Level Konsumen KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

commit to user terdekat dengan daerah bencana sangat lebih aktif. Untuk mereka yang lebih jauh, telepon, email sampai jejaring media sosial facebook dan twitter ikut menjadi sarana penyampaian masukan. Mengenai bukti dampak bagi masyarakat ini, Aries menyatakan, “Pemberitaan tentang bencana gunung Merapi di newsticker, telah membuktikan adanya dampak pada khalayak. Karena pemerintah dengan seluruh jajaran yang menangani bencana tersebut, tidak dapat menyebarkan semua informasi yang berkaitan atas bencana tersebut kepada segenap warga yang terkena dampak bencana maupun pihak-pihak terkait.” Aries Margono, wawancara, 19 Mei 2011

B. Level Konsumen

Penyusun melakukan wawancara secara face to face wawancara berhadap-hadapan dengan 10 responden perwakilan warga terdampak bencana gunung Merapi di Yogyakarta dan sekitarnya maupun dengan para pakar yang terdiri atas Pengamat Televisi, Pemerhati Televisi dan Budaya Massa dan Sosiolog, yang meski tidak mengalami langsung namun sesuai keahliannya dapat memberikan tinjauan, berkaitan pengalaman dan pandangannya terhadap newsticker tvOne secara keseluruhan, maupun khusus tentang bencana Merapi Yogyakarta. Dengan demikian pembahasan pada level konsumen ini dibagi 2 sub bahasan, untuk pengalaman dan pandangan warga terdampak serta tinjauan para pakar. 1. Warga Terdampak Penyusun menetapkan responden sebanyak 10 orang warga terdampak bencana gunung Merapi Yogyakarta sebagai sampling, dengan alasan penetapan sebagai berikut: commit to user a. Responden berdomisili di wilayah terdampak bencana, saat terjadinya erupsi gunung Merapi dengan berbagai dampaknya. b. Masing-masing responden tersebut sempat menonton televisi dan menyimak pemberitaan, khususnya newsticker di tvOne, saat terjadinya erupsi gunung Merapi dengan berbagai dampaknya. c. Masing-masing responden tersebut memiliki berbagai profesi dan usia yang berbeda antar tiap responden. Penentuan responden dilakukan melalui sampling yang menggunakan non-probabilitas, dengan pertimbangan dapat menjawab pengaruh keberadaan newsticker atas masyarakat terdampak bencana gunung Merapi Yogyakarta. Jadi bagi masyarakat setempat yang tidak terkena dampak bencana tidak dijadikan sample penelitian. Inilah kriteria yang penyusun gunakan dalam memilih sampling purposive sebagai teknik penentuan sampling. Pada bahasan Warga Terdampak pada level Konsumen ini penyusun melakukan wawancara terstruktur secara mendalam terhadap perwakilan masyarakat terdampak bencana Merapi Yogyakarta, yang domisilinya tersebar di Bantul, Sleman, Kaliurang. dan Yogyakarta. Yakni: 1. Wiryawan Sarjono 49, Kepala Pusat Perencanaan dan Konsultasi Teknik Fakultas Teknik, Universitas Atmajaya, Yogyakarta, Perumahan Candi Gerbang Permai Blok A No. 4 Sleman Wawancara, 3 Oktober 2011. 2. Ahmad Sholeh 33, Satuan Pengamanan, Nyaco Pandowo Barjo, Sleman Wawancara, 1 Oktober 2011. 3. Septina Panca Hutami 32, Pengajar Les Privat, Perum Gajah Mada Asri Blok D No. 11 Donokerto, Turi, Sleman Wawancara, 2 Oktober 2011. 4. Tjandra S Buwana 40, Konsultan Desain Grafis, Bulaksumur Blok D-16 Yogyakarta Wawancara, 3 Oktober 2011. commit to user 5. Irawan Marjayanto 39, Karyawan Swasta, Perum Gama Blok 10D, Sleman Wawancara, 2 Oktober 2011. 6. Almira Olga Bella 23, Junior Programmer, Sotowajan 138, Bantul Wawancara, 1 Oktober 2011. 7. Indiria Maharsi 39, Penulis Buku dan Pelukis, Jl. Kapulogo No. 258 Nologaten, Sleman Wawancara, 4 Oktober 2011. 8. Kuat Sujarwo 40, Security, Jl. Imogiri Km 82 Botokenceng Wirokenten, Bangun Tapon, Bantul Wawancara, 1 Oktober 2011 9. Asrul Zain Azy’ari 28, Praktisi Komputer, Jl. Gedong Kuning Blok JG II No. 24, Yogyakarta Wawancara, 1 Oktober 2011. 10. Hening Budi Prabawati 35, Praktisi Humas, Jl Pandega Asih I Blok III No. C1, Kaliurang Wawancara, 4 Oktober 2011. Dari hasil wawancara dengan para responden penelitian, memberikan penyusun beberapa poin sebagai berikut: 1 Pengetahuan tentang Newsticker Semua responden menyatakan tahu tentang newsticker, namun sedikit berbeda kalimatnya. Sebagian besar 90 menyatakannya sebagai informasi yang ditayangkan secara singkat padat dan sangat membantu masyarakat mendapatkan berita terbaru dengan segera. Beberapa responden melengkapinya sebagai berikut: “Newsticker adalah salah satu terobosan untuk mendapatkan informasi secara cepat dan aktual, tanpa harus keluar rumah,” tutur Asrul Zain Asy’ari. Hasil wawancara, 1 Oktober 2011. “Newsticker merupakan 1 short news, 2 short messages, dan 3 include all appresion society grade and make some impacts to society and contain responsible, reliable news,” ungkap Irawan Murjayanto. Hasil wawancara, 2 Oktober 2011. Semua pendapat Responden tersebut mungkin ikut mendasari newsticker