commit to user
Oleh  karena  itulah  menarik  untuk  diteliti,  “Bagaimana  newsticker  di tvOne  menggambarkan  konstruksi  berita  bencana  alam,  khususnya  bencana
Merapi  Yogyakarta?  Terutama  dalam  level  teks,  produsen  maupun  konsumen dan faktor-faktor sosial budaya yang memengaruhinya?”
E. Tujuan Penelitian
Sesuai penjelasan  rumusan masalah  di atas,  tujuan penelitian  ini dapat ditulis sebagai berikut:
1. Untuk memahami isi  newsticker  tvOne  dalam mewacanakan realitas bencana
alam, khususnya bencana Merapi Yogyakarta. 2.
Untuk  memahami  Redaksi  tvOne  melakukan  konstruksi  realitas  media  yang diwacanakan newsticker  yang menjadi salah satu kebijakan redaksional tvOne
di level produsen pada dimensi praktik wacana discourse practice. 3.
Untuk  memahami  pengonstruksian  realitas  media  di  level  konsumen  pada dimensi praktik wacana discourse practice dalam newsticker tvOne tersebut
dapat diminati dan menjadi panduan masyarakat daerah bencana. 4.
Untuk  memahami  pengonstruksian  realitas  media  di  level  dimensi  praktik sosial  budaya  sociocultural  practice  dalam  memengaruhi  keberadaan  pada
kondisi  sosial  budaya  yang  berhubungan  dengan  konteks  di  luar  teks  dan konteks wacana newsticker tersebut.
F. Manfaat Penelitian
Berdasarkan  tujuan  penelitian  di  atas,  manfaat  penelitian  “konstruksi berita   bencana  alam   dalam   newsticker”   ini  yang  diharapkan  adalah:
commit to user
1. Dimensi Akademis
a. Memberikan  pemahaman  tentang  newsticker  sebagai  salah  satu  bentuk
pemberitaan yang merupakan hasil proses pembuatan wacana.
b. Memberikan  pemahaman  tentang  proses  pengelolaan  newsticker  sebagai
pengonstruksian  realitas  media  dalam  efektifitasnya  untuk  memperkuat
teori konstruksi realitas media.
2. Dimensi Praktis
a. Memberikan pemahaman tentang newsticker tentang pemberitaan bencana
alam dapat  menggambarkan realitas sosial yang terjadi. b.
Memahami  cara  pandang  Redaksi  tvOne  dalam  menggunakan  newsticker sebagai salah satu bentuk media informasi yang dipengaruhi aspek kualitas
berita dan perubahan realitas yang terjadi. 3.
Dimensi Sosial a.
Memahami  cara  pandang  pemirsa  tvOne  dalam  proses  penerimaan  pesan message  reception  yang  mampu  menafsirkan  realitas  peristiwa  dan
kebenaran  sebagaimana  adanya,  untuk  menggiring  interpretasi  khalayak sesuai dengan perspektifnya.
b. Mengetahui pemberitaan bencana Merapi Yogyakarta di newsticker tvOne
juga  mempertimbangkan  masukan  pemirsa  dan  respon  Redaksi  atas masukan tersebut. ©
commit to user
14
BAB II ORIENTASI TEORITIK
A. Deskripsi Teoritik
Dengan  mengembangkan  pemahaman  mengenai  keragaman  teori-teori komunikasi,  kita  akan  lebih  dapat  membuat  perbedaan  dalam  interpretasi  ilmu
komunikasi, mendapat alat bantu untuk meningkatkan komunikasi dan memahami ilmu komunikasi dengan lebih baik.
Theodore  Clevenger  Jr.
19
mencatat  masalah  yang  selalu  ada  dalam mendefinisikan komunikasi untuk tujuan penelitian atau ilmiah berasal dari fakta,
kata kerja ‘berkomunikasi’ memiliki posisi yang kuat dalam kosa kata umum dan karenanya tidak mudah didefinisikan untuk tujuan ilmiah.
Sebenarnya  kata  kerja  ini  merupakan  salah  satu  istilah  dalam  bahasa Inggris  maupun  bahasa  Indonesia  yang  terlalu  sering  digunakan.  Para  akademisi
telah mencoba segala usaha untuk mendefinisikan komunikasi, tetapi menentukan sebuah  definisi  tunggal  telah  terbukti  tak  mungkin  dilakukan  dan  tak  akan
berhasil. Di  lain  sisi,  masalah  komunikasi  sering  digunakan  dalam  penelitian
berbagai disiplin ilmu. Hal ini menunjukkan betapa fleksibelnya ilmu komunikasi, sehingga  penyusun  beranggapan  ilmu  komunikasi  merupakan  salah  satu
penghubung  antar  ilmu  yang  dapat  dipergunakan  secara  ilmiah  dalam  berbagai penelitian.
Frank  Dance
20
mengambil   langkah besar   dalam   mengklarifikasikan
19
Littlejohn, Stephen W dan Foss, Karen A. 2009. Op. Cit. hal.4
20
Ibid.
commit to user
konsep  ini  dengan  menggarisbawahi  sejumlah  elemen  yang  digunakan  untuk membedakan komunikasi, melalui tiga poin “perbedaan konseptual penting” yang
membentuk dimensi-dimensi dasar komunikasi. Dimensi
pertama, tingkat
pengamatan atau
keringkasan,  semisal: “Komunikasi  sebagai  sebuah  sistem.”  Kedua,  tujuan,  seperti:  “Situasi
pengiriman  dan  penerimaan  pesan  merupakan  sebuah  sumber  yang mengirimkan  pesan  kepada  penerima  dengan  tujuan  tertentu  untuk
memengaruhi    perilaku  penerima.”  Ketiga,  penjelasan  normatif,  contohnya: “Komunikasi  adalah  penyampaian  informasi”  yang  tak  mempermasalahkan
informasi tersebut diterima dan dipahami atau tidak.”
Hal  ini  makin  menunjukkan  bahwasanya  ilmu  komunikasi  dalam dimensi-dimensi  dasarnya  dapat  masuk  dalam  berbagai  aspek  penelitian  dalam
banyak  disiplin  ilmu  maupun  pada  penelitian  komunikasi  itu  sendiri.  Alasan penyusun  karena  skema  komunikator-pesan-komunikan  sebagai  dasar  ilmu
komunikasi  yang  menjelaskan  tentang  suatu  hubungan,  terdapat  dalam  tujuan sistem normatif pada banyak disiplin ilmu.
W.  Barnett  Pearce
21
menggambarkan    kemajuan    penelitian    komunikasi secara  sistematis  ini  sebagai  “penemuan  revolusioner”  yang  sebagian
disebabkan  meningkatnya  teknologi  komunikasi  seperti  radio,  televisi, telepon,  satelit  dan  jaringan  komputer  sejalan  dengan  meningkatnya
industrialisasi  bisnis  besar  dan  politik  global,  sehingga  sangat  jelas komunikasi telah mengambil posisi penting dalam kehidupan kita.
Postulat  di  atas  menggambarkan  penelitian  komunikasi  kini  semakin penting  dilakukan,  guna  mengantisipasi  kecanggihan  teknologi  komunikasi  yang
menyangkut  pada  berbagai  disiplin  ilmu.  Bahkan  disadari  atau  tidak,  penyusun sepakat  perkembangan  kemajuan  teknologi  telah  ikut  mengubah  metode
penyusunan beberapa ilmu ‘tradisional.’ Robyn  Penman
22
menggarisbawahi  lima  prinsip  pendekatan  tindakan  praktis, yang  menyatakan  betapa  berbedanya   penyusunan  teori  tersebut  dari  ilmu
21
Littlejohn, Stephen W dan Foss, Karen A. 2009. Op. Cit,
. hal. 5-6
22
Littlejohn, Stephen W dan Foss, Karen A. 2009. Op. Cit. hal. 35-36
commit to user
pengetahuan  tradisional. 1.
Tindakan  bersifat  sukarela.  Manusia  sebagian  besar  memotivasi  dirinya sendiri  dan  memperkirakan  perilaku  berdasarkan  pada  faktor-faktor
eksternal adalah sesuatu yang tidak mungkin. 2.
Pengetahuan  dihasilkan  secara  sosial,  yang  berarti  teori-teori  komunikasi diciptakan  oleh  proses  komunikasi  atau  interaksi  –proses  yang  mereka
susun  sendiri  untuk  dijelaskan.  Tidak  ada  hubungan  satu  persatu  antara gagasan dalam sebuah teori dan kenyataan obyektif. Jadi hipotesis hakikat-
penghargaan  merupakan  hasil  ciptaan  ahli  teori,  yang  merupakan  salah satu dari banyak cara untuk memahami perilaku, bukan cermin dari alasan
“nyata” atau “benar” alasan orang melakukan sesuatu.
3. Semua teori berhubungan dengan sejarah. Mereka mencerminkan keadaan
serta waktu ketika mereka diciptakan dan ketika waktu berubah, demikian juga dengan teori-teori.
4. Didefinisikan  sebagai  bagian  paradigma  teoritis  tindakan-praktis  adalah
teori memengaruhi kenyataan yang mereka  tutupi. 5.
Teori-teori    selalu    dibebani    nilai,  tidak  pernah  netral  dari  teoritis  yang menguntungkan ini.
Dalam  penelitian  yang  penyusun  lakukan  ini,  fokus  utamanya  adalah menganalisis konstruksi realitas media atas muatan tiap teks pemberitaan bencana
alam  di  newsticker  tvOne.  Untuk  itu,  penyusun  menggambarkan  terlebih  dahulu teori-teori seputar pesan dalam kajian ilmu komunikasi.
Komunikasi  adalah  suatu  proses  penyampaian  pesan,  ide  atau  gagasan dari satu pihak ke pihak lain, agar terjadi saling memengaruhi di antara keduanya.
Model penyusunan pesan mengungkapkan, manusia berpikir dengan cara berbeda tentang  komunikasi  dan  pesan,  serta  mereka  menggunakan  logika  yang  berbeda
pula saat memutuskan yang akan dikatakan ke orang lain dalam sebuah situasi. Barbara O’Keefe
23
menggarisbawahi tiga logika penyusunan pesan  message- design  logic  untuk  menjelaskan  proses  pemikiran  di  balik  pesan  yang  kita
ciptakan, yakni: a
logika  ekspresif  adalah  komunikasi  untuk  mengungkapkan  perasan  dan pemikiran sendiri, sehingga pesan bersifat terbuka dan reaktif,
b logika konvensional  yang memandang  komunikasi  sebagai pengungkapan
diri   sesuai   aturan   dan   norma   yang  diterima   –termasuk  hak   dan kewajiban— setiap orang yang terlibat,
23
Littlejohn, Stephen W dan Foss, Karen A. 2009. Op. Cit. hal. 188-189
commit to user
c logika  retoris  yang  memandang  komunikasi  sebagai  sebuah  cara
perubahan  aturan  melalui  negosiasi,  membuat  pesan  cenderung  luwes, berwawasan dan terpusat pada seseorang.
O’Keffe  memerhatikan,  dalam  situasi  tertentu pesan-pesan  terlihat  cenderung sama,  tetapi  pada  situasi  lain  mereka  berbeda.  Jika  tujuan  komunikasi  cukup
sederhana    dan    menghadapinya    bukanlah    sebuah    masalah,    setiap    logika penyusunan  akan  menghasilkan  bentuk  pesan  yang  sama.  Sebaliknya,  jika
banyak  tujuan  dan  kompleks  serta  menghadapinya  menjadi  masalah,  logika penyusunan  yang  berbeda  akan  menghasilkan  bentuk  pesan  berbeda  pula.
Teori  ini  membahas  tentang  bagaimana  pesan  terbentuk,  bukan  bagaimana pesan diterima dan dipahami.
24
Padahal,  penelitian  tentang  bagaimana  pesan  diterima  dan  dampaknya kini semakin meningkat. Karena bagi sebagian peneliti, hal ini menjadi salah satu
daya tarik penelitian. Begitu juga yang penyusun lakukan, selain ingin mengetahui bagaimana  pesan  dalam  newsticker  terbentuk  dan  dikelola,  dampak  penerimaan
masyarakat  juga  sangat  menarik  diteliti  mengingat  posisi  newsticker  sebagai ujung tombak pemberitaan aktual yang ter-update  dan perannya sebagai pedoman
tindakan bagi masyarakat dan pihak terkait, terutama atas wacana bencana. Peningkatan  jumlah  yang  menyatakan  dampak  dari  media  berita  di
masyarakat,  karena  orang  merasa  media  memiliki  pengaruh.  Riset  ini  diabdikan bagi  pertanyaan  tentang  individu  dan  termasuk  variabel  yang  meningkatkan,
membatasi dan menghapuskan dampak penyusunan berita. Namun  atas  pertanyaan,  “apakah  dampak  penyusunan  bergantung  pada
isu  yang tidak bertujuan?” menjadi taruhan
25
. Studi-studi menunjukkan, suatu isu mempunyai arti penting  dapat saja tak menimbulkan dampak  dan  sebaliknya, isu
yang tidak penting dapat pula mempunyai dampak besar.
24
Littlejohn, Stephen W dan Foss, Karen A. 2009. Op. Cit.  hal. 188-189
25
Lecheler, Sophie and  Claes Vreese. June 2009. Issue Importance as a Moderator of Framming Effects.  Communication  Research  Vol.36  No.3.  Sage  Publications,
http:online.sagepub.com at
University of Newscastle, pp. 400-425
commit to user
Dalam kondisi sekarang di era globalisasi, saat informasi melimpah ruah tanpa  batas  wilayah,  menyebabkan  adanya  seleksi  ketat  pada  proses  internalisasi
dalam  diri  komunikan.  Sehingga  dampak  tak  dapat  diduga,  meski  menurut penyusun  untuk  isu  yang  berkaitan  dengan  human  interest  mempunyai  dampak
yang rata-rata dapat digolongkan besar. Pendekatan  penggabungan  informasi  information  integration  bagi  pelaku
komunikasi  komunikator, berpusat  pada  cara  mengakumulasi  dan  mengatur informasi  tentang  semua  orang,  obyek,  situasi,  gagasan  yang  membentuk
sikap atau kecenderungan bertindak, dengan cara positif atau negatif terhadap beberapa  obyek.  Informasi  sebagai  suatu  kekuatan  interaksi  dan  berpotensi
untuk memengaruhi sistem kepercayaan dan sikap individu.
