Pengaruh kedisiplinan guru pendidikan agama Islam terhadap perkembangan aspek afektif siswa di Sekolah SMP Islam Parung

(1)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Syarat Mencapai Gelar Sarjana (S-1) Pendidikan Agama Islam

Oleh:

Ismayanti

Nim: 1110011000015

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIFHIDAYATULLAH

JAKARTA

2015


(2)

ASPEK AFEKTIF SISWA DI SMP ISLAI\{ I'ARUNG

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah .Takarta

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam (s.Pd.I)

Oleh: ISMAYANTI

NIM: 1110011000015

Di bawah Bim gan

,t

n

r'l

DRS. GHUFRON IHSAN MA

NIP:

195305091 98103 1 006

Jurusan Pendidikan

Agama

lslam

Fakultas

Ilmu Tarbiyah

dan

Keguruan

Universitas

Islam Negeri

(UN)

Syarif Hidayatullah

Jakarta

2At5


(3)

Skripsi berjudul Pengaruh Kedisiplinan

Guru

PAI

Terhadap

Aspek

Afektif

Sisrva

di

SMP

Islam I'arung disusun

oleh Ismayanti, NIM. 1110011000015, Jurusan Pendidikan Agama Islam. Fakultas

Ilmu Tarbiyah

dan

Keguruan (FITK), Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Telah

melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai khrya ilmiah yang berhak untuk diajukan pada sidang munaqasah sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh fakultas.

Jakarta, 23 Februari 20i5

Yang mengesahkan,

Pembimbing

3l

DRS. GHUFRON IHSAN. MA

NrP. 195305091 98103 1 006

/

I

<1,.


(4)

Tarbiyah dan Keguruan (FITI() Universitas Islam Negeri S,varif Hidayatullah Jakarta, dan telah dinyatakan luh-rs dalam ujian Munaqosyah pada tanggal 25 Mei

2015

di haclapan

dewan penguji. Karena itu penulis berhak memperoleh gelar

Sarjana Pendidikan Islam (S. Pd. I) dalarn bidang Pendidikan Agama Islam. Jakarta,0S Juni 2015

Panitia Ujian N4unaqosyah

I(ctua I)ani tia (l(ctua Jurusan/I)rodi) Dr. Il. AbdLrl it4ajid Khon, Iv{. Ag Ni],. r9580707 198703 1 005

Sekretaris (Sekretaris Jurusan/Prodi) Marhamal-r Salel"r, Lc. M. Ag

NIP. 19720313 200801 2010 Dos'en PcngLrji I

Dr. Akhnrad Shodiq, M.Ag NII). 19110109 199803 1001 Desen Penguji II

Dr. ICralirni, M.Ag

NII'. 196-50515 199403 I 006

Tanggal

/il6^'=

'i

lE.v:l{

['

i"

1o''t

/"I

"l*

tob

111

Tangar-r

N'ferrgetahui

I)el<an Fakul 'l'arbiva

lhib


(5)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Ismayanti 1 1 1001 1000015

Pendidikan Agama Islam (PAD

Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA

Bahwa skripsi yang berjudul Pengaruh Kedisiplinan Guru

PAI

Terhadap

Perkembangan Aspek

Afektif

Sisrva

di

SMP Islam Parung adalah benar hasil

karya sendiri di bawah bimbingan dosen : Nama

NIX4

Jurusan/prodi Fakultas

Nama Pembimbing NIP

: Drs. Ghufron Ihsan, MA : 195305091 98103 1 006

Demikian surat pernyataan

ini

saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap menerima segala konsekuensi apabila terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil karya sendiri.'

Jakarta,02 Jamtai2015 Mahasiswa ybs

NIM. 1 11001 10000r s


(6)

Agama Islam Tcrhadap Perkembangan Aspek

Afcktif Siswa

di

Sekolah SMP Islam Parung. Skripsi, Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI), Eakultas Ilmu Tarbiyah dan I(eguruan (FITK), Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Sikap disiplin guru dalam menjalankan tugasnya akan menjadi contoh bagi sisrvanya, dengan demikian akan meirimbulkan ketertarikan dan rasa simpatik siswa pada gurunya, hal tersebut dapat memicu perkembangan aspek afektif siswa yang baik, dan n-renjadikan siswa lebih disiplin dan niemiliki sikap yang baik. Karena pada dasalnya manusia itu adalah maldrluk peniru apa yang dia lihat dan dia rasa.

Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui apakan terdapat pengaruh yang signifikan anatara kedisiplinan Guru

PAi

Terhadap Perkembangan Aspek Afektif Siswa di Sekolah SMP Islam Parung.

Penelitian ini telah dilaksankan di SMP Isiarn Parung tahun ajaran 2014/2015

pada tanggal 15 September

-

30 Oktober 2014. Pendekatan yang gunakan dalam

penelitian

ini

adalah pendekatan kuantitatif. Teknik yang akan digunakan dalam

menentukan sampel ialah dengan teknik stratified randont sampling. Subjek

penelitian

ini

berjumlah 595 siswa/i tetapi diambil sampel hanya 60 siswa/i dari

keseluruhan. Instrumen yang digunakan pada penelitian ini berbentuk non tes yaitu berupa angket skala sikap model skala Likerl. Instrumen ini bersifat tertutup karena dalam angket sudah tersedia pilihan jau,aban, kemudian disebarkan secara acak

kepada'siswa/i kelas

VII, VIII,

dan

IX untuk

mewakili siswa/i yang ada di dalam

kelas tersebut. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah rumus distribusi frekuensi dan prosentase serta rumus korelasi product moment.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai r hitung sebesar 0,4537 dibulatkan

menjad-i 0,45. Berdasarkan pada tabel interpretasi data nilai r, angka 0,45 berada di antard Antara 0.40-0.70. Sehing ga dapat ditarik kesimpulan bahwa kedisiplinan guru pendidikan agama Islarn antara perkembangan aspek afektif siswa memiliki pengaruh

yang sedang atau cukup. Maka hipotesis Nol (Ho) ditolak dan Hipotesis alternatif

(Ha) diterima atau dengan kata lain terdapat korelasi antara kedisiplinan guru pendidikan Agama Islarn terhadap perkembangan aspek afektif siswa.


(7)

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Maha Penyayang dan Maha Kuasa karena dengan izin, petunjuk, dan pertolongan-Nyalah penulis dapat menyelesaikan skripsi

ini

tepat pada waktunya. Shalawat dan salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga dan para sahabatnya yang telah menuntun manusia ke jalan yang benar dan jalan yang diridhai Allah SWT.

Terimakasih teramat banyak penulis haturkan kepada kedua orang tua

tercintaAyahanda Sanin dan Ibunda Iyah, atas segala doa dan pengorbanannya

yang telah rnendidik penulis dengan penuh kasih sayang,

Skripsi

ini

disusun dalam rangka memenuhi tugas akhir perkuliahan untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan

Islam

(S.Pd.i) pada jurusan Pendidikan

Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri

On{)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

Selama penulisan

skripsi

ini,

tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang dialami dan dihadapi baik yang menyangkut pengumpulan bahan-bahan maupun pembiayaan dan lain sebagainya. Namun, berkat kesungguhan hati dan kerja keras disertai dorongan, bimbingan, bantuan dan arahan dari berbagai pihak maka segala kesulitan dan hambatan itu dapat diatasi dengan baik sehingga skripsi

ini

dapat penulis.., selesaikan dengan

baik

dan

lancar,

oleh

karena

itu

penulis ingin

menyampaikan ucapan terima kasih

yang

tulus

dan setinggi-tingginya kepada

semua pihak yang telah memberikan dukungan dan bantuan atas terselesaikannya skripsi ini:

1.

Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan seluruh Bapak serta Ibu dosen dan pegawai administrasi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Ilmu Keguruan

UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan


(8)

dan Seketaris Jurusan Pendidikan Agama Islam.

3.

Drs. Ghufi'on Ihsan, MA. selaku Doseir Pernbimbing Skripsi yang telah sabar

membimbing, memberikan arahan dan meluangkan u,aktunya.

4" Ahrnad

Irfan M,.rfid, MA. selaku Dosen Pembimbing Akademik.

5.

Yayan Herdiyana Yazid, S.Pd. selaku Kepala SMP Islam Parung, yang telah memberikan izin penelitian di Sekolah tersebut.

6.

Rahmat Mustopa, S.Ag. selaku guru PAI sekaligus bidang kurikulum di SMF Islam Parung.

7.

Kakak-kakak tersayang Ismail beserta istri Eri Apriliasari S.Pd.I, adik tercinta

Dewi Safitri, Serta Al-Gaida Neltaj Falua keponakan pertamaku.

8.

Sahabat-sahabat: Upik Yanwaria, Alis Arsita, Yully Khusniah, Widya Raf,tka, Firda Fauziah, Siti Maesaroh, Teguh Nugroho, Ahmad Dzaky Az-Zahitt, dan

semua sahabat-sahabat Jurusan

PAI

angkatan 2070 yang telah berjuang

bersama dalam menggapai

ihnu

di

bangku perkuliahan. semangat dan

keceriaannya takkan terlupakan.

'g.

Rekan-rekan guru

TMI

Pondok Pesantren Darul Muttaqien, Ustazah: Nur Lzizah, Siti Tahwila, Nola Febrianti, Devia, Iis Sumiati, Dede Hafsah, Ikah -Khoiriah, Ririn, Maria Ulfah, Nia, Maulidia, Farah, Hajar , Sandra Dewi. dan

lain-lain. Terimakasih banyak atas segala do'a dan dukungannya

10. Dan untuk semua pihak yang berjasa pada penulis baik yang disadari ataupun tidak sehingga penulis dapat menyelesaikan kuliah dan skripsi

ini

dengan baik.