digunakan oleh Kebijakan Redaksional sebagai ‘trade mark’ dari sebuah televisi berita, sehingga ketika orang mengingat berita di benaknya akan muncul tvOne. commit to user Karena biasanya berita newsticker ditindaklanjuti dalam berita utama yang lengkap dengan gambar dan isi yang lebih rinci, sehingga secara keseluruhan merupakan strategi pemberitaan yang komprehensif. “Tahu, bagus. Karena update status tentang kondisi sosial, dalam kaitannya dengan segala aspek kehidupan di sekitar kita dapat langsung diketahui, tanpa harus menunggu program berita yang hanya tayang pada jam-jam tertentu, maupun “Breaking News” yang sepertinya kurangkadang terlambat. Apalagi newsticker mampu mengakomodir banyak berita dalam waktu yang cepat dan menurut saya lebih efektif dan efisien,” jelas Indiria Maharsi. Hasil wawancara, 4 Oktober 2011. Semua responden memberikan pendapatnya yang nyaris serupa, agar masyarakat mengetahui sebanyak-banyaknya informasi yang selalu di-update setiap waktu sebagai cara memposisikan diri sebuah televisi berita. Persetujuan Kebijakan Redaksional tvOne ini juga disambut oleh beberapa responden lainnya, di bawah ini. “Saya sangat setuju dan bagus, karena membantu saya untuk mendapat berita yang belum saya ketahui. Baik yang sudah ditayangkan sebagai pengingat, dan yang belum ditayangkan sebagai informasi,” ujar Ahmad Shaleh. Hasil wawancara, 1 Oktober 2011. Karenanya semua responden juga menyatakan persetujuan atas kebijakan Redaksional tersebut, sebab dengan adanya newsticker masyarakat mengetahui informasi lebih cepat sesuai visi tvOne sebagai televisi berita dengan tagline-nya “Terdepan Mengabarkan.” Juga relevan dengan kondisi saat itu, yang hampir tiap detik terjadi peristiwa yang perlu diketahui masyarakat luas. “Ya, informatif, membuat masyarakat tahu berita dengan lebih cepat,” tutur Septina Panca Hutami. Hasil wawancara, 2 Oktober 2011. “Sangat tepat, mengingat slogan tvOne “Terdepan Mengabarkan” itu artinya tvOne selalu ingin menginformasikan berita apapun,” sambung Hening Budi Prabawati. Hasil wawancara, 4 Oktober 2011. Visi tvOne menjadi Televisi Berita, membawa dampak yang luas dalam mempertimbangkan setiap program acara yang ada di tvOne. Nilai berita yang commit to user harus mengandung unsur menarik dan penting bagi masyarakat, menjadi nafas dalam pertimbangan pengelolaan dan penayangan program. Dengan misi tvOne sebagai televisi berita, adanya tayangan newsticker dapat memenuhi aspek aktualitas sebagai basis utama televisi berita. “Kebijakan yang tepat, sesuai dengan visi tvOne sebagai televisi berita,” kata Wiryawan Sarjono. Hasil wawancara, 3 Oktober 2011. “Menurut saya, apa yang hendak dicapai oleh pihak Redaksi adalah dapat menampilkan berita sekilas yang update setiap waktu,” jelas Tjandra S. Buwana. Hasil wawancara, 3 Oktober 2011. Semua responden memberikan pendapat nyaris serupa atas yang hendak dicapai Redaksi melalui penayangan newsticker, agar masyarakat mengetahui sebanyak-banyaknya informasi yang selalu di-update setiap waktu sebagai cara memposisikan diri sebuah televisi berita. 2 Pandangan tentang Tampilan Newsticker Dalam melahirkan sebuah tayangan tentu tidak lepas dari input, proses produksi, dan output. Hasil output di komputer yang telah di-setting, dengan menggunakan format seperti yang kita lihat. Sedangkan soal tampilan ketika ditayangkan di tvOne, beberapa responden menanggapinya seperti di bawah ini. “Keinginan saya agar beritanya dapat berkesinambungan dalam memberitakan perubahan dan agar lebih jelas dengan pergantian tampilan yang lebih lambat,” ujar Kuat Sujarwo. Hasil wawancara, 1 Oktober 2011. “Kalau bisa newsticker tersebut menggunakan tulisan font yang lebih besar, agar lebih jelas terbaca,” dukung Ahmad Sholeh. Hasil wawancara, 1 Oktober 2011. “Newsticker tvOne jumlah item beritanya kurang banyak.” saran Tjandra S Buwana . Hasil wawancara, 3 Oktober 2011. Mengenai penayangan newsticker yang berulang, hampir semua responden menyadari sebagai hal yang wajar, mengingat pola waktu yang sudah ditentukan dan penting maupun banyaknya berita dalam newsticker serta masyarakat yang tidak hadir saat berita pertama kali ditayangkan. commit to user “Ya, saya mengerti. Supaya bisa memberi informasi yang lebih cepat dari televisi lainnya,” kata Septiana Panca Hutami. Hasil wawancara, 2 Oktober 2011. “Tidak masalah, mengingat jumlah penonton yang sangat banyak,” sambung Indiria Maharsi. Hasil wawancara, 4 Oktober 2011. “Sangat membantu, karena tidak setiap orang dari masyarakat berada di depan televisi ketika newsticker tersebut ditayangkan,” dukung Ahmad Sholeh. Hasil wawancara, 1 Oktober 2011. Sebanyak 4 empat responden menyarankan agar penayangan newsticker jangan terlalu sering diulang, karena akan membosankan –malah dapat menjengkelkan— pemirsa. Hal