Konstruksi berita bencana alam dalam newsticker (Studi Analisis Wacana Kritis Berita Bencana Merapi Yogyakarta di tvOne) azhmy
commit to user
KONSTRUKSI BERITA BENCANA ALAM DALAM NEWSTICKER (Studi Analisis Wacana Kritis
Berita Bencana Merapi Yogyakarta di tvOne)
TESIS
Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Pendidikan Magister Ilmu Komunikasi
Bidang Kajian Utama Manajemen Komunikasi
OLEH: A
AZZHHMMYY FFAAWWZZII MMYY NIM: S230809016
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS NEGERI SEBELAS MARET SURAKARTA
(2)
commit to user
Banyak hal yang tak dapat dipaksakan, tetapi layak diberi kesempatan. Dan kesempatan terus ditawarkan oleh kehidupan maupun keinginan kita, tinggal peran diri untuk menerima atau menolaknya. Kadang, begitu terjal kendala meraih kesempatan yang kokoh menghadang. Tekad dan do’a adalah penolong terwujudnya damba.
(Azhmy F Mahyddin)
(3)
commit to user
“Allah memberikan hikmah kepada siapa yang dikehendakiNya. Dan
barangsiapa yang diberi hikmah, sungguh telah diberi kebajikan yang banyak. Dan tak ada yang dapat mengambil pelajaran, kecuali orang-orang yang berakal.” (QS. Al-Baqarah: 269).
Alhamdulillah, sujud syukur ke hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala,
atas segala nikmat tak terhingga yang dikaruniakanNya hingga saya mampu menyelesaikan tesis ini dengan baik. Shalawat serta salam juga terlimpahkan kepada Junjungan Nabi Besar Muhammad salallahu alaihi wassalam, yang telah memberi tuntunan dalam menjalani hidup dan mengatasi berbagai persoalan.
Demikianlah, atas izin Allah, karya tulis ilmiah ini kupersembahkan terutama kepada kedua Ibunda, Istri tercinta, ketiga Kakanda dan seluruh Keluarga, yang tiada henti memberi restu, bantuan moril maupun materil, pengorbanan serta kasih sayangnya dalam keseluruhan proses perkuliahan dan penyusunan tesis. Hanya do’a yang tiada henti saya panjatkan, karena Allah kelak pemberi balas sepadan atas pendampingan selama mewujudkan sebagian cita ini.
Juga penghargaan setinggi-tingginya saya berikan kepada institusi tempat saya mengabdikan diri di Jurusan Teknik Grafika dan Penerbitan, Politeknik Negeri Jakarta, yang mengantarkan saya memperoleh beasiswa untuk menempuh pendidikan magister.
Sungguh, keberhasilan saya ini adalah buah ketulusan semua pihak. Karenanya, karya tulis ilmiah sederhana ini saya persembahkan sebagai pengingat dan semoga dapat bermanfaat. Aamiin ya Rabb.©
(4)
commit to user
i
KONSTRUKSI BERITA BENCANA ALAM DALAM NEWSTICKER
(Studi Analisis Wacana Kritis
Berita Bencana Merapi Yogyakarta di tvOne)
TESIS
OLEH:
A
A
Z
Z
H
H
M
M
Y
Y
F
F
A
A
W
W
Z
Z
I
I
M
M
Y
Y
NIM: S230809016
Telah disetujui dan disahkan oleh Tim Penguji
Jabatan
Nama
Tanda tangan Tanggal
Ketua:
Prof. Drs. Totok Sarsito, SU, MA, PhD. ………...…... ..………
NIP. 19490428 19790310 01
Sekretaris:
DR. Sutopo JK, MS. ………...…... ..………
NIP. 19570505 19830310 04
Pembimbing I: Dra. Prahastiwi Utari, M.Si., Ph.D. ...…... ..………
NIP. 19600813 19870220 01
Pembimbing II: Drs. Sudarto, M.Si. ………...…... ..…….…
NIP. 19550202 1985010 06
Mengetahui:
Ketua Program Studi S2 Ilmu Komunikasi
Prof. Drs. Totok Sarsito, SU, MA, PhD.
………...…... ..…….…
NIP. 19490428 19790310 01
Direktur Program Pasca Sarjana UNS
Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, MS.
………...…... ..…….…
NIP. 19610717 19860110 01
(5)
commit to user
ii
KONSTRUKSI BERITA BENCANA ALAM DALAM NEWSTICKER
(Studi Analisis Wacana Kritis
Berita Bencana Merapi Yogyakarta di tvOne)
TESIS
OLEH:
A
A
Z
Z
H
H
M
M
Y
Y
F
F
A
A
W
W
Z
Z
I
I
M
M
Y
Y
NIM: S230809016
Telah disetujui oleh Tim Pembimbing
Jabatan
Nama
Tanda tangan Tanggal
Pembimbing I:
Dra. Prahastiwi Utari, M.Si., Ph.D. ...…... ..………
NIP. 19600813 19870220 01
Pembimbing II:
Drs. Sudarto, M.Si. ....……...……… …...……
NIP. 19550202 19850310 06
Mengetahui,
Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi
Program Pasca Sarjana UNS,
Prof. Drs. Totok Sarsito, SU, MA, PhD.
NIP. 19490428 19790310 01
(6)
commit to user
iii
PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini saya :
Nama
: Azhmy Fawzi My
NIM
: S230809016
Program Studi
: Ilmu Komunikasi
Bidang Kajian Utama
: Manajemen Komunikasi
Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul ”Konstruksi Berita
Bencana Alam dalam Newsticker (Studi Analisis Wacana Kritis Berita Bencana Gunung
Merapi Yogyakarta dalam Newsticker di tvOne)” adalah betul-betul karya saya sendiri dan
belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pasca sarjana di Universitas Negeri Sebelas
Maret Surakarta maupun di perguruan tinggi lainnya.
Karya tulis ini adalah murni gagasan, rumusan dan penelitian saya sendiri, tanpa
intervensi dari pihak manapun, kecuali data dari Redaksi ”tvOne’ maupun arahan dari Tim
Pembimbing.
Sepanjang pengetahuan saya, dalam tesis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang
pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini
dan disebutkan dalam Daftar Pustaka.
Apabila di kemudian hari terbukti saya tidak benar, maka saya bersedia menerima
sanksi akademik, berupa pencabutan gelar yang saya peroleh dari tesis ini.
Surakarta, 20 Mei 2012
Yang membuat pernyataan,
Azhmy Fawzi My
NIM. S230809016
(7)
commit to user
iv
ABSTRAK
AZHMY FAWZI MY – S230809016 – 2012 – Konstruksi Berita Bencana Alam Dalam
Newsticker (Studi Analisis Wacana Kritis Berita Bencana Merapi Yogyakarta di tvOne).
Komisi Pembimbing I: Dra. Prahastiwi Utari, M.Si., Ph.D. Pembimbing II: Drs. Sudarto, M.Si.
Tesis: Program Studi Ilmu Komunikasi, Program Pascasarjana. Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
Tujuan dari penelitian ini adalah (1) Untuk memahami isi newsticker tvOne pada level teks
dalam mewacanakan realitas bencana alam, khususnya bencana Merapi Yogyakarta. (2) Untuk
memahami Redaksi tvOne melakukan konstruksi realitas media yang diwacanakan newsticker
sebagai salah satu kebijakan redaksional tvOne di level produsen pada dimensi praktik wacana
(discourse practice), (3) Untuk memahami respon masyarakat atas pengonstruksian realitas
media di level konsumen pada dimensi praktik wacana (discourse practice) dalam wacana
newsticker tvOne tersebut dapat diminati dan menjadi panduan masyarakat daerah sekitar
bencana, dan (4) Untuk memahami pengonstruksian realitas media di dimensi praktik sosial
budaya (sociocultural practice) dalam memengaruhi keberadaan wacana newsticker yang
berhubungan dengan konteks dan di luar teks pada kondisi sosial budaya tersebut.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Teori Komunikasi Pesan, Teori Berita
Jurnalistik, Teori Media Komunikasi, dan Teori Konstruksi Realitas Media. Dalam penelitian
ini menggunakan metode penelitian analisis wacana dengan pendekatan kualitatif. Metode
analisis wacana yang digunakan adalah Analisis Wacana Kritis. Sumber data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah (1) Data Primer terdiri dari (a) pada level teks, newsticker tentang
bencana alam Gunung Merapi Yogyakarta yang dianalisis, (b) pada level produksi, dilakukan
observasi terhadap pengelolaan newsticker serta menggunakan teknik wawancara mendalam
untuk tim Redaksi Divisi Newsticker & Website tvOne, dan (c) pada level konsumsi,
didapatkan data melalui wawancara dengan perwakilan masyarakat yang terkena dampak
bencana Gunung Merapi tersebut. (2) Data sekunder terdiri dari (a) pada level sosiokultural
digunakan teknik wawancara mendalam dengan dengan Pengamat Televisi, Pemerhati Televisi
& Budaya Massa serta Sosiolog untuk mengkonfirmasi adanya faktor-faktor sosial budaya
yang dipertimbangkan saat memproduksi tayangan newsticker, (b) studi kepustakaan berbagai
literatur atau referensi buku, (c) company profile tvOne, dan (d) pedoman penulisan newsticker
tvOne.
Hasil dari penelitian menggunakan analisa wacana kritis ini, menunjukkan konstruksi bencana
alam pada dimensi (1) teks, yang terbagi atas (a) aspek kualitas berita menjadi pas-pasan,
bahkan cenderung asal ada, (b) aspek perubahan realitas termasuk aktual pada sebagian besar
isi berita dari keseluruhan newsticker, (c) faktor-faktor sosial budaya hanya sedikit sekali
memengaruhi pembuatan newsticker, (2) praktik wacana, yang terbagi atas (a) level produsen
menginginkan newsticker aktual dipandang dari perubahan realitas agar mampu mengonstruksi
realitas yang dibangun media dalam tayangan berita dan tetap memasukkan kearifan lokal
sebagai bagian faktor-faktor sosial budaya, (b) level konsumen memerlukan informasi yang
dapat di-update untuk mengonstruksi realitas dan dapat dijadikan panduan tindakan, (3)
praktik sosial budaya beranggapan newsticker sebagai media informasi terkini sudah menjadi
keharusan untuk pertanggungjawaban media, tetapi karena keterbatasan karakter pada
(8)
commit to user
v
newsticker membuat penggambaran konstruksi realitas pada pertanyaan mengapa dan
bagaimana tidak cukup menjelaskan, sehingga pemirsa sering menangkap opini
wartawan/penulis bukan berisi fakta sebagaimana adanya, dan akan lebih efektif bila didapat
dari hasil liputan langsung yang bukan sekadar wawancara nara sumber serta
mempertimbangkan kebutuhan masyarakat akan menambah kredibilitas media. Implikasi hasil
penelitian ini terhadap teori Konstruksi Realitas Sosial yang dibangun media.
