79 Cara analisis penelitian yang menggunakan paradigma kritis, umumnya kualitatif dan menggunakan penafsiran sebagai basis utama memaknai temuan. Dalam studi analisis teks, paradigma kritis terutama berpandangan berita bukanlah sesuatu yang netral dan menjadi ruang publik dari berbagai pandangan berseberangan dalam masyarakat. Sedangkan konsep-konsep yang juga dibahas, tetapi tidak termuat langsung pada judul adalah sebagai berikut: 7. Teks Teks sering dipandang sebagai tulisan yang panjang, yang menghadirkan bayangan tentang buku, surat atau suratkabar. Kriteria yang jelas pada dasarnya memutuskan bisa atau tidaknya sesuatu dipandang sebagai teks atau wacana. Kriteria tersebut bersifat linguistik dan banyak berhubungan dengan semantik dan sintaksis dalam sebuah teks. Hall Halliday mengatakan, teks adalah pilihan semantis semantic 78 Titscher, Stefan. et.al. 2009. Op. Cit. hal. 241-242 79 Ibid, hal 243 commit to user choice data konteks sosial sebagai cara pengungkapan makna melalui bahasa lisan atau tulisan. Dengan demikian, semua hidup yang mengambil bagian tertentu dalam konteks situasi, dapat disebut teks. Dalam pandangan Halliday, konteks situasi terdiri dari 3 unsur: 1 medan wacana, 2 pelibat wacana dan 3 sarana wacana. 80 Jones 81 memandang medan wacana field of discourse sebagai konteks situasi yang mengacu pada aktivitas sosial yang sedang terjadi serta latar institusional tempat satuan-satuan bahan itu muncul. Lebih rincinya dijelaskan oleh Butt, di bawah ini. Dalam medan wacana terdapat 3 hal yang perlu diungkap, yakni 1 ranah pengalaman, 2 tujuan jangka pendek, dan 3 tujuan jangka panjang. Ranah pengalaman menjadi persoalan kontransitif, yang mempertanyakan kejadian dengan seluruh proses, partisipan dan keadaan. Tujuan jangka pendek bersifat amat konkret, yang mengacu pada tujuan yang harus segera dicapai dalam produksi teks. Sedangkan tujuan jangka panjang merupakan tujuan yang lebih astrak. 82 Sementara Jones 83 memandang pelibat wacana tenor of dscourse sebagai kontekssituasi yang mengacu pada hakikat hubungan timbal balik antar partisipan, termasuk pemahaman dan statusnya dalam konteks sosial dan linguistik. Tiga hal yang perlu diungkap pelibat wacana, adalah 1 peran agen atau masyarakat, 2 status sosial, dan 3 jarak sosial. Sedangkan sarana wacana dalam realitas sosial mempunyai tiga bentuk, 1 wacana adalah bagian aktivitas sosial, 2 representasi sebagai proses praktik konstruksi sosial yang mencatat dan membentuk praktik sosial serta proses sosial, dan 3 wacana dalam identitas konstitusi. 80 Darma, Yoce Aliah. 2009. Op.Cit. hal. 189-190 81 Ibid, hal 190-191. 82 Darma, Yoce Aliah. 2009. Log. Cit. 83 Ibid commit to user Kriteria teks tujuh dimensi yang dikemukakan Robert de Beaugrande dan Wolfgang Dressler dalam mendefinisikan teks –taksonomi ini banyak diadopsi dan diterima— antara lain: a. Kohesi, berkaitan dengan komponen dan permukaan tekstual dalam keterhubungan ‘sintaksis teks’ b. Koherensi atau semantik tekstual, menyusun makna sebuah teks, seringkali mengacu unsur teks yang tidak memerlukan realisasi linguistik. c. Intensionalitas, berelasi dengan sikap dan tujuan produser teks. d. Akseptabilitas, merupakan cermin intensionalitas, agar teks diakui oleh resipien dalam sebuah situasi tertentu. Dengan demikian, akseptabilitas ini terkait tingkat kesiapan komunikan demi mengharapkan teks yang berguna atau relevan. e. Informativitas, mengacu pada kuantitas informasi yang baru atau yang diharapkan dari sebuah teks, seiring dengan kaitannya pada kualitas informasi yang ditawarkan. f. Situasionalitas, yang berarti konstelasi pembicaraan dan situasi tuturan memainkan peranan penting dalam produksi teks. g. Intertekstualitas, menyatakan 1 suatu teks hampir selalu terkait dengan wacana sebelumnya atau wacana yang muncul secara bersamaan dan 2 menyiratkan kriteria formal yang menghubungkan teks tertentu dengan teks lain dalam genre-genre atau jenis teks tertentu. 