commit to user
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan media
komunikasi modern
dewasa ini,
telah memungkinkan orang di seluruh dunia untuk dapat saling berkomunikasi.
Terutama televisi, kini telah menjadi media dominan komunikasi massa di seluruh dunia dan sampai sekarang pun masih terus berkembang.
Penelitian yang dilakukan George Gerbner dan rekan-rekannya dalam Teori Pengembangan menyatakan, televisi menghadirkan cara memandang dunia.
“Televisi adalah sebuah sistem penceritaan yang tersentralisasi. Sistem ini merupakan bagian terpenting dari kehidupan sehari-hari kita. Drama, iklan,
berita dan program lainnya menghadirkan sebuah dunia tentang gambaran dan pesan-pesan yang cukup berkaitan ke dalam setiap rumah. Pola
berulang dari pesan-pesan dan gambaran televisi yang diproduksi secara massal membentuk kecenderungan akan lingkungan simbolis yang umum.”
1
Lahirnya budaya televisi audiovisual memang mampu menggeser dominasi budaya tulis. Ruedi Hoffmann dalam Baksin, 2006
2
di bukunya “Dasar-dasar Apresiasi Program Televisi” menyebutkan, bahasa merupakan
kemajuan komunikasi antar manusia pada zaman sebelum manusia mengenal bahasa. Demikian juga sebelum tulisan yang memungkinkan bahasa ‘dibekukan’
dalam dokumen, dilihat dan dicatat sebagai kemajuan komunikasi lisan. Budaya menonton televisi memang sudah menjadi kebiasaan masyarakat
kita, sehingga tayangan berita televisi pun sudah menjadi bagian kehidupan.
1
Littlejohn, Stephen W dan Foss, Karen A. 2009. Theories of Human Communication. Diterj: Mohammad Yusuf Hamdan. Edisi 9 Terjemahan. Jakarta: Salemba Humanika, hal. 424.
2
Baksin, Askurifai.2006. Jurnalistik Televisi, Teori dan Praktik. Bandung: Simbiosa Rekatama Media, hal.52-60
commit to user
Dengan sifatnya yang immediaty, media televisi mampu mendekatkan peristiwa dengan penontonnya. Menurut JB Wahyudi, melalui media elektronikpenyiaran
termasuk televisi –penyusun dan media massa cetak semua bentuk karya jurnalistik termasuk juga newsticker –penyusun dapat diterapkan, meski ilmu
jurnalistik hanya satu. Penyajian harus disesuaikan dengan sifat medianya, agar isi pesan dapat diterima dan dimengerti dengan baik oleh khalayak.
3
Sejak pemerintah Indonesia membuka TVRI pada 29 tahun silam, masyarakat disuguhi maraknya tayangan berita dari pelbagai stasiun televisi. “Tak
ada siaran televisi tanpa berita,” barangkali menjadi tepat mengingat makin beragamnya tayangan berita, mulai dari sekadar straight news, depth news,
feature hingga infotainment yang saling berlomba dengan aneka nama dan variasi jam tayang.
Hal ini dimungkinkan karena adanya berbagai channel stasiun televisi, yang digunakan sebagai sarana penyampaian pesan. Terlebih karena televisi
digolongkan sebagai media yang menguasai ruang dan efisien dalam mencapai jumlah audiens yang sangat banyak. Karenanya, media penyiaran memegang
peranan yang sangat penting dalam ilmu komunikasi, khususnya komunikasi massa.
Kemampuan media penyiaran, terutama televisi, untuk menyampaikan pesan kepada khalayak luas, menjadikannya sebagai obyek penelitian penting
dalam ilmu komunikasi massa. Media televisi merupakan salah satu media massa yang memengaruhi dan mencerminkan kondisi sosial budaya dalam masyarakat
melalui penyebaran pesan yang disampaikan.
3
Baksin, Askurifai.2006. Log. Cit.
commit to user
Raymond Williams menguraikan dampak kehadiran dan penggunaan televisi menjadi beberapa kajian, salah satu di antaranya adalah hubungan sebab
akibat dalam sistem komunikasi. William melihat sebab akibat yang ditimbulkan televisi, bukan dari kehadiran televisi dalam perubahan sosial dan kultural dengan
sifat kausalitasnya, tetapi lebih pada cakrawala perhatian pada isu-isu tertentu.