Hanya ucap tulus terima kasih dan untaian do'a kepada Yang Maha Kuasa. Semoga amal baik

ini

senantiasa nendapat Ridho dan Rahmat dari Allah SWT sebagai ladang amal dan bekal pahala di akhirat kelak. Amin.


(9)

penulis karena kesempurnaan hanya milik Allah SWT semata, amin.

Semoga skipsi ini dapat memberikan wawasan, cahaya baru serta sumbangsih bagi penulis, pembaca serta hamba-hamba Nya yang senantiasa istiqomah berjuang

di jalan-Nya. Semoga Allah SWT senantiasa meridhoi il'Jrtiar kita bersama, membina

generasi Islami sehingga mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akherat amin.

Jakarta, 15 Januari 2015

Penulis

,I

{r


(10)

viii

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ... i

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI ... ii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ... iii

SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH ... iv

ABSTRAK ... ... v

KATA PENGANTAR... ... vi

DAFTAR ISI... ... ix

DAFTAR TABEL ... ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan Masalah ... 5

D. Perumusan Masalah ... 5

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS PENELITIAN A. Kedisiplinan Guru Pendidikan Agama Islam (PAI)………… 7

1. Pengertian Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) ... 7

2. Tupoksi (Tugas Pokok dan Fungsi) Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) ... 9

a. Tugas Pokok Guru PAI ... 9


(11)

ix

6. Indikator Kedisiplinan Guru PAI ... 22

B. Perkembangan Aspek Afektif Siswa ... 26

1. Pengertian Aspek Afektif Siswa ... 26

2. Taksonomi Afektif Siswa ... 27

3. Tujuan Perkembangan Aspek Afektif Siswa ... 33

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Aspek Afektif Siswa ... 35

C. Hasil Penelitian yang Relevan ... 37

D. Kerangka Berpikir ... 37

E. Hipotesis Penelitian ... 38

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 39

B. Penedekatan dan Metode Penelitian ... 39

C. Variabel Penelitian ... 39

D. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ... 40

1. Populasi dan Sampel Penelitian ... 40

2. Teknik Pengambilan Sampel ... 42

E. Teknik Pengumpulan Data ... 43

1. Angket atau Kuesioner ... 43

2. Wawancara ... 44

3. Studi Dokumentasi ... 46

F. Pengujian Instrumen Penelitian... 46

1. Uji Validitas Instrumen ... 46

2. Uji Reliabilitas Instrumen ... 47


(12)

x

H. Teknik Analisis Data ... 48

1. Uji Distribusi Frekuensi dan Prosentase ... 48

2. Uji Korelasi ... 49

3. Uji Signifikasi ... 50

I. Interpretasi Data ... 50

J. Perumusan Hipotesis statistik ... 51

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Profil SMP Islam Parung ... 53

1. Identitas Sekolah ... 53

2. Sejarah Sekolah ... 53

3. Pendidikan Guru Agama SMP Islam Parung ... 54

4. Personalia SMP Islam Parung ... 54

5. Gambaran Pendidikan Guru ... 55

6. Tenaga Pengajar SMP Islam Parung ... 55

7. Keadaan Siswa SMP Islam Parung 2014/2015 ... 57

8. Sarana dan Prasarana ... 57

9. Hubungan Masyarakat ... 58

B. Deskripsi Data ... 59

1. Pengujian Persyaratan Analisis Data ... 59

a. Validitas Instrumen ... 59

b. Reliabilitas Instrumen ... 66

2. Analisis Data dan Pengujian Hipotesis ... 67

a. Uji Distribusi Frekuensi dan Prosentasi ... 67


(13)

xi

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 96

B. Saran ... 97

DAFTAR PUSTAKA ... 98


(14)

xii

Tabel 3.1 : Jumlah Peserta Didik SMP Islam Parung ………. 41

Table 3.2 : Jumlah Sampel Peserta Didik SMP Islam Parung………. 43

Tabel 3.3 : Kisi-Kisi Instrumen angket………... 44

Tabel 3.4 : Interpretasi Product Moment………. 51

Tabel 4.1 : Pendidikan Guru Agama SMP Islam Parung……… 54

Tabel 4.2 : Personalia SMP Islam Parung……… 54

Tabel 4.3 :Gambaran Pendidikan Guru SMP Islam Parung……… 55

Tabel 4.4 :Tenaga Pengajar SMP Islam Parung ……… 55

Tabel 4.5 :Keadaan Siswa Tahun Pelajaran 2014/2015……….. 57

Tabel 4.6 :Perhitungan Uji Validitas Skala Item Nomor 1 Untuk Variabel X (Pengaruh Kedisiplinan Guru PAI)………. 59

Tabel 4.7 :Perhitungan Uji Validitas Skala Item Nomor 16 Untuk Variabel Y (Perkembangan Aspek Afektif Siswa di SMP Islam Parung)………. 62

Tabel 4.8 :Guru Agama Menerapkan Nilai-Nilai Disiplin dengan Baik 68 Tabel 4.9 :Guru Agama Datang ke Kelas Tepat Waktu ketika Mengajar 68 Tabel 4.10 :Guru Agama Memberikan Tugas dengan Teratur ………….. 69

Tabel 4.11 :Guru Agama Menilai Tugas Murid-Muridnya dengan Teratur 69 Tabel 4.12 :Guru Agama Memarahi Murid-Murid Apabila Tidak Memperhatikan Pelajaran………. 70

Tabel 4.13 :Guru Agama Mampu Mengendalikan Diri Saat Mengajar….. 70

Tabel 4.14 :Guru Agama Memberikan Contoh Akhlak yang Baik kepada Murid-Murid ………. 71

Tabel 4.15 :Guru Agama Mengajar dengan Menggunakan Kata-Kata yang Sopan Dan Santun……… 71


(15)

xiii

………

Tabel 4.18 :Guru Agama Bertingkah Laku Sopan saat Mengajar………… 73 Tabel 4.19 :Guru Agama Merokok saat Kegiatan Belajar Mengajar

Berlangsung………... 73

Tabel 4.20 :Guru Agama Mentaati Tata Tertib Sekolah……….. 74 Tabel 4.21 :Guru Agama Berpakaian Rapih saat Mengajar………. 74 Tabel 4.22 :Guru Agama Bersikap Tidak Peduli Jika ada Murid yang

Melanggar Peraturan……….. 75 Tabel 4.23 :Kamu Menyimak Penjelasan Guru dengan Baik………... 75 Tabel 4.24 :Kamu Bersemangat Mengikuti Semua Pelajaran di Sekolah…. 76 Tabel 4.25 :Kamu Mengobrol dengan Teman ketika Guru sedang

Menjelaskan Pelajaran……… 76 Tabel 4.26 :Kamu Menyadari Bahwa Disiplin Wajib Ditegakkan Baik di

Sekolah, di Rumah, Maupun di Lingkungan Masyarakat……. 77 Tabel 4.27 :Kamu Berusaha Berprilaku Baik Terhadap Temanmu yang

Kurang Baik……….. 77

Tabel 4.28 :Kamu Berprilaku tidak Sopan kepada Guru……….. 78 Tabel 4.29 :Kamu Mematuhi Nasihat-Nasihat Guru……… 78 Tabel 4.30 :Kamu Membuat Gaduh di Dalam Kelas Ketika Guru sedang

Mengajar………. 79

Tabel 4.31 :Kamu Memanfaatkan Waktu Untuk Tetap Belajar Ketika

Guru Tidak Masuk……….. 79

Tabel 4.32 :Kamu dapat Mengendalikan Emosi Ketika ada Teman yan g

Mengolok-Olok………... 80


(16)

xiv

Tabel 4.36 :Kamu Membantah Nasihat-Nasihat Guru……… 82 Tabel 4.37 :Kamu Mampu Menahan Diri Untuk Tidak Ikut-Ikutan Teman

yang Tidak Baik……….. 82

Tabel 4.38 :Data Nilai Angket... 83 Tabel 4.39 :Tabel Penolong Perhitungan Uji Korelasi Product Moment


(17)

1 A. Latar Belakang Masalah

Guru merupakan faktor utama dalam pendidikan. Ia memegang peranan dan pengaruh yang sangat penting. Guru pendidikan agama Islam berbeda dengan guru bidang studi lainnya. Guru agama di samping melaksanakan tugas pengajaran yaitu memberikan pengetahuan kegamaan. Ia juga melaksanakan tugas pendidikan dan pembinaan bagi peserta didik,membantu pembentukan kepribadian, pembinaan akhlak, serta menumbuhkan dan mengembangkan keimanan dan ketakwaan para peserta didik.1

Guru agama harus mampu memancarkan nilai-nilai ajaran agama, baik dalam pengelolaan kelas, dalam kegiatan belajar mengajar maupun dalam penampilan dirinya secara pribadi. Guru agama juga harus memberikan contoh dan suri teladan yang baik kepada anak didik.

Selain itu, kompetensi guru agama lebih bersifat personal dan kompleks serta merupakan satu kesatuan utuh yang menggambarkan potensi yang mencakup pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai, yang dimiliki seorang guru yang terkait dengan profesinya yang dapat direpresentasikan dalam amalan dan kinerja guru dalam mengelola pembelajaran di sekolah.2

Setiap guru agama harus memenuhi persyaratan sebagai manusia yang bertanggung jawab dalam bidang pendidikan. Guru sebagai pendidik bertanggung jawab untuk mewariskan nilai-nilai dan norma-norma kepada generasi berikutnya sehingga terjadi proses konservasi nilai, karena

1 Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, (Jakarta: CV Ruhama, 1994), Cet. 1, h . 99

2 E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung: Remaja Rosdakarya Offset, 2007), cet. 1, h. 32.


(18)

melalui proses pendidikan diusahakan terciptanya nilai-nilai baru.3 Persyaratan guru yang tidak kalah pentingnya dalam hal mewariskan sikap yang baik, nilai dan norma-norma kepada peserta didiknya adalah bermula pada kedisiplinan guru itu sendiri. Dalam dunia pendidikan, kedisiplinan peserta didik harus dimulai dengan pribadi guru yang disiplin. Guru harus mampu mengendalikan, mengembangkan dan mempertahankan peraturan, dan tata tertib sekolah.