26
Penggabungan  informasi  seperti  ini,  menurut  penyusun  juga  terdapat dalam  newsticker  bencana.  Karena  informasi  tersebut  ditujukan  terutama  untuk
warga  terdampak,  tim  penangulangan  bencana  maupun  pihak-pihak  terkait lainnya, pemerintah dan masyarakat umum, termasuk keluarga dan kerabat korban
bencana  yang  berada  di  lokasi  berjauhan.  Bahkan  menurut  hasil  wawancara dengan  responden,  banyak  warga  terdampak  yang  kemudian  menjadikannya
sebagai panduan tindakan dalam mengantisipasi perubahan realitas yang terjadi. Tedapat  dua  variabel  yang  berperan  penting  dalam  memengaruhi
perubahan  sikap:  a  arahan  valence,  yang  mengacu  pada  informasi  yang mendukung atau tidak,  dan  b  bobot yang diberikan  terhadap informasi  sebagai
kegunaan kredibilitas, jika benar bobotnya tinggi atau sebaliknya. Informasi  tersebut  haruslah  mempunyai  dampak  yang  besar,  sehingga
dapat  mengubah  sikap  pemirsa.  Arahan  untuk  pemirsa  yang  mengacu  pada informasi  itu, haruslah dapat dimengerti  agar terjadi perubahan  sikap. Karenanya
sangat penting  pemahaman makna  pada pesan  yang terkandung dalam informasi
26
Littlejohn, Stephen W dan Foss, Karen A. 2009. Op. Cit.  hal. 111
commit to user
tersebut. Dan yang tak kalah pentingnya, bobot kepercayan pemirsa atas informasi newsticker juga harus tinggi sehingga dapat bermanfaat.
Graeme  Burton
27
berpendapat,  makna  akan  dimasukkan  melalui sejumlah  cara  dalam  beberapa  tingkatan  ke  dalam  sistem  nilai  dan  realitas
pemirsanya.  Program-program  tertentu  –termasuk  berita—  dapat  mengandung makna yang sama sekaligus berbeda.
Makna  yang  kita  dapat  dari  sebuah  naskah  merupakan  hasil  dari pembicaraan  antara  makna  kita  saat  ini    dan  semua  yang  ditanamkan  dalam
bahasa  naskah  tersebut    Hans  Georg  Gadamer
28
menyatakan,  individu  tidak
berdiri  terpisah  dari  segala  sesuatu  dalam  menganalisis  dan  menafsirkan,  malah secara  alami  sebagai  bagian  dari  kehidupan  kita  keseharian.  Pengamatan,
pemikiran  dan pemahaman tidak selalu benar-benar obyektif, semuanya diwarnai
pengalaman kita.
Sedangkan bagi  Stanley Fish
29
,  makna terletak dalam pembaca dengan merujuk  teorinya:  reader-response  theory.  Karena  itu,  pertanyaan  yang  tepat
bukanlah  “apa  yang  dimaksud  dari  sebuah  naskah?”  tetapi  “apa  yang  dilakukan oleh  sebuah  naskah?”  Fish  jelas  menekankan,  pemaknaan  bukanlah  masalah
individu. Melalui  pendekatan  konstruksionis  sosial  ia  mengajarkan,  pembaca
merupakan  anggota  komunitas  interpretif  –kelompok  yang  berinteraksi membentuk   realitas
dan   pemaknaan   umum   serta   menggunakannya   dalam pembacaan. Jadi, pemaknaan terletak dalam komunitas interpretif pembaca.
27
Burton,  Graeme.  2007.  Membincangkan  Televisi,  sebuah  Pengantar  kepada  Studi  Televisi. Bandung: Jalasutra, hal. 365
.
28
Littlejohn, Stephen W dan Foss, Karen A. 2009. Op. Cit. hal. 192-196
29
Ibid. hal. 196-197
commit to user
Realitas  yang dibentuk dalam  komunitas  interpretis  hanya sebatas pada makna pembacaan, bukanlah realitas  yang terjadi  dalam proses komunikasi. Ibnu
Hamad
30
berpendapat,  komunikasi  sebagai  proses  konstruksi  realitas    adalah komunikasi  yang di dalamnya berlangsung proses pengembangan wacana. Proses
itu dimulai dengan adanya realitas pertama. Komunikator,  sebagai    pelaku    konstruksi    realitas,    berupaya    menyusun
realitas pertama  ke dalam  struktur cerita  yang bermakna  atau populer disebut wacana.  Mengingat  adanya  berbagai  faktor  yang  memengaruhi  proses
konstruksi  realitas, baik yang disadarinya maupun tidak, akan memungkinkan struktur dan makna yang berbeda dari realitas pertama.
Justru  karena  sifat  dasarnya  ini,  teori  komunikasi  sebagai  wacana communication as discourse memiliki asumsi realitas dikonstruksikan bukan
hanya menjadi realitas  yang simbolik symbolic reality atau sekadar menjadi realitas  kedua  second  reality,  tetapi  membentuk  realitas  lain  the  other
reality yang bisa berbeda sama sekali dengan realitas pertama. Dalam  sistem  komunikasi  libertarian,  wacana  yang  terbentuk  akan  berbeda
dalam  sistem  komunikasi  yang  otoritarian.  Secara  lebih  khusus,  dinamika internal  dan  eksternal  mengenai  diri  pelaku  konstruksi,  tentu  saja  sangat
memengaruhi proses konstruksi.
31
Ini  juga  menunjukkan,  pembentukan  wacana  tidak  berada  dalam  ruang vakum.  Pengaruh  itu  bisa  datang  dari  pribadi  penulis  dalam  bentuk  kepentingan
idealis,  ideologis  dan  sebagainya,  maupun  dari  kepentingan  eksternal  dari khalayak sasaran sebagai pasar, sponsor dan sebagainya.
Konsep-konsep dalam sebagian besar pendekatan  praktis terhadap teori, cenderung  disajikan  sebagai  sesuatu  yang  universal.
32
Malahan  terori-teori tersebut  mengakui,  orang-orang  merespon  dengan  berbeda  dalam  situasi  yang
berbeda pula
dan kata-kata
serta tindakan
yang  digunakan  untuk mengungkapkannya akan berubah seiring jalannya waktu.
Jadi konsep tidak bisa diukur secara operasional,  tapi digunakan sebagai
30
Hamad, Ibnu. 2010. Komunikasi sebagai Wacana. Jakarta: La Tofi Enterprise, hal. 31
31
Darma, Yoce Aliah. 2009.  Analisis Wacana Kritis. Bandung: Yrama Widya, hal. 8
32
Littlejohn, Stephen W dan Foss, Karen A. 2009. Op. Cit. hal. 37
commit to user
kerangka  pengatur  untuk  mengelompokkan  penafsiran  dan  tindakan  dinamis manusia dalam situasi yang sebenarnya.
Untuk itu,  di bawah ini adalah  penjelasan konsep-konsep  yang dimuat dalam judul penelitian ini:
1. Konstruksi Realitas Media
Realitas  media  adalah  realitas  yang  dikonstruksi  media,    dalam  dua model:  Pertama,  model  peta  analog  dan  kedua,  model  refleksi  realitas.
33
Model Peta  Analog  mengkonstruksi  realitas  sosial  berdasarkan  model  analogi,
sebagaimana realitas yang terjadi secara rasional. Sebagai contoh, kejadian jatuhnya pesawat terbang Sukhoi Super Jet 100
di  Gunung  Salak  yang  terbang  dalam  rangka  Joy  Flight  pada  9  Mei  2012. Menurut  berita  di  televisi,  bangkai  pesawat  yang  hancur  telah  ditemukan  warga
dan aparat gabungan. Berita ini tersebar luas dan terkonstruksi sebagai realitas. Sedangkan  model  Refleksi  Realitas  adalah  yang  merefleksikan  suatu
kehidupan  yang  terjadi,  dengan  merefleksikan  kehidupan  tersebut  di  dalam masyarakat. Contohnya adalah kisah features di media massa.
Istilah  konstruksi  realitas  menjadi  terkenal  sejak  diperkenalkan  Peter Berger  dan  Thomas  Luckmann  melalui  bukunya  “The  Social  Construction  of
Reality:  A  Treatise  in  the  Sociological  of  Knowledge” dan  kemudian  diterbitkan dalam  edisi  bahasa  Indonesia  di  bawah  judul  “Taksir  Sosial  atas  Kenyataan:
Risalah tentang Sosiologi Pengetahuan” 1990.
33
Bungin, H.M.Burhan. 2008. Konstruksi Sosial Media Massa: Kekuatan Pengaruh Media Massa, Iklan  Televisi  dan  Keputusan  Konsumen  serta  Kritik  terhadap  Peter  L  Berger    Thomas
Luckmann. Jakarta: Kencana Prenada Media, hal. 201-203.
commit to user
Dalam  buku  tersebut  menggambarkan  proses  sosial  melalui  tindakan  dan interaksinya,  dengan  individu  intens  menciptakan  realitas  yang  dimiliki  dan
dialami  bersama  secara  subyektif.  Mereka  telah  berhasil  menunjukkan bagaimana posisi teori Weber dan Durkheim dapat digabungkan menjadi satu
teori  yang  komprehensif  tentang  tindakan  sosial  tanpa  kehilangan  logika intinya.
34
Menurut penyusun, isi media hakikatnya hasil konstruksi realitas dengan bahasa  sebagai  perangkat  dasarnya.  Sedangkan  bahasa  bukan  saja  sebagai  alat
merepresentasikan  realitas,  namun  juga  bisa  menentukan  relief  seperti  apa  yang akan diciptakan oleh bahasa tentang realitas tersebut.
Dalam pandangan Hall Halliday
35
, salah satu fungsi bahasa adalah untuk
memelihara  hubungan  antar  sesama  manusia  dengan  menyediakan  wahana lengkap  terhadap  status,  sikap  sosial  dan  individual,  taksiran,  penilaian  dan
sebagainya, yang berarti memasukkan partisipasi ke dalam interaksi bahasa. Secara  makro  berdasarkan  isi  pesan,  fungsi-fungsi  bahasa  dapat  dijabarkan
sebagai berikut: a.
Fungsi ideasional, untuk membentuk, mempertahankan, dan memperjelas hubungan di antara anggota masyarakat,
b. Fungsi  interpersonal,  untuk  menyampaikan  informasi  di  antara  anggota
masyarakat, dan c.
Fungsi tekstual, untuk menyediakan kerangka, pengorganisasian diskursus wacana yang relevan dengan situasi.
Fungsi  tekstual  dikatakan  berkaitan  tugas  bahasa   untuk  membentuk berbagai  mata  rantai  kebahasaan  dan  mata  rantai  unsur  situasi  features  of
situation  yang  memungkinkan  digunakannya  bahasa  oleh  para  pemakainya. Fungsi tekstual tampak pada struktur yang terkait tema, yaitu struktur tematik dan
struktur informasi. Fungsi tekstual bahasa, kata  Halliday, adalah satuan dasar bahasa dalam
penggunaan, bukan  kata atau kalimat, melainkan  teks.  Sedangkan unsur tekstual
34
Sobur, Alex. 2009. Op Cit. hal. 91
35
Ibid, hal.17-18
commit to user
dalam  bahasa  adalah  seperangkat  pilihan,  yang  dengan  cara  itu  memungkinkan
pembicara  atau  penulis  termasuk  Redaksi  –penyusun  menciptakan  teks-teks  –
untuk menggunakan bahasa dengan jalan yang relevan dengan konteksnya. Klausa  dalam  fungsi-fungsi  disorganisasi  atau  ditata  sebagai  amanat  atau
pesan,  sehingga  di  samping  struktur  dalam  transivitas  dan  modalitasnya, klausa itu juga memiliki struktur sebagai amanat yang dikenal sebagai struktur
tematik.  Dalam  kaitan  tersebut,  akibatnya  media  massa  mempunyai  peluang yang sangat besar, untuk memengaruhi makna dan  gambaran  yang dihasilkan
dari realitas yang dikonstruksikannya. Karena menceritakan pelbagai kejadian atau  peristiwa  itulah,  maka  tidak  berlebihan  bila  dikatakan  seluruh  isi  media
adalah realitas yang telah dikonstruksikan construsted reality.
36
Laporan-laporan  jurnalistik  di  media,  pada  dasarnya  tidak  lebih  dari hasil  penyusunan  realitas-realitas  dalam  bentuk  sebuah  cerita.  Penyusun  sepakat
dengan yang  dikatakan  Tuchman
37
,  berita  pada  dasarnya  adalah  realitas yang telah dikonstruksikan.
Menurut  Yoce  Aliah  Darma, untuk  melakukan  konstruksi  realitas,  pelaku
konstruksi  memakai  suatu  strategi  tertentu. Tidak  terlepas  dari  pengaruh
eksternal dan  internal, strategi konstruksi ini mencakup pilihan bahasa mulai dari  kata  hingga  paragraf,  pilihan  fakta  yang  dimasukkandikeluarkan  dari
wacana  yang  populer  disebut  strategi  framing  dan  pilihan  teknik menampilkan wacana di depan publik disebut strategi priming.
38
Selanjutnya, hasil dari proses ini adalah wacana discourse atau realitas yang  dikonstruksikan  berupa  tulisan  text,  ucapan  talk,  tindakan  act,  atau
peninggalan artifact. Oleh  karena  itu, wacana  yang terbentuk telah dipengaruhi berbagai faktor. Akhirnya penyusun dapat mengatakan, kepastian di balik wacana
itu  terdapat  makna  dan  citra  yang  diinginkan  serta  kepentingan  yang  sedang diperjuangkan.
Galtung  dan  Ruge dalam McQuail
39
menjelaskan, faktor penting yang
36
Sobur, Alex. 2009. Op. Cit. hal. 17-18
37
Ibid. hal 88-89
38
Darma, Yoce Aliah. 2009. Op. Cit. hal. 8
39
Hartley, John. 1982. Memahami Berita Jakarta.. Routledge. London. hal..90
commit to user
memengaruhi  pemilihan  kemasan  informasi  di  media  atau  pemberitaan:  faktor organisasi, faktor yang berkaitan dengan aliran, dan faktor sosial budaya.