ini disampaikan seorang responden, mewakili ketiga rekannya yang lain. “Terkadang merasa bosan dengan penayangan newsticker yang berulang atas suatu berita, jika kita sudah membacanya. Namun bagi yang belum sempat membaca akan sangat bermanfaat, sehingga tidak tertinggal berita terbaru,” kilah Almira Olga Bella. Hasil wawancara, 1 Oktober 2011. “Jangan terlalu sering diulang, lebih baik meng-update. Sehingga meski tayangannya diulang, tetapi memuat hal baru,” saran Irawan Murjayanto. Hasil wawancara, 2 Oktober 2011. Melihat newsticker di televisi lain, tidak ada bedanya dengan yang tampil di tvOne. Karena nara sumber dan pokok isi nyaris sama, kadang hanya penyusunan kalimatnya saja yang berbeda. Begitu pendapat empat responden saat dimintakan perbandingannya, sebagaimana diwakili seorang responden berikut. “Dibanding newsticker di televisi lain, tidak banyak beda. Bahkan kadang redaksionalnya sama persis,” jawab Wiryawan Sarjono. Hasil wawancara, 3 Oktober 2011. “Saya kira hampir tidak ada bedanya,” sambut Hening Budi Prabawati. Hasil wawancara, 4 Oktober 2011. “Ya, semua televisi yang punya tayangan newsticker sama saja,” tambah Kuat Sujarwo. Hasil wawancara, 1 Oktober 2011. Sedangkan enam responden menganggap ada perbedaan, misalnya lebih update, format tampilan di televisi lain berbentuk running text sementara di tvOne berupa still teks singkat yang diam dengan cut to cut pemotongan pada tiap item newsticker. “Tentu ada perbedaannya, karena kita sebagai masyarakat jadi tahu keadaan commit to user dengan semakin banyak informasi yang kita serap dari berbagai newsticker di setiap televisi. Perbedaannya di televisi lain newsticker-nya berformat running text. Sedangkan di tvOne berbentuk still teks yang diam, dan cut to cut,” lanjut Tjandra S Buwana . Hasil wawancara, 3 Oktober 2011. 3 Penggambaran Realitas Tentang realitas sosial yang dikonstruksikan oleh newsticker diyakini oleh separuh dari keseluruhan 5 orang dari 10 orang responden telah dilakukan dengan baik di tvOne. Sebagaimana dikatakan responden di bawah ini. “Isinya memang bagus, dan menggambarkan kondisi seperti adanya,” ujar Kuat Sujarwo. Hasil wawancara, 1 Oktober 2011. “Ya, selama saya mengikuti dan mengamati newsticker tvOne selalu menggambarkan realitas yang ada,” dukung Hening Budi Prabawati. Hasil wawancara, 4 Oktober 2011. “Karena isi newsticker bersifat segera, maka makna realitas sosial yang apa adanya, mungkin menjadi bersifat relatif,” duga Indiria Maharsi. Hasil wawancara, 4 Oktober 2011. Bahkan sebagian responden lagi menyatakan untuk berita tertentu, newsticker belum menggambarkan realitas sosial yang sebenarnya dan kurang akurat. Padahal seharusnya Redaksi bertanggungjawab penuh atas kebenaran informasi maupun penggambaran realitas, dengan berita yang juga masih kurang variatif. “Sudah memadai penggambaran realitasnya, tetapi isinya masih kurang variatif,” kilah Tjandra S Buwana . Hasil wawancara, 3 Oktober 2011. ”Malah untuk berita-berita tertentu, belum menggambarkan realitas yang sebenarnya,” tandas Wiryawan Sarjono. Hasil wawancara, 3 Oktober 2011. ”Bahkan, kadang-kadang kurang akurat beritanya,” tambah Septina Panca Hutami. Hasil wawancara, 2 Oktober 2011. Seharusnya Redaksi bertanggungjawab penuh atas kebenaran informasi maupun penggambaran realitas, sebab kalau tidak berita tersebut menjadi tidak valid. Menurut separuh dari keseluruhan 50 responden, dikarenakan hanya menggambarkan garis besarnya sehingga belum cukup menjelaskan situasi. “Memang sudah seharusnya seperti itu, media penyiaran yang menayangkan newsticker bertanggungjawab penuh atas kebenaran dari isi informasi yang commit to user diberikan. Dengan pesan yang cukup singkat, newsticker harus memberikan informasi yang pasti, karena tidak ada penjelasan lainnya,” jelas Asrul Zain Asy’ari. Hasil wawancara, 1 Oktober 2011. “Kalau tidak sesuai realitas sosial yang sebenarnya, berita tersebut berarti tidak valid,” jelas Ahmad Shaleh. Hasil wawancara, 1 Oktober 2011. Meskipun 70 responden mengakui perubahan realitas sosial seharusnya sangat memengaruhi, tetapi sebagian yang lain menyatakan sebagai pemirsa belum merasakan adanya pengaruh pada newsticker tvOne. “Betul, informasi terbaru yang menggambarkan kondisi terkini sudah menjadi kebutuhan publik,” terang Irawan Murjayanto Hasil wawancara, 2 Oktober 2011. mewakili responden lainnya yang membenarkan. “Newsticker cukup menjelaskan situasi secara garis besarnya, tidak perlu bertele-tele dengan kata- kata yang panjang,” sambut Almira Olga Bella. Hasil wawancara, 1 Oktober 2011. “Seharusnya memang memengaruhi, tetapi saat ini saya sebagai pemirsa televisi tidak merasakan adanya perubahan itu,” bantah Tjandra S Buwana . Hasil wawancara, 3 Oktober 2011. 