Tugas guru dalam pembelajaran tidak terbatas pada penyampaian materi pembelajaran, tetapi lebih dari itu, guru harus membentuk kompetensi dan pribadi peserta didik. Oleh karena itu, guru harus senantiasa mengawasi perilaku peserta didik, terutama pada jam-jam sekolah, agar tidak terjadi penyimpangan prilaku atas tindakan yang indisiplin. Untuk kepentingan tersebut, dalam rangka mendisiplinkan peserta didik guru harus mampu menjadi pembimbing, contoh atau teladan, pengawas, dan pengendali seluruh perilaku peserta didik.

Sebagai pembimbing, guru harus berupaya untuk membimbing dan mengarahkan perilaku peserta didik ke arah yang positif dan menunjang pembelajaran. Sebagai contoh atau teladan, guru harus memperlihatkan perlaku disiplin yang baik kepada peserta didik, karena bagaimana peserta didik akan berdisiplin kalau gurunya tidak menunjukan sikap disiplin. Sebagai pengawas, guru harus senatiasa mengawasi seluruh perilaku peserta didik, terutama pada jam-jam efektif sekolah, sehingga kalau terjadi pelanggaran terhadap disiplin, dapat segera diatasi. Sebagai pengendali, guru harus mampu mengendalikan seluruh perilaku peserta didik di sekolah.4Dalam hal ini, Soegeng Rijadarmint, SH mengemukakan bahwa disiplin sebagai kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses

3Ibid., h. 18.


(19)

dari serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, keteraturan atau kedisiplinan.5

Kedisiplinan harus ditanamkan kepada setiap individu, baik itu para guru atau pun siswanya. Sebagai pendidik, segala sikap dan prilaku yang dilakukannya, tentu akan dilihat dan dicontohkan oleh siswanya. Jika seorang guru memiliki sikap tidak disiplin maka tidak dapat di salahkan bila siswanya juga mengikuti prilaku sang guru yang tidak disiplin tersebut. Sebagai tenaga pendidik, seorang guru dituntut untuk dapat mematuhi segala tata tertib yang telah diberlakukan di sekolah tersebut dan juga menerapkan sikap disiplin dalam proses pembelajaran. Guru yang datang tepat waktu dan tidak meninggalkan kelas sebelum waktu pelajaran selesai merupakan satu contoh sikap disiplin guru. Dengan disiplin tersebut, diharapkan dapat menumbuh kembangkan aspek afektif siswa yang baik.

Pendidikan agama Islam merupakan pendidikan yang diberikan kepada anak sejak kecil hingga dewasa. Dalam pendidikan agama, anak didik dapat mencapai tiga kemampuan sekaligus, yaitu kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Sebagai suatu sistem, antara kemampuan tersebut saling berhubungan dan saling mempengaruhi komponen kognitif berhubungan dengan pengetahuan atau wawasan seseorang tentang suatu objek. Sedangkan pengetahuan psikomotorik berhubungan dengan keterampilan atas dorongan perasaan.

Ranah afektif mencakup sikap, nilai, minat, dan apresiasi. Perlu dipahami bahwa pengembangan afektif pada anak didik memerlukan upaya secara sadar dan sistematis. Terjadinya proses kegiatan belajar dalam ranah afektif dapat diketahui dari tingkah laku murid yang menunjukkan adanya kesenangan belajar. Perasaan, emosi, minat, sikap, dan apresiasi yang positif menimbulkan tingkah laku yang konstruktif

5Tulus Tu’u, Peranan Disiplin dan Prilaku dan Prestasi Siswa. (Jakarta: PT. Grafindo, 2004). h. 31.


(20)

dalam diri pelajar. Perasaan mengontrol tingkah laku, sedangkan pikiran (kognisi) tidak. Perasaan dan emosi mempunyai peran utama dalam menghalangi atau mendorong belajar. Oleh karena itu, perkembangan afektif sebagaimana halnya perkembangan kognitif perlu memperoleh penekanan dalan proses belajar.6

Lemahnya pendidikan afektif di sekolah disebabkan oleh berbagai faktor. Salah satu faktor penyebab tersebut ialah guru-guru merasa kurang mantap dalam merumuskan tujuan afektif. Sebab yang lain, tujuan afektif lebih sulit diukur daripada tujuan kognitif.

Kita ketahui bahwa situasi di berbagai dunia cukup memprihatinkan. Konflik-konflik yang sulit diatasi dan berwujud perang muncul di berbagai penjuru dunia. Konflik antar pelajar juga sering terjadi di Negara kita. Kebebasan yang tidak terkendali antara lain berupa pergaulan yang melanggar norma banyak terjadi dalam masyarakat. Demikian juga berbagai tindak kriminal, perjudian, penggunaan obat terlarang, minuman keras, dan narkotika. Keyataan ini membuat dunia pendidikan, khususnya sekolah tidak mempunyai pilihan lain, kecuali menekankan pendidikan afektif, khususnya pendidikan nilai dan sikap.

Maka disinilah tugas guru agama yang sesungguhnya, karena pada hakikatnya seorang guru selain sebagai pengajar juga merupakan seorang pendidik. Guru agama juga tidak hanya meyampaikan ilmu pengetahuan agama saja,tetapi juga harus bisa membimbing dan membina anak didik agar menjadi baik dan mengantarkan anak didik menuju kearah kekedewasaan. Guru agama juga harus dapat membentuk, menumbuhkan, dan membiasakan norma-norma agama kepada anak didik dalam kehidupan sehari-harinya. Guru agama di mata murid-muridnya adalah sosok yang sempurna baik akhlak maupun kepribadiannya. Oleh karena itu

6Darmiyati Zuchdi, Humanisasi Pendidikan Menemukan Kembali Pendidikan yang Manusiawi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), h. 21.


(21)

guru sangat berpengaruh untuk menciptakan sikap yang baik kepada para siswanya. Terutama dalam pengembangan aspek efektif siswa.

Berdasarkan permasalah diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan memilih tema dalam skripsi dengan judul :”Pengaruh

Kedisiplinan Guru Pendidikan Agama Islam Terhadap

Perkembangan Aspek Apektif Siswa di Sekolah.” B. Identifikasi Masalah

Dari uraian latar belakang masalah di atas, maka identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Masih banyaknya guru yang tidak disiplin, padahal kedisiplinan peserta didik dimulai dari guru yang disiplin.

2. Tugas guru dalam pembelajaran tidak terbatas pada penyampaian materi pembelajaran, tetapi guru juga harus membimbing serta membentuk kompetensi dan pribadi yang baik peserta didik.

3. Tidak sedikit guru yang mengabaikan kedisiplinan, padahal kedisiplinan itu sangat penting dan harus dijunjung tinggi oleh seorang guru.

4. Guru yang tidak disiplin juga berpengaruh buruk terhadap perkembangan aspek afektif siswanya.

C. Pembatasan Masalah

Agar permasalah yang akan dibahas lebih terarah dan jelas, maka penulis membatasi masalah sebagai berikut:

Pengaruh Kedisiplinan Guru Pendidikan Agama Islam Terhadap Perkembangan Aspek Afektif Siswa.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

Apakah kedisiplinan guru Pendidikan Agama Islam memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perkembangan aspek afektif siswa ?


(22)

E. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kedisiplinan guru PAI terhadap perkembangan aspek efektif siswa di SMP Islam Parung.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Dapat dijadikan acuan bagi para guru agama dalam mendidik, membimbing, dan membina akhlakul karimah pada anak didik.

2. Untuk mengetahui bahwa fungsi guru itu tidak hanya sebagai pentransfer ilmu saja, tetapi juga untuk menanamkan sikap disiplin kepada siswa.


(23)

7

A. Kedisiplinan Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) 1. Pengertian Guru Pendidikan Agama Islam (PAI)

Menurut Abuddin Nata dalam bukunya yang berjudul Perspektif Islam Tentang Pola Hubungan Guru dengan Murid dijelaskan bahwa :kata guru berasal dari bahasa Indonesia yang berarti orang yang mengajar. Sedangkan dalam bahasa Arab guru diartikan sebagai al-alim atau

mu’alim, yang artinya orang yang mengetahui. Selain itu ada pula ulama yang menggunakan istilah al-mudarris untuk orang-orang yang mengajar atau orang-orang yang memberikan pelajaran.1

Dalam bahasa Inggris, guru berasal dari kata teacher yang berarti mengajar. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,”guru adalah orang yang melakukan kegiatan mendidik atau mengajar”.2

Menurut Syaiful Bahri Djamarah, “guru adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik. Guru dalam pandangan masyarakat adalah orang yang melaksanakan pendidikan ditempat-tempat tertentu, tidak mesti dilembaga pendidikan formal, tetapi bias juga di masjid, di surau/musolah, di rumah, dan

sebagainya.”3

1Abudin Nata, Perspektif Islam tentang Pola Hubungan Guru dengan Murid, (Study Pemikiran Tasawuf Al-Ghazali), (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), Cet. 1, h. 41.

2Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1998), h. 288.

3Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: PT.Rineka Cipta, 2000), Cet. 1, h. 31.