Kata kunci: Konstruksi Realitas, Analisis Wacana Kritis, Berita Bencana Alam, Newsticker,
(9)
commit to user
vi
ABSTRACT
AZHMY FAWZI MY – S23080916 – 2012 - The construction of Natural Disaster News in
Newsticker (An Critical Discourse Analytical Study on the News of Yogyakarta Merapi Mount
Disaster in tvOne). The Counselor Commission are: First Counselor: Dra. Prahastiwi Utari
M.Si., Ph.D. Second Counselor: Drs. Sudarto, M.Si. Thesis: Communication Science Study
Program, Postgraduate Program, Surakarta Sebelas Maret University.
The objectives of research are (1) to find out the content of tvOne’s newsticker in text level in
presenting the reality of natural disaster, particularly the Yogyakarta Merapi disaster, (2) to
find out the tvOne editorial division in constructing the media reality presented in newsticker
as one of editorial policies in tvOne at producer level in discourse practice dimension, (3) to
find out the public’s respond to the construction of media reality at consumer level in discourse
practice dimension in tvOne’s newsticker discourse if it can be enjoyed and guide the
community surrounding the disaster area, and (4) to find out the construction of media reality
in sociocultural practice dimension in affecting the existence of newsticker discourse relative
to the context and beyond the text in such the socialcultural condition.
The theories used in this research were Message Communication, Journalistic News,
Communication Media, and Media Reality Construction theories. This study employed
discourse analysis method with qualitative approach. The data sources used consisted of (1)
primary data: (a) at text level, newsticker about Yogyakarta Merapi Mount natural disaster
analyzed, (b) at production level, observation on the newsticker management as well as
in-depth interview technique for the tvOne’s Newsticker & Website Division editorial team, and
(c) at consumption level, interview with the community representative exposed to the effect of
Merapi Mount disaster; (2) secondary data: (a) at sociocultural level, in-depth interview was
done with the Television Observer, Television and Mass Media audience, as well as
Sociologist to confirm the existence of social cultural factors taken into account during
producing the newsticker show, (b) library study on various literature or book references, (c)
tvOne’s company profile, and (d) tvOne’s newsticker writing manual.
The result of research using critical discourse analysis showed that the natural disaster in the
dimensions of (1) text, divided into (a) the quality of news became just enough, even tended to
be just the way it is, (b) reality change aspect belonged to actual category in most content of
news out of entire newsticker, (c) the sociocultural factors had just a little to do with the
newsticker preparation; (2) practice discourse divided into (a) producer level wanted the
newsticker actual viewed from the reality change in order to be able to construct the reality
built by media in the news show and still importing local wisdom as the sociocultural factors,
(b) consumer level needed information that could be updated to construct reality and could
become an guidance of action; (3) sociocultural practice assumed that newsticker as the most
actual information media should be the media accountability, but there was still limited
character in newsticker making the representation of reality construction in the question why
and how give insufficient explanation, so that the audience capture the opinion of
journalist/writer not the fact as the way it was, and it would be more effective when it was
obtained from the live coverage not only interview with the resource as well as taking into
(10)
commit to user
vii
account the community’s need will increase the media credibility. The implication of
research result was to the Social Reality Construction theory built by media.
Keywords: Reality Construction, Critical Discourse Analysis, Natural Disaster News,
Newsticker, tvOne.
(11)
commit to user
viii
KATA PENGANTAR
Kemampuan media penyiaran, terutama televisi, untuk menyampaikan pesan kepada
khalayak luas, menjadikannya sebagai obyek penelitian penting dalam ilmu komunikasi massa.
Media televisi merupakan salah satu media massa yang memengaruhi dan mencerminkan
kondisi sosial budaya dalam masyarakat melalui penyebaran pesan yang disampaikan.
Newsticker –yang memanfaatkan sedikit ruang di baris horisontal terbawah, dengan
teks yang tampil secara bergantian atau berjalan (running text) di sepanjang layar televisi—
hanyalah satu yang menunjukkan betapa orang-orang menghendaki berita mereka hari ini
secepat kejadiannya. Karena itu, fenomena seputar newsticker tentu menarik perhatian.
Pekerjaan media massa adalah menceritakan peristiwa, maka kesibukan utama media
massa adalah mengkonstruksi realitas yang akan disiarkan. Media menyusun realitas dari
berbagai peristiwa yang terjadi, hingga menjadi cerita atau wacana bermakna. Prinsipnya,
setiap upaya “menceritakan” (konseptualisasi) sebuah peristiwa, keadaan, atau benda, tak
terkecuali mengenai bencana alam, adalah usaha mengkonstruksikan realitas.
Dalam meneliti konstruksi realitas media pada pemberitaan bencana alam
tersebut pada newsticker, penyusun memilih menggunakan metode Analisis Wacana Kritis
(AWK). Sebab dalam analisisnya AWK lebih menekankan pada pemaknaan teks, sebagai
bagian dari metode interpretatif yang mengandalkan penafsiran peneliti. Selain itu, AWK
berpretensi memfokuskan pada pesan laten, agar penyusun menemukan konstruksi realitas
media yang dilakukan pemberitaan newsticker.
Pemilihan tempat penelitian di tvOne yang dilakukan penyusun tesis, lebih
disebabkan posisi tvOne yang mengklaim dirinya sebagai televisi berita dengan komposisi 70%
(12)
commit to user
ix
berita dengan motto “News & Sport” dan tagline-nya yang berbunyi “Terdepan Mengabarkan”.
Terlebih karena di tvOne pengelolaan newsticker telah berada pada divisi tersendiri (Divisi
Newsticker & Website), membuat penyusun tertarik meneliti, apakah newsticker dapat
menggambarkan konstruksi realitas media. Inilah yang kemudian penyusun tuangkan dalam
Tesis ini.
Alhamdulillah, akhirnya Tesis saya yang berjudul “Konstruksi Berita Bencana
Alam dalam Newsticker (Studi Analisis Wacana Kritis Berita Bencana Merapi
Yogyakarta di tvOne)” ini dapat juga diselesaikan, yang tentu tak akan terwujud tanpa
bantuan semua pihak.
Untuk itu, dengan penuh hormat penyusun menyampaikan terima kasih yang
mendalam kepada:
1.
Prof. Dr. Ir. Johny Wahyuadi N. Soedarsono, DEA, Direktur Politeknik Negeri Jakarta,
yang .memberi kesempatan penyusun menempuh pendidikan Magister,
2.
Drs. Cecep Gunawan, M.I.Kom, Ketua Jurusan Teknik Grafika dan Penerbitan Politeknik
Negeri Jakarta, yang menyertakan penyusun dalam program beasiswa institusional guna
melanjutkan pendidikan,
3.
Prof. Dr. Ir, Ahmad Yunus, MS. Direktur Program Pasca Sarjana Universitas Negeri
Sebelas Maret Surakarta, yang telah menerima tesis ini sebagai salah satu karya ilmiah di
lingkungan program Magister UNS,
4.
Prof. Drs. Totok Sarsito, SU, MA, PhD, Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi Pasca
Sarjana Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta,
yang memberi arahan sekaligus menguji tesis ini,
(13)
commit to user
x
Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik, Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta, yang telah
banyak membantu referensi dan memberi arahan
6.
Dra. Prahastiwi Utari, M.Si, PhD, Dosen Pembimbing I Tesis, yang memberi arahan dan
warna tesis ini sejak awal sekaligus mengujinya,
7.
Drs. Sudarto, M.Si, Dosen Pembimbing II Tesis, yang banyak pengertian dan memberikan
masukan untuk tesis sekaligus mengujinya,
8.
DR. Sutopo JK, MS, yang berkenan menggantikan Sekretaris Program Studi Ilmu
Komunikasi untuk menguji tesis ini,
9.
Dr. Widodo Muktiyo, SE, M.Com, Pembantu Rektor IV Universitas Negeri Sebelas Maret
Surakarta, yang banyak memberikan semangat dan masukan selama perkuliahan,
10.
Seluruh Staf Pengajar Pasca Sarjana yang mengajar pada bidang kajian Manajemen
Komunikasi, yang dengan ketulusan memberikan ilmu dan masukan selama perkuliahan,
11.
Sari, mas Parno dan seluruh staf Administrasi Program Studi Ilmu Komonikasi Pasca
Sarjana Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta yang banyak membantu dan
mempermudah urusan hingga akhir masa perkuliahan dan revisi tesis,
12.
Seluruh rekan sejawat Staf Pengajar Teknik Grafika dan Penerbitan maupun Keluarga
Besar di Politeknik Negeri Jakarta, yang tak henti menyemangati dan memaklumi
keterlambatan penyelesaian tesis, hingga tak dapat terlibat dalam berbagai kegiatan,
13.
Drs. Sri Wahyono, M.Si, Pembantu Direktur bidang I, dan Drs. Agus Setiawan, M. Kom,
Pembantu Direktur bidang III Politeknik Negeri Jakarta, yang membantu dan memberikan
arahan hingga dapat diterima di Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Sebelas Maret
Surakarta,
(14)
commit to user
xi
telah banyak membantu pengumpulan data newsticker dan wawancara di tvOne,
15.
Kesepuluh responden penelitian yang berkenan membantu dan memberikan opininya
tentang masalah penelitian dengan terbuka dan mendetail,
16.
Dr. Mulharnetti Syas, M.Si, Widjajanti Mulyono – Santoso, Ph.D, dan Veven Sp Wardhana,
M.Hum, sebagai Tim Pakar yang berkenan membantu dan memberikan opininya atas
masalah tesis yang diangkat,
17.
Aden Hidayat, MSi. yang mendampingi dan luar biasa bantuannya untuk pengumpulan data
dan referensi tesis,
18.