84 Dalam terminologi perencanaan teks, menurut Wodak, genre-genre itu diuraikan sebagai ‘skema’ scheme atau ‘kerangka’ frame antara lain: 1 Ragam teks naratif, bergantung pada prinsip penataan temporal. 2 Ragam teks argumentatif, menggunakan piranti pengontrasan. 3 Ragam teks deskriptif, menggunakan unsur lokal yakni: unsur spasial atau temporal. 4 Ragam teks intruktif, bersifat argumentatif dan enumeratif. 85 Unsur-unsur yang spesifik-genre tersebut juga harus dipertimbangkan. Norma-norma dan nilai-nilai yang diperoleh secara sosiokultural maupun kecenderungan psikis, senantiasa mengalami perubahan dalam hubungan dengan pemroduksian wacana secara sosial dan ditentukan oleh proses dan harus disertakan dalam analisisnya. Aspek konteks yang dicakup, harus dikemukakan 84 Titscher, Stefan. et.al.2009. Op. Cit, hal.34-38 85 Ibid, hal. 39 commit to user secara tepat dalam analisis konkret kasus tertentu. Keputusan tersebut, mestinya mempertimbangkan pertanyaan teoritis yang diajukan dalam analisisnya. Dalam analisis wacana, faktor-faktor eksternal yang sangat berperan penting dan sebuah teks fenomena kohesi dan koherensi dipandang sebagai sebuah manifestasi dan hasil pengombinasian faktor-faktor tertentu. Ditinjau dari segi pemaparan dan penyusunan, isi dan sifat wacana ada banyak jenisnya. Hal ini dikemukakan oleh Llamzon, yakni: 1 Wacana Naratif Wacana ini merupakan tuturan yang menceritakan atau menyajikan suatu hal atau kejadian dengan menonjolkan tokoh pelaku, maksudnya untuk memperluas pengetahuan pendengar atau pembaca. Kekuatan wacana itu terletak pada urutan cerita berdasarkan waktu, atau cara bercerita, atau diatur melalui plot. 2 Wacana Prosedural Wacana ini merupakan rangkaian tuturan yang melukiskan sesuatu secara berurutan, tidak boleh dibolak-balik unsurnya, karena urgensi unsur yang lebih dahulu menjadi landasan unsur berikutnya. Wacana ini biasanya disusun untuk menjawab pertanyaan: bagaimana sesuatu bekerja atau terjadi, atau bagaimana cara mengerjakan sesuatu. Tokohnya boleh orang dan yang dilukiskannya tidak terikat dengan urutan waktu. 3 Wacana Hortatorik Merupakan rangkaian tuturan, yang isinya bersifat ajakan atau nasihat. Kadang-kadang tuturan itu bersifat memperkuat keputusan atau agar lebih meyakinkan. Yang menjadi tokoh penting dalam wacana ini adalah orang kedua. Wacana ini tak dapat disusun berdasarkan urutan waktu, tetapi merupakan hasil atau produksi suatu waktu. 4 Wacana Ekspositorik Sebagai rangkaian tuturan yang memaparkan suatu pokok pikiran. Pokok pikirannya itu lebih dijelaskannya lagi, dengan cara menyampaikan urutan bagian-bagian atau detailnya. Tujuan pokok yang ingin dicapai pada wacana ini adalah tercapainya tingkat pemahaman akan sesuatu supaya lebih jelas, mendalam dan luas, daripada sekadar sebuah pertanyaan yang bersifat global atau umum. Kadang-kadang wacana itu dapat berbentuk ilustrasi dengan contoh, berbentuk perbandingan, uraian kronologis dan dengan penentuan ciri- ciri identifikasi. Orientasi pokok wacana ini lebih pada materi, bukan pada tokohnya. 