Dalam  pengamatan  penyusun,  faktor  organisasi  merupakan  faktor  yang paling  universal  dan  mengandung  konsekuensi  kepentingan  tertentu.  Biasanya
suatu media lebih menyukai peristiwa besar atau penting yang terjadi dalam skala waktu yang sesuai dengan jadwal produksi normal, serta menyukai pula peristiwa
yang paling mudah diliput dan dilaporkan, mudah dikenal, dan dipandang relevan. Oleh  karena  itu,  informasi    ataupun    pesan    yang    ingin    disampaikan
suatu  media  massa  atas  berbagai  peristiwa  –termasuk  yang  melalui  newsticker— tak bisa disamakan dengan fotokopi dari realitas. Namun penyusun sepakat, harus
dipandang sebagai hasil konstruksi dari realitas. Karenanya,  sangat  potensial  terjadi  peristiwa  yang  sama  dikonstruksi
secara  berbeda  oleh  beberapa  media  massa.  Wartawan  atau  jurnalis  bisa  jadi mempunyai pandangan dan konsepsi berbeda, ketika melihat suatu peristiwa atau
kejadian yang terwujud dalam teks berita. Sementara  itu  Piliang  mengatakan,  televisi  dianggap  cermin  bagi  realitas
sosial dengan berbagai  kepentingan  yang mempresentasikan dan mencitrakan kenyataan sosial yang dihadapi masyarakat. Ia berada dalam mekanisme kerja
intelektual  yang  rumit,  serius  dan  komprehensif  dalam    usahanya      memberi pemaknaan    atas  kenyataan  sosial  yang  ditemui  sehari-hari.  Saat  sekarang,
budaya  media  telah  mengaburkan  batasan  antara  kenyataan  di  lapangan dengan fiksi. Akibatnya  hegemoni budaya media  terus mempersubur realitas-
realitas buatan, yang dibangun, seakan mirip dengan realitas sebenarnya.
40
Penyusun melihat kepercayaan masyarakat kepada televisi cukup tinggi, sehingga  cenderung  menjadi  media  dominan  yang  menggeser  dominasi    budaya
tulis.  Pola  berulang  dari  pesan-pesan  dan  gambaran  televisi  yang  menghadirkan nyaris  seluruh  aspek  human  interest,  membuat  jarak  antara  kenyataan  dan  fiksi
40
Hartley, John. 1982. Op. Cit, hal. 91
commit to user
semakin  kabur.  Terlebih  dengan  adanya  tayangan  yang  merekayasa  fakta  demi tingginya rating, menjadikan masyarakat mempercayai pemaknaan kenyataan atas
realitas-realitas  buatan  tersebut.  Ini  tentunya  kemudian  berdampak  pada penyimpangan fungsi media massa, disadari atau tidak.
Menurut  Bungin
41
media  massa  yang  berperan  sebagai  agent of  change institusi pelopor perubahan menjadi paradigma utama media massa.
Dalam menjalankan paradigmanya, media massa berperan: a.
Sebagai  institusi  pencerahan  masyarakat,  dalam  perannya  sebagai  media edukasi.  Media  massa  menjadi  media  yang  setiap  saat  mendidik
masyarakat  supaya  cerdas,  terbuka  pikirannya,  dan  menjadi  masyarakat yang maju.
b. Selain  itu  media  massa  menjadi  media  informasi,  yang  setiap  saat
menyampaikan  informasi  kepada  masyarakat.  Dengan  informasi  terbuka, jujur  dan  benar  yang  disampaikan  media  massa  kepada  masyarakat,
masyarakat  akan  menjadi  kaya  dengan  informasi  dan  terbuka  dengan informasi.
Sebaliknya  pula,  masyarakat  dapat  menyampaikan  informasi  dengan jujur  kepada  media  massa.  Selain  itu,  informasi  yang  banyak  dimiliki
masyarakat  menjadikannya  sebagai  masyarakat  dunia  yang  dapat berpartisipasi dengan berbagai kemampuan.
c. Terakhir,  media  massa  sebagai  media  hiburan.  Sebagai    agent of  change,
juga  media  massa  menjadi  institusi  budaya  yang  setiap  saat  menjadi corong  kebudayaan,  katalisator  perkembangan  budaya.  Sebagai  agent  of
change  yang  dimaksud,  juga  mendorong  agar  perkembangan  budaya bermanfaat bagi manusia bermoral dan masyarakat  yang sakinah. Dengan
demikian,  media  massa  berperan  pula  untuk  mencegah  berkembangnya budaya yang justru merusak peradaban manusia dan masyarakatnya.
Paradigma  inilah  yang  menurut  penyusun  harus  dikembalikan  para pengelola  media  massa,  khususnya  televisi,  agar  masyarakat  mendapatkan
informasi  yang  benar,  faktual,  tanpa  bercampur  dengan  fiksi.  Perubahan  realitas yang  dikonstruksikan  secara  apa  adanya,  akan  membuat  masyarakat  memaknai
informasi  dengan  benar.  Dengan  demikian  fungsi  mendidik  maupun  menghibur masyarakat,   dapat  dilakukan   secara  etis  dan  bermanfaat   dalam  membangun
41
Hartley, John. 1982. Log. Cit
commit to user
peradaban dan kebudayaan. 2.
Pemberitaan Pada  dasarnya,  penerbitan  pers  berisi  tiga  komponen.  Pertama,
penyajian  berita  sebagai  produk  utama  yang  disajikan  kepada  pembacanya. Kedua, pandangan atau pendapat yang dalam istilah jurnalistik disebut opini, baik
dari  masyarakat  public  opinion  maupun  redaksi  desk  opinion.  Terakhir,
periklanan yang menjadi tempat perusahaan untuk mendapatkan keuntungan.
Curtis  D  MacDougall
42
menyebut  jurnalisme  sebagai  kegiatan  dalam
menghimpun berita,  mencari fakta dan  melaporkan peristiwa.  Jurnalisme sangat penting  di  mana  pun  dan  kapan  pun,  yang  sangat  diperlukan  dalam  suatu  negara
demokratis. Tak peduli apa pun perubahan-perubahan  yang terjadi di masa depan –baik sosial, ekonomi, politik maupun lainnya.
Penyusun  tak  dapat  membayangkan,  akan  pernah  ada  saatnya  ketika tiada  seorang  pun  yang  berfungsi  mencari  berita  tentang  peristiwa  yang  terjadi
dan  menyampaikan  beritanya  kepada  khalayak  ramai,  diiringi  dengan  perjalanan tentang  peristiwa  tersebut.  Berita  sebagai  sebuah  produk  jurnalistik,  tentu  tidak
bisa dilepaskan dari peristiwa-peristiwa yang sedang terjadi di tengah masyarakat.
Melalui berita, masyarakat bisa memahami tentang apa yang sebenarnya terjadi. Namun  demikian,  berita  adalah  rangkaian  realitas  yang  sudah
dikonstruksi  oleh  wartawan,  sehingga  menjadi  sebuah  cerita  yang  mempunyai makna.  Seperti  yang  telah  dijelaskan  di  atas,  pembuatan  berita  di  media  pada
dasarnya  adalah   penyusunan  realitas - realitas  hingga  membentuk  cerita   atau
42
Kusumaningrat,  Hikmat  dan  Purnama  Kusumaningrat.  2005.  Jurnalistik,  Teori  dan  Praktik. Bandung: Remaja Rosdakarya, hal. 15-16
commit to user
wacana yang bermakna. Mengelola  suatu  media  –terutama  media  penyiaran—  memberi
tantangan yang tak mudah kepada pengelolanya, seperti ditegaskan Peter Pringle
43
“Few  management  position  offers  challenges  equal  to  those  of  managing  a commercial  radio  or  television  station”  Tidak  banyak  posisi  manajemen  yang
memberikan  tantangan  setara  dengan  mengelola  suatu  stasiun  radio  dan  televisi komersial.
Dalam  organisasi  penyiaran  komersial  dan  non  komersial  yang  besar, biasanya  membentuk  bagian  pemberitaan  sebagai  unit  atau  departemen  yang
terpisah  dari  bagian  program.  Hal  ini  umumnya  disebabkan  manajemen pemberitaan  mempekerjakan  banyak  orang,  mulai  dari  reporter,  penulis,  juru
kamera,  editor,  pustakawan,  produser  dan  sebagainya.  Alasan  lain,  karena  sifat berita  yang  harus  segera  disiarkan  dan  juga  karena  adanya  misi  tertentu  atau
tanggungjawab tertentu yang diemban manajemen pemberitaan. Kini –termasuk di Indonesia— dengan era globalisasi dunia sudah bagai
desa  global,  sehingga  pers  pun  mendunia.  Dengan  bantuan  satelit  maupun internet,  berita  tidak  lagi  mengenal  batas  negara.  Berita  ada  di  segala  penjuru
dunia, sehingga menurut Mitchel V. Charnley
44
definisi berita adalah “News is the timely  report  of  facts  or  opinion  that  hold  interest  or  importance,  of  both,  for  a
considerable number of people” Berita adalah laporan aktual tentang fakta-fakta dan opini yang menarik atau penting, atau keduanya, bagi sejumlah besar orang.
Arus informasi  yang demikian padat saat ini,  menjadikan  manusia kian
43
Morissan. 2009. Manajemen Media  Penyiaran, Strategi Mengelola  Radio   Televisi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, hal. 125-127
44
Effendi,  Onong  Uchjana.  1993.  Ilmu,  Teori    Filsafat  Komunikasi.  Bandung:  Citra  Aditya Bakti, hal. 90
commit to user
selektif  memilih  berdasarkan  aktualitas  dalam  berbagai  kepentingannya.  Tanpa disadari  dan  dipahami  masyarakat  umum,  pertimbangan  tersebut  sesungguhnya
adalah  komponen  nilai  berita.  Karenanyalah  menurut  penyusun,  newsticker ditayangkan  dan  lantaran  kesederhanaan  tampilannya  memang  patut  dijadikan
ujung tombak pemberitaan pada stasiun televisi.
Untuk  menguji  suatu  informasi  layak  menjadi  berita,  Mencher
membaginya ke dalam tujuh nilai berita: 1  actuality  kesegeraan  waktu  atau  aktual,  2  impact  kejadian  yang
berdampak pada banyak orang, 3 prominence kejadian  yang mengandung nilai keagungan, 4 proximity kedekatan, baik secara fisik maupun psikis,
5 conflict mengandung pertentangan, 6 the unusual kejadian  yang tidak biasa terjadi dan merupakan pengecualian dari pengalaman sehari-hari, dan
7 the currency sedang menjadi pembicaraan orang banyak.
45
Sementara  Charnley  lebih  menyoroti  aspek  kualitas  berita,  menurutnya ada beberapa standar yang dipakai untuk mengukur kualitas:
1  accurate  informasi  yang  sudah  dicek  ulang  ketepatannya,  2  properly attributed  nara  sumber  punya  kapabilitas  tentang  yang  diberitakan,  3
balanced  and  fair  informasi  harus  mengandung  keseimbangan  dan kejujuran, 4 objective informasi harus obyektif dari realitas dan fakta,  5
brief and focused materi disusun secara ringkas, padat dan terarah, sehingga mudah  dipahami,  dan  6  well  written  kisah  beritanya  ditulis  dengan  jelas
dan menarik.
46
3. Bencana Alam
Mencermati  kondisi  negara  kita  dalam beberapa tahun belakangan ini, menyadarkan  kita  semua  kalau  negara  kita  akrab  dengan  bencana  alam.  Hampir
setiap hari media massa menyajikan berita tentang bencana yang terjadi di seluruh pelosok  tanah  air,  baik  berupa  banjir,  tanah  longsor,  kekeringan,  lahar  dingin,
gunung meletus,  maupun  angin  puting beliung.  Tak terbilang  harta  dan  nyawa
45
Baksin, Askurifai. 2006. Op .Cit. hal. 50-52.
46
Effendi, Onong Uchjana. 1993. Log. Cit.
commit to user
yang menjadi korban, karena berbagai peristiwa tadi.
Bencana  sering  diidentikkan  dengan  sesuatu  yang  buruk.  Paralel  dengan istilah disaster dalam
bahasa Inggris. Secara etimologis berasal dari kata ‘dis’ yang  berarti  sesuatu  yang  tidak  enak  unfavorable  dan  ‘astro’
yang  berarti bintang
star.  ‘Dis-astro‘  berarti  an  event  precipitated  by  stars peristiwa
jatuhnya bintang-bintang ke bumi.
47
Bencana alam adalah konsekwensi dari kombinasi aktivitas alami suatu peristiwa  fisik,  seperti  letusan  gunung,  gempa bumi,  tanah  longsor dan  aktivitas
manusia.  Karena  ketidakberdayaan  manusia,  akibat  kurang  baiknya  manajemen keadaan  darurat,  sehingga  menyebabkan  kerugian  dalam  bidang  keuangan  dan
struktural,  bahkan  sampai  kematian.  Kerugian  yang  dihasilkan  tergantung  pada kemampuan untuk mencegah atau menghindari bencana dan daya tahan mereka.
Pemahaman  ini berhubungan  dengan  pernyataan:  bencana  muncul  bila ancaman  bahaya  bertemu dengan  ketidakberdayaan.  Dengan  demikian,  aktivitas
alam  yang  berbahaya  tidak  akan  menjadi  bencana  alam  di  daerah  tanpa ketidakberdayaan manusia, misalnya gempa bumi di wilayah tak berpenghuni.
Konsekuensinya pemakaian istilah ‘alam’ juga ditentang karena bencana tersebut  bukan  hanya  bahaya  atau  malapetaka  tanpa  keterlibatan  manusia.
Besarnya potensi kerugian  juga tergantung pada bentuk bahayanya sendiri,  mulai dari  kebakaran  yang
mengancam  individual  sampai peristiwa  tubrukan  meteor besar yang berpotensi mengakhiri peradaban umat manusia.