Endi Saputra, S.Sos dan Donna Nasution, S.Sos. beserta segenap keluarga yang juga luar
biasa bantuannya dan berkenan menjadikan rumahnya sebagai home base bagi penyusun
saat mewawancarai dan mengumpulkan data dari responden penelitian,
19.
A. Harry Kristyawan, MM. dan Mas To beserta keluarga yang setia menemani dan
menolong dalam hal apapun, pemilik kost “Ken Arok” dan “Graha Asrika”, serta semua
Wong Solo yang telah membantu,
20.
Seluruh sahabat di Redaksi Majalah Amanah Online, para anggota grup alumni, para
pengguna di dunia maya, teman sepermainan hingga anak-anakku para mahasiswa dan
alumni, yang setia memberikan dukungan dan semangat agar perkuliahan diselesaikan,
21.
Segenap pihak yang tak dapat saya sebut satu persatu, yang berkenan membantu dan
mendoakan hingga semua proses ini berjalan dengan baik
.
Surakarta, 20 Mei 2012
Penyusun,
Azhmy Fawzi My
NIM. S230809016
(15)
commit to user
xiiDAFTAR ISI
Halaman
Halaman Pengesahan i
Halaman Persetujuan Pembimbing ii
Pernyataan iii
Abstrak iv
Abstract vi
Kata Pengantar viii
Daftar Isi xii
Daftar Gambar xv
Daftar Tabel xvi
Daftar Bagan xvii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Identifikasi Masalah 9
C. Pembatasan Masalah 10
D. Rumusan Masalah 11
E. Tujuan Penelitian 12
F. Manfaat Penelitian 12
1. Dimensi Akademis 13
2. Dimensi Praktis 13
3. Dimensi Sosial 13
BAB II ORIENTASI TEORITIK 14
A. Deskripsi Teoritik 14
1. Konstruksi Realitas Media 21
2. Pemberitaan 26
3. Bencana Alam 28
4. Newsticker 33
5. Televisi Berita 36
6. Analisis Wacana Kritis 41
7. Teks 46
8. Konsumen (Message Reception) 51
9. Wacana dan Kepentingan Ideologi 54
B. Penelitian yang Relevan 57
C. Kerangka Berpikir 65
BAB III METODE PENELITIAN 66
A. Tempat dan Waktu Penelitian 66
1. Tempat Penelitian 66
2. Waktu Penelitian 66
B. Jenis Penelitian 66
C. Data dan Sumber Data 70
(16)
commit to user
xiii2. Data Sekunder 72
D. Teknik Pengumpulan Data 72
E. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data 74
F. Teknik Analisis Data 77
BAB IV ANALISIS TEKS NEWSTICKER 82
A. Sekilas Tentang “tvOne” 82
1. Profil “tvOne” 82
a. Produk 82
b. Pengelola “tvOne” 85
2. Produksi Newsticker “tvOne” 86
a. Konsep Newsticker 86
b. Pedoman Penulisan 88
B. Analisis Teks Newsticker 92
1. Laporan Peristiwa 95
2. Pemberitahuan Pihak Terkait 103
3. Peringatan Bahaya 111
4. Laporan Tindakan 118
5. Laporan Simpati/Bantuan 125
BAB V ANALISIS DIMENSI MESO (PRAKTIK DISKURSUS) PADA LEVEL PRODUSEN DAN KONSUMEN 134
A. Level Produsen 134
B. Level Konsumen 145
1. Warga Terdampak 145
2. Tinjauan Pakar 154
BAB VI ANALISIS DIMENSI (PRAKTIK) SOSIO KULTURAL 164
A. Pengaruh Realitas 164
B. Pengaruh Akurasi Isi 165
C. Pengaruh Aktualitas 167
D. Pengaruh Faktor-faktor Sosial Budaya 169
E. Pengaruh Kegiatan Sosial 172
F. Pengaruh Kepercayaan Masyarakat 173
BAB VII ANALISIS TEORITIS PEMBAHASAN 177
A. Dimensi Teks Newsticker “tvOne” 183
B. Praktik Diskursus (Wacana) 187
C. Praktik Sosio Kultural 191
D. Analisis Intertekstual 192
BAB VIII KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN 197
A. Kesimpulan 197
1. Konstruksi Berita Bencana Alam pada Dimensi (Level) Teks 197
2. Konstruksi Berita Bencana Alam pada Dimensi Praktik Diskursus (Wacana) 200
(17)
commit to user
xiv(Level) Praktik Sosio-Kultural 202
B. Implikasi 203
C. Saran 207
1. Bagi Redaksi “tvOne” 207
2. Bagi Masyarakat Umum 209
3. Bagi Penelitian Selanjutnya 210
DAFTAR PUSTAKA 212
(18)
commit to user
xvDAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Dimensi AWK model Norman Fairclough 44
Gambar 2 Hubungan Ketiga Langkah AWK Norman Fairclough 78
Gambar 3 Tayangan newsticker off air 87
(19)
commit to user
xviDAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Rincian penelitian sebelumnya dan sedang diteliti 62
(20)
commit to user
xviiDAFTAR BAGAN
Halaman
Bagan 1 Kerangka Pemikiran 66
(21)
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan media komunikasi modern dewasa ini, telah
memungkinkan orang di seluruh dunia untuk dapat saling berkomunikasi. Terutama televisi, kini telah menjadi media dominan komunikasi massa di seluruh dunia dan sampai sekarang pun masih terus berkembang.
Penelitian yang dilakukan George Gerbner dan rekan-rekannya dalam Teori Pengembangan menyatakan, televisi menghadirkan cara memandang dunia.
“Televisi adalah sebuah sistem penceritaan yang tersentralisasi. Sistem ini merupakan bagian terpenting dari kehidupan sehari-hari kita. Drama, iklan, berita dan program lainnya menghadirkan sebuah dunia tentang gambaran dan pesan-pesan yang cukup berkaitan ke dalam setiap rumah. Pola berulang dari pesan-pesan dan gambaran televisi yang diproduksi secara massal membentuk kecenderungan akan lingkungan simbolis yang umum.”1
Lahirnya budaya televisi (audiovisual) memang mampu menggeser
dominasi budaya tulis. Ruedi Hoffmann (dalam Baksin, 2006)2 di bukunya
“Dasar-dasar Apresiasi Program Televisi” menyebutkan, bahasa merupakan kemajuan komunikasi antar manusia pada zaman sebelum manusia mengenal bahasa. Demikian juga sebelum tulisan yang memungkinkan bahasa ‘dibekukan’ dalam dokumen, dilihat dan dicatat sebagai kemajuan komunikasi lisan.
Budaya menonton televisi memang sudah menjadi kebiasaan masyarakat kita, sehingga tayangan berita televisi pun sudah menjadi bagian kehidupan.
1
Littlejohn, Stephen W dan Foss, Karen A. 2009. Theories of Human Communication. Diterj: Mohammad Yusuf Hamdan. Edisi 9 (Terjemahan). Jakarta: Salemba Humanika, hal. 424.
2
Baksin, Askurifai.2006. Jurnalistik Televisi, Teori dan Praktik. Bandung: Simbiosa Rekatama Media, hal.52-60
(22)
commit to user
Dengan sifatnya yang immediaty, media televisi mampu mendekatkan peristiwa dengan penontonnya. Menurut JB Wahyudi, melalui media elektronik/penyiaran (termasuk televisi –penyusun) dan media massa cetak semua bentuk karya jurnalistik (termasuk juga newsticker –penyusun) dapat diterapkan, meski ilmu jurnalistik hanya satu. Penyajian harus disesuaikan dengan sifat medianya, agar isi
pesan dapat diterima dan dimengerti dengan baik oleh khalayak.3
Sejak pemerintah Indonesia membuka TVRI pada 29 tahun silam, masyarakat disuguhi maraknya tayangan berita dari pelbagai stasiun televisi. “Tak ada siaran televisi tanpa berita,” barangkali menjadi tepat mengingat makin beragamnya tayangan berita, mulai dari sekadar straight news, depth news,
feature hingga infotainment yang saling berlomba dengan aneka nama dan variasi
jam tayang.
Hal ini dimungkinkan karena adanya berbagai channel stasiun televisi, yang digunakan sebagai sarana penyampaian pesan. Terlebih karena televisi digolongkan sebagai media yang menguasai ruang dan efisien dalam mencapai jumlah audiens yang sangat banyak. Karenanya, media penyiaran memegang peranan yang sangat penting dalam ilmu komunikasi, khususnya komunikasi massa.
Kemampuan media penyiaran, terutama televisi, untuk menyampaikan pesan kepada khalayak luas, menjadikannya sebagai obyek penelitian penting dalam ilmu komunikasi massa. Media televisi merupakan salah satu media massa yang memengaruhi dan mencerminkan kondisi sosial budaya dalam masyarakat melalui penyebaran pesan yang disampaikan.
3
(23)
commit to user
Raymond Williams menguraikan dampak kehadiran dan penggunaan televisi menjadi beberapa kajian, salah satu di antaranya adalah hubungan sebab akibat dalam sistem komunikasi. William melihat sebab akibat yang ditimbulkan televisi, bukan dari kehadiran televisi dalam perubahan sosial dan kultural dengan
sifat kausalitasnya, tetapi lebih pada cakrawala perhatian pada isu-isu tertentu.4
Televisi dengan tayangan beritanya, sudah menjadi bagian dari kehidupan. Dengan sifatnya yang immediaty, media televisi mampu mendekatkan peristiwa dan tempat kejadian dengan penontonnya. Banyak siaran berita televisi yang sangat diminati, karena cepat, lugas dan lengkap dalam meliput sesuatu. Berbagai penelitian menunjukkan, televisi menjadi media informasi utama bagi orang Amerika.