4 Dampak terhadap Masyarakat Atas tayangan newsticker tentang bencana gunung Merapi Yogyakarta yang berdampak bagi pembaca, sebanyak 7 tujuh responden menyatakan persetujuannya. Karena mereka terus menunggu update berita tentang Merapi untuk mengetahui perkembangan kondisi yang terjadi dan diakui sangat tertolong dengan adanya informasi newsticker. Bukan hanya bagi masyarakat Yogyakarta yang terkena langsung dampak letusan Merapi, juga bagi masyarakat di sekitarnya yang juga panik dan was-was. “Malah, mungkin, seorang Ibu langsung menyuruh anaknya yang kost di Yogyakarta untuk pulang, setelah membaca newsticker yang ditayangkan tvOne Meski sebenarnya kos si Anak masih dalam radius aman,” begitu pengandaian Asrul Zain Asy’ari. Hasil wawancara, 1 Oktober 2011. “Masyarakat jadi mengetahui tindakan yang harus diambil, setelah menyimak newsticker,” lanjut Ahmad Sholeh. Hasil wawancara, 1 Oktober 2011. Tetapi hal ini bertolak belakang dengan 3 tiga responden yang mengaku kecewa, karena masyarakat di sekitarnya sempat dibuat panik akibat commit to user terlambat digantinya newsticker tentang pemberitahuan zona bahaya. Berita yang berlebihan semacam itu, membuat masyarakat menjadi was-was terus menerus. Memang, dampaknya dapat positif atau juga negatif. Beberapa pendapat senada juga disampaikan responden lain. “Meski kadang menyesatkan, ungkap seorang responden, secara umum membantu masyarakat,” tegas Wiryawan Sarjono. Hasil wawancara, 3 Oktober 2011. “Mengecewakan, karena beberapa isi informasi newsticker yang malah membuat panik,” lanjut Almira Olga Bella. Hasil wawancara, 1 Oktober 2011. “Masyarakat menjadi waspada dan mempunyai antisipasi, apabila keadaan gunung Merapi membahayakan,” dukung Tjandra S Buwana . Hasil wawancara, 3 Oktober 2011. Untuk berita bencana kepercayaan responden terhadap berita televisi cukup tinggi 60. Kendati menurut 3 tiga responden di antaranya akan dapat bertambah tinggi, bila informasi selalu update, tidak berlebihan dan yang belum akurat tidak ditayangkan. “Untuk berita-berita bencana, seperti gunung meletus dan lainnya, kepercayaan saya kurang lebih 90. Selebihnya, karena kadang saya masih menemukan di tvOne informasi yang belum cukup akurat untuk ditayangkan,” tutur Asrul Zain Asy’ari. Hasil wawancara, 1 Oktober 2011. “Tingkat kepercayaan kami terhadap berita di televisi cukup tinggi, newsticker sering dijadikan acuan untuk bereaksi terhadap bencana Merapi,” dukung Wiryawan Sarjono. Hasil wawancara, 3 Oktober 2011. Sebagian responden lain 30 juga mengakui dapat digunakan sebagai panduan, karena belum ada media komunikasi selain newsticker dan radio panggil yang mampu memberi info update setiap saat. Tetapi seorang responden mengatakan, referensi panduan harus dari berbagai sumber. “Karena tidak ada media lain yang dapat di update setiap saat, kecuali masyarakat yang mempunyai radio panggil,” tutur Tjandra S Buwana . Hasil wawancara, 3 Oktober 2011. “Tetapi referensi, sebaiknya dari berbagai sumber. Mereka yang langsung mengambilnya sebagai panduan tindakan, mungkin karena kurang referensi,” sanggah Indiria Maharsi. Hasil wawancara, 4 Oktober 2011. Enam orang responden menyatakan terdapat perbedaan, jika sebagai commit to user masyarakat merespon bencana tanpa adanya newsticker berita seperti itu. Tanpa adanya newsticker, mereka tidak mengetahui perkembangan berita mutakhir. Sedangkan yang tidak merasakan perbedaan cuma 30, karena masih ada radio amatir, internet dan juga terdapat berita lain. “TIdak begitu signifikan perbedaannya, ini hanya masalah penggunaan medianya saja,” kilah Asrul Zain Asy’ari. Hasil wawancara, 1 Oktober 2011. “Tetapi merespon bencana tanpa adanya newsticker, membuat kami sangat bergantung pada acara berita yang lain. Seperti breaking news yang sering terlambat tayang, sehingga responnya pun menjadi agak lambat,” sanggah Wiryawan Sarjono. Hasil wawancara, 3 Oktober 2011. Terutama untuk jarak sosial juga memengaruhi keterlibatan masyarakat dalam newsticker, sebanyak 80 responden mengakui ada pengaruhnya. Sedangkan status sosial tidak terlalu memengaruhi. Sisanya menyatakan tidak berpengaruh, karena tergantung pemahaman informasi disampaikan newsticker. “Tentu saja, itu pasti sekali. Terutama untuk jarak sosial sangat memengaruhi reaksi seseorang untuk bertindak. Sedangkan, menurut saya, status sosial tidak begitu memengaruhi,” terang Asrul Zain Asy’ari. Hasil wawancara, 1 Oktober 2011. “Karena informasi yang disampaikan newsticker, akan diterima masyarakat dengan berbagai macam status sosial budaya,” sahut Hening Budi Prabawati melengkapi. Hasil wawancara, 4 Oktober 2011. 