(24)

Zakiyah Darajat dalam bukunya yang berjudul Metodologi Pengajaran Agama Islam menjelaskan bahwa :

Guru adalah seorang yang memiliki kemampuan dan pengalaman yang dapat memudahkan dalam melaksanakan peranannya membimbing muridnya. Ia harus sangggup menilai diri sendiri tanpa berlebih-lebihan, sanggup berkomunikasi dan bekerja sama dengan orang lain. Selain itu perlu diperhatikan pula dalam hal dimana ia memiliki kemampuan dan kelemahan.4

Guru adalah orang yang bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang ikut bertanggung jawab dalam membantu anak-anak mencapai kedewasaan masing-masing.5

Guru dalam Islam adalah orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik dengan mengupayakan seluruh potensinya, baik potensi afektif, kognitif, maupun psikomotorik. Guru juga berarti orang dewasa yang bertanggung jawab memberikan pertolongan pada anak didik dalam perkembangan jasmani dan rohaninya agar mencapai tingkat kedewasaan, serta mampu berdiri sendiri dalam memenuhi tugasnya sebagai hamba Allah SWT. Disamping itu juga, ia mampu sebagai makhluk social dan makhluk individu yang mandiri.6

Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa guru agama adalah orang dewasa yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik melalui proses bimbingan jasmani dan rohani yang dilakukan dengan kesadaran untuk mengembangkan potensi anak didik menuju kearah kedewasaan. Guru agama tidak hanya menyampaikan ilmu pengetahuan agama saja, tetapi ia harus dapat membentuk, menumbuhkan dan memberikan nilai-nilai ajaran agama kepada siswa dalam kehidupan siswa sehari-hari.

4Zakiyah Darajat, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), Cet. 1, h. 266.

5Abuddin Nata, Filsafat Pendidikat Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005), h. 115.

6Muhammad Nurdin, Kiat Menjadi Guru Profesional, (Yoyakarta: Prisma Sophie Yogyakarta, 1994), h. 156.


(25)

2. Tupoksi (Tugas Pokok dan Fungsi) Guru Pendidikan Agama Islam (PAI)

a. Tugas Pokok Guru Pendidikan Agama Islam (PAI)

Tugas guru agama tidak hanya melaksanakan pendidikan agama dengan baik, akan tetapi guru agama juga harus bisa memperbaiki pendidikan agama yang terlanjur salah diterima oleh anak didik, baik dalam keluarga, maupun masyarakat.7

Guru adalah figur seorang pemimpin yang dapat membentuk jiwa dan watak anak didik, ia juga mempunyai kekuasaan untuk membentuk dan membangun kepribadian anak didik menjadi seorang yang berguna bagi agama, nusa, dan bangsa. Guru bertugas mempersiapkan manusia susila yang cakap yang dapat diharapkan membangun dirinya dan membangun bangsa dan Negara.

Menurut Syaiful Bahri Djamarah, tugas guru antara lain adalah sebagai berikut:

1) Tugas guru sebagai suatu profesi yaitu menuntut kepada guru untuk mengembangkan profesionalitas diri sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

2) Tugas guru sebagai pendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup kepada anak didik. 3) Tugas guru sebagai pengajar berarti meneruskan dan

mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada anak didik.

4) Tugas guru sebagai pelatih berarti mengembangkan keterampilan dan menerapkannya dalam kehidupan demi masa depan anak didik.


(26)

5) Tugas guru sebagai kemanusiaan berarti guru harus menanamkan nilai-nilai kemanusiaan kepada anak didik.8 Menurut Daoed Yoesoef, bahwa seorang guru mempunyai tiga tugas pokok yaitu tugas professional, manusiawi dan kemasyarakatan (civic mission). Berikut penjelasannya:

1) Tugas profesional seorang guru yaitu meneruskan atau mentranmisi ilmu pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai lain yang sejenis yang belum diketahui anak dan seharusnya diketahui anak.

2) Tugas manusiawi adalah tugas membantu anak didik agar dapat mememuhi tugas-tugas utama agar kelak bermanfaat sebaik-baiknya. Tugas-tugas manusiawi itu adalah transformasi diri, identifikasi diri dan pengertian tentang diri sendiri.

3) Tugas kemasyarakatan merupakan konsekuensi guru sebagai warga Negara yang baik, turut mengemban dan melaksanakan apa yang telah digariskan bangsa dan Negara lewat UUD 1945 dan GBHN.9

Roestiyah N.K, sebagaimana dikutip oleh Syaiful Bahri Djamarah menjelaskan bahwa tugas seorang guru adalah:

1) Menyerahkan kebudayaan kepada anak didik berupa kepandaian, kecakapan, dan pengalaman-pengalaman. 2) Membentuk keperibadian anak yang harmonis, sesuai

cita-cita dan dasra Negara kita yaitu Pancasila.

3) Menyiapkan anak menjadi warga Negara yang baik sesuai undang-undang pendidikan yang merupkan keputusan MPR No. II Tahun 1983.

8Syaiful Bahri Djamarah, op.cit., h. 37.

9Iif Khoiru Ahmadi, dkk., Strategi Pembelajaran Berorientasi KTSP, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2011), cet. 1, h. 126.


(27)

4) Sebagai perantara dalam belajar.

5) Guru sebagai pembimbing untuk membawa anak didik kearah kedewasaan, pendidik tidak maha kuasa, tidak dapat membentuk anak menurut sekehendaknya.

6) Guru sebagai penghubung antara sekolah dan masyarakat. 7) Sebagai penegak disiplin, guru menjadi contoh dalam

segala hal, tata tertib dapat berjalan bila guru dapat menjalaninya lebih dahulu.

8) Guru sebagai administrator dan manajer. 9) Guru sebagai suatu profesi.

10)Guru sebagai perencana kurikulum. 11)Guru sebagai pemimpin.

12)Guru sebagai sponsor dalam kegiatan anak-anak.10

Menurut Zakiyah Darajat, Dkk, tugas guru antara lain sebagai berikut:

1) Guru sebagai Pengajar

Sebagai pengajar, guru bertugas membina perkembangan pengetahuan, sikap dan keterampilan. 2) Guru sebagai pembimbing

Sebagai pembimbing, guru dapat memberikan dorongan dan menyalurkan semangat menggiring mereka, sehingga mereka dapat melepaskan diri dari ketergantungannya kepada orang lain dengan tenaganya sendiri.

3) Guru sebagai Administrator

Guru bertugas sebagai administrator, bukan berarti sebagai pegawai kantor, melainkan pengelola kelas atau pengelola interaksi belajar mengajar.11

Menurut Zuhairini, dkk, tugas guru agama adalah: 1) Mengajarkan ilmu pengetahuan agama Islam. 2) Menanamkan keimanan dalam jiwa anak.

10 Syaiful Bahri Djamarah, op.cit., h. 38-39.

11Zakiyah Darajat, Dkk, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), Cet. 1, h. 265-267.


(28)

3) Mendidik anak agar taat menjalankan agama dan mendidik anak agar berbudi pekerti mulia.12

Menurut Abu Ahmadi, tugas professional guru agama adalah : 1) Guru agama harus dapat menetapkan dan merumuskan

tujuan-tujuan instruksional dan target yang hendak dicapai. 2) Guru agama harus memiliki pengetahuan agama yang

cukup mengenai berbagai metode mengajar dan dapat mempergunakan setiap metode dalam situasi yang sesuai. 3) Guru agama harus dapat memilih bahan dan

mempergunakan alat-alat pembantu dan menciptakan kegiatan-kegiatan yang dilakukan anak didik dalam pengalaman kaiiyah pelajaran agama tersebut.

4) Guru agama harus dapat menetapkan cara-cara penilaian setiap hasil pekerjaan, sesuai dengan target dan situasi khusus.13

Menurut Tim Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam, dengan bukunya yang berjudul Pengantar Metodik Khusus

Pengajaran Agama Islam bahwa guru memiliki tugas sebagai

berikut:

1) Tugas pengajaran atau guru sebagai pengajar

Sebagai pengajar guru bertugas membina perkembangan pengetahuan sikap dan keterampilan. Kemungkinan besar selama proses belajar mengajar hanya tercapai perkembangan di bagian minat.

2) Tugas bimbingan atau guru sebagai pembimbing dan pemberi bimbingan

Keduanya sering dilakukan oleh guru yang ingin mendidik dan yang bersikap mengasihi dan mencintai murid. Sebagai pembimbing guru harus memberikan dorongan dan menyalurkan semangat, sehingga mereka dapat melepaskan diri dari ketergantungannya kepada orang lain dengan tenaganya sendiri. Bagi guru agama pemberian bimbingan itu meliputi bimbingan belajar

12Zuhairi dkk, Metodik Khusus Pendidikan Agama dilengkapi Dengan Sistem Modul dan Permainan Simulasi, (Surabaya: Biro Ilmiah Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel, 1981), h. 35. 13Abu Ahmadi, Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Bandung: CV. Amrico, 1986), h.100.