Jika kita seperti kebanyakan konsumen yang mengamati berbagai stasiun televisi selama 24 jam, mungkin telah terbiasa dengan kehadiran newsticker –juga disebut sebagai crawler (perayap)— yang dipopulerkan di Amerika Serikat setelah tanggal 11 September 2001. Sebagai salah satu bentuk “berita” televisi yang relatif paling baru, newsticker mengungkapkan berbagai intisari informasi
yang telah dan akan ditayangkan dalam siaran berita televisi seutuhnya.5
Newsticker –yang memanfaatkan sedikit ruang di baris horisontal
terbawah, dengan teks yang tampil secara bergantian atau berjalan (running text) di sepanjang layar televisi— hanyalah salah satu indikasi yang menunjukkan betapa orang-orang menghendaki berita mereka hari ini secepat kejadiannya. Menanti datangnya surat kabar besok pagi, membuat kejadian tersebut telah berganti dan beritanya hilang bersama angin. Kini teknologi telah mengambil
4
Williams, Raymond. 2009. Televisi. Yogyakarta: Resist Book, hal. 163 5
News Information Service. Diakses 17 Februari 2010. News Ticker. http://www.news-information.org
(24)
commit to user
alih masalah aktual dalam jurnalisme, khususnya atas penyiaran berita yang modern.
Melalui newsticker sebagai hasil perkembangan teknologi komunikasi dan informasi, telah mendukung percepatan penyampaian karya jurnalistik kepada khalayak. Dapat dikatakan, detik ini berita dikirimkan melalui pemancar dan detik yang sama berita itu sampai kepada khalayak, meskipun jarak antara pemancar televisi dan penerima relatif jauh.
Menjalankan newsticker yang berisi berita, menjadi cara pasti yang menunjukkan stasiun televisi tersebut berada di depan dalam penyiaran berita aktual. Mereka mempunyai kabar terkini dari suatu berita utama dan akan melaporkan kisah seutuhnya, jika selama siaran kita menantikannya di saluran
televisi mereka.6 Posisi newsticker yang kini telah sedemikian penting pada berita
televisi, sementara belum ada satu teori pun tentang penggolongannya sebagai bagian berita.
Karena eksistensi newsticker berita dalam posisinya sebagai karya jurnalistik, sebenarnya belum dapat dipastikan. Sebab format content newsticker berita yang menurut pengamatan penyusun belum baku, kadang berupa kutipan pendapat nara sumber, resume/highlight suatu berita, opini redaksi atas suatu berita atau hanya penggalan kalimat guna pengingat informasi. Ketidakseragaman ini semakin menambah keunikan eksistensi newsticker berita.
Sebagai mahasiswa Pasca Sarjana Komunikasi, fenomena seputar
newsticker tentu menarik perhatian. Menurut penyusun menjadi kian penting
diteliti, bagaimana newsticker di televisi berita menggambarkan konstruksi
6
(25)
commit to user
realitas media dalam pemberitaan bencana alam.
Berita dalam pandangan konstruksi sosial, bukan merupakan fakta yang riil. Realitas tidak serta merta dijadikan naskah berita begitu saja, namun realitas adalah produk interaksi antara wartawan dan fakta. Dalam proses internalisasi, realitas diamati oleh wartawan dan diserap dalam kesadaran wartawan. Dalam proses eksternalisasi, wartawan menceburkan dirinya untuk memahami realitas.
Karena sifat dan faktanya, Ibnu Hamad 7 berpendapat, pekerjaan media
massa adalah menceritakan peristiwa, maka kesibukan utama media massa adalah mengkonstruksi realitas yang akan disiarkan. Media menyusun realitas dari berbagai peristiwa yang terjadi, hingga menjadi cerita atau wacana bermakna.
Untuk mengukur aspek kualitas berita, penyusun menggunakan standar
menurut Mitchel V. Charnley 8, yakni:
1) accurate (informasi yang sudah dicek ulang ketepatannya), 2) properly
attributed (nara sumber punya kapabilitas tentang yang diberitakan), 3) balanced and fair (informasi harus mengandung keseimbangan dan
kejujuran), 4) objective (informasi harus obyektif dari realitas dan fakta), serta 5) brief and focused (materi disusun secara ringkas, padat dan terarah, sehingga mudah dipahami).
Konsepsi tentang fakta diekspresikan untuk melihat realitas. Mengenai
hal ini diungkapkan oleh Ericsson dalam Tuchman9 sebagai berikut:
“News is product of transaction between journalists and their sources. The primary source of reality for news is not what is displayed or what happens in the real world. The reality of news is embedded in the nature and type of social and their sources, and in the politics of knowledge that emerges on each spesific newsbeat.”
Dari pernyataan tersebut dapat diartikan, ketika seorang wartawan membuat berita, ia sebetulnya telah menjalin transaksi dan hubungan dengan
7
Hamad, Ibnu. 2000. Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa. Jakarta: Penerbit Granit, hal. 11.
8
Baksin, Askurifai. 2006. Op.Cit , hal. 51 9
(26)
commit to user
objek yang diliputnya. Dengan demikian, berita pada dasarnya bukan lagi sebagai realitas yang utuh tetapi merupakan produk konstruksi dari transaksi antara wartawan dan fakta yang ia liput, antara wartawan dan sumber berita. Prinsipnya, setiap upaya “menceritakan” (konseptualisasi) sebuah peristiwa, keadaan, atau benda, tak terkecuali mengenai hal-hal yang berkaitan dengan politik, adalah
usaha mengkonstruksikan realitas.10
Dalam kaitannya dengan hubungan dalam institusi media, konglomerasi media sedikit banyak memengaruhi kondisi, cara dan hasil kerja para pekerja media termasuk wartawan. Misalnya, suatu pesan atau produk media yang seharusnya ditayangkan satu stasiun televisi saja, bisa ditayangkan juga di stasiun televisi lain yang masih dalam satu korporasi.
Untuk itu, konstruksi realitas yang disampaikan oleh seorang wartawan atau jurnalis turut dipengaruhi pula oleh kepentingan dan ideologi media tertentu dan pada akhirnya menjadi konstruksi media secara keseluruhan.
Selanjutnya Hamad menjelaskan media massa, terutama televisi, pada
dasarnya berperan menjadi perumus realitas (definer of reality).11 Artinya,
ideologi atau kepentingan para subyek pelaku media akan menelusup melalui tayangan yang diproduksi dan direproduksinya.
Apalagi, tayangan yang diproduksi dan direproduksi stasiun televisi tersebut merupakan salah satu teks utama televisi. Sebagai salah satu teks, tayangan televisi bukan hasil rangkaian realitas, melainkan representasi yang terseleksi dan terkonstruksi serta menjadi bagian yang turut membentuk realitas.
Dalam meneliti konstruksi realitas media pada pemberitaan bencana
10
Hamad, Ibnu. 2000. Log.Cit. 11 Ibid.
(27)
commit to user
alam tersebut pada newsticker, penyusun memilih menggunakan metode Analisis Wacana Kritis (AWK). Sebab dalam analisisnya AWK lebih menekankan pada pemaknaan teks, sebagai bagian dari metode interpretatif yang mengandalkan penafsiran peneliti. Selain itu, AWK berpretensi memfokuskan pada pesan laten, agar penyusun menemukan konstruksi realitas media yang dilakukan pemberitaan
newsticker.
Tataran praktik diskursif adalah hubungan antara teks dan praktik sosial. Praktik diskursif berkaitan dengan aspek sosio-kognitif produksi dan interpretasi teks. Di satu sisi, aspek tersebut dibentuk oleh praktik sosial dan membantu dalam pembentukannya. Di sisi lain yang erat kaitannya dengan tataran tekstual, pemroduksian teks meninggalkan apa yang disebut isyarat (clue) dalam suatu teks dan penginterpretasian terjadi berdasarkan unsur-unsur tekstual.
Oleh sebab itulah menurut Norman Fairclough, analisis praktik diskursif tidak hanya mencakup penjelasan yang tepat tentang cara partisipan menginterpretasikan dan menghasilkan teks dalam suatu interaksi, namun juga hubungan peristiwa diskursif dengan tatanan wacana yang merupakan masalah interdiskursivitas.12
Dalam media, ‘pengelolaan’ suatu peristiwa ke dalam berita sering merupakan proses campuran. Yang di dalamnya pelbagai institusi dan individu
berpartisipasi dalam tingkat berbeda dan dengan maksud berbeda.
Pencerap/reporter awal bisa berupa pelaksana fungsi (functionary) dari suatu institusi, liputannya mungkin bisa mengalami koreksi (yang juga sesuai dengan skema interpretatif).
12
Titscher, Stefan. et.al. 2009. Metode Analisis Teks & Wacana. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hal. 245.
(28)
commit to user
Mungkin terjadi, skema semua reporter tersebut dan (pelapor ulang) sepanjang rantai ini diatur dengan ketat. Mungkin juga, skemanya sama sekali tidak diatur. Baik proses penulisan maupun penulisan ulang adalah praktik yang ditentukan secara mapan dalam struktur ideologis sebagai ungkapan dari struktur
tersebut, yang dideskripsikan secara cermat oleh Tony Trew juga Kress & Tress.13
Pemilihan tempat penelitian di tvOne yang dilakukan penyusun tesis, lebih disebabkan posisi tvOne yang mengklaim dirinya sebagai televisi berita dengan komposisi 70% berita dengan motto “News & Sport” dan tagline-nya yang
berbunyi “Terdepan Mengabarkan”.14 Terlebih karena di tvOne pengelolaan
newsticker telah berada pada divisi tersendiri (Divisi Newsticker & Website),
membuat penyusun tertarik meneliti, apakah newsticker dapat menggambarkan
konstruksi realitas media.
Dalam proses berita, pertanyaan yang dikembangkan adalah bagaimana supaya media dapat meliput peristiwa dengan obyektif. Berdasarkan tinjauan teori kritis, pertanyaan yang pertama kali diajukan adalah mengenai obyektivitas itu sendiri. Semua kategori seperti nilai berita dan obyektif harus selalu dipertanyakan, karena dapat memengaruhi cara kita berpikir dan bertindak.
Semua orang percaya, media memang memiliki kekuatan, meskipun secara mengejutkan adalah sulit untuk menetapkan dengan akurat jenis kekuatan
yang dimiliki media. Kekuatan utama media terletak pada fakta15, media dapat
membentuk yang ingin kita ketahui tentang dunia serta dapat menjadi sumber utama pelbagai ide dan opini. Pertanyaan pokok paradigma kritis adalah terdapat
13 Davis, Howard dan Paul Walton. 2010. Bahasa, Citra, Media .Yogyakarta: Jalasutra, hal. 127 14
Junaedhie, Kurniawan. 2009. Ensiklopedia Pers Indonesia. Jakarta: Bisnis2030,hal. 473.