5 Wacana Deskriptif Wacana ini merupakan rangkaian tuturan yang memaparkan sesuatu atau melukiskan sesuatu, baik berdasarkan pengalaman atau commit to user pengetahuan penuturnya. Tujuan yang ingin dicapai oleh wacana ini adalah tercapainya penghayatan yang agak imajinatif terhadap sesuatu, sehingga pendengar atau pembaca merasakan seolah-olah ia sendiri yang mengalami atau mengetahuinya secara langsung. Uraian pada wacana deskriptif ini ada yang hanya memaparkan sesuatu secara objektif dan ada juga yang memaparkannya secara imajinatif. Pemaparan yang pertama bersifat menginformasikan sebagaimana adanya, sedangkan yang kedua dengan menambahkan daya khayal. Oleh karena itu, yang kedua ini banyak dijumpai dalam karya sastra, seperti novel dan cerpen. 86 De Beaugrande Dressler menyatakan, dalam kasus konkret dari sebuah teks spesifik, ketujuh kriteria teks di atas harus berlaku semua jika kita ingin membicarakan ‘teks’. Namun hal ini melahirkan sejumlah permasalahan, karena –sebagaimana diamati Rankema— kriteria intensionalitas, akseptabilitas, dan informativitas bersifat subyektif dan tergantung pada para peneliti. 87 Dalam pandangan Ricour, wacana tulis lebih dari sekadar fiksasi yang material sifatnya. Dampak yang begitu luas menunjukkan, wacana bukan hanya terselamatkan dari kelenyapan dan keterlupaan dengan cara menuangkannya dalam bentuk tertulis, tetapi kemanusiaan itu sendiri terpengaruh dan tertransformasikan secara mendalam, bahkan sampai ke tahap ekstensial. Transformasi ekstensial ini menjadi mungkin, karena kebebasan yang dimiliki pembaca, ketika membaca teks tertulis. 88 Betul apa yang dikatakan Komaruddin Hidayat, 89 agar pembaca tidak terbawa oleh subyektivitas pengarangnya dalam menelaah teks, diperlukan counter-prejudice. Artinya, pembaca perlu ‘curiga’ atau kritis terhadap diri sendiri dan terhadap teks, agar terjadi wacana yang cerdas dan seobyektif mungkin antara pihak pembaca dan penulis. Pembahasan mengenai wacana, pada hakikatnya merupakan usaha memahami bahasa dalam kaitannya dengan situasi sosial pada saat pemakai 86 Darma, Yoce Aliah. 2009. Op. Cit. hal. 11-12 87 Titscher, Stefan. et.al.2009. Op. Cit, hal. 47 88 Sobur, Alex. 2009. Op. Cit. hal. 50 89 Ibid, hal. 55 commit to user bahasa menggunakan bahasanya, seperti yang dikemukakan Firth, 90 “to explain how the sentences or ulterances are meaningful in their context.” 8. Konsumen Message Reception Yang dimaksud konsumen dalam penelitian ini adalah masyarakat yang menonton tayangan newsticker di tvOne, termasuk warga terdampak bencana Merapi Yogyakarta. Sebagai pemirsa tentu mereka mempunyai tanggapan tentang newsticker bencana Merapi Yogyakarta yang ditayangkan terus menerus sejak Oktober 2010 hingga April 2011. Namun sebelumnya, penyusun akan menjelaskan konsep konsumen secara umum berdasarkan teori. Pengenalan pemirsa tentang berita televisi sebagai suatu aliran berita membentuk interpretasinya dan kemudian membahas bersama orang lain tentang subyek yang diberitakan. Para pemirsa bergantung pada wacana dan aliran yang digunakan, mungkin menggabungkannya dengan wacana dan aliran lain sehingga menghasilkan bentuk campuran. 91 Menurut Gunther Kress 92 , semua peliputan adalah mediasi. Peristiwa apa pun, dimediasikan dari pencerap perceiver ke seseorang yang diasumsikan tidak mengetahui peristiwa tersebut. Persepsi berlangsung berdasarkan skema atau kerangka teoritis, yang mungkin diartikulasikan dengan cara kurang lebih baik. Penerima berita memiliki peran arbitrator, merekonstruksi peristiwa tersebut dari awal. Peran bahasa memasok pelbagai kategori, yang dapat diterapkan oleh pencerap kepada peristiwa dan laporan peristiwa yang dipresentasikan. 