Namun  demikian  pada  daerah  yang  memiliki  tingkat  bahaya  tinggi hazard  serta  memiliki  kerentanankerawanan  vulnerability  yang  juga  tinggi,
tidak  akan  memberi  dampak  yang  hebatluas  jika  manusia  yang  berada  di  sana memiliki ketahanan terhadap bencana disaster resilience.
47
Sholeh,  Muh.  Definisi  Bencana  Alam.  Diakses  1  Juli  2011. http:
muhsholeh .blogspot.com
201101definisi-bencana-alam.html
commit to user
Konsep ketahanan bencana  merupakan  evaluasi kemampuan sistem dan infrastruktur-infrastruktur  untuk  mendeteksi,  mencegah    menangani  tantangan-
tantangan  serius  yang  hadir.  Dengan  demikian  meskipun  daerah  tersebut  rawan bencana  dengan  jumlah  penduduk  yang  besar,  tidak  akan  berdampak  serius  jika
diimbangi dengan ketahanan terhadap bencana yang cukup. Karena  menurut  Kamus  Besar  Bahasa  Indonesia,  bencana  dapat  mempunyai
arti  sesuatu  yang  menyebabkan  menimbulkan  kesusahan,  kerugian  atau penderitaan.  Sedangkan  bencana  alam  artinya  sebagai  bencana  yang
disebabkan oleh alam.
48
Pengertian bencana atau  disaster menurut Wikipedia:  “Disaster is the impact of  a  natural  or  man-made  hazards  that  negatively  effects  society  or
environment  bencana  adalah  pengaruh  alam  atau  ancaman  yang  dibuat manusia yang berdampak negatif terhadap masyarakat dan lingkungan.”
49
Masalahnya  pada  kejadian-kejadian  bencana alam geologis  –termasuk bencana  erupsi  gunung  berapi—  gejala  awal  tersebut  seringkali  berjalan  terlalu
cepat  dan  berjangka  waktu  sangat  singkat  ke  gejala  utama,  sehingga  tidak  ada waktu  untuk  mengantisipasi  datangnya  gejala  utama.  Usaha  mendeteksi
datangnya gejala awal, sangat penting dalam mengantisipasi bencana alam. Dalam  Undang - Undang  No  24 Tahun 2007  tentang  Penanggulangan
Bencana, dikenal pengertian dan beberapa istilah terkait dengan bencana.
50
a. Bencana  adalah  peristiwa  atau  rangkaian  peristiwa  yang  mengancam  dan
mengganggu  kehidupan  dan  penghidupan  masyarakat  yang  disebabkan  -- baik  oleh faktor alam  danatau faktor nonalam maupun faktor  manusia—
sehingga  mengakibatkan    timbulnya    korban    jiwa  manusia,  kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
b. Bencana  alam    adalah  bencana  yang  diakibatkan  oleh  peristiwa  atau
serangkaian  peristiwa  yang  disebabkan  oleh  alam  antara  lain  berupa gempa  bumi,  tsunami,  gunung  meletus,  banjir,  kekeringan,  angin  topan,
dan tanah longsor.
48
Sholeh, Muh. Definisi Bencana Alam. Log. Cit
49
Ibid
50
Ibid
commit to user
c. Bencana nonalam  adalah  bencana  yang diakibatkan  oleh peristiwa  atau
rangkaian  peristiwa  nonalam  yang  antara  lain  berupa  gagal  teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit.
d. Bencana  sosial  adalah  bencana  yang  diakibatkan  oleh  peristiwa  atau
serangkaian  peristiwa  yang  diakibatkan  oleh  manusia  yang  meliputi konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror.
e. Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang
meliputi  penetapan  kebijakan  pembangunan  yang  berisiko  timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi.
f. Kegiatan pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
sebagai  upaya  untuk  menghilangkan  danatau  mengurangi  ancaman bencana.
g. Kesiap-siagaan    adalah    serangkaian  kegiatan  yang  dilakukan  untuk
antisipasi  bencana  melalui  pengorganisasian  serta  melalui  langkah  yang tepat guna dan berdaya guna.
h. Peringatan  dini  adalah  serangkaian  kegiatan  pemberian  peringatan
sesegera  mungkin  kepada  masyarakat  tentang  kemungkinan  terjadinya bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang.
i. Mitigasi    ialah  serangkaian  upaya  untuk  mengurangi  risiko bencana,  baik
melalui  pembangunan  fisik  maupun  penyadaran  dan  peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.
j. Tanggap      darurat      bencana      adalah      serangkaian      kegiatan      yang
dilakukan  dengan  segera  pada  saat  kejadian  bencana  untuk  menangani dampak  buruk  yang  ditimbulkan,  yang  meliputi  kegiatan  penyelamatan
dan  evakuasi  korban,  harta  benda,  pemenuhan  kebutuhan  dasar, perlindungan,  pengurusan  pengungsi,  penyelamatan,  serta  pemulihan
prasarana dan sarana.
k. Rehabilitasi  adalah  perbaikan  dan  pemulihan  semua  aspek  pelayanan
publik  atau  masyarakat  sampai  tingkat  yang  memadai  pada  wilayah pascabencana  dengan  sasaran  utama  untuk  normalisasi  atau  berjalannya
secara  wajar  semua  aspek  pemerintahan  dan  kehidupan  masyarakat  pada wilayah pascabencana.
l. Rekonstruksi    adalah  pembangunan  kembali  semua prasarana  dan  sarana,
kelembagaan pada wilayah pasca bencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun  masyarakat,  dengan  sasaran  utama  tumbuh  dan  berkembangnya
commit to user
kegiatan  perekonomian,  sosial  dan  budaya,  tegaknya  hukum  dan ketertiban,  dan  bangkitnya  peranserta  masyarakat  dalam  segala  aspek
kehidupan bermasyarakat pada wilayah pascabencana.
m. Ancaman  bencana  ialah  kejadian  atau  peristiwa  yang  bisa  timbulkan
bencana
n. Rawan  bencana  ialah    kondisi  atau  karakteristik  geologis,  biologis,
hidrologis  klimatologis,  geografis,  sosial,  budaya,  politik,  ekonomi,  dan teknologi  pada  suatu  wilayah  untuk  jangka  waktu  tertentu,  yang
mengurangi  kemampuan  mencegah,  meredam,  mencapai  kesiapan,  dan mengurangi  kemampuan  untuk  menanggapi  dampak  buruk  bahaya
tertentu.
o. Pemulihan  adalah  serangkaian  kegiatan  untuk  mengembalikan  kondisi
masyarakat  dan  lingkungan  hidup  yang  terkena  bencana  dengan memfungsikan  kembali  kelembagaan,  prasarana,  dan  sarana  dengan
melakukan upaya rehabilitasi.
p. Pencegahan  bencana  adalah  serangkaian  kegiatan  yang  dilakukan  untuk
mengurangi atau menghilangkan risiko bencana, baik melalui pengurangan ancaman bencana maupun kerentanan pihak yang terancam bencana.
q. Risiko bencana  adalah  potensi  kerugian  yang  ditimbulkan  akibat bencana
pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu, yang dapat berupa kematian, luka,  sakit,  jiwa  terancam,  hilangnya  rasa  aman,  mengungsi,  kerusakan
atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat.
r. Bantuan    darurat    bencana    adalah    upaya    memberikan    bantuan    untuk
memenuhi kebutuhan dasar pada saat keadaan darurat.
s. Status keadaan darurat bencana adalah suatu keadaan yang ditetapkan oleh
Pemerintah  untuk  jangka  waktu   tertentu,  atas  dasar  rekomendasi  Badan yang diberi tugas untuk menanggulangi bencana.
t. Pengungsi      adalah    orang    atau    kelompok    orang    yang  terpaksa    atau
dipaksa  keluar  dari  tempat  tinggalnya  untuk  jangka  waktu  yang  belum pasti, sebagai akibat dampak buruk bencana.
u. Korban    bencana    adalah    orang    atau  sekelompok  orang  yang  menderita
atau meninggal dunia akibat bencana.
commit to user
Pemerintah  Indonesia  telah  berupaya  melaksanakan  perencanaan, pelaksanaan  sampai  evaluasi  dalam  penanggulangan  bencana,  Penanggulangan
bencana  yang  terjadi  di  Indonesia  dipayungi  oleh  Undang-Undang  Nomor  24 Tahun 2007.
4. Newsticker
Newsticker    kadang    dikenal    sebagai    perayap  sebagai  suatu   ruang kecil  di  layar  pada  jaringan  televisi  berita,  dipersembahkan  untuk
mempresentasikan  berita  utama  atau  bagian  kecil  dari  berita.  Mungkin  juga mengacu  pada  panjang  dan  tipis  gaya  tampilan  scoreboard,  yang  biasanya
mengelilingi bagian depan kantor atau gedung pemerintah. Awalnya jenis tayangan berita sangat sekilas ini, di Indonesia dimotori
oleh  Metro-TV.  Mungkin  oleh  beberapa  stasiun  televisi  lainnya  teknik  ini dianggap  cukup  efektif,  terutama  untuk  memberitakan  sekilas  tetapi  sangat
menyedot  perhatian  khalayak.  Contoh  ketika  invasi  Amerika  atas  Irak,  beberapa stasiun  televisi  pun  menayangkan  berita  running  text.  Meskipun  sangat  sekilas,
tapi penonton tertarik karena setiap saat bisa membacanya. Menurut  Baksin
51
,  penayangan  berita  dengan  running  text  ini  mungkin diilhami  oleh  iklan  yang  muncul  secara  moving  bergerak.  Dengan  tampilan
moving,  otomatis  mata  penonton  mau  tidak  mau  akan  membacanya.  Secara psikologi mata,  ketika  tampilan  berlangsung  lama  kemudian  muncul  tayangan
newsticker yang berbeda,  maka tayangan itu akan menyedot perhatian. Selain  itu,  ada   pola-pola  yang  berlaku  khusus   bagi   ragam  tekstual
51
Baksin, Askurifai. 2006. Op.Cit. hal. 87
commit to user
tertentu  menurut Lalouscheck
52
, misalnya seperti pada pengelolaan newsticker di televisi.  Produksi newsticker  di  tvOne  dilakukan  oleh  sebuah  tim  –dalam  sebuah
divisi  tersendiri  Divisi  Newsticker    Website—  yang  terdiri  6  orang  secara bergantian setiap 8 jam berdasarkan shift selama 24 jam.
Menurut  Aries  Margono, Manajer  Divisi,  cara  kerja  pengelolaan
newsticker  dilakukan  Tim  dengan  bahan  berita  yang  berasal  dari  para  reporter tvOne  di  lapangan,  mengutip  media  online  dari  satu  grup,  Vivanews.  com,  dan
masukan masyarakat. Dengan  menggunakan  sofwtware  komputer,  format  newsticker  telah
disiapkan,  sehingga  Tim  yang  bertugas  hanya  mengetikkan  naskah  ke  dalam format  tersebut.  Namun  sebelum  ditulis,  para  anggota  Tim  terlebih  dahulu
mengadakan  recheck  pengontrolan  ulang  atas  informasi  ataupun  berita tersebut  kepada  reporternya  di  lapangan.  Selain  mengkonfirmasi  kebenaran,
juga  untuk  mengetahui  kondisi  terakhir  informasiberita  demi  menjaga aktualitas.  Hal  ini  dilakukan  demi    menjaga    kredibilitas    tvOne    sebagai
saluran televisi yang “Terdepan Mengabarkan”
53
Newsticker  berita  yang  tampil  sebagai  running  text  di  televisi, mempunyai  format  berita hampir mendekati format Reader sebagai bentuk berita
yang  paling  sederhana  di  televisi. Dalam  format  Reader,  yang  ditulis  Arifin
Harahap  dalam bukunya, sebagai berikut:
Reporter  hanya  menuliskan  lead  in  teras  berita  untuk  dibacakan presenterpenyiar  dan  sama  sekali  tidak  memiliki  gambar.  Ketentuannya:  1
memiliki nilai berita penting, 2 sudah dicek kebenarannya, 3 gambar belum tersedia,  4  peristiwa  terjadi  menjelang  atau  saat  program  berita  tengah
mengudara,  5  beritanya  dapat  berhubungan  atau  tidak  berhubungan  dengan berita utama yang ditayangkan dan 6 durasi maksimal 30 detik.
54
Bedanya dengan newsticker berita, agaknya, untuk poin 3, 4 dan 6 tidak  selalu  seperti  itu.  Pada  newsticker  dapat  saja  gambar  sudah  tersedia,
52
Titscher, Stefan. et.al. 2009. Op. Cit. hal. 45-47
53
Wawancara penyusun dengan Aries Margono, Manager Divisi Newsticker  Website
tvOne
54
Harahap, Arifin S, 2006. Jurnalistik Televisi, Teknik Memburu dan Menulis Berita TV.  Jakarta: PT. Indeks, Kelompok Gramedia,
hal 48.
commit to user
peristiwa  sudah  terjadi  sebelum  mengudara  dan  tidak  memerlukan  durasi  karena teks berjalan berulang-ulang.
Hal  ini  disebabkan  newsticker  berita  lebih  sebagai  intisari  berita,  yang dapat  di  update  bila  ada  perkembangan  terbaru.  Isinya  pun  tidak  selalu  berupa
teras  berita,  bisa  saja  cuplikan  tubuh  berita  ataupun  penutup,  sepanjang  menarik rasa  ingin  tahu  pemirsa.  Repetisi  pesan
55
pada  newsticker,  sekaligus  merupakan argumen  yang  baik  untuk  mempelajari  media  dan  efek-efek  yang  mungkin  dari
repetisi ini. Berita terkini pada tampilan newsticker  bersifat time concern, penyajian
sangat terikat pada waktu. Makin cepat disajikan  makin baik, dengan syarat  nilai beritanya  harus  kuat.  Dengan  membaca  newsticker,  pemirsa  dapat  menangkap
makna  mean  dan  nilai  value  suatu berita secara jelas, sekaligus menentukan minat untuk mengikuti berita seutuhnya yang akan dibacakan presenterpenyiar.
