commit to user
“Menurut saya, newsticker juga ditujukan sebagai bagian dari kegiatan sosial dan menunjukkan konstruksi realitas. Perubahan realitas yang terjadi
memengaruhi pembuatannya, meski untuk berita-berita tertentu belum menggambarkan realitas yang sebenarnya,” ujar Wiryawan Sarjono. Hasil
wawancara, 3 Oktober 2011.
Kendati redaksi menyatakan aktual dan perubahan realitas tetap menjadi pertimbangan penulisan, namun karena keterbatasan karakter pada newsticker
membuat penggambaran realitas pada jawaban pertanyaan mengapa dan bagaimana tidak cukup menjelaskan. Hal ini dijelaskan para pakar sebagai
berikut: “Intisari penggambaran realitas adalah jawaban pertanyaan mengapa dan
bagaimana. Sedangkan yang sering terjadi merupakan konstruksi realitas mendasarkan pada opini wartawanpenulis naskah newsticker, padahal
seharusnya sangat terhubung pada faktual sebagaimana adanya,” terang Dr. Mulharnetti Syas. Hasil wawancara, 8 Oktober 2011
“Terkait strategi sebagai televisi berita ataukah demi pemberitaan bencana semata, saya rasa dua pilihan tujuan ini kurang ada relevansinya. Televisi
manapun bisa dan biasa melakukannya. Seperti tadi saya sebut di awal: TVRI pernah melakukan – dan TVRI bukanlah televisi berita. Demi bencana belaka?
Saya rasa, kalau kita tengok running text itu, tak sebatas bencana yang ditampilkan. Juga kecelakaan lalulintas, atau aktivitas parlemen, dan lain-
lain,” sanggah Veven Sp. Wardhana, M.Hum. Hasil wawancara, 8 Oktober 2011.
“Khusus untuk bencana Merapi, perkembangannya sangat masif. Juga karena dekat dengan Yogya, sehingga tingkat kepeduliannya menjadi semakin nyata.
Inilah pentingnya newsticker yang memberikan informasi terakhir, seperti soal kebutuhan yang bisa diberikan masyarakat. Namun mestinya newsticker juga
memberikan gambaran lengkap di sekitar Merapi, karena selama ini bantuan terfokus pada Yogya, padahal Boyolali juga butuh tetapi kurang
diperhatikan,” tandas Widjajanti Mulyono – Santoso, PhD. Hasil wawancara, 3 Desember 2011.
B. Pengaruh Akurasi Isi
Keterlambatan penggantian newsticker pada perubahan zona bahaya yang sempat membuat panik masyarakat dan menimbulkan gelombang
pengungsian swadaya, adalah contoh kesalahan yang dilakukan redaksi tvOne
commit to user
akibat semata mengutamakan kecepatan informasi, bukan kejelasan isi berita yang mendalam. Di sisi lain juga menunjukkan kesalahan masyarakat yang begitu cepat
mengambil keputusan, tanpa menunggu adanya berita lengkap yang jelas.
Hal ini diakui Redaksi tvOne, meski dikatakan masih jarang masukan
dari pembaca yang bersifat complain. Sebagaimana dikutipkan berikut ini. “Tanggapan masyarakat yang kami dapat umumnya berupa masukan
informasi, jarang sekali bersifat complain. Pernah ada complain dari masyarakat, saat itu kami terlambat memperbaiki perubahan zona daerah
bahaya. Itupun kami langsung perbaiki, setelah melakukan recheck ke Reporter di lapangan sebelumnya,” kilah Aries. Aries Margono, wawancara,
19 Mei 2011.
Sebanyak 3 tiga responden yang mengaku kecewa, karena masyarakat di sekitarnya sempat dibuat panik akibat terlambat digantinya newsticker tentang
pemberitahuan zona bahaya. Berita yang berlebihan semacam itu, membuat masyarakat menjadi was-was terus menerus. Memang, dampaknya bisa positif,
bisa juga negatif. Beberapa pendapat senada juga disampaikan responden lain. “Mengecewakan, karena beberapa isi informasi newsticker yang malah
membuat panik,” ujar Almira Olga Bella. Hasil wawancara, 1 Oktober 2011. “Meski kadang menyesatkan, secara umum membantu masyarakat,” tegas
Wiryawan Sarjono. Hasil wawancara, 3 Oktober 2011. “Masyarakat menjadi waspada dan mempunyai antisipasi, apabila keadaan gunung Merapi
membahayakan,” dukung Tjandra S. Buwana. Hasil wawancara, 3 Oktober 2011.
Meski proses pengelolaan newsticker sangat sederhana, tidak serumit pengelolaan pada berita utama, tetapi keakuratan menjadi faktor penentu. Bila
proses pengelolaannya sudah melewati standar proses kerja jurnalistik, tidak akan timbul masalah dalam terpenuhinya syarat Karya Jurnalistik. Tetapi saat
melakukan check dan recheck, sebaiknya wartawan tak hanya memiliki satu nara sumber. Terlebih dengan syarat sumber yang harus berkompeten dan kredibel,
sehingga beberapa nara sumber kemudian dapat saling melengkapi demi
commit to user
terwujudnya akurasi isi berita. Menanggapi hal ini para pakar nyaris bertentangan dalam merespon
adanya fakta negatif yang terjadi akibat kelalaian penayangan tersebut. Munculnya kepanikan masyarakat saat keterlambatan tayang tentang perubahan
zona bahaya, telah membuktikan pengaruh newsticker pada respon masyarakat. “Pemberitaan tentang bencana gunung Merapi membuktikan adanya dampak
kepada khalayak, karena biar bagaimana pun masyarakat menjadi lebih siap menghadapi kenyataan dalam berbagai aspeknya. Begitu juga untuk dampak
negatif akibat pemberitaan newsticker yang pergantiannya terlalu lambat, apalagi jika isinya salah,” jelas Netti. Hasil wawancara, 8 Oktober 2011.
“Karena orang terfokus pada Yogya, hal ini merupakan kelemahan dari newsticker tentang bencana Merapi. Sebaiknya menjadi pembelajaran,
sehingga harus lebih komprehensif,” terang Widja dengan nada bijak. Hasil wawancara, 3 Desember 2011.
Sedangkan Veven tetap meyakini hanya berita utama atau the real news yang dapat diandalkan sebagai panduan tindakan, tetapi fakta yang terjadi ini
tidak terbantahkan. Seperti terungkap di bawah ini. “Saya tak yakin, newsticker begitu berpengaruh pada respon masyarakat.
Respon lebih pada the real news. Untuk lebih memperdalam, harus dilakukan kajian. Saya tak melakukan kajian, sehingga tak layak menjawab secara
dalam,” tambah Veven lagi. Hasil wawancara, 16 Oktober 2011.
C. Pengaruh Aktualitas