(29)

dan bimbingan perkembangan sikap keagamaan dan kedisiplinan.14

3) Tugas administrasi

Maksudnya bukan berarti sebagai pegawai kantor, melainkan sebagai pengelola kelas atau pengelola interaksi belajar mengajar. Sekurang-kurangnya yang harus dipelihara oleh gru secara terus menerus dalam tugas administrasi ialah: suasana keagamaan, kerja sama, rasa persatuan,dan perasaan puas pada murid terhadap pelajaran dan kelasnya. Dengan terjadinya pengelolaan yang baik, maka guru akan lebih mudah mepengaruhi murid di kelasnya dalam rangka pendidikan dan pengajaran Agama Islam khususnya.15 Dari beberapa penjelasan para tokoh diatas, dapat disimpulkan bahwa tugas guru agama sangatlah kompleks dan beraneka ragam, tidak terbatas hanya sekedar menyampaikan pelajaran saja tetapi lebih dari itu tugas guru agama juga sebagai pembimbing, pengawas, orangtua kedua bagi peserta didiknya, dan sebagai administrator. Maka dari itu guru agama dituntut untuk berkompeten dalam melaksanakan tugas-tugasnya dalam hal membina peserta didik kearah budi pekerti yang lebih baik lagi.

b. Fungsi Guru Pendidikan Agama Islam (PAI)

Menurut Tim Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam, dalam bukunya yang berjudul Pengantar Metodik Khusus

Pengajaran Agama Islam bahwa :

Pekerjaan guru agama adalah luas, yaitu untuk membina seluruh kemampuan-kemampuan dan sikap-sikap yang baik dari murid-murid sesuia dengan ajaran Islam. Hal ini berarti sikap dan kepribadian tidak terbatas pelaksanaannya melalui pembinaan di dalam kelas saja. Dengan kata lain tugas dan fungsi guru dalam membina murid tidak terbatas pada interaksi belajar mengajar saja. Fungsi sentral guru adalah mendidik (fungsi educational). Fungsi sentral ini berjalan sejajar dengan atau dalam melakukan kegiatan mengajar

14Tim Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam, Pengantar Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: DIP Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama/IAIN), Cet. 2, h. 209.


(30)

(fungsi instruksional) dan kegiatan bimbingan, bahkan dalam setiap tingkah polanya dalam berhadapan dengan murid (interaksi edukatif) senantiasa terkandung fungsi mendidik.Dalam pada itupun guru harus mencatat dan melaporkan pekerjaannya itu kepada berbagai pihak yang berkepentingan atau sebagai bahan yang dapat digunakannya sendiri untuk meningkatkan efektifitas pekerjaannya (sebagai umpan balik).Yang terakhir dikenal sebagai fungsi administrasi (fungsi managerial).16

Pada proses pelaksanaan pendidikan di sekolah guru mempunyai beberapa peranan atau fungsi yang utama dalam membimbing anak didik agar mencapai tujuan yang diharapkan. Diantara fungsi utama seorang guru adalah sebagai berikut:

1) Guru sebagai Demonstrator

Guru hendaknya menguasai bahan atau materi pelajaran yang akan diajarkannya serta senantiasa mengembangkannya dalam arti meningkatkan kemampuannya dalam hal ilmu yang dimilikinya karena hal ini akan sangat menetukan hasil belajar yang dicapai oleh siswa.

2) Guru sebagai pengelola kelas

Guru hendaknya mampu mengelola kelas sebagai lingkungan belajar serta merupakan aspek dari lingkungan sekolah yang perlu diorganisir. Lingkungan diatur dan diawasi agar kegiatan-kegiatan belaar terarah kepada tujuan-tujuan pendidikan.

3) Guru sebagai mediator dan fasilitator

Guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pendidikan karena pendidikan merupakan alat komunikasi untuk lebih mengefektifkan proses belajar mengajar.

4) Guru sebagai evaluator


(31)

Guru hendaknya menjadi seorang evaluator yang baik, kegiatan ini bermaksud untuk mengetahui apakah tujuan yang telah dirumuskan itu tercapai atau belim, dan apaka materi yang dijarkan sudah cukup tepat.17

Menurut Sardiman, fungsi guru adalah sebagai berikut: 1) Guru sebagai informatory

Guru sebagai pelaksana caramengajar informative, laboratorium, studi lapangan dan sumber informasi kegiatan akademik maupun umum.

2) Guru sebagai organisator

Pengelola kegiatan akademik, silabus, workshop, jadwal pelajaran dan lain-lain.Komponen-komponen yang berkaitan dengan kegiatan belajar mengajar, semua diorganisasikan sedemikian rupa, sehingga dapat mencapai efektifitas dan efesiensi dalam belajar pada diri siswa. 3) Guru sebagai motivator

Guru harus dapat merangsang dan memberikan dorongan serta reinforcement untuk mendinamisasikan potensi siwa, menumbuhkan swadaya (aktivitas), dan dan daya cipta (kreativitas), sehingga akan terjadi dinamika di dalam proses belajar mengajar.

4) Guru sebagai pengarah

Guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuia dengan tujuan yang dicita-citakan. 5) Guru sebagai Inisiator

Sebagai pencetus ide-ide dalam proses belajar. 6) Guru sebagai transmitter

17Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesinal, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2009), Cet. 23, h. 4.


(32)

Guru bertindak selaku penyebar kebijaksanaan pendidikan dan pengetahuan.

7) Guru sebagai fasilitator 8) Guru sebagai mediator 9) Guru sebagai evaluator.18

Gagne menjelaskan bahwa setiap guru memiliki fungsi sebagai berikut:

1) Guru sebagai Designer of Instruction (perancang pengajaran). Fungsi ini menghendaki guru untuk senantiasa mampu dan siap merancang kegiatan belajar-mengajar yang berhasil.

2) Guru sebagai Manager of Intruction (pengelola pengajaran). Fungsi ini menghendaki kemampuan guru dalam mengelola (menyelenggarakan dan mengendalikan) seluruh tahapan proses mengajar-belajar. Di antara kegiatan-kegiatan pengelolaan proses mengajar-belajar yang terpenting ialah menciptakan kondisi dan situasi sebaik-baiknya, sehingga memungkinkan para siswa belajar secara berdayaguna dan berhasilguna.

3) Guru sebagai Evaluator of Student Learning (penilai hasil bejara siswa). Fungsi ini mengehendaki guru untuk senantiasa mengikuti perkembangan taraf kemajuan prestasi belajar atau kinerja akademik siswa dalam setiap kurun waktu pemebelajaran.19

Jadi dari beberapa pernyataan para tokoh diatas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa guru tidak hanya memiliki tugas yang sangat kompleks tetapi juga memiliki fungsi yang

18 Sardiman, A.M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2009), h. 125.

19 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2010), h. 250.


(33)

cukup banyak.tugas dan fungsi guru dalam membina murid tidak terbatas pada interaksi belajar mengajar saja.Fungsi sentral guru adalah mendidik.Demonstrator, pengelola kelas, evaluator.

3. Pengertian Dasar Kedisiplinan Guru PAI

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disiplin diartikan sebagai berikut:

a. Tata tertib (di sekolah, di kantor, kemiliteran, dan sebagainya).

b. Ketaatan (kepatuhan) pada peraturan tata tertib.

c. Bidang studi yang memiliki objek dan system tertentu.20 Disiplin adalah ketaatan seseorang secara sadar dan ikhlas terhadap setiap perintah, peraturan, dan keharusan-keharusan yang berlaku.21

Menurut Masykur Arif Rahman dalam bukunya yang berjudul Kesalahan-kesalahan Fatal Paling Sering Dilakukan Guru dalam Kegiatan Belajar Mengajardijelaskan bahwa, “Istilah disiplin berasal dari bahasa Inggris yaitu Discipline yang mengandung beberapa arti diantaranya adalah “pengendalian diri, membentuk karakter yang bermoral, memperbaiki dengan sanksi serta kumpulan beberapa tata tertib untuk mengatur tingkah laku”.22

Istilah “disiplin” mengandung banyak arti. Yaitu sebagai berikut : a. Proses atau hasil pengarahan atau pengendalian keinginan,

dorongan, atau kepentingan demi suatu cita-cita atau untuk mencapai tindakan yang lebih efeltif dan dapat diandalkan.

20 Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), edisi 4, Cet. 1, h. 333.

21 Komando Nasional Resimen Mahasiswa Indonesia, Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Disiplin Resimen Mahasiswa Indonesia, (Jakarta: Konas Menwa 2007), h. 9.

22 Masykur Arif Rahman, Kesalahan-Kesalahan Fatal Paling Sering Dilakukan Guru Dalam Kegiatan Belajar Mengajar, (Jogjakarta: Diva Press, 2011), h. 65.


(34)

b. Pencarian cara-cara bertindak yang terpilih dengan gigih, aktif, dan diarahkan sendiri, sekalipun menghadapi rintangan atau gangguan.23

Disiplin merupakan berisi moral yang mengatur tata kehidupan, Pengembangan ego dengan segala masalah intrinsik yang mengharuskan orang untuk menentukan pilihan, Pertumbuhan kekuatan untuk memberi jawaban terhadap setiap aturan yang disampaikan. Penerimaan otoritas ekternal yang membantu seseorang untuk membentuk kemampuan dan keterbatasan hidup.24

Kemampuan atau kekuatan yang ada pada setiap individu sangat diperlukan sebagai suatu cara untuk memahami ciri utama dari disiplin.Disiplin diri yang baik dalam tingkatan lingkup seperti ini terletak pada kemampuan diri untuk mengontrol prilaku seseorang melalui pemahaman orang lain. Belajar memahami diri sendiri dalam diri orang lain.

Definisi-definisi diatas menyarankan adanya dua pengertian pokok tentang disiplin. Pengertian pertama adalah proses atau hasil pengembangan karakter, pengendalian diri, keadaan teratur dan efisiensi. Ini adalah jenis disiplin yang sering disebut “disiplin positif”

atau “disiplin konstruktif”. Pengertian yang kedua meliputi

penggunaan hukuman atau ancaman hukuman untuk membuat orang-orang mematuhi perintah dan mengikuti peraturan dan hukum. Jenis disiplin ini telah diberi macam-macam nama : “disiplin negatif”,

“disiplin otoriter”, “disiplin menghukum” atau “menguasai melalui rasa takut”.