Karena itu, newsticker harus memuat bagian paling penting dan menarik, yang  menjawab  unsur  what  apa  atau  who  siapa,  when  kapan  dan  where
dimana,  meski  kadang  dijumpai  pula  ringkasan  atas  jawaban  how  bagaimana dan  why mengapa.  Jika  bahan berita  berupa  pendapat,  newsticker  setidaknya
memuat kelengkapan unsur who siapa dan says what mengatakan apa. Pada  saat  ini,  di  media  massa  periodik  radiotelevisi  Indonesia,  arus
informasi  masih  berjalan  satu  arah,  dari  pengelola  media  massa  periodik komunikator  kepada  khalayak  komunikan.
56
Sedangkan  arus  balik  bersifat tertunda  delayed  feedback.  Meski  begitu,  perkembangan  teknologi  komunikasi
dan informasi telah mendukung percepatan penyampaian karya jurnalistik kepada
55
Burton, Graeme. 2008. Op. Cit. hal. 5-6.
56
Baksin, Askurifai. 2006. Op..Cit. hal. 61.
commit to user
khalayak melalui kehadiran newsticker. 5.
Televisi Berita Ketika  pertama  kali  TVRI  mengudara,  televisi  pemerintah  ini  awalnya
menampilkan  liputan  Asian  Games  IV.  Artinya,  sejak  awal  TVRI  memerhatikan konsumsi  berita  untuk  pemirsanya.  Kemudian,  setelah  kurang  lebih  32  tahun,
mulailah kebebasan mendapatkan  informasi  yang  transparan  berlaku  di negara kita, sampai akhirnya bisa memilih acara berita dari sebelas stasiun televisi.
Jurnalistik  televisi  relatif  baru  berkembang  di  Indonesia  dan  berita televisi  saat  ini  telah  menjadi  acara  yang  sangat  penting,  terutama  untuk
mengangkat citra stasiun televisi  yang bersangkutan. Sayangnya referensi tentang jurnalistik televisi masih sangat terbatas, padahal jurnalistik televisi dan jurnalistik
media cetak sangat berbeda.
Menurut  Eva  Arifin,  jurnalistik  televisi  dalam  lingkupnya  sebagai
penyiaran broadcast dapat dipahami sebagai berikut: “Broadcasting  merupakan  suatu  kehidupan  dunia  yang  penuh  kegemerlapan,
di  mana  dalam  penyajian  informasi,  ide,  gagasan  yang  sifat  penyampaian divisualisasikan  di  layar  kaca  dalam  bentuk  program  yang  dikemas  secara
apik,  tematis,  edukasi,  penuh  pesona,  dengan  satu  tujuan  agar  informasi  dan berita  tersebut  dapat  sampai  ke  hadapan  khalayaknya  serta  bisa  diterima  dan
dipahami secara baik.”
57
Pemberitaan news dicari dari sebuah peristiwa lalu diliput dan disuplai untuk  dikemas,  menjadi  suatu  program  acara  pemberitaan  di  dalam  program
televisi broadcasting siaran  yang sifat tayangannya sangat spesifik. Tiga bagian besar  berita,  pada  acara program  televisi  broadcasting  dan  pada  radio  penyiaran
adalah sebagai berikut:
57
Arifin, Eva. 2010. Broadcasting to be broadcaster. Yogyakarta: Graha Ilmu,. hal. 67-69
commit to user
a. Berita  yang ditayangkan secara langsung live disiarkan dari tempat kejadian
atau  peristiwanya,  akan  mempunyai  nilai  informasi  lebih  update,  segar, obyektif, selintas, akurat, edukatif dan faktual, yang banyak diminati khalayak
karena mereka tidak tertinggal berita.
b. Berita  yang  tidak  langsung  atau  rekaman,  karena  pertimbangan  khusus  soal
lokasi, crew, nara sumber, dan lain-lain c.
Berita  perpaduan  antara  rekaman  dan  langsung,  dengan  peliputan  saat  terjadi dan disiarkan setelah peristiwa melalui rekaman.
58
Secara  ringkas,  Eva  Arifin  mengambil  contoh  sebuah  rangkaian  proses pengelolaan berita di televisi sebagai berikut:
 Lokasi
: Studioruangan redaksi Kegiatan  : Perencanaan berita
Meliputi  : Penentuan topik dan pembagian tugas Bahan
: Nilai media, fakta dan data pustaka 
Lokasi : Lapangan alaminstansirumah
Kegiatan  : Peliputan berita Meliputi  : Pengamatan peristiwa, wawancara, merekam atmosfir,
mencatat data 
Lokasi : Studioruangan redaksi
Kegiatan  : Produksi paket berita Meliputi  : Melakukan seleksi data, menulis naskah editing, mixing
penggabungan suara, pembacaan teks, nara sumber ilustrasi musik
 Lokasi
: Studio siaranon air Kegiatan  : Penyiaran berita
Meliputi  : Pembacaan pengantar oleh presenter, pembacaan laporan oleh reporter
 Lokasi
: Studioruangan redaksi Kegiatan  : Evaluasi harian bersama
Meliputi  : Perbandingan rancangan topik antara hasil lapangan dan hasil evaluasi, kendala serta rencana selanjutnya.
59
Bentuk  pemberitaan  televisi  yang  lazim  seperti  diungkap  Eva  Arifin dalam bukunya adalah:
1 writting news,  berupa  adlips  atau  spot news,  2 news with insert berita yang  dilengkapi  dengan  sisipan  suara  nara  sumber,  3  News  feature  berita
panjang yang bersifat human interest, 4 phone in news berita langsung yang disajikan  via  telepon  reporter  ataupun  nara  sumber,  5  news  bulletin
gabungan beberapa berita pendek  yang ditayangkan dalam  satu blok waktu,
58
Arifin, Eva. 2010. Log. Cit.
59
Ibid, hal. 235-236
commit to user
6  news  interview  berita  bersifat  interaktif  dengan  sedapat  mungkin  ada keterlibatan  khalayak, 7 hard news berita yang baru saja terjadi atau masih
hangat  dibicarakan,  8  soft  news  berita  lanjutan  tentang  peristiwa [infotainment]  yang  tidak  terikat  waktu  tetapi  lebih  menekankan  aspek
kemanusiaan, 9 indepth news berita mendalam yang dikemas dalam format features, 10 breaking news berita penting  yang  tengah terjadi dan biasanya
berkesinambungan  dengan  berita  akan  datang, 11  varia berita  berisi  aneka ragam topik berita, 12 straight news berita langsung saat peristiwa terjadi,
13 opinion news berita  yang berisi tanggapan masyarakat, 14 investigative news  berita  hasil  penyelidikan  yang  mengandung  kasus  kontroversial  dan
kadang  merugikan  masyarakat  luas  dan  memerlukan  tanggung  jawab  moral dan  waktu  yang  panjang  dengan  penuh  kehati-hatian,  keuletan  dan
mengandung  tantangan,  15  news  culture  berita  tentang  khazanah  atau peristiwa  budaya,  dan  16  kaladeiscope  news  kumpulan  berita  ekonomi,
politik, sosial, budaya, dalam setahun yang ditayangkan akhir tahun.
60
Berita  televisi  bukan  hanya  melaporkan  fakta  tulisannarasi,  tetapi  juga gambar  visual,  baik  gambar  diam  maupun  film  berita.  Dasar  literatur  visual
adalah  sudut  pandang  alami,  cara  pandang  dan  tanggapan  pemikiran,  isyarat warna,  wujud,  kedalaman  dan  gerakan  serta  pendekatan  literatur  visual  terhadap
gestalt, semiotik dan pengamatan.
Sementara  Onong  Uchyana  Effendi  membagi  jenis berita  televisi  atas:  warta berita  straight  newscast,  siaran  pandangan  mata  on  the  spot  telecast,
wawancara  udara  interview  on  the  air  dan  komentar.  Sedangkan  JB Wahyudi  membagi  berita  televisi  menjadi  Berita  Terkini  dalam  2  bentuk
berita  langsung:  berita  kuat  dan  mendalam  dan  Berita  Berkala  5  bentuk: laporan  eksploratif,  laporan  khasfeature,  berita  analisis,  human  interest  dan
majalah udara.
61
Seorang  jurnalis  harus  memahami  asas-asas  fisik  sudut  pandang  dan teori-teori  yang  telah  dikedepankan,  untuk  menjelaskan  dampak  sosial  sudut
pandang dalam membentuk peristiwa dan mengkomunikasikan suasana hati. Seorang  jurnalis  televisi  harus  juga  memahami  betul  kriteria  dan  nilai
berita, sebelum mencari dan menulisnya, Tanpa memahami, berita yang disajikan belum tentu berguna dan menarik bagi pemirsa. Terlebih program berita di televisi
60
Arifin, Eva. 2010. Op.Cit. hal. 74-77
61
Baksin, Askurifai. 2006. Op.Cit.hal. 83-99
commit to user
juga memiliki keterbatasan,  semisal waktu siar dan sifatnya yang sepintas.  Untuk itu, kita harus memilihnya sesuai nilai berita dan karakteristik di televisi.
Sesuai  kategori  asal  berita,  pencarian  berita  televisi  berdasar  peristiwa momentum  moment news,  peristiwa  teragenda  event news dan peristiwa
fenomena  phenomenum  news.  Juga  ada  berita  lanjutan  follow  up  news, yang  dirancang  dari  berita  yang  telah  disiarkan.
Mencari  berita  televisi  harus menggunakan strategi, tidak hanya menunggu peristiwa terjadi. Bahkan dapat
dikatakan,  75  keberhasilan  perolehan  berita  ditentukan  perencanaan  yang baik.
62
Berita  televisi  terutama  lebih  mengedepankan  gambar  yang  mampu bercerita  lebih  banyak,  narasi  atau  naskah  tulisan  hanya  sebagai  pendukung.
Seorang  jurnalis  televisi  harus menulis  berita  berdasarkan  gambar  yang  dimiliki, jangan dibalik, karena tidak akan menghasilkan berita televisi yang baik.
Oleh  karena  itu,  seorang  reporter  televisi  dalam  peliputan  bertindak sebagai  produser  lapangan.  Ia  harus  mampu  mengarahkan  juru  kamera  untuk
mengambil gambar yang dibutuhkan, sesuai bahan berita yang telah dicatatnya. Sebelum  menulis  berita,  reporter  televisi  seharusnya    memahami  terlebih
dahulu  format  penulisan  berita  yang  dapat  ditetapkan  sesuai  bahan  yang diperoleh.  Dari  yang  paling  sederhana,  formatnya  antara  lain:  Reader,  Voice
Over  VO,  VO-Grafik,  Sound  of  Tape  SOT,  VO-SOT,  Package,  Live  On Cam, Live By Phone, Phone Record, Visual News, dan Vox Pop.
63
Sebagaimana  penulisan  berita  di  media  cetak  dan  radio,  berita  televisi juga memiliki judul, lead in teras dan tubuh berita. Bedanya judul hanya sebagai
pendukung,  karena  tertera  setelah  lead  in  selesai  dibacakan  penyiar  dan  muncul beberapa  detik  setelah  gambar  berita  ditayangkan.  Lead  in  menjadi  kunci  key
word,  karena  pemirsa  dapat  menangkap  makna  mean  dan  nilai  value  berita secara  jelas.  Tubuh  berita  merupakan  kelanjutan  dari  lead  in,  tidak  boleh  ada
pengulangan isi  lead in.  Begitu juga  kutipan atau ucapan langsung  nara sumber,
62
Arifin, Eva. 2010. Op. Cit.  hal. 2
63
Harahap, Arifin S.. 2006. Op.Cit  hal. 45
commit to user
dipilih yang tidak sama persis dengan narasi. Karena  pemirsa  televisi  harus  menyaksikan  gambar  dan  mendengarkan
narasi  berita,  bahasa  yang  digunakan  adalah  bahasa  lisan  melalui  penuturan supaya  mudah  dipahami  pemirsa.  Soren  H  Munhof
64
mengemukakan,  penulisan berita televisi harus tepat accuracy, singkat brevity, sederhana simplicity dan
dapat dipercaya sincerity. Morrissan memaparkan 15 prinsip penulisan  naskah berita televisi, agar
sesuai kaidah bahasa Jurnalistik.Yaitu: 1  gunakan  gaya  ringan  dan  bahasa  sederhana,  2  gunakan  prinsip  ekonomi
kata,  3  gunakan  ungkapan  lebih  pendek,  4  gunakan  kata  sederhana,  5 gunakan kata sesuai konteks, 6 hindari ungkapan bombastis, 7 hindari istilah
teknis  tidak  dikenal,  8  hindari  ungkapan  klise  dan  eufimisme,  9  gunakan kalimat  tutur,  10  reporter  harus  obyektif,  11  jangan  mengulangi  informasi,
12  istilah  harus  diuji  kembali,  13  harus  kalimat  aktif  dan  terstruktur,  14 jangan terlalu banyak angka,  dan  15 agar berhati-hati mencantumkan jumlah
korban.
65
Pedoman Perilaku Penyiaran  dan  Standar Program Siaran   yang terdiri atas 81 pasal, menurut kajian Haris Sumadiria
66
, setidaknya terdapat 10 pasal yang
secara  tersurat  mengatur  tentang  aspek-aspek  penggunaan  bahasa  Jurnalistik dalam siaran televisi.   Yaitu tentang prinsip jurnalistik, akurasi, penyiaran  secara
adil, tidak berpihak, privasi, pencegatan doorstoping, eksploitasi seks, kata-kata kasar dan makian, suku dan ras, serta tentang perjudian.
McLuhan    adalah  salah  satu  dari  beberapa  orang  yang  melihat  televisi
memiliki dampak  jauh lebih besar  dari hal-hal yang dikomunikasikannya. Ketiga dampak psikososial utama tersebut, yakni:
1 efek pemitologian,  saat televisi  menciptakan tokoh mitos  yang lebih besar
64
Arifin, Eva. 2010. Op .Cit.  hal. 71
65
Morissan. 2005. Jurnalistik Televisi Mutakhir. Jakarta: Ramdina Prakarsa, hal.  90-111
66
Sumadiria,  AS  Haris.  2006.  Bahasa    Jurnalistik,  Pedoman  Praktik  Penulis  dan  Jurnalis. Bandung: Remaja Rosdakarya, hal. 136
commit to user
dari  yang ada dalam kehidupan, 2 efek rekayasa sejarah, terkait fakta  secara harfiah  dengan  beberapa  peristiwa  yang  biasa  direkayasa  menjadi  peristiwa
sangat  penting, dan 3 efek pemampatan kognitif, televisi   memberikan kisah, individu  dan  fitur-fiturnya  dalam  bentuk  termampatkan  sehingga  disiarkan
sebagai kesatuan pada waktu tertentu.