15
Burton, Graeme. 2008. Yang Tersembunyi di Balik Media, Pengantar kepada Kajian Kritis. Yogyakarta-Bandung: Jalasutra, hal. 3
(29)
commit to user
perbedaan kekuatan utama di masyarakat dalam mengontrol proses komunikasi.16
Memang persoalannya, media tidak bisa bersikap netral. Misalnya, atribut-atribut media tertentu dapat mengkondisikan pesan yang dikomunikasikan. Seperti media pengalihan perhatian massa lainnya, televisi adalah pedang bermata dua. Pada sisi positifnya, televisi berperan besar dalam melakukan perubahan penting yang sangat berarti di dalam masyarakat.
Sesungguhnya, kata Jim Macnamara, peranan media dikomentari dan diperdebatkan secara luas di seluruh masyarakat dan terdapat pandangan yang sangat berbeda mengenai apa itu media dan bagaimana seharusnya. Apa persisnya yang dipikirkan orang tentang media? Untuk sebagian orang, media massa dianggap hanya berupaya menemukan kebenaran dan kenyataan untuk kemudian memberitakannya. Tetapi tampaknya –kata sebagian lagi— media massa condong
menciptakan peritiwa, menafsirkan dan mengarahkan terbentuknya kebenaran.17
B. Identifikasi Masalah
Kehadiran newsticker berita kini sudah dimanfaatkan oleh sebagian besar jaringan televisi di Indonesia, paling tidak ditayangkan saat siaran berita yang utama. Padahal menurut pengakuan beberapa redaktur maupun produser berita di stasiun televisi selain tvOne, hingga saat ini belum ada pedoman baku untuk proses pembuatannya.
Pemberitaan tentang bencana alam pada newsticker, tentu merupakan suatu bentuk wacana yang bermakna. Hal ini ditangkap Hamad, seluruh isi media tiada lain sebagai realitas yang telah dikonstruksikan (constructed reality) dalam
16
Eriyanto. 2001. Analiis Wacana, Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LKIS, hal. 23 17
Sobur, Alex. 2009. Analisis Teks Media, Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing. Bandung: Remaja Rosdakarya. hal.32
(30)
commit to user
bentuk wacana yang bermakna.18
Bicara mengenai wacana bencana alam pada newsticker, tidak bisa dilepaskan dari bahasa sebagai unsur utamanya. Bahasa dipergunakan sebagai alat konseptualisasi dan alat narasi. Bahasa dalam seluruh isi media tidak hanya meliputi bahasa verbal, tetapi bahasa non-verbal juga menjadi bagian yang tidak terpisahkan.
Karena itu, peneliti mengidentifikasi masalah dengan beberapa faktor yang berkaitan dengan masalah penelitian sebagai berikut:
1. Kebijakan Redaksional tvOne yang mendasari penggunaan newsticker sebagai
salah satu bentuk media informasi, yang berkaitan dengan strategi komunikasi
tvOne sebagai televisi berita.
2. Efektifitas newsticker sehingga tvOne dalam melakukan konstruksi realitas
media dengan penayangan secara terus menerus.
3. Pembuktian atas pemberitaan newsticker tentang bencana alam tvOne –
khususnya bencana Gunung Merapi Yogyakarta— terhadap dampak kepada masyarakat.
C. Pembatasan Masalah
Dalam penelitian ini, penyusun menganalisis konstruksi realitas media atas muatan newsticker tentang bencana alam di tvOne. Sesuai metode Analisis Wacana Kritis yang membagi analisis dalam tiga dimensi --text, discourse
practice, dan sociocultural practice— sekaligus digunakan sebagai indikator
pembatasan masalah. yakni:
18
(31)
commit to user
1. Dalam dimensi teks, bagaimana isi newsticker tvOne mewacanakan realitas
bencana alam, khususnya bencana gunung Merapi Yogyakarta?
2. Dalam dimensi praktik wacana, khususnya pada level produsen, bagaimana
Redaksi tvOne melakukan konstruksi realitas media yang diwacanakan
newsticker yang menjadi salah satu kebijakan redaksional tvOne?
3. Dalam dimensi praktik wacana, khususnya pada level konsumen, bagaimana
newsticker tvOne tersebut dapat diminati dan menjadi panduan masyarakat
daerah sekitar bencana?
4. Dalam level dimensi praktik sosiokultural, bagaimana pula pandangan
Pengamat Televisi maupun Pemerhati Televisi & Budaya Massa dan Sosiolog atas konstruksi realitas media pada newsticker yang terjadi pada konteks dan di luar teks dalam kondisi sosial budaya tersebut?
D. Rumusan Masalah
Newsticker sebagai pengkonstruksi realitas sosial, telah dijadikan tvOne
sebagai ujung tombak pemberitaan. Karena sifat newsticker yang aktual dan
ter-update, sehingga sangat tepat dikedepankan dalam strateginya untuk menjadi
televisi berita. Terlebih lagi dalam keadaan yang berstatus emergency ketika terjadi bencana alam, yang membutuhkan kecepatan dan ketepatan dalam mengantisipasi pesatnya perubahan realitas tersebut. Dengan demikian newsticker mempunyai peran yang strategis, karena berpengaruh pada masyarakat (terutama pada warga korban bencana dan pihak-pihak lain yang terkait –seperti pemerintah dan tim-tim penanggulangan bencana, maupun keluarga dan para simpatisan atau donator yang hendak membantu) dengan seluruh aspek yang memengaruhinya.
(32)
commit to user
Oleh karena itulah menarik untuk diteliti, “Bagaimana newsticker di
tvOne menggambarkan konstruksi berita bencana alam, khususnya bencana Merapi Yogyakarta? Terutama dalam level teks, produsen maupun konsumen dan faktor-faktor sosial budaya yang memengaruhinya?”
E. Tujuan Penelitian
Sesuai penjelasan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini dapat ditulis sebagai berikut:
1. Untuk memahami isi newsticker tvOne dalam mewacanakan realitas bencana
alam, khususnya bencana Merapi Yogyakarta.
2. Untuk memahami Redaksi tvOne melakukan konstruksi realitas media yang
diwacanakan newsticker yang menjadi salah satu kebijakan redaksional tvOne di level produsen pada dimensi praktik wacana (discourse practice).
3. Untuk memahami pengonstruksian realitas media di level konsumen pada
dimensi praktik wacana (discourse practice) dalam newsticker tvOne tersebut dapat diminati dan menjadi panduan masyarakat daerah bencana.
4. Untuk memahami pengonstruksian realitas media di level dimensi praktik
sosial budaya (sociocultural practice) dalam memengaruhi keberadaan pada kondisi sosial budaya yang berhubungan dengan konteks di luar teks dan konteks wacana newsticker tersebut.
F. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas, manfaat penelitian “konstruksi berita bencana alam dalam newsticker” ini yang diharapkan adalah:
(33)
commit to user
1. Dimensi Akademis
a. Memberikan pemahaman tentang newsticker sebagai salah satu bentuk
pemberitaan yang merupakan hasil proses pembuatan wacana.
b. Memberikan pemahaman tentang proses pengelolaan newsticker sebagai
pengonstruksian realitas media dalam efektifitasnya untuk memperkuat teori konstruksi realitas media.
2. Dimensi Praktis
a. Memberikan pemahaman tentang newsticker tentang pemberitaan bencana
alam dapat menggambarkan realitas sosial yang terjadi.
b. Memahami cara pandang Redaksi tvOne dalam menggunakan newsticker
sebagai salah satu bentuk media informasi yang dipengaruhi aspek kualitas berita dan perubahan realitas yang terjadi.
3. Dimensi Sosial
a. Memahami cara pandang pemirsa tvOne dalam proses penerimaan pesan
(message reception) yang mampu menafsirkan realitas peristiwa dan kebenaran sebagaimana adanya, untuk menggiring interpretasi khalayak sesuai dengan perspektifnya.
b. Mengetahui pemberitaan bencana Merapi Yogyakarta di newsticker tvOne
juga mempertimbangkan masukan pemirsa dan respon Redaksi atas masukan tersebut. ©
(34)
commit to user
14
BAB II
ORIENTASI TEORITIK
A. Deskripsi Teoritik
Dengan mengembangkan pemahaman mengenai keragaman teori-teori komunikasi, kita akan lebih dapat membuat perbedaan dalam interpretasi ilmu komunikasi, mendapat alat bantu untuk meningkatkan komunikasi dan memahami ilmu komunikasi dengan lebih baik.
Theodore Clevenger Jr.19 mencatat masalah yang selalu ada dalam
mendefinisikan komunikasi untuk tujuan penelitian atau ilmiah berasal dari fakta, kata kerja ‘berkomunikasi’ memiliki posisi yang kuat dalam kosa kata umum dan karenanya tidak mudah didefinisikan untuk tujuan ilmiah.
Sebenarnya kata kerja ini merupakan salah satu istilah dalam bahasa Inggris maupun bahasa Indonesia yang terlalu sering digunakan. Para akademisi telah mencoba segala usaha untuk mendefinisikan komunikasi, tetapi menentukan sebuah definisi tunggal telah terbukti tak mungkin dilakukan dan tak akan berhasil.
Di lain sisi, masalah komunikasi sering digunakan dalam penelitian berbagai disiplin ilmu. Hal ini menunjukkan betapa fleksibelnya ilmu komunikasi, sehingga penyusun beranggapan ilmu komunikasi merupakan salah satu penghubung antar ilmu yang dapat dipergunakan secara ilmiah dalam berbagai penelitian.
Frank Dance20 mengambil langkah besar dalam mengklarifikasikan
19
Littlejohn, Stephen W dan Foss, Karen A. 2009. Op. Cit. hal.4 20
(35)
commit to user
konsep ini dengan menggarisbawahi sejumlah elemen yang digunakan untuk membedakan komunikasi, melalui tiga poin “perbedaan konseptual penting” yang membentuk dimensi-dimensi dasar komunikasi.
Dimensi pertama, tingkat pengamatan atau keringkasan, semisal: “Komunikasi sebagai sebuah sistem.” Kedua, tujuan, seperti: “Situasi pengiriman dan penerimaan pesan merupakan sebuah sumber yang mengirimkan pesan kepada penerima dengan tujuan tertentu untuk memengaruhi perilaku penerima.” Ketiga, penjelasan normatif, contohnya: “Komunikasi adalah penyampaian informasi” yang tak mempermasalahkan informasi tersebut diterima dan dipahami atau tidak.”