4
Televisi dengan tayangan beritanya, sudah menjadi bagian dari kehidupan. Dengan sifatnya yang immediaty, media televisi mampu mendekatkan
peristiwa dan tempat kejadian dengan penontonnya. Banyak siaran berita televisi yang sangat diminati, karena cepat, lugas dan lengkap dalam meliput sesuatu.
Berbagai penelitian menunjukkan, televisi menjadi media informasi utama bagi orang Amerika.
Jika kita seperti kebanyakan konsumen yang mengamati berbagai stasiun televisi selama 24 jam, mungkin telah terbiasa dengan kehadiran newsticker –juga
disebut sebagai crawler perayap— yang dipopulerkan di Amerika Serikat setelah tanggal 11 September 2001. Sebagai salah satu bentuk “berita” televisi
yang relatif paling baru, newsticker mengungkapkan berbagai intisari informasi yang telah dan akan ditayangkan dalam siaran berita televisi seutuhnya.
5
Newsticker –yang memanfaatkan sedikit ruang di baris horisontal terbawah, dengan teks yang tampil secara bergantian atau berjalan running text
di sepanjang layar televisi— hanyalah salah satu indikasi yang menunjukkan betapa orang-orang menghendaki berita mereka hari ini secepat kejadiannya.
Menanti datangnya surat kabar besok pagi, membuat kejadian tersebut telah berganti dan beritanya hilang bersama angin. Kini teknologi telah mengambil
4
Williams, Raymond. 2009. Televisi. Yogyakarta: Resist Book, hal. 163
5
News Information Service. Diakses 17 Februari 2010. News Ticker. http:www.news-
information.org
commit to user
alih masalah aktual dalam jurnalisme, khususnya atas penyiaran berita yang modern.
Melalui newsticker sebagai hasil perkembangan teknologi komunikasi dan informasi, telah mendukung percepatan penyampaian karya jurnalistik kepada
khalayak. Dapat dikatakan, detik ini berita dikirimkan melalui pemancar dan detik yang sama berita itu sampai kepada khalayak, meskipun jarak antara pemancar
televisi dan penerima relatif jauh. Menjalankan newsticker yang berisi berita, menjadi cara pasti yang
menunjukkan stasiun televisi tersebut berada di depan dalam penyiaran berita aktual. Mereka mempunyai kabar terkini dari suatu berita utama dan akan
melaporkan kisah seutuhnya, jika selama siaran kita menantikannya di saluran televisi mereka.
6
Posisi newsticker yang kini telah sedemikian penting pada berita televisi, sementara belum ada satu teori pun tentang penggolongannya sebagai
bagian berita. Karena eksistensi newsticker berita dalam posisinya sebagai karya
jurnalistik, sebenarnya belum dapat dipastikan. Sebab format content newsticker berita yang menurut pengamatan penyusun belum baku, kadang berupa kutipan
pendapat nara sumber, resumehighlight suatu berita, opini redaksi atas suatu berita atau hanya penggalan kalimat guna pengingat informasi. Ketidakseragaman
ini semakin menambah keunikan eksistensi newsticker berita. Sebagai mahasiswa Pasca Sarjana Komunikasi, fenomena seputar
newsticker tentu menarik perhatian. Menurut penyusun menjadi kian penting diteliti, bagaimana newsticker di televisi berita menggambarkan konstruksi
6
News Information Service, Log. Cit.
commit to user
realitas media dalam pemberitaan bencana alam. Berita dalam pandangan konstruksi sosial, bukan merupakan fakta yang
riil. Realitas tidak serta merta dijadikan naskah berita begitu saja, namun realitas adalah produk interaksi antara wartawan dan fakta. Dalam proses internalisasi,
realitas diamati oleh wartawan dan diserap dalam kesadaran wartawan. Dalam proses eksternalisasi, wartawan menceburkan dirinya untuk memahami realitas.
Karena sifat dan faktanya, Ibnu Hamad
7
berpendapat, pekerjaan media massa adalah menceritakan peristiwa, maka kesibukan utama media massa adalah
mengkonstruksi realitas yang akan disiarkan. Media menyusun realitas dari berbagai peristiwa yang terjadi, hingga menjadi cerita atau wacana bermakna.