67
Atas kemungkinan yang dapat diperankannya,  media massa  merupakan sebuah  kekuatan  raksasa  yang  sangat  diperhitungkan.  Dalam  berbagai  analisis
tentang  kehidupan  sosial,  ekonomi  dan  politik,  media  massa  sering  ditempatkan sebagai  salah  satu  variabel  determinan.  Bahkan  media,  terlebih  dalam  posisinya
sebagai suatu institusi informasi, dapat pula dipandang sebagai faktor yang paling menentukan dalam proses perubahan sosial-budaya dan politik.
Hasil penelitian Shrum juga mengatakan, televisi mempunyai dampak-dampak yang  menarik  para  peneliti  survei  terhadap  isu-isu  seperti  penyimpangan
tanggapan.  Banyak  studi-studi  menetapkan  korelasi  yang  sudah  diramalkan antara  jumlah  yang mengamati  dengan kepercayaan  yang sama dan sebangun
dengan cara membawakan televisi.
68
Kehadiran  banyaknya  televisi  swasta  televisi  komersial  tidak  boleh melahirkan  musibah  bagi  bangsa,  tetapi  justru  seharusnya  lebih  banyak
menimbulkan  berkah.  Dalam  kerangka  itulah,  kita  perlu  menyimak  produk Komisi  Penyiaran  Indonesia  KPI  sebagai  amanat  UU  No.  32  tentang
Penyiaran.
69
Kehadiran  KPI  menurut  undang-undang  ini,  merupakan  wujud peranserta masyarakat dalam bidang penyiaran.
6. Analisis Wacana Kritis
Analisis  yang  disingkat  AWK  ini  merupakan  sebuah  upaya  atau  proses penguraian  untuk  memberi  penjelasan  dari  sebuah  teks  realitas  sosial  –yang
67
Danesi, Marcel. 2010. Pengantar Memahami Semiotika Media. Yogyakarta:Jalasutra, hal 176- 179
68
Shrum,  L.J;  “Magnitude  of  Effects  of  Television  Viewing  on  Social  Perceptions  Vary  as  a Function  of  Data  Collection  Method:  Impications  for  Psychological  Process,  Journal  from
Advance in Consumer Research; Vol. 31; 2004.
69
Morissan. 2005. Log. Cit.
commit to user
mau  atau  sedang  dikaji  oleh  seseorang  atau  sekelompok  dominan—  yang kecenderungannya  mempunyai  tujuan  tertentu  untuk  memperoleh  apa  yang
diinginkannya.
70
Artinya, dalam sebuah konteks harus didasari akan adanya kepentingan. Oleh  karena  itu,  analisis  yang  terbentuk  nantinya  disadari  telah  dipengaruhi  oleh
si  penulis  dari  berbagai  faktor.  Selain  itu  harus  disadari  pula,  di  balik  wacana terdapat  makna  dan  citra  yang  diinginkan  serta  kepentingan  yang  sedang
diperjuangkan. AWK menyediakan teori dan  metode  yang digunakan untuk melakukan
kajian empiris tentang hubungan antara wacana dan perkembangan sosial kultural dalam  domain  yang  berbeda.  Norman  Fairclough
71
menggunakannya  untuk
menguraikan  pendekatan yang terdiri atas  sederet premis filsafat,  metode teoritis dan teknik-teknik khusus analisis linguistik.
Gerakan  AWK  ini  juga  memiliki  beberapa  kesamaan  dan  perbedaan pendekatan. Di antara  beberapa  pendekatan    yang   berbeda-beda dalam
AWK, dapat diidentifikasi ke dalam lima ciri umum, yakni:
a. Sifat  struktur  serta  proses  kultural  dan  sosial,  merupakan  sebagian
linguistik kewacanaan Praktik  -  praktik      kewacanaan        --tempat      dihasilkan    diciptakan
serta  dikonsumsi    diterima  dan  diinterpretasikannya    teks— dipandang  sebagai  bentuk  penting  praktik  sosial,  yang  memberi
kontribusi  bagi  penyusunan  dunia  sosial  mencakup  hubungan  dan identitas  sosial.  Tujuan  AWK  adalah  menjelaskan  dimensi  linguistik-
kewacanaan,  dari  fenomena  sosial  kultural  dan  proses  perubahan dalam modernitas terkini.
b. Wacana tersusun dan bersifat konstitutif
Sebagai  praktik  sosial,  wacana  berada  dalam  hubungan  dialektik dengan  dimensi  sosial-dimensi  sosial  lain.  Wacana  tidak  hanya
memberikan  kontribusi  pada  pembentukan  struktur  sosial,  namun
70
Darma, Yoce Aliah. 2009. Op. Cit. hal. 49
71
Jorgensen,  Marianne  W  dan  Louise  J.  Philips.  2007.  Analisis  Wacana,  Teori    Metode. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hal. 114
commit to user
merefleksikan  pembentukannya  dan  pembentukan  kembali  struktur sosial tersebut.
Ketika  Fairclough  menganalisis praktik  kewacanaan  saat  media  ambil bagian  dalam  pembentukan  baru  format  politik,  dia  juga
mempertimbangkan  pengaruh  kekuatan  kemasyarakatan  yang  tidak memiliki  sifat  kewacanaan  tunggal  misal:  struktur  sistem  politik  dan
struktur  kelembagaan  media.  Jika  wacana  hanya  dipandang  bersifat konstitutif, selaras pernyataan bahwasanya  entitas sosial hanya berasal
dari benak orang-orang.
c. Penggunaan  bahasa  hendaknya  dianalisis  secara  empiris  dalam  konteks
sosialnya Ernesto  Laclau  dan  Chantal  Mouffe  menggarap  analisis  tekstual
linguistik yang konkret atas penggunaan bahasa dalam interaksi sosial, yang  malah  berbeda  dengan  teori  wacana  Laclau  dan  Mouffe  tanpa
mengkaji  empiris  dan  sistematis  penggunaan  bahasa.  Berbeda  pula dengan  psikologi  kewacanaan  yang  mengkaji  retoris,  namun  bukan
kajian linguistik penggunaan bahasa.
d. Fungsi wacana secara ideologis
Dalam    analisis    Laclau    dan    Mouffe    dinyatakan,    praktik kewacanaan
memberikan kontribusi
bagi penciptaan
dan pereproduksian hubungan kekuasaan yang tak setara antara kelompok-
kelompok sosial. Efek-efek tersebut dipahami sebagai efek ideologis. Sedangkan    Fairclough    mendefinisikan  Analisis  Wacana  Kritis
sebagai  pendekatan  yang  berusaha  melakukan  penyelidikan  secara sistematis terhadap:
1
Hubungan-hubungan  kausalitas  dan  penentuan  yang  sering  samar antara  a  praktik  kewacanaan,  peristiwa  dan  teks,  dengan  b
struktur sosial kultural yang lebih luas, hubungan dan proses. 2
Cara  praktik,  peristiwa  dan  teks  muncul  di  luar  dan  secara ideologis  dibentuk  hubungan  kekuasaan  maupun  perjuangan  atas
kekuasaan. 3
Kesamaran  hubungan  antara  wacana  dan  masyarakat  itu  sendiri merupakan faktor yang melanggengkan kekuasaan dan hegemoni.
e. Penelitian kritis
Oleh  sebab  itu  AWK  tidak  bisa  dianggap  sebagai  pendekatan  yang secara  netral  sebagaimana  ilmu  sosial  obyektivis,  namun  sebagai
pendekatan  kritis  yang  secara  politik  ditujukan  bagi  timbulnya perubahan
sosial. Ketertarikan
Fairclough terhadap
“kritik eksplanatoris” dan “kesadaran bahasa kritis” ditujukan untuk mencapai
tujuan ini.
72
Seperti  Van  Dijk,  analisis  Norman  Fairclough  didasarkan  atas pertanyaan  besar,  bagaimana  menghubungkan  teks  yang  mikro  dengan  konteks
masyarakat yang makro.   Fairclough  berusaha  membangun suatu  model analisis
72
Jorgensen, Marianne W dan Louise J. Philips. 2007. Op. Cit  hal 115-121.
commit to user
SOSCIOCULTURAL PRACTICE
wacana yang mempunyai kontribusi dalam analisis sosial dan budaya. Fairclough  membagi  analisis  wacana  menjadi  tiga  dimensi,  yaitu  text,
discourse  practice  dan  sosicultural  practice.  Dalam  modelnya  yang mengintegrasikan secara bersama-sama analisis wacana yang didasarkan pada
linguistik,  pemahaman  sosial  dan  politik  yang  secara  umum  diintegrasikan pada perubahan  sosial.  Oleh  karena  itu,   model  yang  dikemukakannya  sering
disebut perubahan sosial social change.
73
Berikut ini gambarannya:
Gambar1. Dimensi AWK model  Norman Fairclough
Sumber: Aliah. 2009. 90
Sementara menurut  Fairclough  dan  Wodak,
74
Analisis Wacana Kritis melihat pemakaian bahasa, baik tuturan maupun tulisan,   yang merupakan bentuk
dari  praktik  sosial.  Menggunakan  wacana  sebagai  praktik  sosial  menyebabkan sebuah  hubungan  dialeksis  di  antara  peristiwa  deskriptif  tertentu  dengan  situasi,
institusi, dan struktur sosial yang membentuknya. Fairclough  memusatkan  perhatian  wacana  pada  bahasa,  dengan
menggunakan  wacana  yang  menunjuk  pada  pemakaian  bahasa  sebagai  praktik sosial,  lebih daripada aktivitas individu  atau untuk merefleksikan sesuatu bahasa
sebagai praktik sosial mengnadung implikasi, yakni: a.
Wacana  adalah   bentuk  dari  tindakan. Seseorang   menggunakan   bahasa sebagai suatu tindakan pada dunia,
khususnya  sebagai  bentuk  representasi  ketika  melihat  dunia  realita.
73
Darma, Yoce Aliah. 2009. Op. Cit. hal. 89
74
Ibid. hal. 51
DISCOURSE PRACTICE
Production, Distribution, Consumption
TEXT
commit to user
Pandangan  ini  tentu  saja  menolak  pandangan  bahasa  sebagai  bentuk individu.
b. Adanya hubungan timbal-balik antara wacana dan struktur sosial.
Dalam  hal  ini,  wacana  terbagi  oleh  struktur  sosial,  kelas  dan  relasi sosial  lain  yang  dihubungkan  dengan  relasi  spesifik  dari  institusi
tertentu, seperti buku, pendidikan, sosial dan klasifikasi.
75
Pendekatan Fairclough merupakan bentuk kewacanaan yang berorientasi pada teks dan yang berusaha menyatukan tiga tradisi:
1 Analisis  teks  yang  terinci  di  bidang  linguistik,  terutama  fungsi  tekstual
bahasa secara struktur tematik menurut Hall Halliday 2
Analisis  makro-sosiologis praktik  sosial    termasuk  teori Fairclough  yang tidak menyediakan metodologi untuk menganalisis teks khusus
3 Tradisi interpretatif dan mikro-sosiologis dalam sosiologi termasuk etno-
metodologi  dan  analisis  percakapan,  yang  pada  kehidupan  sehari-hari diperlakukan    sebagai    produk    tindakan  orang-orang  yang  mengikuti
sederet prosedur dan kaidah “akal sehat.”
76
Semua  elemen  yang  dianalisis  tersebut  dipakai  untuk  melihat  tiga masalah  berikut:
a. Ideasional,  yang merujuk referensi tertentu  yang  ingin ditampilkan dalam
teks yang umumnya  membawa muatan ideologi tertentu, b.
Relasional,  merujuk  pada  analisis  bagaimana  konstruksi  hubungan  di antara  wartawan   Redaksi    dengan    pembicara,    seperti    apakah    terkait
disampaikan secara informal atau formal, terbuka atau tertutup, dan c.
Identitas,  merujuk  pada  konstruksi  tertentu  dari  identitas  penulis  dan pembaca  serta  bagaimana  personal  dan  identitas  yang  hendak
ditampilkan.
77
Fairclough  mendasarkan  pertimbangan  teoritis  dan  skema  analisisnya pada  definisi sejumlah konsep  yang cukup khusus.  Istilah-istilah penting berikut
akan sangat membantu untuk memahami pendekatan yang diadopsinya, yakni: 
Wacana  kata  benda  abstrak  –  “penggunaan  bahasa  dianggap  sebagai praktik sosial.”
 Peristiwa diskursif – “penggunaan bahasa, dianalisis sebsagai teks, praktik
diskursif, dan praktik sosial.” 
Teks –  “bahasa  tulis  dan  lisan   yang  dihasilkan  dalam  suatu  peristiwa
75
Darma, Yoce Aliah. 2009. Op. Cit. hal. 89
76
Jorgensen, Marianne W dan Louise J. Philips. 2007.  Op. Cit, hal 123-124
77
Darma, Yoce Aliah. 2009. Op. Cit. hal. 89-90
commit to user
diskursif” 
Interdiskursivitas – “penyusunan teks dari beragam wacana dan genre” 
Wacana  Kata  benda  yang  dapat  dihitung  –  “cara  menjelaskan signifiying pengalaman dari suatu perspektif tertantu”
 Genre  –  “penggunaan  bahasa  yang  diasosiasikan  dengan  suatu  aktivitas
sosial tertentu” 
Tatanan  Wacana  –  “totalitas  praktik  diskursuf  suatu  institusi  dan hubungan-hubungan di antara praktik-praktik tersebut.
78
Melalui  gagasan  multi-fungsionalitas  bahasa  dalam  teks,  model Fairclough  mengoperasionalisasikan  asumsi  teoritis  bahasa  selalu  secara
bersamaan  tersusun  atas:  a  identitas sosial,  b  relasi sosial,  dan  c  sistem pengetahuan dan keyakinan.