Dapat disimpulkan bahwa kedisiplinan adalah suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses dari serangkaian perilaku

23 Oteng Sutisna. Ibid., h. 110.

24 Piet A. Sahertian. Dimensi Administrasi Pendidikan Di Sekolah, Surabaya: (Usaha Nsional, 1994), Cet. 1, h. 123-124.


(35)

yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, keteraturan dan ketertiban. “Kedisiplinan hakikatnya adalah sekumpulan tingkah laku individu maupun masyarakat yang mencerminkan rasa ketaatan, kepatuhan, yang didukung oleh kesadaran untuk menunaikan tugas dan kewajiban dalam rangka pencapaian tujuan“.25

4. Tujuan Kedisiplinan Guru PAI

a. Untuk pengendalian diri

Orang yang disiplin adalah orang yang mampu mengendalikan diri, menguasai diri, ataupun membentuk tingkah laku yang sesuai dengan sesuatu yang sudah ditetapkan, baik ditetapkan oleh diri sendiri manapun orang lain. Pengendalian diri dilakukan untuk mencapai sesuatu yang lebih baik. Orang yang butuh pengendalian dirinya tidak mampu mengendalikan diri sendiri tanpa ada kendali dari luar sehingga pengandalian diri dari luar dibutuhkan agar menjadi orang yang disiplin.

b. Untuk membentuk karakter yang bermoral

Pembentukan tingkah laku atau karakter yang sesuai dengan yang diharapkan dapat menggunakan kedisiplinan. Dalam artian, orang akan terbiasa melakukan sesuatu yang baik jika ia mendisiplinkan diri untuk berbuat sesuatu yang baik. Sebaliknya, orang akan sering kali melanggar apabila ia terbiasa melanggar sesuatu.

c. Memperbaiki dengan sanksi

Pada umumnya, orang yang berusaha untuk menjadi diri yang disiplin akan menerapkan sangsi jika melanggar sesuatu yagn sudah menjadi komitmen. Adanya sangsi akan membuat seorang berusaha untuk tetap berada digaris komando kedisplinan

d. Kumpulan tata tertib untuk mengatur tingkah laku


(36)

Orang yang disipin dapat dipastikan memiliki sekumpulan tata tertib sebagai pedoman dalam bertindak. Tata tertib ini juga menjadi dasar dari segala sesuatu yang akan dilakukan, baik dari segi ucapan, tingkah laku, tempat, dan waktu. Orang yang melakukan sesuatu sesuai dengan tata tertib yang sudah ditetapkan, berarti ia dikatakan sebagai orang yang disiplin.26

5. Ruang Lingkup Kedisiplinan Guru PAI

Menurut Nuraida dan Rahlah Nuraulia dalam bukunya

Character Building untuk Guru menjelaskan bahwa :

Disiplin diri mencakup sikap konsisten berjuang mencapai target yang sudah ditetapkan, mendahulukan yang utama dan mendesak tanpa mengabaikan kebutuhan-kebutuhan lain yang juga penting, dan tidak menghalalkan segala cara untuk memenuhi keinginan. Artinya dalam memenuhi kebutuhan dan harapan-harapan, tetap dituntut menghormati aturan-aturan dan norma-norma yang berlaku.27

Berkaitan dengan kedisiplinan, seorang guru yang menjadi panutan bagi para muridnya, maka hal ini mencakup pada disiplin waktu, disiplin mengajar, disiplin mengarahkan, disiplin dalam berbusana dan bertutur kata, mendidik dan membina siswa.Serta patuh dan taat pada lembaga dan pemerintah.

Hubungan dua arah antara guru dan anak didik dengan sejumlah norma sebagai mediumnya untuk mencapai tujuan pendidikan merupakan kegiatan interaksi edukatif. Disiplin merupakan salah satu norma yang sangat penting yang harus diperhatikan oleh setiap guru untuk mencapai tujuan pendidikan. Disiplin dalam interaksi edukatif diartikan sebagai suatu pola tingkah laku yang diatur menurtu ketentuan yang sudah ditaati dengan sadar oleh pihak guru maupun

26 Masykur Arif Rahman,op.,cit., h. 64-65.

27 Nuraida dan Rahlah Nuraulia, Character Building untuk Guru, (Jakarta: Aulia Publishing House 2007), Cet. 1, h. 120.


(37)

pihak anak didik. Mekanisme konkrit dari ketaatan pada ketentuan atau tata tertib itu akan terlihat dari pelaksanaan prosedur. Jadi, langkah-langkah yang sudah dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang sudah digariskan.Penyimpangan prosedur berarti suatu indikator pelanggaran disiplin.28

Dalam penelitian ini penulis membatasi disiplin pada disiplin diri/pribadi dan disiplin administrasi.

a. Disiplin diri

Disiplin diri yang dimaksud adalah disiplin yang sesuia dengan kode etik guru Indonesia yaitu seorang guru yang berjiwa Pancasila serta taan dan patuh kepda Undang-undang Dasar 1945 dan melaksanakan tugasnya sesuai dengan peraturan pendidikan. Prinsip profesionalitas yaitu guru melaksanakan tugasnya secara professional yang juga diatur dalam peraturan pendidikan.Dan karakteristik guru Agama Islam yaitu guru yang taat kepada Allah dan Rasul serta bertingkah laku dengan budi pekerti dan akhlak yang baik.

b. Disiplin Administrasi Pendidikan

Guru sebagai partisipan administrasi pendidikan, yang dimaksud disiplin guru dalam administrasi pendidikan adalah ikut sertanya guru dalam keaktifan menyiapakan situasi lingkungan pendidikan.29 Sebagai pembuat system dan termasuk pelaksana system pendidikan dan pengajaran guru harus memperhatikan beberapa komponen yang meliputi: Tujuan pembelajaran yaitu menanamkan sujumlah norma kepada peserta didik. Bahan pelajaran yaitu guru mempersiapkan bahan pelajaran. Kegiatan belajar mengajar yaitu proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Metode yaitu cara yang

28 Syaiful Bahri Djamarah, op.,cit., h.16

29 Yusak Burhanudin, Administrasi Pendidikan, (Bandung: CV Pustaka Setia, 1998), Cet. 1, h. 131.


(38)

digunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Alat yaitu segala sesuatu yang digunakan untuk menunjang proses belajar mengajar. Sumber pelajaran yaitu segala sesuatu yang digunakan sebagai bahan ajar. Dan evaluasi yaitu kegiatan yang digunakan untuk mendapatkan data tentang keberhasilan proses belajara mengajar.

Kedisiplinan diri seorang guru dan professional dalam menjalankan administrasi pendididkan diharapkan menjadi contoh prilaku bagi peserta didik. Serta dengan memegang teguh prinsip professionalitas akan tercapainya tujuan pendidikan.

6. Indikator Kedisiplinan Guru PAI

Kedisiplinan guru mempunyai pengaruh yang besar sekali pada akhlak murid-murid.Karena guru itu menjadi contoh teladan bagi murid-murid mereka.Contoh kedisiplinan guru meliputi disiplin dalam bertutur kata, perbuatan, berpakaian, menjalankan tugas dan fungsinya sebagai guru, dan lain sebagainya. Sebab itu guru haruslah berpegang teguh dengan ajaran agama, serta berakhlak mulia dan berbudi luhur,pengasih, penyayang, kepada murid-muridnya.30

Menurut Cece Wijaya dan A. Tabrani Rusyam dalam Bukunya Kemampuan Dasar Guru Dalam Proses Belajar Mengajar, mengemukakan bahwa ada beberapa indikator agar disiplin dapat terbina dan dilaksanakan dalam proses pendidikan sehingga waktu pendidikan dapat ditingkatkan yaitu sebagai berikut :

a. Melaksanakan tata tertib dengan baik, baik bagi guru maupun bagi siswa, karena tata tetib yang berlaku merupakan aturan dalam ketentuan yang harus ditaati oleh siapa pun demi kelancaran proses pendidikan itu, yaitu:

30 Mahmud Yunus, Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Jakarta: PT Hidakarya Agung, 1992), Cet. 17, h. 15.


(39)

1) Patuh terhadap aturan sekolah atau lembaga pendidikan.

2) Mengindahkan petunjuk-petunjuk yang berlaku disekolah atau lembaga pendidikan tertentu. Contohnya menggunakan kurikulum yang berlaku atau membuat satuan pelajaran, menilai tugas-tugas siswa dengan teratur, berpakaian rapih, masuk kelas tepat waktu.

3) Tidak membangkang pada peraturan yang berlaku, baik bagi para pendidik maupun bagi peserta didik. Contohnya membuat PR bagi peserta didik.

4) Bertingkahlaku yang menyenangkan. 5) Rajin dalam belajar mengajar.

6) Tidak malas dalam belajar mengajar. 7) Tepat waktu dalam belajar mengajar.

b. Taat terhadap kebijakan dan kebijaksanaan yang berlaku, meliputi :

1) Menganalisa dan mengkaji berbagai pembaruan pendidik.

2) berusaha menyesuaikan dengan situai dan kondisi pendidikan yang ada.

3) Mengerjakan tugas sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan.

4) Membantu kelancaran proses belajar mengajar. c. Menguasai diri dan intropeksi.31

Dengan melaksanakan indikator –indikator yang dikemukakan diatas sudah barang tentu disiplin dalam proses pendidikan dapat telaksana, kedisiplinan di sekolah dapat terlaksana dan kedisiplinan guru dapat ditigkatkan. Selain beberapa indikator supaya disiplin

31Cece Wijaya dan A. Tabrani Rusyam, Kemampuan Dasar Guru Dalam Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Grafindo, 2004), h. 117.