Untuk mengukur aspek kualitas berita, penyusun menggunakan standar
menurut Mitchel V. Charnley
8
, yakni:
1 accurate informasi yang sudah dicek ulang ketepatannya, 2 properly attributed nara sumber punya kapabilitas tentang yang diberitakan, 3
balanced and fair informasi harus mengandung keseimbangan dan kejujuran, 4 objective informasi harus obyektif dari realitas dan fakta,
serta 5 brief and focused materi disusun secara ringkas, padat dan terarah, sehingga mudah dipahami.
Konsepsi tentang fakta diekspresikan untuk melihat realitas. Mengenai hal ini diungkapkan oleh Ericsson dalam Tuchman
9
sebagai berikut: “News is product of transaction between journalists and their sources. The
primary source of reality for news is not what is displayed or what happens in the real world. The reality of news is embedded in the nature and type of
social and their sources, and in the politics of knowledge that emerges on each spesific newsbeat.”
Dari pernyataan tersebut dapat diartikan, ketika seorang wartawan membuat berita, ia sebetulnya telah menjalin transaksi dan hubungan dengan
7
Hamad, Ibnu. 2000. Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa. Jakarta: Penerbit Granit, hal. 11.
8
Baksin, Askurifai. 2006. Op.Cit , hal. 51
9
Littlejohn, Stephen W dan Foss, Karen A. 2009. Op.Cit, hal. 420-421
commit to user
objek yang diliputnya. Dengan demikian, berita pada dasarnya bukan lagi sebagai realitas yang utuh tetapi merupakan produk konstruksi dari transaksi antara
wartawan dan fakta yang ia liput, antara wartawan dan sumber berita. Prinsipnya, setiap upaya “menceritakan” konseptualisasi sebuah peristiwa, keadaan, atau
benda, tak terkecuali mengenai hal-hal yang berkaitan dengan politik, adalah usaha mengkonstruksikan realitas.
10
Dalam kaitannya dengan hubungan dalam institusi media, konglomerasi media sedikit banyak memengaruhi kondisi, cara dan hasil kerja para pekerja
media termasuk wartawan. Misalnya, suatu pesan atau produk media yang seharusnya ditayangkan satu stasiun televisi saja, bisa ditayangkan juga di stasiun
televisi lain yang masih dalam satu korporasi. Untuk itu, konstruksi realitas yang disampaikan oleh seorang wartawan
atau jurnalis turut dipengaruhi pula oleh kepentingan dan ideologi media tertentu dan pada akhirnya menjadi konstruksi media secara keseluruhan.
Selanjutnya Hamad menjelaskan media massa, terutama televisi, pada dasarnya berperan menjadi perumus realitas definer of reality.
11
Artinya, ideologi atau kepentingan para subyek pelaku media akan menelusup melalui
tayangan yang diproduksi dan direproduksinya. Apalagi, tayangan yang diproduksi dan direproduksi stasiun televisi
tersebut merupakan salah satu teks utama televisi. Sebagai salah satu teks, tayangan televisi bukan hasil rangkaian realitas, melainkan representasi yang
terseleksi dan terkonstruksi serta menjadi bagian yang turut membentuk realitas. Dalam meneliti konstruksi realitas media pada pemberitaan bencana
10
Hamad, Ibnu. 2000. Log.Cit.
11
Ibid.
commit to user
alam tersebut pada newsticker, penyusun memilih menggunakan metode Analisis Wacana Kritis AWK. Sebab dalam analisisnya AWK lebih menekankan pada
pemaknaan teks, sebagai bagian dari metode interpretatif yang mengandalkan penafsiran peneliti. Selain itu, AWK berpretensi memfokuskan pada pesan laten,
agar penyusun menemukan konstruksi realitas media yang dilakukan pemberitaan newsticker.
Tataran praktik diskursif adalah hubungan antara teks dan praktik sosial. Praktik diskursif berkaitan dengan aspek sosio-kognitif produksi dan interpretasi
teks. Di satu sisi, aspek tersebut dibentuk oleh praktik sosial dan membantu dalam pembentukannya. Di sisi lain yang erat kaitannya dengan tataran tekstual,
pemroduksian teks meninggalkan apa yang disebut isyarat clue dalam suatu teks dan penginterpretasian terjadi berdasarkan unsur-unsur tekstual.