79
Cara  analisis  penelitian  yang  menggunakan  paradigma  kritis,  umumnya kualitatif  dan  menggunakan  penafsiran  sebagai  basis  utama  memaknai  temuan.
Dalam studi analisis teks, paradigma kritis terutama berpandangan berita bukanlah sesuatu  yang  netral  dan  menjadi    ruang    publik    dari    berbagai    pandangan
berseberangan dalam masyarakat. Sedangkan  konsep-konsep  yang  juga  dibahas,  tetapi  tidak  termuat
langsung pada judul adalah sebagai berikut: 7.
Teks Teks sering dipandang sebagai tulisan yang panjang, yang menghadirkan
bayangan  tentang  buku,  surat  atau  suratkabar.  Kriteria  yang  jelas  pada  dasarnya memutuskan  bisa  atau  tidaknya  sesuatu  dipandang  sebagai  teks  atau  wacana.
Kriteria tersebut bersifat linguistik dan banyak berhubungan dengan semantik dan sintaksis dalam sebuah teks.
Hall  Halliday  mengatakan,   teks  adalah    pilihan  semantis   semantic
78
Titscher, Stefan. et.al. 2009. Op. Cit. hal. 241-242
79
Ibid, hal 243
commit to user
choice   data  konteks sosial  sebagai  cara  pengungkapan makna  melalui bahasa lisan  atau  tulisan.  Dengan  demikian,  semua  hidup  yang  mengambil  bagian
tertentu    dalam  konteks  situasi,  dapat  disebut  teks.  Dalam  pandangan  Halliday, konteks situasi terdiri dari 3 unsur: 1 medan wacana, 2 pelibat wacana dan 3
sarana wacana.
80
Jones
81
memandang  medan  wacana  field of discourse  sebagai  konteks situasi  yang  mengacu  pada  aktivitas  sosial    yang  sedang  terjadi    serta    latar
institusional    tempat  satuan-satuan  bahan  itu  muncul.  Lebih  rincinya  dijelaskan oleh Butt, di bawah ini.
Dalam  medan  wacana  terdapat  3  hal  yang  perlu  diungkap,  yakni  1  ranah pengalaman, 2 tujuan jangka pendek, dan 3 tujuan  jangka panjang. Ranah
pengalaman  menjadi  persoalan  kontransitif,  yang  mempertanyakan  kejadian dengan seluruh proses, partisipan dan keadaan. Tujuan jangka pendek bersifat
amat  konkret,  yang  mengacu  pada  tujuan  yang  harus  segera  dicapai  dalam produksi teks. Sedangkan tujuan jangka panjang merupakan tujuan yang lebih
astrak.
82
Sementara  Jones
83
memandang  pelibat  wacana  tenor  of  dscourse sebagai  kontekssituasi  yang  mengacu  pada  hakikat  hubungan  timbal  balik  antar
partisipan,  termasuk  pemahaman  dan  statusnya  dalam  konteks  sosial  dan linguistik. Tiga hal  yang perlu diungkap  pelibat wacana,  adalah  1 peran agen
atau masyarakat, 2 status sosial, dan 3 jarak sosial. Sedangkan  sarana wacana dalam realitas  sosial mempunyai tiga bentuk,
1  wacana  adalah  bagian  aktivitas  sosial,  2 representasi  sebagai  proses  praktik konstruksi sosial yang mencatat  dan membentuk praktik sosial serta proses sosial,
dan 3 wacana dalam identitas konstitusi.
80
Darma, Yoce Aliah. 2009. Op.Cit. hal. 189-190
81
Ibid, hal 190-191.
82
Darma, Yoce Aliah. 2009. Log. Cit.
83
Ibid
commit to user
Kriteria teks  tujuh dimensi   yang dikemukakan   Robert de Beaugrande dan  Wolfgang  Dressler  dalam  mendefinisikan  teks  –taksonomi  ini  banyak
diadopsi dan diterima— antara lain: a.
Kohesi,    berkaitan    dengan    komponen    dan    permukaan    tekstual  dalam keterhubungan ‘sintaksis teks’
b.
Koherensi    atau  semantik  tekstual,    menyusun  makna  sebuah  teks, seringkali mengacu unsur teks yang tidak memerlukan realisasi linguistik.
c.
Intensionalitas, berelasi dengan sikap dan tujuan produser teks.
d.
Akseptabilitas,  merupakan  cermin  intensionalitas,  agar  teks  diakui oleh resipien dalam sebuah situasi tertentu. Dengan demikian, akseptabilitas ini
terkait tingkat kesiapan komunikan demi mengharapkan teks yang berguna atau relevan.
e. Informativitas,  mengacu  pada  kuantitas  informasi  yang  baru  atau  yang
diharapkan  dari  sebuah  teks,  seiring  dengan  kaitannya  pada  kualitas informasi yang ditawarkan.
f. Situasionalitas,  yang  berarti  konstelasi  pembicaraan  dan  situasi  tuturan
memainkan peranan penting dalam produksi teks. g.
Intertekstualitas,    menyatakan    1    suatu    teks    hampir    selalu    terkait dengan  wacana    sebelumnya    atau    wacana    yang    muncul    secara
bersamaan dan  2 menyiratkan kriteria formal yang menghubungkan teks tertentu dengan teks lain dalam genre-genre atau jenis teks tertentu.
84
Dalam terminologi perencanaan  teks,  menurut  Wodak, genre-genre  itu diuraikan sebagai ‘skema’ scheme atau ‘kerangka’ frame antara lain:
1 Ragam teks naratif,
bergantung pada prinsip penataan temporal. 2
Ragam teks argumentatif, menggunakan piranti pengontrasan. 3
Ragam  teks  deskriptif,  menggunakan  unsur  lokal  yakni:  unsur  spasial atau temporal.
4 Ragam teks intruktif, bersifat argumentatif dan enumeratif.
85
Unsur-unsur  yang  spesifik-genre  tersebut  juga  harus  dipertimbangkan. Norma-norma  dan  nilai-nilai  yang  diperoleh  secara  sosiokultural  maupun
kecenderungan  psikis,  senantiasa  mengalami  perubahan  dalam  hubungan  dengan pemroduksian  wacana  secara  sosial  dan  ditentukan  oleh  proses  dan  harus
disertakan  dalam  analisisnya.  Aspek  konteks  yang  dicakup,  harus  dikemukakan
84
Titscher, Stefan. et.al.2009. Op. Cit, hal.34-38
85
Ibid, hal. 39
commit to user
secara  tepat  dalam  analisis  konkret  kasus  tertentu.  Keputusan  tersebut,  mestinya mempertimbangkan pertanyaan teoritis yang diajukan dalam analisisnya.
Dalam  analisis  wacana,  faktor-faktor  eksternal  yang  sangat  berperan penting  dan  sebuah  teks  fenomena  kohesi  dan  koherensi  dipandang  sebagai
sebuah manifestasi dan hasil pengombinasian faktor-faktor tertentu. Ditinjau  dari  segi  pemaparan  dan  penyusunan,  isi  dan  sifat  wacana  ada
banyak jenisnya. Hal ini dikemukakan oleh Llamzon, yakni: 1
Wacana Naratif Wacana  ini  merupakan  tuturan  yang  menceritakan  atau  menyajikan
suatu  hal    atau    kejadian    dengan    menonjolkan    tokoh    pelaku, maksudnya  untuk memperluas pengetahuan pendengar atau pembaca.
Kekuatan  wacana  itu  terletak  pada  urutan  cerita  berdasarkan  waktu, atau cara bercerita, atau diatur melalui plot.
2 Wacana Prosedural
Wacana  ini  merupakan  rangkaian  tuturan  yang  melukiskan  sesuatu secara  berurutan,  tidak  boleh  dibolak-balik  unsurnya,  karena  urgensi
unsur  yang  lebih  dahulu  menjadi  landasan  unsur  berikutnya.  Wacana ini  biasanya  disusun  untuk  menjawab  pertanyaan:  bagaimana  sesuatu
bekerja  atau  terjadi,  atau  bagaimana  cara  mengerjakan  sesuatu. Tokohnya  boleh  orang  dan  yang  dilukiskannya  tidak  terikat  dengan
urutan waktu.
3 Wacana Hortatorik
Merupakan rangkaian tuturan, yang isinya bersifat ajakan atau nasihat. Kadang-kadang  tuturan  itu  bersifat  memperkuat  keputusan  atau  agar
lebih  meyakinkan.  Yang  menjadi  tokoh  penting  dalam  wacana  ini adalah orang kedua. Wacana ini tak dapat  disusun  berdasarkan urutan
waktu,  tetapi  merupakan hasil atau produksi suatu waktu.
4 Wacana Ekspositorik
Sebagai  rangkaian  tuturan  yang  memaparkan  suatu  pokok  pikiran. Pokok  pikirannya  itu  lebih  dijelaskannya  lagi,  dengan  cara
menyampaikan  urutan  bagian-bagian  atau  detailnya.  Tujuan  pokok yang  ingin  dicapai  pada  wacana  ini  adalah  tercapainya  tingkat
pemahaman  akan  sesuatu  supaya  lebih  jelas,  mendalam  dan  luas, daripada  sekadar  sebuah  pertanyaan  yang  bersifat  global  atau  umum.
Kadang-kadang  wacana  itu  dapat  berbentuk  ilustrasi  dengan  contoh, berbentuk perbandingan, uraian kronologis dan dengan penentuan ciri-
ciri identifikasi. Orientasi pokok wacana ini lebih pada materi, bukan pada tokohnya.
5 Wacana Deskriptif
Wacana  ini  merupakan  rangkaian  tuturan  yang  memaparkan  sesuatu atau  melukiskan  sesuatu,  baik  berdasarkan  pengalaman  atau
commit to user
pengetahuan  penuturnya.  Tujuan  yang  ingin  dicapai  oleh  wacana  ini adalah tercapainya penghayatan yang agak imajinatif terhadap sesuatu,
sehingga  pendengar  atau  pembaca  merasakan  seolah-olah  ia  sendiri yang  mengalami  atau  mengetahuinya  secara  langsung.  Uraian  pada
wacana  deskriptif  ini  ada  yang  hanya  memaparkan  sesuatu  secara objektif  dan  ada  juga  yang  memaparkannya  secara  imajinatif.
Pemaparan  yang  pertama  bersifat  menginformasikan  sebagaimana adanya,  sedangkan  yang  kedua  dengan  menambahkan  daya  khayal.
Oleh  karena  itu,  yang  kedua  ini  banyak  dijumpai  dalam  karya  sastra, seperti novel dan cerpen.
86
De  Beaugrande    Dressler  menyatakan,  dalam  kasus  konkret  dari sebuah  teks  spesifik,  ketujuh  kriteria  teks  di  atas  harus  berlaku  semua  jika  kita
ingin  membicarakan  ‘teks’.  Namun  hal  ini  melahirkan  sejumlah  permasalahan, karena   –sebagaimana diamati  Rankema— kriteria intensionalitas, akseptabilitas,
dan informativitas bersifat subyektif dan tergantung pada para peneliti.
87
Dalam  pandangan  Ricour,  wacana  tulis  lebih  dari  sekadar  fiksasi  yang material  sifatnya.  Dampak  yang  begitu  luas  menunjukkan,  wacana  bukan
hanya  terselamatkan  dari  kelenyapan  dan  keterlupaan  dengan  cara menuangkannya  dalam  bentuk  tertulis,  tetapi  kemanusiaan  itu  sendiri
terpengaruh dan tertransformasikan secara mendalam, bahkan sampai ke tahap ekstensial. Transformasi ekstensial  ini  menjadi  mungkin,  karena  kebebasan
yang dimiliki pembaca, ketika membaca teks tertulis.
88
Betul  apa  yang  dikatakan  Komaruddin  Hidayat,
89
agar  pembaca  tidak terbawa  oleh  subyektivitas  pengarangnya  dalam  menelaah  teks,  diperlukan
counter-prejudice. Artinya, pembaca perlu ‘curiga’ atau kritis terhadap diri sendiri dan terhadap teks, agar terjadi wacana yang cerdas dan seobyektif mungkin antara
pihak pembaca dan penulis. Pembahasan  mengenai  wacana,  pada  hakikatnya  merupakan  usaha
memahami  bahasa  dalam  kaitannya  dengan  situasi  sosial  pada  saat  pemakai
86
Darma, Yoce Aliah. 2009. Op. Cit. hal. 11-12
87
Titscher, Stefan. et.al.2009. Op. Cit, hal. 47
88
Sobur, Alex. 2009. Op. Cit. hal. 50
89
Ibid, hal. 55
commit to user
bahasa  menggunakan  bahasanya,  seperti  yang  dikemukakan  Firth,
90
“to  explain how the sentences or ulterances are meaningful in their context.”
8.   Konsumen Message Reception Yang dimaksud konsumen dalam penelitian  ini adalah masyarakat  yang
menonton  tayangan  newsticker  di  tvOne,  termasuk  warga  terdampak  bencana Merapi Yogyakarta. Sebagai pemirsa tentu mereka mempunyai tanggapan tentang
newsticker  bencana  Merapi  Yogyakarta  yang  ditayangkan  terus  menerus  sejak Oktober  2010  hingga  April  2011.  Namun  sebelumnya,  penyusun  akan
menjelaskan konsep konsumen secara umum berdasarkan teori. Pengenalan  pemirsa  tentang  berita  televisi  sebagai  suatu  aliran  berita
membentuk  interpretasinya  dan  kemudian  membahas  bersama  orang  lain  tentang subyek  yang  diberitakan.  Para  pemirsa  bergantung  pada  wacana  dan  aliran  yang
digunakan, mungkin menggabungkannya dengan wacana dan aliran  lain sehingga menghasilkan bentuk campuran.
91
Menurut    Gunther  Kress
92
,  semua  peliputan  adalah  mediasi.  Peristiwa apa  pun,  dimediasikan dari  pencerap  perceiver  ke  seseorang  yang  diasumsikan
tidak mengetahui peristiwa tersebut. Persepsi berlangsung berdasarkan skema atau kerangka teoritis, yang mungkin diartikulasikan dengan cara kurang lebih baik.