(40)

dapat terlaksana, adapun hal yang perlu diperhatikan yakni langkah-langkah untuk menanamkan kedisiplinan guru disekolah yang meliputi:

a. Dengan Pembiasaan

Guru dalam melakukan berbagai hal dibiasakan dengan tertib dan teratur. Kebiasaan-kebiasaan ini akan berpengaruh besar terhadap ketertiban dan keteraturan dalam hal-hal lain.

b. Dengan contoh dan teladan

Dalam hal ini guru, kepala sekolah beserta staf maupun orang tua sekalipun harus menjadi contoh dan teladan bagi anak-anaknya. Jangan membiasakan sesuatu kepada anak tetapi dirinya sendiri tidak melaksanakan hal tersebut. Hal tersebut akan menimbulkan rasa tidak adil dihati anak, rasa tidak senang dan tidak ikhlas melakukan sesuatu yang dibiasakan, akan berakibat bawha pembiasaan itu sebagai pembiasaan yang dipaksakan dan sulit sekali menjadi disiplin yang tumbuh secara alami dari dalam diri atau dari dalam lubuk hati nurani sebagai pembiasaan lingkunganya. c. Dengan Penyadaran

Guru harus diberikan penjelasan-penjelasan tentang pentingnya nilai dan fungsi dari peraturan-peraturan itu dan apabila kesadaran itu telah timbul pada guru maka timbul pula kesadaran untuk berdisiplin.

d. Dengan Pengawasan

Pengawasan bertujuan untuk menjaga atau mencegah agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Pengawasan harus terus-menerus dilakukan, terlebih lagi dalam


(41)

situasi-situasi yang sangat memungkinkan bagi guru untuk berbuat sesuatu yang melanggar tata tertib sekolah.32

Langkah-langkah tersebut umumnya dilakukan untuk mencegah terjadinya pelanggaran, lalu apa yang harus ditempuh untuk

menanamkan kedisiplinan guru jika guru telah ”terlanjur” melakukan pelanggaran (tidak disiplin).

Demikian beberapa indikator yang amat perlu diperhatikan supanya kedisiplinan guru dapat tumbuh dan berkembang pada hati nurani setiap guru. Sehingga tujuan dari pada pendidikan mudah tercapai. Disiplin merupakan salah satu alat penentuan keberhasilan pencapaian tujuan dari pendidikan.Allah SWT pada dasarnya telah mengajarkan kepada manusia tentang kedisiplinan. Sebagai contoh kita perhatikan Firman-Nya :

ولَّلا متيضق اذاف

اً يق ها اوركذاف

كبو ج ىلعو اًدوعقو

او يقأف مت أ طا اذ ف م

اًتوقوم اًتك ي م لا ىلع ت اك ولَّلا ولّلا

Artinya: “Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat

(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. kemudian apabila kamu telah merasa aman, Maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang

beriman”.(Q.S. An-Nisaa: 103).

Di masyarakat disiplin berbentuk norma sopan santun serta baik dan buruk menurut kebiasaan masyarakat agar kegiatan sehari-hari berjalan dengan lancar harus dibuat jadwal tujuan pembuatan jadwal adalah untuk menciptakan hidup yang tertib dan teratur akibat tidak disiplin kegiatan menjadi terhambat, setiap tugas tidak selesai tepat waktu, hati menjadi gelisah karena hatinya tergesah gesah, prestasi belajar menurun.


(42)

B. Perkembangan Aspek Afektif Siswa 1. Pengertian Aspek Afektif Siswa

Monty P. Satiadarma dan Fidelis E. Waruwu dalam bukunya yang berjudul Mendidik Kecerdasan menjelaskan bahwa:

Pengertian afektif mencakup berbagai proses mental yang melibatkan; emosi, perasaan (feeling), suasana hati (mood), dan tempramen. Bahkan seorang pakar psikologi, Titchener, menambahkannya dengan pengertian keadaan menyenangkan dan tidak menyenangkan (pleasantness & unpleasantness).33 W.S Winkel dalam bukunya yang berjudul Psikologi Pengajaran,

menjelaskan bahwa: “perkembangan afektif menyangkut pemerkayaan alam perasaan yang mencakup temperamen, perasaan, sikap, minat”.

Salah satu cirinya ialah belajar menghayati nilai dari obyek-obyek yang dihadapi melalui alam perasaan, entah obyek itu berupa orang, benda atau kejadian/peristiwa.34

Muhibbin Syah dalam bukunya Psikologi Pendidikan dengan

Pendekatan Baru menjelaskan bahwa “Afektif adalah tingkah laku

yang menyangkut keaneka-ragaman perasaan seperti : takut, marah, sedih, gembira, kecewa, senang, benci, was-was, dan sebagainya”.35

seorang siswa dapat dianggap sukses secara afektif dalam belajar agama apabila ia telah menyenangi dan menyadari dengan ikhlas kebenaran ajaran agama yang ia pelajari, lalu

menjadikannya sebagai “sistem nilai diri”. Kemudian pada

gilirannya ia menjadikan sistem nilai ini sebagai penuntun hidup, baik di kala suka maupun duka.36

W.James Popham dan Eva L. Baker dalam bukunya yang berjudul Bagaiamana Mengajar ecara Sistematis, menjelaskan bahwa:

33 Monty P. Satiadarma dan Fidelis E. Waruwu, Mendidik Kecerdasan, (Jakarta: Pustaka Populer Obor, 2002), h. 67.

34 W.S Winkel, Psikologi Pengajaran, (Jakarta: PT Gramedia, 1989). Cet ke-2. h. 41.

35 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010), h.119.


(43)

“afektif adalah mengenai sikap, minat, emosi, nilai hidup dan apresiasi

siswa.”37

Yudhi Munadi dalam bukunya Media Pembelajaran,

menjelaskan bahwa : “afektif yakni menggugah perasaan, emosi, dan

tingkat penerimaan atau penolakan siswa terhadap sesuatu.” Setiap orang memiliki gejala batin jiwa yang berisikan kualitas karakter dan kesadaran. Ia berwujud pencurahan perasaan minat, sikap penghargaan, nilai-nilai, dan perangkat emosi atau kecenderungan-kecenderungan batin.38

Secara umum, pengertian afektif terkait dengan hal-hal yang emosional sifatnya namun tidak termasuk yang bersifat volisional atau keinginan-keinginan tertentu. Aspek utama dari emosi adalah pengalaman subyektif, dan pengalaman subyektif terkait dengan perubahan-perubahan fisiologi serta perilaku.39

Emosi meliputi perasaan seperti sedih, gembira, dan takut merupakan hasil pengalaman subyektif individu. Setiap orang memiliki rentang jenis emosi yang lebih kurang sama akan tetapi secara individual setiap orang akan berbeda dalam merasakan, menampilkan, serta mengendalikannya. Emosi tumbuh dan berkembang sejak usia dini dan kelak akan merupakan salah satu landasan kepribadian seseorang yang juga memiliki fungsi adaptif demi mempertahankan dan meningkatkan kesejahteraan hidup.

2. Taksonomi AfektifSiswa

Taksonomi untuk daerah Afektif mula-mula dikembangkan oleh David R. Krathwohl Ciri-ciri hasil belajar afektif akan tampak pada

37 W.James Popham dan Eva L. Baker, Bagaiamana Mengajar Secara Sistematis, (Yogyakarta: KANISIUS, 1994), Cet. 6, h. 37-38.

38 Yudhi Munadi, Media Pembelajaran, (Jakarta: Gaung Persada(GP) Press, 2010), Cet. 3, h. 44.


(44)

peserta didik dalam berbagai tingkah laku, seperti: perhatiannya terhadap mata pelajaran pendidikan agama Islam, kedisiplinanya dalam mengikuti pelajaran agama Islam di sekolah, motivasinya yang tinggi untuk tahu lebih banyak mengenai pelajaran agama Islam yang diterimanya, penghargaan atau rasa hormatnya terhadap guru pendidikan agama Islam, dan sebagainya.40

Ranah Afektif ditaksonomi menjadi lebih rinci lagi kedalam lima jenjang, yaitu:

a. Receiving atau attending (menerima atau memperhatikan),

adalah kepekaan seseorang dalam menerima rangsangan (stimulus) dari luar yang datang kepada dirinya dalam bentuk masalah, situasi, gejala dan lain-lain. Termasuk dalam jenjang ini misalnya adalah kesadaran dan keinginan untuk menerima stimulus, mengontrol dan menyeleksi gejala-gejala atau rangsangan yang datang dari luar. Pada jenjang ini peserta didik divina agar mereka bersedia menerima nilai atau nilai-nilai yang diajarkan kepada mereka, dan mereka mau menggabungkan diri kedalam nilai itu atau mengidentikkan diri dengan nilai itu. Contohnya: peserta didik menyadari bahwa disiplin wajib ditegakkan, sifat malas dan tidak berdisiplin harus disingkirkan jauh-jauh.41

b. Responding (menanggapi) mengandung arti adanya partisipasi

aktif. Jadi kemampuan menanggapi adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk mengikutsertakan dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi terhadapnya dengan salah satu cara. Jenjang ini setingkat lebih tinggi ketimbang jenjang receiving. Contohnya adalahpeserta didik tumbuh hasratnya untuk mempelajari lebih jauh atau atau

40 Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Rajawali Pers, 2011, Cet. 11, h. 54.