90 Darma, Yoce Aliah. 2009. Op. Cit. hal. 13 91 Jorgensen, Marianne W dan Louise J. Philips. 2007. Op. Cit. hal. 129 92 Davis, Howard dan Paul Walton.2010. Op. Cit. hal. 125-126 commit to user Konsumen yang dipilih penyusun tesis –melalui penentuan sampel non- probabilitas— bukan sebagai massa individu yang terbagi, tetapi terdiri atas sejumlah formasi atau pengelompokkan subsosial yang anggotanya berorientasi sama. Pelbagai ‘orientasi’ yang sama tersebut, pada gilirannya akan ditentukan berbagai faktor yang diderivasi oleh posisi obyektif pembaca individual dalam struktur sosial yang bersangkutan. Sedangkan pemahaman responden dalam menjawab pertanyaan yang penyusun ajukan, bukanlah makna yang diambil dari kamus. Sebab dalam kehidupan keseharian, makna kata dalam kalimat lebih fleksibel, karena makna sering bergeser jika berada dalam rangkaian kalimat. Yang penting makna kata pada jawaban-jawaban tersebut dapat dipahami dengan baik. Wittgenstein 93 dalam karyanya Philosophical Investigation menegaskan, “Arti suatu kata bergantung pada penggunaannya dalam kalimat, sedangkan arti suatu kalimat bergantung pada penggunaannya dalam bahasa.” Hal ini menunjukkan, kita dapat terjebak ke dalam kerancuan bahasa, manakala menjelaskan suatu kata dengan memisahkannya dari situasi yang melingkupinya. Wacana kemudian dinamai sebagai teks dan konteks sekaligus sebagai titik perhatian secara bersama-sama 94 , yang membutuhkan tidak hanya proses kognisi dalam arti umum, tetapi juga gambaran spesifik dari budaya yang dibawa. Konteks dimasukkan karena bahasa selalu berada dalam konteks, dan tidak ada tindakan komunikasi tanpa partisipan, interteks, situasi dan sebagainya. Pada dasarnya, konteks pemakaian bahasa dapat dibedakan menjadi empat macam: 93 Sobur, Alex. 2009. Op. Cit. hal. 23 94 Eriyanto.2001. Op. Cit. hal. 9 commit to user 1 konteks fisik physical context, yang meliputi tempat terjadinya obyek yang disajikan dalam peristiwa komunikasi, 2 konteks epistemis epistemic context, atau latar belakang pengetahuan yang sama-sama diketahui oleh pemirsa, 3 konteks linguistik linguistics context, terdiri atas kalimat atau tuturan yang mendahului suatu kalimat atau tuturan tertentu dalam peristiwa komunikasi, dan 4 konteks sosial social context, relasi sosial dan latar pengaturan yang melengkapi hubungan antar produsen dengan konsumen. 95 Berdasarkan pandangan tersebut bisa diketahui, alasan interpretasi sebagai metode pengungkapan makna yang terdapat pada wacana, perilaku dan tindakan manusia, demikian penting dalam upaya mengetahui subyektivitas dan intersubyektivitas. Mengikuti Alfred Schutz, seperti dikutip Hikam 96 , untuk dapat memahami tindakan manusia yang baik, kita harus memahami motif dasarnya dengan menempatkan diri pada posisi sang pembicara. Hanya dengan cara inilah, hubungan simbolik antara pendengar komunikan –penyusun dan pembicara komunikator --penyusun dapat menempati posisi sentral dalam rangka pengungkapan makna yang tersembunyi dari suatu wacana. Dengan demikian jelas bagi penyusun, makna yang dikode pemirsa terjadi dalam ruang yang berbeda atau terjadi pada individu yang berbeda berdasarkan kemampuan kognitif maupun afektif pemirsa. Ketika seseorang menerima informasi, disaring melalui