1. Tinjauan Pakar Tinjauan dari para pakar ini penulis dapat dari hasil wawancara dengan Pengamat Televisi: Dr. MulharNetti Syas Hasil wawancara, 8 Oktober 2011, dan Veven Sp Wardhana, M.Hum Hasil wawancara, 16 Oktober 2011, serta Sosiolog: Widjajanti Mulyono – Santoso, Ph.D Hasil wawancara, 3 Desember 2011. Berikut hasilnya: 1 Kebijakan Redaksional Terkait misi tvOne sebagai televisi berita yang menjadikan newsticker commit to user sebagai basis utama televisi berita karena memenuhi aspek aktualitas, ternyata melahirkan pendapat beragam dari tinjauan para pakar. Seperti yang penyusun kutipkan di bawah ini: “Tak ada yang istimewa. Karena penggunaan newsticker ini juga dilakukan televisi manapun, bahkan sejak dahulu TVRI juga pernah memuat running text,” kilah Veven Sp Wardhana, M.Hum Hasil wawancara, 16 Oktober 2011. “Karena itu, kebijakan Redaksional tvOne untuk menggunakan newsticker sekadar sebagai salah satu media informasi sangat baik, lantaran informasi memang perlu segera diketahui masyarakat,” tambah Dr. MulharNetti Syas Hasil wawancara, 8 Oktober 2011. “Bahkan kebijakan ini bukan sebuah pilihan. Tetapi sebuah keharusan, sebagai bagian dari pertanggungjawaban media terhadap masyarakat,” tegas Widjajanti Mulyono – Santoso, PhD Hasil wawancara, 3 Desember 2011. Begitu pula yang menjadi tujuan penayangan newsticker, terutama tentang bencana Merapi Yogyakarta ini, dikomentari berbeda oleh para pakar. Kemauan untuk mengubah mindset dan habitually masyarakat agar menjadikan berita-berita di tvOne sebagai sumber berita utama mereka, merupakan upaya yang menyeluruh dan berkesinambungan dalam semua program acara yang disajikan. Netti mengingatkan, “Karena berisi informasi singkat dan tidak lengkap, newsticker tidak dapat dijadikan sebagai strategi komunikasi media tersebut. Sedangkan tujuan jangka panjangnya, hanyalah sebagai strategi jualan yang menarik perhatian pemirsa, terlebih karena adanya kompetitor televisi berita lain. Newsticker juga belum dapat dijadikan sebagai strategi komunikasi yang komprehensif, karena isi berita yang tidak mendalam, bukan sekadar memenuhi aktualitas yang dicanangkan sebagai basis utama televisi berita.” Hasil wawancara, 8 Oktober 2011. “Newsticker ini memberikan gambaran perubahan realitas yang terjadi di lapangan. Ini adalah konsekuensi logis dari televisi berita yang memang harus memberitakan, terlepas apakah berhubungan atau tidak dengan citra baik dari televisi tersebut,” jelas Widja. Hasil wawancara, 3 Desember 2011. “Newsticker ibarat breaking news minus gambar atau visual. Karena media televisi merupakan media audio visual, newsticker menjadi semacam kilasan berita saja: ringkas, permukaan sehingga belum tentu padat dan orang bisa terpancing untuk mengetahui lebih lanjut. Proses lebih lanjut ini dapat menunggu siaran televisi yang bersangkutan atau melalui media lain, semisal commit to user media online,” sambung Veven Hasil wawancara, 16 Oktober 2011. Dalam kacamata para pakar ini, tujuan jangka pendek dari newsticker tentang bencana gunung Merapi Yogyakarta belum terpenuhi, karena tvOne agaknya hanya mengandalkan kecepatan informasi, bukan kejelasan isi berita yang mendalam. Sehingga tidak dapat dijadikan pedoman tindakan bagi masyarakat Yogya dan sekitarnya yang terdampak bencana, termasuk instansi terkait yang menangani penanggulangan bencana tersebut. “Khusus untuk bencana Merapi, perkembangannya sangat masif. Juga karena dekat dengan Yogya, sehingga tingkat kepeduliannya menjadi semakin nyata. Inilah pentingnya newsticker yang memberikan informasi terakhir, seperti soal kebutuhan yang bisa diberikan masyarakat. Namun mestinya newsticker juga memberikan gambaran lengkap di sekitar Merapi, karena selama ini bantuan terfokus pada Yogya, padahal Boyolali juga butuh tetapi kurang diperhatikan,” tandas Widja. Hasil wawancara, 3 Desember 2011. 2 Proses Pengelolaan Proses pengelolaan newsticker yang sangat sederhana, tidak serumit pengelolaan pada berita utama. Bila proses pengelolaannya sudah melewati standar proses kerja jurnalistik, para pakar sepakat akan terpenuhinya syarat Karya Jurnalistik. “Sebaiknya Redaksi memiliki kriteria SOP = Standard Operational Procedur dari apa yang menjadi bagian dari newsticker. Hal ini bisa diperoleh dari pengalaman --seperti kebencanaan, atau pidato presiden, dan sebagainya— kecuali hal tertentu yang menurut kriteria SOP tidak dapat dikategorikan sebagai newsticker --seperti masalah partai. Kalau kemudian ada keputusan untuk memasukkan berita ini sebagai newsticker, ini adalah keputusan politis yang menunjukkan keberpihakan tvOne. Pada televisi non- berita --selain “MetroTV” dan tvOne-- tayangan newsticker tidaklah selalu ada, tetapi selalu ada Breaking News untuk berita yang bernilai tinggi,” begitu analisis Widja. Hasil wawancara, 3 Desember 2011. “Pemilihan tema isi dan penggolongan berita dalam newsticker tvOne menurut saya tidak jelas kriterianya, jangan digabung-gabung –seperti Politik Hukum atau Luar Negeri Sport— karena akan menjadi rancu. Sebaiknya penggolongan tersebut berdasarkan masalah yang dikandung,” tambah Netti commit to user lagi. Hasil wawancara, 8 Oktober 2011. “Terus terang, penggolongannya membingungkan. Bagaimana mungkin tema atau isi ‘istana gelar rapat..’ masuk golongan lain-lain, hukum, ataupun politik. Saya rasa penggolongan di bawahnya juga tak memberikan pemahaman apapun,” dukung Veven. Hasil wawancara, 16 Oktober 2011. Sedangkan untuk masalah durasi tayang newsticker yang menurut redaksi tergantung kepentingan pemirsa, menurut para pakar tidak jelas. Kepentingan yang mana dan kata siapa? “Idealnya hemat saya cukup satu jam durasinya, sehingga terlihat benar-benar update dan memungkinkan lebih banyak variasi maupun detail isi newsticker yang ditayangkan,” tutur Netti. Hasil wawancara, 8 Oktober 2011. “Justru karena durasi tayang newsticker terbatas –juga dengan pengulangan— orang menjadi terus menerus mengingat masalah yang diangkat,” sambut Widja mendukung. Hasil wawancara, 3 Desember 2011. Meski newsticker merupakan informasi sepintas, pengecekan ulang merupakan faktor utama demi keakuratan berita. Pentingnya pengecekan pada berbagai nara sumber, agar keakuratan lebih pasti dan informasi yang terkandung juga lebih lengkap. Saat melakukan check dan recheck, sebaiknya wartawan tak hanya memiliki satu nara sumber. Terlebih dengan syarat sumber yang harus berkompeten dan kredibel, sehingga beberapa nara sumber kemudian dapat saling melengkapi demi terwujudnya akurasi isi berita. Begitu pula halnya dengan semua tahapan proses pembuatan berita sebagai karya jurnalistik yang harus dilewati, supaya newsticker valid sebagai berita. “Perubahan pola kalimat yang terjadi pada newsticker, menggambarkan penulisan tidak mengikuti kaidah Bahasa Indonesia Jurnalistik. Di sisi lain, kesalahan ketik sebenarnya juga merupakan masalah teknis yang menyebabkan informasi menjadi tidak akurat. Hal ini lebih banyak disebabkan keinginan Redaksi yang hanya mengutamakan kecepatan hadirnya informasi terkini,” terang Netti. Hasil wawancara, 8 Oktober 2011. “Jangan salah ketiklah. Salah sedikit bisa berdampak buruk. Membaca buku saja, kalau ada salah ketik, yang membaca merasa sebal, lho,” sahut Widja menimpali. Hasil commit to user wawancara, 3 Desember 2011. Veven pun menegaskan, “Ranah jurnalistik sebagaimana adanya saja yang diterapkan.” Hasil wawancara, 16 Oktober 2011. “Kalau memerhatikan penggunaan kata dalam penyusunan newsticker, yang kadang belum tentu tidak mengandung opini wartawan maupun penulisnya, menjadi salah satu kekurangan aspek kualitas berita untuk menggambarkan perubahan realitas yang terjadi,” terang Netti. Hasil wawancara, 8 Oktober 2011. 3 Pengonstruksian Realitas Sosial Bencana adalah sebuah wacana yang layak dikonstruksi media, karena besarnya peristiwa dan dampak yang ditimbulkan bagi masyarakat. Terlebih bencana gunung Merapi Yogyakarta sebagai salah satu peristiwa bencana terbesar di Indonesia dan berlangsung dalam waktu yang lama. “Realitas bencana gunung Merapi layak menjadi salah satu wacana yang menggambarkan konstruksi realitas media pada newsticker tvOne. Tetapi, sekali lagi, hemat saya hanya sebatas untuk menimbulkan minat ingin tahu dan membuat orang penasaran atas berita selengkapnya. Karena newsticker tak cukup untuk menjelaskan jawaban mengapa dan bagaimana, yang dapat menggambarkan konstruksi realitas secara apa adanya,” sanggah Netti. Hasil wawancara, 8 Oktober 2011. “Newsticker tak ada kaitannya dengan identititas institusi – dalam hal ini tvOne. Itu bukan monopoli stasiun televisi bersangkutan. Apakah itu sebagai representasi praktik kosntruksi sosial, dalam kasus Merapi, saya kira jawabnya: iya. Orang pengen tahu nasib Maridjan, orang pengen tahu identitas Maridjan – dalam hal peran dan posisinya, termasuk siapa yang menunjuk Maridjan sebagai ‘penguasa’ Merapi,” dukung Veven . Hasil wawancara, 16 Oktober 2011. Pendapat Widja pun senada, “Saya kira, kalau kasusnya adalah bencana Merapi Yogya, bisa dilihat dari berapa orang yang menghubungi untuk menegaskan berita dan mencari kontak personal melalui jaringan tvOne. Khusus untuk Yogya, kita bisa lihat bahwa orang Yogya sendiri bisa mandiri menghadapi bencana Merapi. Masyarakat bisa mengurus diri sendiri.” Hasil wawancara, 3 Desember 2011. Menurut mereka, pemberitaan newsticker tentang bencana Gunung Merapi tidak menggambarkan pertimbangan dan respon masukan pemirsa, karena sifatnya yang cuma visual. Akibatnya respon pemirsa pun berkurang, sehingga commit to user yang ditayangkan sepenuhnya tergantung bahan yang diterima redaksi Padahal, dampaknya tidak hanya karena tvOne. Tetapi juga karena jarak sosial dengan Yogya sangat bagus, dalam arti masyarakat melihat dan merasa perlu membantu masyarakat di