Hal ini makin menunjukkan bahwasanya ilmu komunikasi dalam dimensi-dimensi dasarnya dapat masuk dalam berbagai aspek penelitian dalam banyak disiplin ilmu maupun pada penelitian komunikasi itu sendiri. Alasan penyusun karena skema komunikator-pesan-komunikan sebagai dasar ilmu komunikasi yang menjelaskan tentang suatu hubungan, terdapat dalam tujuan sistem normatif pada banyak disiplin ilmu.
W. Barnett Pearce21 menggambarkan kemajuan penelitian komunikasi
secara sistematis ini sebagai “penemuan revolusioner” yang sebagian disebabkan meningkatnya teknologi komunikasi (seperti radio, televisi, telepon, satelit dan jaringan komputer) sejalan dengan meningkatnya industrialisasi bisnis besar dan politik global, sehingga sangat jelas komunikasi telah mengambil posisi penting dalam kehidupan kita.
Postulat di atas menggambarkan penelitian komunikasi kini semakin penting dilakukan, guna mengantisipasi kecanggihan teknologi komunikasi yang menyangkut pada berbagai disiplin ilmu. Bahkan disadari atau tidak, penyusun sepakat perkembangan kemajuan teknologi telah ikut mengubah metode penyusunan beberapa ilmu ‘tradisional.’
Robyn Penman22 menggarisbawahi lima prinsip pendekatan tindakan praktis,
yang menyatakan betapa berbedanya penyusunan teori tersebut dari ilmu
21Littlejohn, Stephen W dan Foss, Karen A. 2009. Op. Cit,. hal. 5-6
22
(36)
commit to user
pengetahuan tradisional.1. Tindakan bersifat sukarela. Manusia sebagian besar memotivasi dirinya
sendiri dan memperkirakan perilaku berdasarkan pada faktor-faktor eksternal adalah sesuatu yang tidak mungkin.
2. Pengetahuan dihasilkan secara sosial, yang berarti teori-teori komunikasi
diciptakan oleh proses komunikasi atau interaksi –proses yang mereka susun sendiri untuk dijelaskan. Tidak ada hubungan satu persatu antara gagasan dalam sebuah teori dan kenyataan obyektif. Jadi hipotesis hakikat-penghargaan merupakan hasil ciptaan ahli teori, yang merupakan salah satu dari banyak cara untuk memahami perilaku, bukan cermin dari alasan “nyata” atau “benar” alasan orang melakukan sesuatu.
3. Semua teori berhubungan dengan sejarah. Mereka mencerminkan keadaan
serta waktu ketika mereka diciptakan dan ketika waktu berubah, demikian juga dengan teori-teori.
4. Didefinisikan sebagai bagian paradigma teoritis tindakan-praktis adalah
teori memengaruhi kenyataan yang mereka tutupi.
5. Teori-teori selalu dibebani nilai, tidak pernah netral dari teoritis yang menguntungkan ini.
Dalam penelitian yang penyusun lakukan ini, fokus utamanya adalah menganalisis konstruksi realitas media atas muatan tiap teks pemberitaan bencana alam di newsticker tvOne. Untuk itu, penyusun menggambarkan terlebih dahulu teori-teori seputar pesan dalam kajian ilmu komunikasi.
Komunikasi adalah suatu proses penyampaian pesan, ide atau gagasan dari satu pihak ke pihak lain, agar terjadi saling memengaruhi di antara keduanya. Model penyusunan pesan mengungkapkan, manusia berpikir dengan cara berbeda tentang komunikasi dan pesan, serta mereka menggunakan logika yang berbeda pula saat memutuskan yang akan dikatakan ke orang lain dalam sebuah situasi.
Barbara O’Keefe23 menggarisbawahi tiga logika penyusunan pesan
(message-design logic) untuk menjelaskan proses pemikiran di balik pesan yang kita
ciptakan, yakni:
a) logika ekspresif adalah komunikasi untuk mengungkapkan perasan dan
pemikiran sendiri, sehingga pesan bersifat terbuka dan reaktif,
b) logika konvensional yang memandang komunikasi sebagai pengungkapan
diri sesuai aturan dan norma yang diterima –termasuk hak dan kewajiban— setiap orang yang terlibat,
23
(37)
commit to user
c) logika retoris yang memandang komunikasi sebagai sebuah cara
perubahan aturan melalui negosiasi, membuat pesan cenderung luwes, berwawasan dan terpusat pada seseorang.
O’Keffe memerhatikan, dalam situasi tertentu pesan-pesan terlihat cenderung sama, tetapi pada situasi lain mereka berbeda. Jika tujuan komunikasi cukup sederhana dan menghadapinya bukanlah sebuah masalah, setiap logika penyusunan akan menghasilkan bentuk pesan yang sama. Sebaliknya, jika banyak tujuan dan kompleks serta menghadapinya menjadi masalah, logika penyusunan yang berbeda akan menghasilkan bentuk pesan berbeda pula. Teori ini membahas tentang bagaimana pesan terbentuk, bukan bagaimana
pesan diterima dan dipahami.24
Padahal, penelitian tentang bagaimana pesan diterima dan dampaknya kini semakin meningkat. Karena bagi sebagian peneliti, hal ini menjadi salah satu daya tarik penelitian. Begitu juga yang penyusun lakukan, selain ingin mengetahui bagaimana pesan dalam newsticker terbentuk dan dikelola, dampak penerimaan masyarakat juga sangat menarik diteliti mengingat posisi newsticker sebagai ujung tombak pemberitaan aktual yang ter-update dan perannya sebagai pedoman tindakan bagi masyarakat dan pihak terkait, terutama atas wacana bencana.
Peningkatan jumlah yang menyatakan dampak dari media berita di masyarakat, karena orang merasa media memiliki pengaruh. Riset ini diabdikan bagi pertanyaan tentang individu dan termasuk variabel yang meningkatkan, membatasi dan menghapuskan dampak penyusunan berita.
Namun atas pertanyaan, “apakah dampak penyusunan bergantung pada
isu yang tidak bertujuan?” menjadi taruhan25. Studi-studi menunjukkan, suatu isu
mempunyai arti penting dapat saja tak menimbulkan dampak dan sebaliknya, isu yang tidak penting dapat pula mempunyai dampak besar.
24
Littlejohn, Stephen W dan Foss, Karen A. 2009. Op. Cit. hal. 188-189 25
Lecheler, Sophie and Claes Vreese. June 2009. Issue Importance as a Moderator of Framming Effects. Communication Research Vol.36 No.3. Sage Publications, http://online.sagepub.com at University of Newscastle, pp. 400-425
(38)
commit to user
Dalam kondisi sekarang di era globalisasi, saat informasi melimpah ruah tanpa batas wilayah, menyebabkan adanya seleksi ketat pada proses internalisasi dalam diri komunikan. Sehingga dampak tak dapat diduga, meski menurut penyusun untuk isu yang berkaitan dengan human interest mempunyai dampak yang rata-rata dapat digolongkan besar.
Pendekatan penggabungan informasi (information integration) bagi pelaku komunikasi (komunikator), berpusat pada cara mengakumulasi dan mengatur informasi tentang semua orang, obyek, situasi, gagasan yang membentuk sikap atau kecenderungan bertindak, dengan cara positif atau negatif terhadap beberapa obyek. Informasi sebagai suatu kekuatan interaksi dan berpotensi
untuk memengaruhi sistem kepercayaan dan sikap individu.26
Penggabungan informasi seperti ini, menurut penyusun juga terdapat dalam newsticker bencana. Karena informasi tersebut ditujukan terutama untuk warga terdampak, tim penangulangan bencana maupun pihak-pihak terkait lainnya, pemerintah dan masyarakat umum, termasuk keluarga dan kerabat korban bencana yang berada di lokasi berjauhan. Bahkan menurut hasil wawancara dengan responden, banyak warga terdampak yang kemudian menjadikannya sebagai panduan tindakan dalam mengantisipasi perubahan realitas yang terjadi.
Tedapat dua variabel yang berperan penting dalam memengaruhi perubahan sikap: a) arahan (valence), yang mengacu pada informasi yang mendukung atau tidak, dan b) bobot yang diberikan terhadap informasi sebagai kegunaan kredibilitas, jika benar bobotnya tinggi atau sebaliknya.
Informasi tersebut haruslah mempunyai dampak yang besar, sehingga dapat mengubah sikap pemirsa. Arahan untuk pemirsa yang mengacu pada informasi itu, haruslah dapat dimengerti agar terjadi perubahan sikap. Karenanya sangat penting pemahaman makna pada pesan yang terkandung dalam informasi
26
(39)
commit to user
tersebut. Dan yang tak kalah pentingnya, bobot kepercayan pemirsa atas informasi
newsticker juga harus tinggi sehingga dapat bermanfaat.
Graeme Burton27 berpendapat, makna akan dimasukkan melalui
sejumlah cara dalam beberapa tingkatan ke dalam sistem nilai dan realitas pemirsanya. Program-program tertentu –termasuk berita— dapat mengandung makna yang sama sekaligus berbeda.
Makna yang kita dapat dari sebuah naskah merupakan hasil dari pembicaraan antara makna kita saat ini dan semua yang ditanamkan dalam
bahasa naskah tersebut Hans Georg Gadamer28 menyatakan, individu tidak
berdiri terpisah dari segala sesuatu dalam menganalisis dan menafsirkan, malah secara alami sebagai bagian dari kehidupan kita keseharian. Pengamatan, pemikiran dan pemahaman tidak selalu benar-benar obyektif, semuanya diwarnai pengalaman kita.
Sedangkan bagi Stanley Fish29, makna terletak dalam pembaca dengan
merujuk teorinya: reader-response theory. Karena itu, pertanyaan yang tepat bukanlah “apa yang dimaksud dari sebuah naskah?” tetapi “apa yang dilakukan oleh sebuah naskah?” Fish jelas menekankan, pemaknaan bukanlah masalah individu.