sikap, pengetahuan, dan kapasitas intelektual penerima untuk memahaminya. Karena setiap orang berbeda, dari informasi sama dapat ditarik interpretasi yang berbeda pula. Bias, menurut Macnamara, terjadi karena berbagai alasan. Media kerap dituduh bias dalam memilih informasi untuk dipublikasikan dan disiarkan dan 95 Sobur, Alex. 2009. Op. Cit. hal.57 96 Ibid. hal. 22-23 commit to user dalam pegolahannya. Menurut Al-Zastrouw, meski semua media massa mengandung bias, tetapi derajatnya berbeda. Hal ini setidaknya dipengaruhi oleh kapasitas dan kualitas pengelola media, kuatnya kepentingan yang sedang bermain dalam realitas sosial, serta taraf kekritisan masyarakat. 97 9. Wacana dan Kepentingan Ideologi Era informasi menuntut komunikasi direncanakan dengan cermat, sebab banyak opsi mesti dipertimbangkan dalam membuat dan menyampaikan pesan. Informasi sosial menjadi penting dalam proses pengambilan keputusan, tetapi informasi tentang tingkah laku juga digunakan untuk mengkalkulasi tindakan-tindakan dalam berinteraksi dengan orang lain dan memengaruhi kesempatan meraih sasaran. McGee 98 mengatakan segala sesuatu yang merupakan interaksi sosial manusia secara timbal-balik memiliki implikasi, bagaimana caranya jenis-jenis bentuk sosial social goods untuk didistribusikan. Yang dimaksud bentuk-bentuk sosial adalah segala sesuatu yang dipercayai kelompok masyarakat, untuk menjadi sumber kekuasaan, status dan nilai. Kekuasaan memang sangat erat kaitannya dengan politik, dan proses politik adalah praktik komunikasi. Dari hari ke hari, orang semakin mengandalkan pers bagi informasi politik mereka. Karena itu, faktor kebahasaan memegang peranan penting. Hal yang paling harus diperhatikan dalam penggunaan bahasa adalah ditetapkannya kepentingan ideologi tertentu, sebagai alat komunikasi politik yang dapat menjangkau semua lapisan masyarakat dalam latar belakang 97 Sobur, Alex. 2009. Op. Cit. hal. 34-35 98 Cohen, Jonathan and Yarif Tsfatti. June 2009. The Influence of Presumed Media Influence on Strategic Voting. Communication Research Vol.36 No.3. Sage Publications, http:online.sagepub.com at University of Newscastle, pp. 359-378. commit to user beragam. Michael Foucault 99 mengemukakan, setiap pembentukan wacana pada dasarnya merupakan pemberlakuan kekuasaan. Tanpa disadari, gagasan dan konsep yang digulirkan mengandung kuasa. Maksudnya, gagasan tersebut menjadi kekuatan yang dapat menaklukan kesadaran orang untuk mengikuti gagasan dan konsep tersebut. Analisis wacana muncul sebagai suatu pendekatan ilmu-ilmu sosial, sekurang-kurangnya dalam sepuluh tahun terakhir. Sampai tingkat tertentu, merupakan penerapan praktis dari yang dikenal sebagai epistemologi dalam studi filsafat. Pertanyaan yang diajukan, bukanlah mengenai apa yang sesungguhnya terjadi, melainkan justru mengenai bagaimana orang memandang apa yang terjadi dan mengapa pula dia memandang kejadian tersebut dalam perspektif yang satu dan bukannya dalam perspektif yang lainnya. Ditegaskan semua komunikasi disampaikan dalam perjumpaan tertentu, dalam konteks tertentu dan dalam kerangka diskursif tertentu. Kajian terhadap fenomena komunikasi yang bersifat dinamis itu, tidak hanya tertarik pada ‘apa’ tetapi kepada ‘mengapa’ komunikasi itu bermakna. Kajian terhadap komunikasi tidak hanya tertarik pada ‘apa’ makna teks bahasa, tetapi lebih tertarik pada ‘bagaimana’ makna wacana dalam konteks kultural yang lebih luas. Untuk mencapai tujuan kajian itu, pandangan terhadap komunikasi haruslah berangkat dari enam asumsi yang dipaparkan Birch sebagai berikut: a. Komunikasi selalu menentukan bentuk politiknya dahulu sebelum bentuk linguistiknya. Sebelum bentuk-bentuk linguistiknya dikemukakan, maka 99 Darma, Yoce Aliah. 