Merapi. Sedangkan untuk status sosial, bukan masalah bagi media, karena media dapat mendekati masyarakat dari berbagai kelompok. Kalau masih berpikir kelas sosial, itu bukan media, tetapi televisi kabel. Dan Widja pun menguraikan, “Konstruksi sosial adalah proses yang berjalan terus menerus dan tidak berhenti --seperti iklan yang menggunakan perempuan-- sehingga dia tidak berhubungan langsung dengan konstruksi sosial. Sedangkan untuk konstruksi identitas dari institusi, ya tentunya. Untuk bersaing dengan media lainnya, bahkan bersaing dengan media sosial.” Hasil wawancara, 3 Desember 2011. “Sebagaimana syarat layak berita, perubahan realitas merupakan salah satu penentu selain aspek kualitas berita yang menjadi pertimbangan karena mengharuskan newsticker untuk selalu di-update. Namun karena keterbatasan karakter pada newsticker, membuat penggambaran realitas di jawaban pertanyaan mengapa dan bagaimana kurang menjelaskan,” tambah Netti. Hasil wawancara, 8 Oktober 2011. Apalagi terhadap perubahan realitas yang belum pasti sebaiknya tidak dimuat, karena akan melahirkan berita menurut dugaan redaksi. Sedangkan yang sering terjadi konstruksi realitas mendasarkan pada opini wartawanpenulis naskah newsticker, padahal seharusnya sangat terhubung pada kondisi faktual sebagaimana adanya. Widja pun menyetujui, “Ada hal-hal yang jika Redaksi tidak hati-hati akan berdampak buruk, misalnya peristiwa kerusuhan. Sebaiknya kalau hanya diberitakan sebagai headlines saja –atau lazim dimaksudkan dalam bentuk newsticker— kerusuhan yang ditayangkan tidak dengan hati-hati, dapat memicu keresahan –di tempat lain atau di tempat kerusuhan tersebut tidak akan menjadi kondusif— karena konflik yang berkelanjutan.” Hasil wawancara, 3 Desember 2011. Konstruksi realitas media yang digambarkan newsticker akan dapat lebih commit to user efektif, bukan disebabkan oleh penayangan terus menerus, melainkan dari banyaknya bahan berita yang tersedia hasil liputan reporter langsung di tempat kejadian. Laporan pandangan mata hasil observasi reporter live report pada berbagai titik seputar wilayah kejadian akan saling melengkapi penggambaran konstruksi realitas, bukan sekadar hasil wawancara nara sumber. Hal ini akan menambah kredibilitas media dalam melakukan konstruksi realitas, lanjut mereka senada. 4. Dampak terhadap Pembaca Meskipun newsticker tidak sepenuhnya dapat menggambarkan konstruksi realitas yang terjadi, tetapi setidaknya tetap dapat bermanfaat bagi masyarakat. Biar bagaimana pun, dengan adanya newsticker, masyarakat menjadi lebih siap untuk menghadapi kenyataan dalam berbagai aspeknya. Begitu juga untuk dampak negatif yang terjadi jikalau konstruksi realitas yang digambarkan tidak sesuai –misalnya terlambat, apalagi salah— dari realitas yang terjadi, dapat membuat masyarakat panik mengantisipasi keadaan. “Pemberitaan tentang bencana gunung Merapi membuktikan adanya dampak kepada khalayak, karena biar bagaimana pun masyarakat menjadi lebih siap untuk menghadapi kenyataan dalam berbagai aspeknya. Begitu juga untuk dampak negatif akibat pemberitaan newsticker yang pergantiannya terlalu lambat, apalagi jika isinya salah,” tegas Netti. Hasil wawancara, 8 Oktober 2011. Pernyataan ini disambut Widja, “Karena orang terfokus pada Yogya, hal ini merupakan kelemahan dari newsticker tentang bencana Merapi. Sebaiknya menjadi pembelajaran, sehingga harus lebih komprehensif,” Hasil wawancara, 3 Desember 2011. Tingginya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap televisi, membuktikan kebutuhan masyarakat pada berita televisi juga masih besar. Karena terbatasnya waktu, kebutuhan berita yang aktual diperoleh melalui newsticker commit to user yang cukup memuaskan keingintahuan mereka. Terlebih di daerah bencana saat Bencana gunung Merapi di Yogyakarta, masyarakat membutuhkan informasi segera dan mutakhir untuk memandu mereka bertindak. “Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap televisi memang masih tinggi. Bahkan mereka menjadikan isi newsticker sebagai panduan tindakan, walau menurut saya tidak tepat. Seharusnya lebih cenderung menyimak berita utama ataupun Breaking News, karena isi beritanya lebih lengkap. Terutama untuk penjelasan mengapa dan bagaimana sesuatu kejadian berlangsung,” jelas Netti. Hasil wawancara, 3 Desember 2011. Terlebih di daerah bencana saat bencana gunung Merapi di Yogyakarta, masyarakat membutuhkan informasi segera dan mutakhir untuk memandu mereka bertindak. Inilah sebabnya masyarakat menggunakan newsticker sebagai panduan tindakan, meski sebaiknya menggunakan berita utama lantaran lebih lengkap dan pasti setelah melalui berbagai konfirmasi ke berbagai nara sumber. “Saya tak yakin, newsticker begitu berpengaruh pada respon masyarakat. Respon lebih pada the real news,” kilah Veven. Hasil