Melalui pendekatan konstruksionis sosial ia mengajarkan, pembaca merupakan anggota komunitas interpretif –kelompok yang berinteraksi membentuk realitas dan pemaknaan umum serta menggunakannya dalam pembacaan. Jadi, pemaknaan terletak dalam komunitas interpretif pembaca.
27
Burton, Graeme. 2007. Membincangkan Televisi, sebuah Pengantar kepada Studi Televisi. Bandung: Jalasutra, hal. 365.
28
Littlejohn, Stephen W dan Foss, Karen A. 2009. Op. Cit. hal. 192-196 29
(40)
commit to user
Realitas yang dibentuk dalam komunitas interpretis hanya sebatas pada makna pembacaan, bukanlah realitas yang terjadi dalam proses komunikasi. Ibnu
Hamad30 berpendapat, komunikasi sebagai proses konstruksi realitas adalah
komunikasi yang di dalamnya berlangsung proses pengembangan wacana. Proses itu dimulai dengan adanya realitas pertama.
Komunikator, sebagai pelaku konstruksi realitas, berupaya menyusun realitas pertama ke dalam struktur cerita yang bermakna atau populer disebut wacana. Mengingat adanya berbagai faktor yang memengaruhi proses konstruksi realitas, baik yang disadarinya maupun tidak, akan memungkinkan struktur dan makna yang berbeda dari realitas pertama.
Justru karena sifat dasarnya ini, teori komunikasi sebagai wacana (communication as discourse) memiliki asumsi realitas dikonstruksikan bukan hanya menjadi realitas yang simbolik (symbolic reality) atau sekadar menjadi realitas kedua (second reality), tetapi membentuk realitas lain (the other
reality) yang bisa berbeda sama sekali dengan realitas pertama.
Dalam sistem komunikasi libertarian, wacana yang terbentuk akan berbeda dalam sistem komunikasi yang otoritarian. Secara lebih khusus, dinamika internal dan eksternal mengenai diri pelaku konstruksi, tentu saja sangat
memengaruhi proses konstruksi.31
Ini juga menunjukkan, pembentukan wacana tidak berada dalam ruang vakum. Pengaruh itu bisa datang dari pribadi penulis dalam bentuk kepentingan idealis, ideologis dan sebagainya, maupun dari kepentingan eksternal dari khalayak sasaran sebagai pasar, sponsor dan sebagainya.
Konsep-konsep dalam sebagian besar pendekatan praktis terhadap teori,
cenderung disajikan sebagai sesuatu yang universal.32 Malahan terori-teori
tersebut mengakui, orang-orang merespon dengan berbeda dalam situasi yang
berbeda pula dan kata-kata serta tindakan yang digunakan untuk
mengungkapkannya akan berubah seiring jalannya waktu.
Jadi konsep tidak bisa diukur secara operasional, tapi digunakan sebagai
30
Hamad, Ibnu. 2010. Komunikasi sebagai Wacana. Jakarta: La Tofi Enterprise, hal. 31 31
Darma, Yoce Aliah. 2009. Analisis Wacana Kritis. Bandung: Yrama Widya, hal. 8 32
(41)
commit to user
kerangka pengatur untuk mengelompokkan penafsiran dan tindakan dinamis manusia dalam situasi yang sebenarnya.
Untuk itu, di bawah ini adalah penjelasan konsep-konsep yang dimuat dalam judul penelitian ini:
1. Konstruksi Realitas Media
Realitas media adalah realitas yang dikonstruksi media, dalam dua
model: Pertama, model peta analog dan kedua, model refleksi realitas.33 Model
Peta Analog mengkonstruksi realitas sosial berdasarkan model analogi,
sebagaimana realitas yang terjadi secara rasional.
Sebagai contoh, kejadian jatuhnya pesawat terbang Sukhoi Super Jet 100 di Gunung Salak yang terbang dalam rangka Joy Flight pada 9 Mei 2012. Menurut berita di televisi, bangkai pesawat yang hancur telah ditemukan warga dan aparat gabungan. Berita ini tersebar luas dan terkonstruksi sebagai realitas.
Sedangkan model Refleksi Realitas adalah yang merefleksikan suatu kehidupan yang terjadi, dengan merefleksikan kehidupan tersebut di dalam masyarakat. Contohnya adalah kisah features di media massa.
Istilah konstruksi realitas menjadi terkenal sejak diperkenalkan Peter Berger dan Thomas Luckmann melalui bukunya “The Social Construction of
Reality: A Treatise in the Sociological of Knowledge” dan kemudian diterbitkan
dalam edisi bahasa Indonesia di bawah judul “Taksir Sosial atas Kenyataan:
Risalah tentang Sosiologi Pengetahuan” (1990).
33
Bungin, H.M.Burhan. 2008. Konstruksi Sosial Media Massa: Kekuatan Pengaruh Media Massa, Iklan Televisi dan Keputusan Konsumen serta Kritik terhadap Peter L Berger & Thomas Luckmann. Jakarta: Kencana Prenada Media, hal. 201-203.
(42)
commit to user
Dalam buku tersebut menggambarkan proses sosial melalui tindakan dan interaksinya, dengan individu intens menciptakan realitas yang dimiliki dan dialami bersama secara subyektif. Mereka telah berhasil menunjukkan bagaimana posisi teori Weber dan Durkheim dapat digabungkan menjadi satu teori yang komprehensif tentang tindakan sosial tanpa kehilangan logika intinya. 34
Menurut penyusun, isi media hakikatnya hasil konstruksi realitas dengan bahasa sebagai perangkat dasarnya. Sedangkan bahasa bukan saja sebagai alat merepresentasikan realitas, namun juga bisa menentukan relief seperti apa yang akan diciptakan oleh bahasa tentang realitas tersebut.
Dalam pandangan Hall Halliday35, salah satu fungsi bahasa adalah untuk
memelihara hubungan antar sesama manusia dengan menyediakan wahana lengkap terhadap status, sikap sosial dan individual, taksiran, penilaian dan sebagainya, yang berarti memasukkan partisipasi ke dalam interaksi bahasa.
Secara makro berdasarkan isi pesan, fungsi-fungsi bahasa dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Fungsi ideasional, untuk membentuk, mempertahankan, dan memperjelas
hubungan di antara anggota masyarakat,
b. Fungsi interpersonal, untuk menyampaikan informasi di antara anggota
masyarakat, dan
c. Fungsi tekstual, untuk menyediakan kerangka, pengorganisasian diskursus
(wacana) yang relevan dengan situasi.
Fungsi tekstual dikatakan berkaitan tugas bahasa untuk membentuk berbagai mata rantai kebahasaan dan mata rantai unsur situasi (features of
situation) yang memungkinkan digunakannya bahasa oleh para pemakainya.
Fungsi tekstual tampak pada struktur yang terkait tema, yaitu struktur tematik dan struktur informasi.
Fungsi tekstual bahasa, kata Halliday, adalah satuan dasar bahasa dalam penggunaan, bukan kata atau kalimat, melainkan teks. Sedangkan unsur tekstual
34
Sobur, Alex. 2009. Op Cit. hal. 91 35
(43)
commit to user
dalam bahasa adalah seperangkat pilihan, yang dengan cara itu memungkinkan pembicara atau penulis (termasuk Redaksi –penyusun) menciptakan teks-teks – untuk menggunakan bahasa dengan jalan yang relevan dengan konteksnya.
Klausa dalam fungsi-fungsi disorganisasi atau ditata sebagai amanat atau pesan, sehingga di samping struktur dalam transivitas dan modalitasnya, klausa itu juga memiliki struktur sebagai amanat yang dikenal sebagai struktur tematik. Dalam kaitan tersebut, akibatnya media massa mempunyai peluang yang sangat besar, untuk memengaruhi makna dan gambaran yang dihasilkan dari realitas yang dikonstruksikannya. Karena menceritakan pelbagai kejadian atau peristiwa itulah, maka tidak berlebihan bila dikatakan seluruh isi media
adalah realitas yang telah dikonstruksikan (construsted reality).36
Laporan-laporan jurnalistik di media, pada dasarnya tidak lebih dari hasil penyusunan realitas-realitas dalam bentuk sebuah cerita. Penyusun sepakat
dengan yang dikatakan Tuchman37, berita pada dasarnya adalah realitas yang
telah dikonstruksikan.
Menurut Yoce Aliah Darma, untuk melakukan konstruksi realitas, pelaku
konstruksi memakai suatu strategi tertentu. Tidak terlepas dari pengaruh
eksternal dan internal, strategi konstruksi ini mencakup pilihan bahasa (mulai dari kata hingga paragraf), pilihan fakta yang dimasukkan/dikeluarkan dari wacana (yang populer disebut strategi framing) dan pilihan teknik
menampilkan wacana di depan publik (disebut strategi priming).38
Selanjutnya, hasil dari proses ini adalah wacana (discourse) atau realitas yang dikonstruksikan berupa tulisan (text), ucapan (talk), tindakan (act), atau peninggalan (artifact). Oleh karena itu, wacana yang terbentuk telah dipengaruhi berbagai faktor. Akhirnya penyusun dapat mengatakan, kepastian di balik wacana itu terdapat makna dan citra yang diinginkan serta kepentingan yang sedang diperjuangkan.
Galtung dan Ruge (dalam McQuail)39 menjelaskan, faktor penting yang
36
Sobur, Alex. 2009. Op. Cit. hal. 17-18 37
Ibid. hal 88-89
38
Darma, Yoce Aliah. 2009. Op. Cit. hal. 8 39
(44)
commit to user
memengaruhi pemilihan kemasan informasi di media atau pemberitaan: faktor organisasi, faktor yang berkaitan dengan aliran, dan faktor sosial budaya.
Dalam pengamatan penyusun, faktor organisasi merupakan faktor yang paling universal dan mengandung konsekuensi kepentingan tertentu. Biasanya suatu media lebih menyukai peristiwa besar atau penting yang terjadi dalam skala waktu yang sesuai dengan jadwal produksi normal, serta menyukai pula peristiwa yang paling mudah diliput dan dilaporkan, mudah dikenal, dan dipandang relevan.
Oleh karena itu, informasi ataupun pesan yang ingin disampaikan suatu media massa atas berbagai peristiwa –termasuk yang melalui newsticker— tak bisa disamakan dengan fotokopi dari realitas. Namun penyusun sepakat, harus dipandang sebagai hasil konstruksi dari realitas.