Penerima  berita  memiliki  peran  arbitrator,  merekonstruksi  peristiwa tersebut  dari  awal.  Peran  bahasa  memasok  pelbagai  kategori,  yang  dapat
diterapkan  oleh  pencerap  kepada  peristiwa  dan  laporan  peristiwa  yang dipresentasikan.
90
Darma, Yoce Aliah. 2009. Op. Cit. hal. 13
91
Jorgensen, Marianne W dan Louise J. Philips. 2007. Op. Cit. hal. 129
92
Davis, Howard dan Paul Walton.2010. Op. Cit. hal. 125-126
commit to user
Konsumen  yang dipilih penyusun tesis –melalui penentuan  sampel  non- probabilitas—  bukan  sebagai  massa  individu  yang  terbagi,  tetapi  terdiri  atas
sejumlah  formasi  atau  pengelompokkan  subsosial  yang  anggotanya  berorientasi sama.  Pelbagai  ‘orientasi’  yang  sama  tersebut,  pada  gilirannya  akan  ditentukan
berbagai  faktor  yang  diderivasi  oleh  posisi  obyektif  pembaca  individual  dalam struktur sosial yang bersangkutan.
Sedangkan  pemahaman  responden  dalam  menjawab  pertanyaan  yang penyusun  ajukan,  bukanlah  makna  yang  diambil  dari  kamus.  Sebab  dalam
kehidupan  keseharian,  makna  kata  dalam  kalimat  lebih  fleksibel,  karena  makna sering bergeser  jika berada  dalam  rangkaian kalimat.  Yang penting  makna kata
pada jawaban-jawaban tersebut dapat dipahami dengan baik. Wittgenstein
93
dalam karyanya Philosophical Investigation menegaskan, “Arti  suatu  kata  bergantung  pada  penggunaannya  dalam  kalimat,  sedangkan  arti
suatu  kalimat  bergantung  pada  penggunaannya  dalam  bahasa.”  Hal  ini menunjukkan,  kita  dapat  terjebak  ke  dalam  kerancuan  bahasa,  manakala
menjelaskan suatu kata dengan memisahkannya dari situasi yang melingkupinya. Wacana  kemudian dinamai sebagai  teks  dan  konteks sekaligus sebagai
titik  perhatian  secara  bersama-sama
94
,  yang  membutuhkan  tidak  hanya  proses kognisi dalam arti umum, tetapi juga gambaran spesifik dari budaya yang dibawa.
Konteks  dimasukkan  karena  bahasa  selalu  berada  dalam  konteks,  dan  tidak  ada tindakan komunikasi tanpa partisipan, interteks, situasi dan sebagainya.
Pada  dasarnya,  konteks  pemakaian  bahasa  dapat  dibedakan  menjadi empat macam:
93
Sobur, Alex. 2009. Op. Cit. hal. 23
94
Eriyanto.2001. Op. Cit. hal. 9
commit to user
1 konteks fisik  physical context,   yang meliputi   tempat terjadinya obyek
yang disajikan dalam peristiwa komunikasi, 2
konteks  epistemis  epistemic  context,  atau  latar  belakang  pengetahuan yang sama-sama diketahui oleh pemirsa,
3 konteks  linguistik  linguistics  context,  terdiri atas  kalimat atau tuturan
yang  mendahului  suatu  kalimat  atau  tuturan  tertentu  dalam  peristiwa komunikasi, dan
4 konteks  sosial  social  context,  relasi  sosial  dan  latar  pengaturan  yang
melengkapi   hubungan  antar  produsen  dengan  konsumen.
95
Berdasarkan  pandangan  tersebut  bisa  diketahui,  alasan  interpretasi sebagai  metode  pengungkapan  makna  yang  terdapat  pada  wacana,  perilaku  dan
tindakan  manusia,  demikian  penting  dalam  upaya  mengetahui  subyektivitas  dan intersubyektivitas.
Mengikuti  Alfred  Schutz,  seperti  dikutip  Hikam
96
,  untuk  dapat memahami  tindakan  manusia  yang  baik,  kita  harus  memahami  motif  dasarnya
dengan menempatkan diri pada posisi sang pembicara. Hanya dengan cara inilah,
hubungan  simbolik  antara  pendengar  komunikan  –penyusun  dan  pembicara komunikator  --penyusun  dapat  menempati  posisi  sentral  dalam  rangka
pengungkapan makna yang tersembunyi dari suatu wacana. Dengan  demikian  jelas  bagi  penyusun,  makna  yang  dikode  pemirsa
terjadi  dalam  ruang  yang  berbeda  atau  terjadi  pada  individu  yang  berbeda berdasarkan  kemampuan  kognitif  maupun  afektif  pemirsa.  Ketika  seseorang
menerima  informasi,  disaring  melalui  sikap,  pengetahuan,  dan  kapasitas intelektual  penerima  untuk  memahaminya.  Karena    setiap  orang  berbeda,  dari
informasi sama dapat ditarik interpretasi yang berbeda pula. Bias,  menurut  Macnamara,  terjadi  karena  berbagai  alasan.  Media  kerap
dituduh  bias  dalam  memilih  informasi  untuk  dipublikasikan  dan  disiarkan  dan
95
Sobur, Alex. 2009. Op. Cit. hal.57
96
Ibid. hal. 22-23
commit to user
dalam  pegolahannya.  Menurut  Al-Zastrouw,  meski  semua  media  massa mengandung bias, tetapi derajatnya berbeda. Hal  ini  setidaknya dipengaruhi oleh
kapasitas  dan  kualitas  pengelola  media,  kuatnya  kepentingan  yang  sedang bermain dalam realitas sosial, serta taraf kekritisan masyarakat.
97
9. Wacana dan Kepentingan Ideologi Era  informasi    menuntut    komunikasi    direncanakan  dengan  cermat,
sebab  banyak  opsi  mesti  dipertimbangkan  dalam  membuat  dan  menyampaikan pesan.  Informasi  sosial  menjadi  penting  dalam  proses  pengambilan  keputusan,
tetapi  informasi  tentang  tingkah  laku  juga  digunakan  untuk  mengkalkulasi tindakan-tindakan  dalam  berinteraksi  dengan  orang  lain  dan  memengaruhi
kesempatan meraih sasaran. McGee
98
mengatakan  segala  sesuatu  yang  merupakan  interaksi  sosial manusia  secara  timbal-balik  memiliki  implikasi,  bagaimana  caranya  jenis-jenis
bentuk sosial social goods untuk didistribusikan. Yang dimaksud bentuk-bentuk sosial adalah segala sesuatu yang dipercayai kelompok masyarakat, untuk menjadi
sumber kekuasaan, status dan nilai. Kekuasaan  memang  sangat  erat  kaitannya  dengan  politik, dan proses
politik adalah praktik komunikasi. Dari hari ke hari, orang semakin mengandalkan pers  bagi  informasi  politik  mereka.  Karena  itu,  faktor  kebahasaan  memegang
peranan  penting.  Hal  yang  paling  harus  diperhatikan  dalam  penggunaan  bahasa adalah  ditetapkannya  kepentingan  ideologi  tertentu,  sebagai  alat  komunikasi
politik  yang dapat  menjangkau  semua lapisan masyarakat  dalam  latar belakang
97
Sobur, Alex. 2009. Op. Cit.  hal. 34-35
98
Cohen, Jonathan  and  Yarif Tsfatti. June 2009. The Influence of Presumed Media Influence on Strategic
Voting. Communication
Research Vol.36
No.3. Sage
Publications, http:online.sagepub.com
at University of Newscastle, pp. 359-378.
commit to user
beragam. Michael  Foucault
99
mengemukakan,  setiap  pembentukan  wacana  pada dasarnya  merupakan  pemberlakuan  kekuasaan.  Tanpa  disadari,  gagasan  dan
konsep  yang  digulirkan  mengandung  kuasa.  Maksudnya,  gagasan  tersebut menjadi  kekuatan  yang  dapat  menaklukan  kesadaran  orang  untuk  mengikuti
gagasan dan konsep tersebut. Analisis  wacana   muncul  sebagai  suatu  pendekatan  ilmu-ilmu  sosial,
sekurang-kurangnya  dalam   sepuluh  tahun   terakhir.  Sampai   tingkat  tertentu, merupakan penerapan praktis dari  yang dikenal sebagai epistemologi dalam studi
filsafat.  Pertanyaan  yang  diajukan,  bukanlah  mengenai  apa  yang  sesungguhnya terjadi, melainkan justru mengenai bagaimana orang memandang apa yang terjadi
dan  mengapa  pula  dia  memandang   kejadian  tersebut   dalam  perspektif  yang satu dan bukannya dalam perspektif yang lainnya.
Ditegaskan  semua  komunikasi  disampaikan  dalam  perjumpaan  tertentu, dalam  konteks  tertentu  dan  dalam  kerangka  diskursif  tertentu.  Kajian  terhadap
fenomena  komunikasi  yang  bersifat  dinamis  itu,  tidak  hanya  tertarik  pada  ‘apa’ tetapi kepada ‘mengapa’ komunikasi itu bermakna.
Kajian terhadap komunikasi tidak hanya tertarik pada  ‘apa’ makna teks bahasa,  tetapi  lebih  tertarik  pada  ‘bagaimana’  makna  wacana  dalam  konteks
kultural  yang  lebih  luas.  Untuk  mencapai  tujuan  kajian  itu,  pandangan  terhadap komunikasi  haruslah berangkat dari enam asumsi  yang dipaparkan Birch  sebagai
berikut: a.
Komunikasi  selalu  menentukan  bentuk  politiknya  dahulu  sebelum bentuk linguistiknya.  Sebelum  bentuk-bentuk  linguistiknya  dikemukakan,  maka
99
Darma, Yoce Aliah. 2009. Op. Cit. hal. 103
commit to user
kendala - kendala  politik,  sosial,  kultural,  dan  ideologinya   yang  akan menentukan  pilihan  bahasa.  Dalam  proses  memilih  itu,  terdapat  bentuk-
bentuk  linguistik  yang  akan  diistimewakan  dan  diprioritaskan,  sebaliknya ada  bentuk-bentuk  yang  ‘dikemudiankan,’  dinomorduakan,  dan  bahkan
ditinggal atau dibuang. Kata pembangunan, misalnya pada era pasca Orde Baru, tidak diprioritaskan dalam  pemakaiannya.
b. Komunikasi    akan    selalu  dipengaruhi    motivasi,  kepentingan  dan  situasi.
Bentuk-bentuk  linguistik  yang  dipilih  digunakan  untuk  mengontrol  dan mengarahkan
orang lain,
membuat makna
tentang realitas,
mengelompokkan  sesuatu  dalam  realitas  dan  sebagainya.  Tindak komunikasi   selalu   bersifat   ‘emansipatoris’   yang disusun tidak hanya
untuk menginformasikan atau secara sederhana mengatakan sesuatu, tetapi dimotivasi  untuk  menyempurnakan  sesuatu.  Jika  demikian,  komunikasi
selalu melibatkan orang lain dalam pertemuan tertentu.
c. Komunikasi  selalu  berstrategi.    Tindak  komunikasi  selalu  berkait  dengan
‘siasat’  untuk  mencapai  tujuan-tujuan  tertentu.  Sebelum  menjadi  bentuk- bentuk  linguistik  terdapat  pergulatan  strategi  yang  berkaitan  dengan
politik,  ideologi,  kultural  dan  sosial  dalam  menentukan  pilihan  bahasa yang  dimunculkan.  Oleh  karena  itu,  tidak  ada  tindak  komunikasi  yang
tidak berupa strategi.
d. Komunikasi selalu terjadi dalam pertemuan dan  interaksi tertentu. Tindak
komunikasi  selalu  melibatkan  orang  lain  sebagai  bagian  dari  partisipan komunikasi  dengan  memanfaatkan  bentuk-bentuk  linguistik.  Dalam
komunikasi  akan  terjadi  pertukaran  makna  antar  partispan  dalam  konteks tertentu.
e. Komunikasi  selalu  berkaitan  dengan  nilai.  Bentuk-bentuk  linguistik  yang
dipilih  akan  berkaitan  dengan  nilai-nilai  yang  dikembangkan  sepanjang waktu.  Nilai-nilai  itu  berkaitan  dengan  kekuasaan,  subordinasi,  gender,
solidaritas  dan  sebagainya  yang  tidak  bersifat  given  pemberian.  Birch menegaskan nilai itu selalu hasil konflik dan  perebutan kekuasaan di atas
ketidakberdayaan dan proses-proses penaturalisasian dan penanaman.
f. Komunikasi  selalu  bersifat  ketergantungan.  Tindak  komunikasi  selalu
‘bergantung’  pada  cara-cara  kelompok,  institusi,  masyarakat  dan  individu dalam memberikan nilai kepada makna-makna tertentu. Dengan demikian,
makna selalu berkembang sepanjang waktu. Makna bukanlah sesuatu yang alamiah, tetapi dibangun dalam proses-proses sosial dan politik. Tidak ada
makna yang tunggal, tetapi bersifat jamak.
100
Keenam  asumsi  kajian  komunikasi  Birch  di  atas,  menurut  penyusun sangat  cocok  menjadi  titik  tolak  dalam  kajian  komunikasi  politik,  termasuk  di
dalamnya komunikasi verbal. Kata-kata kunci dalam komunikasi, seperti ‘kendala dalam  pilihan  bentuk  linguistis,’  motivasi,  interes,  situasi,  strategi,  pertemuan,
100
Darma, Yoce Aliah. 2009. Op. Cit. hal. 95-97
commit to user
nilai  dan  sifat  ketegantungan,  merupakan  karakteristik  pokok  dalam  komunikasi politik.
Komunikasi  politik  yang  strategis
101
,  berarti  memanfaatkan  potensi  di empat  area  utama:  pengetahuan  situasional,  penentuan  tujuan,  kompetensi
komunikasi,  dan  manajemen  kecemasan  kontrol,  sebagai  basis,  untuk mengembangkan  keterampilan  komunikasi  dalam  konteks  lingkungan  yang
dinamis.
B. Penelitian yang Relevan