Oleh sebab itulah menurut Norman Fairclough, analisis praktik diskursif tidak hanya mencakup penjelasan yang tepat tentang cara partisipan
menginterpretasikan dan menghasilkan teks dalam suatu interaksi, namun juga hubungan peristiwa diskursif dengan tatanan wacana yang merupakan masalah
interdiskursivitas.
12
Dalam media, ‘pengelolaan’ suatu peristiwa ke dalam berita sering merupakan proses campuran. Yang di dalamnya pelbagai institusi dan individu
berpartisipasi dalam
tingkat berbeda
dan dengan
maksud berbeda.
Pencerapreporter awal bisa berupa pelaksana fungsi functionary dari suatu institusi, liputannya mungkin bisa mengalami koreksi yang juga sesuai dengan
skema interpretatif.
12
Titscher, Stefan. et.al. 2009. Metode Analisis Teks Wacana. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hal. 245.
commit to user
Mungkin terjadi, skema semua reporter tersebut dan pelapor ulang sepanjang rantai ini diatur dengan ketat. Mungkin juga, skemanya sama sekali
tidak diatur. Baik proses penulisan maupun penulisan ulang adalah praktik yang ditentukan secara mapan dalam struktur ideologis sebagai ungkapan dari struktur
tersebut, yang dideskripsikan secara cermat oleh Tony Trew juga Kress Tress.
13
Pemilihan tempat penelitian di tvOne yang dilakukan penyusun tesis, lebih disebabkan posisi tvOne yang mengklaim dirinya sebagai televisi berita
dengan komposisi 70 berita dengan motto “News Sport” dan tagline-nya yang berbunyi “Terdepan Mengabarkan”.
14
Terlebih karena di tvOne pengelolaan newsticker telah berada pada divisi tersendiri Divisi Newsticker Website,
membuat penyusun tertarik meneliti, apakah newsticker dapat menggambarkan konstruksi realitas media.
Dalam proses berita, pertanyaan yang dikembangkan adalah bagaimana supaya media dapat meliput peristiwa dengan obyektif. Berdasarkan tinjauan teori
kritis, pertanyaan yang pertama kali diajukan adalah mengenai obyektivitas itu sendiri. Semua kategori seperti nilai berita dan obyektif harus selalu
dipertanyakan, karena dapat memengaruhi cara kita berpikir dan bertindak. Semua orang percaya, media memang memiliki kekuatan, meskipun
secara mengejutkan adalah sulit untuk menetapkan dengan akurat jenis kekuatan yang dimiliki media. Kekuatan utama media terletak pada fakta
15
, media dapat membentuk yang ingin kita ketahui tentang dunia serta dapat menjadi sumber
utama pelbagai ide dan opini. Pertanyaan pokok paradigma kritis adalah terdapat
13
Davis, Howard dan Paul Walton. 2010. Bahasa, Citra, Media .Yogyakarta: Jalasutra, hal. 127
14
Junaedhie, Kurniawan. 2009. Ensiklopedia Pers Indonesia. Jakarta: Bisnis2030, hal. 473
.
15
Burton, Graeme. 2008. Yang Tersembunyi di Balik Media, Pengantar kepada Kajian Kritis. Yogyakarta-Bandung: Jalasutra, hal. 3
commit to user
perbedaan kekuatan utama di masyarakat dalam mengontrol proses komunikasi.
16
Memang persoalannya, media tidak bisa bersikap netral. Misalnya, atribut-atribut media tertentu dapat mengkondisikan pesan yang dikomunikasikan.
Seperti media pengalihan perhatian massa lainnya, televisi adalah pedang bermata dua. Pada sisi positifnya, televisi berperan besar dalam melakukan perubahan
penting yang sangat berarti di dalam masyarakat.
Sesungguhnya, kata Jim Macnamara, peranan media dikomentari dan
diperdebatkan secara luas di seluruh masyarakat dan terdapat pandangan yang sangat berbeda mengenai apa itu media dan bagaimana seharusnya. Apa persisnya
yang dipikirkan orang tentang media? Untuk sebagian orang, media massa dianggap hanya berupaya menemukan kebenaran dan kenyataan untuk kemudian
memberitakannya. Tetapi tampaknya –kata sebagian lagi— media massa condong menciptakan peritiwa, menafsirkan dan mengarahkan terbentuknya kebenaran.
17
B. Identifikasi Masalah