Karenanya, sangat potensial terjadi peristiwa yang sama dikonstruksi secara berbeda oleh beberapa media massa. Wartawan atau jurnalis bisa jadi mempunyai pandangan dan konsepsi berbeda, ketika melihat suatu peristiwa atau kejadian yang terwujud dalam teks berita.
Sementara itu Piliang mengatakan, televisi dianggap cermin bagi realitas sosial dengan berbagai kepentingan yang mempresentasikan dan mencitrakan kenyataan sosial yang dihadapi masyarakat. Ia berada dalam mekanisme kerja intelektual yang rumit, serius dan komprehensif dalam usahanya memberi pemaknaan atas kenyataan sosial yang ditemui sehari-hari. Saat sekarang, budaya media telah mengaburkan batasan antara kenyataan di lapangan dengan fiksi. Akibatnya hegemoni budaya media terus mempersubur
realitas-realitas buatan, yang dibangun, seakan mirip dengan realitas-realitas sebenarnya. 40
Penyusun melihat kepercayaan masyarakat kepada televisi cukup tinggi, sehingga cenderung menjadi media dominan yang menggeser dominasi budaya tulis. Pola berulang dari pesan-pesan dan gambaran televisi yang menghadirkan nyaris seluruh aspek human interest, membuat jarak antara kenyataan dan fiksi
40
(1)
Seperti yang telah diuraikan dalam Bab Pembahasan (Bab IV, V, VI dan VII) dan poin Kesimpulan di atas –meski terdapat beberapa kekurangan peran
newsticker dalam membangun konstruksi sosial di media, menurut beberapa
responden maupun pengamat— namun secara umum tetap dianggap aktual karena menggambarkan perubahan realitas beberapa saat setelah terjadinya bencana. Kekurangan yang terdapat pun lebih disebabkan karena terbatasnya jumlah karakter newsticker, sehingga belum menggambarkan realitas sosial yang sebenarnya dengan utuh melalui jawaban mengapa dan bagaimana.
Konsep Konstruksi Realitas Sosial merupakan dampak sasaran yang mungkin paling dramatis dan mendasar dari media massa. Hal ini dapat kita lihat pada contoh kasus akibat terjadinya keterlambatan tayangnya pergantian zona bahaya, menampilkan dampak yang dramatis dari pengaruh media massa. Kepanikan dan kerepotan masyarakat yang melakukan pengungsian swadaya secara mandiri saat itu sungguh tak terbayangkan Redaksi, mengingat
keterlambatan newsticker tersebut hanya beberapa saat dan telah dikoreksi.164
Konsep Konstruksi Realitas Sosial juga bermanfaat untuk mengandaikan individu, yang tidak dapat membedakan antara kejadian-kejadian nyata dan dimediasi, tentu menunjukkan pandangan kuat peran media. Seperti yang terlihat saat Redaksi mewawancarai Sultan dan Mbah Maridjan untuk mendorong warga mau mengungsi, newsticker yang ditampilkan adalah hasil mediasi dalam kearifan lokal demi menyelamatkan warga terdampak bencana tersebut.
Dengan demikian, implikasi penelitian ini terhadap teori Konstruksi Realitas Sosial oleh Media adalah membuktikan betapa isi tayangan newsticker
164
(2)
yang sederhana sebagai hasil Karya Jurnalistik terbukti telah mampu ikut berperan dalam Konstruksi Realitas Media, sesuai judul dan tujuan penelitian yang diharapkan peneliti (penyusun tesis).
C. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka penyusun menyarankan beberapa hal di bawah ini demi terwujudnya penggambaran konstruksi realitas media yang lebih baik melalui newsticker di tvOne.
1. Bagi Redaksi tvOne
a. Untuk aspek kualitas berita, yang paling penting adalah akurat. Check
dan recheck atas tiap masalah yang akan ditayangkan newsticker pada beberapa nara sumber masih sangat diperlukan sebenar-benarnya dalam proses pengelolaannya. Tidak cukup bila hanya mendasarkan pada keterangan penyampai informasi ataupun konfirmasi wartawan di lapangan, tetapi harus ditunjang pendapat beberapa nara sumber yang relevan atas masalah tersebut.
b. Untuk penggambaran perubahan realitas, yang paling penting adalah
memastikan terlebih dahulu kebenaran perubahan realitas yang terjadi sebelum newsticker ditayangkan. Sebab bila ternyata perubahan realitas tersebut relatif, semu dan kontemporer, dampaknya akan membingungkan masyarakat. Juga masuknya opini wartawan/penulis pada penggunaan kata di dalam penulisan newsticker, malah cenderung bombastis dan bersayap, sehingga akan mengaburkan pemahaman makna dari fakta yang ditampilkan.
(3)
c. Untuk faktor-faktor sosial budaya agar diperhatikan –terutama masukan masyarakat (bukan hanya mereka yang berwenang)— atas suatu masalah yang akan ditayangkan. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi pembohongan publik yang sering ditemukan pada pernyataan atau fakta pendapat, juga karena masyarakatlah yang menjadi obyek sekaligus tujuan tayangan berita. Selain itu, latar belakang sosial budaya dari realitas yang akan dikonstruksikan melalui newsticker perlu diperhatikan, supaya maksud pemaknaan berita tidak menjadi ambigu ataupun terjadi salah pengertian.
d. Meski terdapat keterbatasan karakter pada penulisan newsticker,
tetapi diupayakan adanya penggambaran realitas yang utuh melalui penjelasan mengapa dan bagaimana dengan penggunaan bahasa Indonesia Jurnalistik yang mengutamakan singkat, padat sederhana, lancar, lugas dan menarik. Hal ini dapat disiasati dengan pemuatan newsticker yang berkelanjutan.
e. Penggolongan tema berita agar lebih dipersemnpit, tidak seperti sekarang
yang cenderung menjadi rancu karena terlalu luas dan tumpang tindih. Misalnya, pada golongan Sosial dan Sosial Daerah. Semestinya tidak menggabungkan dua pokok masalah dalam kriteria penggolongan, karena variasinya menjadi banyak dan membuat rancu.
f. Pemutakhiran newsticker atas suatu masalah yang terus berlangsung tetap
diperlukan, terutama yang menyangkut kepentingan masyarakat umum, karena akan memberikan kejelasan dan kepastian berita sesuai perubahan realitas yang terjadi. Karena perubahan realitas yang begitu cepat,
(4)
menyebabkan perlu informasi yang dapat di-update untuk mengonstruksi realitas tersebut.
g. Sebaiknya newsticker mengutamakan hasil laporan pandangan mata
observasi reporter (live report) pada berbagai titik seputar wilayah kejadian, yang akan saling melengkapi penggambaran konstruksi realitas, bukan sekadar hasil wawancara nara sumber. Konstruksi realitas media yang digambarkan newsticker akan dapat lebih efektif, terutama dari banyaknya bahan berita yang tersedia hasil liputan reporter langsung di tempat kejadian.
h. Kesalahan-kesalajhan yang terjadi selama ini dalam pengelolaan
newsticker, terutama dalam proses input seperti penulisan data, perlu
diminimalisir untuk menjaga akurasi dan kredibilitasnya. Hal ini menjadi penting bagi keberadaan newsticker, supaya sesuai dengan visi dan misi
tvOne yang ingin mengubah mindset dan habitually masyarakat demi
terpilihnya tvOne sebagai sumber berita utama mereka.
2. Bagi Masyarakat Umum
a. Meski cenderung pas-pasan –bahkan cenderung asal ada— faktor
aktualitas yang ingin dihadirkan dalam newsticker tvOne tentang bencana Merapi Yogyakarta terkendala faktor akurasi dan faktual. Karena itu, agar masyarakat tidak serta merta menpercayai dan langsung mengambil keputusan maupun menjadikannya sebagai panduan tindakan. Lebih baik menunggu berita utama, atau mengkonfirmasikannya kepada Tim Penanggulangan Bencana maupun pihak berwenang, sebelum masyarakat melakukan tindakan antisipasi.
(5)
b. Karena hanya sedikit sekali . –bahkan sebagian besar tidak— pada pembuatan newsticker yang dipengaruhi oleh kebijakan lokal –yang termasuk sebagai bagian dari faktor-faktor sosial budaya-- ada baiknya bila masyarakat dapat berperan lebih aktif dalam memberikan maupun mengkonfirmasi informasi penting yang diketahuinya. Terutama untuk informasi tentang bencana, agar lebih sesuai dengan perubahan realitas yang terjadi dan tepat menggambarkan situasi untuk masyarakat setempat yang terkena dampak bencana.
3. Bagi Penelitian Selanjutnya
Sejak awal melakukan penelitian ini, penyusun mendasari keberminatan terhadap keberadaan newsticker, dikarenakan belum adanya teori yang mendasari
newsticker sebagai sebuah bentuk karya Jurnalistik sebagaimana berita, features,
tajuk rencana dan sebagainya.
Setelah menyusun tesis ini --yang menggambarkan konstruksi realitas berita bencana oleh newsticker tvOne— penyusun kian meyakini bahwasanya informasi di dalam newsticker sedemikian bermanfaat bagi masyarakat dan telah dipahami sebagai salah satu bentuk berita yang dinantikan kehadirannya, bahkan dijadikan sebagai panduan tindakan untuk mengantisipasi situasi yang terjadi.
Dalam benak penyusun, alangkah lebih dipercayai informasi yang ditayangkan apabila newsticker telah diakui sebagai salah satu bentuk berita dalam Karya Jurnalistik. Tidak seperti sekarang, yang terkesan lebih berupa informasi kutipan tanpa ketentuan baku sebagaimana teori tentang berita.
Sebab dengan dasar teori yang jelas, pengelolaan newsticker bukan lagi asal ada,. Tetapi harus mengacu pada kaidah penyusunan berita, yang
(6)
mengutamakan faktual, memperhatikan akurasi isi, kelengkapan unsur berita, keseimbangan berita, kredibilitas nara sumber, check and recheck, dan memenuhi nilai-nilai berita.
Untuk itu –dalam kesempatan mendatang— perlu adanya penelitian lanjutan hingga dapat menyusun teori tentang newsticker sebagai salah satu bentuik berita dalam Karya Jurnalistik, yang dapat diakui dan dimasukkan dalam