wawancara, 16 Oktober 2011. “Kalau orang lebih mencari informasi di media sosial, maka newsticker harus waspada karena berarti beritanya tidak akurat. Sehingga pertanyaan apakah newstiker tvOne aktual, cepat dan tepat untuk khalayak umum sebagai pemirsa televisi, harus melihat kompetisi dari media lainnya,” tambah Widja memperjelas. Hasil wawancara, 3 Desember 2011. “Bila tanpa adanya newsticker, tentu pemirsa akan mengandalkan berita utama sebagai panduan tindakan. Paling tidak menggunakan ‘Breaking News’” karena dibacakan penyiar sehingga pemirsa tidak memerlukan konsentrasi khusus untuk membaca berita,” sambung Netti. Hasil wawancara, 3 Desember 2011. Inilah sebabnya masyarakat menggunakan newsticker sebagai panduan tindakan, meski sebaiknya menggunakan berita utama lantaran lebih lengkap dan pasti setelah melalui berbagai konfirmasi ke berbagai nara sumber. “Berdasarkan perbandingan di atas, newsticker sebaiknya dibuat dalam format ‘Breaking News’ yang lebih lengkap isi beritanya dan tidak harus dibaca pemirsa, sehingga sesuai pada televisi sebagai media audiovisual. Durasi yang digunakan tidak berbeda untuk waktu sekali tayang keseluruhan newsticker, yang kemudian diulang sesuai kebutuhan atau karena perubahan isi commit to user newsticker,” ujar Netti. Hasil wawancara, 8 Oktober 2011. Hal ini langsung ditanggapi Widja, “Banyak keuntungannya, juga jika dilihat dari sudut pandang Sosiolog. Pertama, media punya peran sosial. Di sini lah peran media harus kita kembangkan, media sekarang kapitalis sekali, politis pula. Sehingga masyarakat sebal dengan media, apalagi sekarang memicu konflik. Yang kedua, televisi perlu mengembangkan mekanisme di mana pemirsa bisa melakukan upaya interaktif atau membantu masyarakat untuk mencarikan informasi yang mereka butuhkan. Media punya peran mediator yang penting untuk kebutuhan masyarakat, terlepas dari apakah masyarakat guyub atau tidak, memang sudah tugas media. Yang ketiga, ada kebutuhan masyarakat --tidak berhubungan dengan kosntruksi sosial, meski untuk citra bagus juga lah dampaknya-- yang perlu dipertimbangkan untuk kepentingan masyarakat. Hal ini yang perlu disadari oleh media, bukan kapitalis media lho.” Hasil wawancara, 3 Desember 2011. - - - oo0 oo- - - Pada akhirnya analisis dimensi Meso Praktik Diskursus di atas dapat disimpulkan bahwasanya pada level produsen newsticker tentang bencana Merapi Yogyakarta ini dapat aktual dipandang dari aspek kualitas berita dan perubahan realitas, karena ditayangkan hanya beberapa saat setelah terjadinya berbagai dampak bencana. Hal ini mestinya kian menguatkan konstruksi realitas yang dibangun media baca: tvOne dalam tayangan berita khususnya newsticker, sebagai salah satu fungsi sosial media. Tetapi di sisi lain, justru karena berita harus aktual, proses dan makna realitas sosial sebagaimana adanya menurut penyusun menjadi relatif. Sebab hasil analisis penelitian menunjukkan, penggambaran isi berupa garis besarnya menjadikan newsticker belum cukup menjelaskan situasi. Untuk itulah dalam memproduksi dan menyiarkan tayangan, tvOne juga berusaha mengakomodir kepentingan semua segmen pasarnya. Termasuk soal peran masyarakat dalam pembuatan newsticker, terutama untuk memberi masukan bahan berita. Redaksi tvOne tetap berusaha memanfaatkan kearifan lokal, dalam commit to user mempertimbangkan pemroduksian newsticker sebagai bagian dari faktor-faktor sosial budaya. Hal ini terbukti ampuh digunakan dalam pemberitaan sebagai upaya memengaruhi masyarakat setempat saat mengonstruksi realitas. Sementara pada level konsumen, penyusun sempat terkejut karena ternyata keberadaan newsticker telah demikian memasyarakat. Terlebih dengan pemahaman mereka yang ilmiah. Meski sebagian besar responden mengakui perubahan realitas sosial seharusnya sangat memengaruhi pertimbangan pembuatan newsticker, tetapi sebagian yang lain menyatakan sebagai pemirsa belum merasakan adanya pengaruh tersebut terhadap newsticker tvOne. Keterlambatan penggantian newsticker pada perubahan zona bahaya yang sempat membuat panik masyarakat dan menimbulkan gelombang pengungsian swadaya, adalah contoh kesalahan yang dilakukan redaksi tvOne akibat semata mengutamakan kecepatan informasi, bukan kejelasan isi berita yang mendalam. Di sisi lain, hal ini juga menunjukkan kesalahan masyarakat yang begitu cepat mengambil keputusan, tanpa menunggu kejelasan pada berita utama yang lebih lengkap. © commit to user 164 BAB VI ANALISIS DIMENSI SOSIOKULTURAL Ini merupakan analisis pendapat nara sumber penelitian hasil wawancara, yang berhubungan dengan konteks di luar teks dan konteks untuk mengkonfirmasi dimensi faktor-faktor sosiokultural yang dipertimbangkan tatkala memproduksi tayangan newsticker tentang bencana Merapi Yogyakarta di tvOne.

A. Pengaruh Realitas