2009. Op. Cit. hal. 103 commit to user kendala - kendala politik, sosial, kultural, dan ideologinya yang akan menentukan pilihan bahasa. Dalam proses memilih itu, terdapat bentuk- bentuk linguistik yang akan diistimewakan dan diprioritaskan, sebaliknya ada bentuk-bentuk yang ‘dikemudiankan,’ dinomorduakan, dan bahkan ditinggal atau dibuang. Kata pembangunan, misalnya pada era pasca Orde Baru, tidak diprioritaskan dalam pemakaiannya. b. Komunikasi akan selalu dipengaruhi motivasi, kepentingan dan situasi. Bentuk-bentuk linguistik yang dipilih digunakan untuk mengontrol dan mengarahkan orang lain, membuat makna tentang realitas, mengelompokkan sesuatu dalam realitas dan sebagainya. Tindak komunikasi selalu bersifat ‘emansipatoris’ yang disusun tidak hanya untuk menginformasikan atau secara sederhana mengatakan sesuatu, tetapi dimotivasi untuk menyempurnakan sesuatu. Jika demikian, komunikasi selalu melibatkan orang lain dalam pertemuan tertentu. c. Komunikasi selalu berstrategi. Tindak komunikasi selalu berkait dengan ‘siasat’ untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Sebelum menjadi bentuk- bentuk linguistik terdapat pergulatan strategi yang berkaitan dengan politik, ideologi, kultural dan sosial dalam menentukan pilihan bahasa yang dimunculkan. Oleh karena itu, tidak ada tindak komunikasi yang tidak berupa strategi. d. Komunikasi selalu terjadi dalam pertemuan dan interaksi tertentu. Tindak komunikasi selalu melibatkan orang lain sebagai bagian dari partisipan komunikasi dengan memanfaatkan bentuk-bentuk linguistik. Dalam komunikasi akan terjadi pertukaran makna antar partispan dalam konteks tertentu. e. Komunikasi selalu berkaitan dengan nilai. Bentuk-bentuk linguistik yang dipilih akan berkaitan dengan nilai-nilai yang dikembangkan sepanjang waktu. Nilai-nilai itu berkaitan dengan kekuasaan, subordinasi, gender, solidaritas dan sebagainya yang tidak bersifat given pemberian. Birch menegaskan nilai itu selalu hasil konflik dan perebutan kekuasaan di atas ketidakberdayaan dan proses-proses penaturalisasian dan penanaman. f. Komunikasi selalu bersifat ketergantungan. Tindak komunikasi selalu ‘bergantung’ pada cara-cara kelompok, institusi, masyarakat dan individu dalam memberikan nilai kepada makna-makna tertentu. Dengan demikian, makna selalu berkembang sepanjang waktu. Makna bukanlah sesuatu yang alamiah, tetapi dibangun dalam proses-proses sosial dan politik. Tidak ada makna yang tunggal, tetapi bersifat jamak. 100 Keenam asumsi kajian komunikasi Birch di atas, menurut penyusun sangat cocok menjadi titik tolak dalam kajian komunikasi politik, termasuk di dalamnya komunikasi verbal. Kata-kata kunci dalam komunikasi, seperti ‘kendala dalam pilihan bentuk linguistis,’ motivasi, interes, situasi, strategi, pertemuan, 100 Darma, Yoce Aliah. 2009. Op. Cit. hal. 95-97 commit to user nilai dan sifat ketegantungan, merupakan karakteristik pokok dalam komunikasi politik. Komunikasi politik yang strategis 101 , berarti memanfaatkan potensi di empat area utama: pengetahuan situasional, penentuan tujuan, kompetensi komunikasi, dan manajemen kecemasan kontrol, sebagai basis, untuk mengembangkan keterampilan komunikasi dalam konteks lingkungan yang dinamis.

B. Penelitian yang Relevan