(45)

menggali lebih dalam lagi, ajaran-ajaran Islam tengtang kedidsiplinan.42

c. Valuing (menilai=menghargai). Artinya memberikan nilai atau

memberikan penghargaan terhadap suatu kegiatan atau obyek, sehingga apabila kegiatan itu tidak dikerjakan, dirasakan akan membawa kerugian atau penyesalan. Valuing adalah tingkatan afektif yang lebih tinggi lagi daripada receiving dan responding. Dalam kaitannya dengan proses belajar mengajar, peserta didik disini tidak hanya mau menerima nilai yang diajarkan tetapi mereka telah berkemampuan untuk menilai konsep atau fenomena, yaitu baik atau buruk. Contohnya adalah tumbuhnya kemauan yang kuat pada diri peserta didik untuk berlaku disiplin, baik di sekolah, di rumah maupun di tengah-tengah kehidupan masyarakat.

d. Organization (mengatur atau mengorganisasikan) artinya

mempertemukan perbedaan nilai sehingga terbentuk nilai baru yang lebih universal, yang membawa kepada perbaikan umum. Mengatur atau mengorganisasikan merupakan pengembangan dari nilai ke dalam satu sistema organisasi, termasuk didalamnya hubungan satu nilai dengan nilai lain, pemantapan dan prioritas nilai yang telah dimilikinya. Contohnya adalah peserta didik mendukung penegakan disiplin nasional yan telah dicanangkan oleh Bapak Presiden Soeharto. Mengatur atau mengorganisasikan merupakan jenjang afektif yang lebih tinggi lagi daripada receiving, responding dang valuing.

e. Characterization by a value or value complex (karakterisasi

dengan suatu nilai atau komplek nilai). Yakni keterpaduan semua system nilai yang telah dimiliki seseorang yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Di sini proses internalisasi nilai telah menempati tempat tertinggi


(46)

dalam suatu hierarki nilai. Jenjang ini merupakan tingkatan afektif tertinggi, karena sikap batin peserta didik telah benar-benar bijaksana. Ia telah memiliki philosophy of life yang mapan. Jadi pada jenjang ini peserta didik telah memiliki sistem nilai yang mengontrol tingkah lakunya untuk suatu waktu yang cukup lama, sehingga membentuk karakteristik

“pola hidup”, tingkah lakunya menetap, konsisten dan dapat

diramalkan. Contohnya adalah siswa telah memiliki kebulatan sikap, wujudnya peserta didik menjadikan perintah Allah SWT yang tertera dalam Al-Qur’an surat Al- Ashr sebagai pegangan hidupnya dalam hal yang menyangkut kedisiplinan, baik kedisiplinan di sekolah, di rumah maupun di tengah-tengan kehidupan masyarakat.43

W.S Winkel dalam bukunya yang berjudul Psikologi Pengajaran, menjelaskan tentang taksonomi afektif sebagai berikut :

a. Penerimaan: mencakup kepekaan akan adanya suatu perangsang dan kesediaan untuk memperhatikan rangsangan itu, seperti buku pelajaran atau penjelasan yang diberikan oleh guru. Kesediaan itu dinatakan dalam memperhatikan sesuatu, seperti memandangi gambar yang dibuat di papan tulis atau mendengarkan jawaban teman sekelas atas pertanyaan guru. Namun, perhatian itu masih

pasif, Misalnya: “Siswa akan rela memandangi peta

geografi tanah Indonesia yang dipamerkan di depan kelas.”

b. Partisipasi: mencakup kerelaan untuk memperhatikan secara aktif dan berpartisifasi dalam suatu kegiatan. Kesediaan itu dinyatakan dalam memberikan suatu rekasi terhadapa rangsangan yang disajikan, seperti membacakan dengan suara nyaring bacaan yang ditunjuk atau


(47)

menunjukkan minat dengan membawa pulang buku bacaan

yang ditawarkan. Misalnya: “Siswa akan rela berpartisipasi

dalam upacara kenaikan bendera, dengan berdiri tegak dan menyanyikan lagu kebangsaan dengan volume suara penuh.”

c. Penilaian/penentuan sikap: mencakup kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap sesuatu dan membawa diri sesuai dengan penilaian itu. Mulai dibentuk suatu sikap: menerima, menolak atau mengabaikan; sikap itu dinyatakan dalam tingkah laku yang sesuai dan konsisten dengan sikap batin. Kemampuan itu dinyatakan dalam suatu perkara atau tindakan, seperti mengungkapkan pendapat positif tentang pameran lukisan modern atau mendatangi ceramah di sekolah.

d. Organisasi: mencakup kemampuan untuk membentuk suatu sistem nilai sebagai pedoman dan pegangan dalam kehidupan. Nilai-nilai yang diakui dan diterima ditempatkan pada suatu skala nilai : mana yang pokok dan selalu harus diperjuangkan, mana yang tidak begitu penting. Kemampuan itu dinyatakan dalam mengembangkan suatu perangkat nilai, seperti menguraikan bentuk keseimbangan yang wajar antara kebebasan dan tanggung jawab dalam suatu negara demokrasi atau menyususn rencana masa depan atas dasar kemampuan belajar, minat dan cita-cita hidup.

e. Pembentukan Pola Hidup: mencakup kemampuan untuk menghayati nilai-nilai kehidupan sedemikian rupa, sehingga menjadi milik pribadi dan menjadi pegangan nyata dan jelas dalam mengatur kehidupannya sendiri.


(48)

Misalnya: kemampuan untuk menunjukkan kerajinan, ketelitian dan disiplin dalam kehidupan pribadi.44

W.James Popham dan Eva L. Baker dalam bukunya yang berjudul Bagaimana Mengajar Secara Sistematis, menjelaskan bahwa taksonomi afektif dibagi lagi menjadi lima taraf, yaitu :

a. Memperhatikan, tarap pertama ini adalah mengenai kepekaan siswa terhadap fenomena-fenomena dan perangsang-perangsang tertentu, yaitu menyangkut kesediaan siswa untuk menerima atau memperhatikannya. Taraf ini dibagi menjadi tiga katagori yaitu, kesadaran akan fenomena, kesediaan menerima fenomena, dan perhatian yang terkontrol atau terseleksi terhadap fenomena.

b. Merespon, respon ini sudah lebih dari hanya memperhatikan, siswa sudah memiliki motivasi yang

cukup sehingga ia bukan saja “mau memperhatikan”,

melainkan sudah memberikan respon.

c. Menghayati Nilai, pada taraf ini nampak bahwa siswa sudah menghayati nilai tertentu, perilaku siswa sudah cukup konsisten dalam situasi-situasi tertentu sehingga ia sudah dipandang sebagai orang yang sudah menghayati nilai yang bersangkutan.

d. Mengorganisasikan, dalam mempelajari nilai-nilai, siswa mengahadapi situasi yang mengandung lebih dari satu nilai. Karena itu perlulah siswa mengorganisasi nilai-nilai itu menjadi suatu sistem sehingga nilai-nilai-nilai-nilai tertentu sajalah yang lebih memberikan pengarahan kepadanya. e. Mempribadikan Nilai atau Seperangkat Nilai, pada

taksonomi afektif taraf tertinggi ini siswa telah mendarah-dagingkan nilai-nilai sedemikian rupa


(49)

sehingga dalam prakteknya ia sudah dapat digolongkan sebagai orang yang memegang nilai atau seperangkat nilai tertentu.45

3. Tujuan Pengembangan Aspek Afektif Siswa

Pengembangan afektif merupakan tujuan yang berhubungan dengan perasaan, emosi, system nilai, dan sikap hati (attitude) yang menunjukkan penerimaan atau penolakan terhadap sesuatu.Tujuan afektif terdiri dari yang paling sederhana, yaitu memperhatikan suatu fenomena sampai kepada yang kompleks yang merupakan faktor

internal seseorang, seperti kepribadian dan hati nurani.“Dalam literatur

tujuan afektif disebut sebagai: minat, sikap hati, sikap menghargai, system nilai serta kecenderungan emosi”.46

Perumusan tujuan pada pengembangan afektif tidak berbeda jauh bila dibandingkan dengan kawasan kognitif, tetapi dalam mengukur hasil belajarnya jauh lebih sukar karena menyangkut kawasan sikap dan apresiasi. Disamping itu, kawasan afektif juga sulit dicapai pada pendidikan formal, karena pada pendidikan formal, prilaku yang nampak dapat diasumsikan timbul sebagai akibat dari kekakuan aturan disiplin belajar, waktu belajar, tempat belajar, dan norma-norma lainnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa prilaku seperti itu timbul bukan karena siswa telah sadar dan menghayati betul tentang kebutuhan akan sikap dan perilaku tersebut, tetapi dilakukan karena sekedar untuk memenuhi aturan dan disiplin saja agar tidak mendapat hukuman.

Berikut ini akan dijelaskan tujuan pengembangan afektif siswa setiap tingkat secara berurutan:

a. Tingkat menerima (receiving)

45W.James Popham dan Eva L. Baker, op.,cit., h. 42.

46Martinis Yamin, Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2004), Cet. 2, h. 32.


(50)

Menerima di sini adalah sebagai proses pembentukkan sikap dan prilaku dengan cara membangkitkan kesadaran tentang adanya tertentu yang mengandung estetika.

b. Tingkat tanggapan

Segala perubahan perilaku organisme yang terjadi atau yang timbul karena adanya perangsang dan perubahan tersebut dapat diamati.

c. Tingkat menilai

Pengakuan secara objektif (jujur) bahwa siswa itu objek, system atau benda tertentu mempunyai kadar manfaat.

d. Tingkat Organisasi

Proses konseptualisasi nilai-nilai dan menyusun hubungan antar nilai-nilai tersebut, kemudian memilih nilai-nilai yang terbaik untuk diterapkan.

e. Tingkat karakterisasi

Adalah sikap dan perbuatan yang secara konsisten dilakukan oleh seseorang selaras dengan nilai-nilai yang dapat diterimanya, sehingga sikap dan perbuatan itu seolah-olah telah menjadi ciri-ciri pelakunya.47

Tujuan afektif berhubungan dengan nilai, sikap, perasaan, emosi, minat, motivasi, apresiasi, kesadaran akan harga diri, dan sebagainya. Perlu dipahami bahwa afektif tidak dapat diamati secara langsung, namun kita dapat mengetahuinya dari perilaku yang berwujud perkataan atau tindakan seseorang.Munculnya perilaku tersebut menunjukkan adanya tiga kecenderungan, yaitu kearah afek positif, netral, atau negatif.Semakin banyak kita mengetahui perilaku keseluruhan seseorang, semakin baik kita dapat memperkirakan kecenderungan afektif orang tersebut.Anderson menyebut kecenderungan afektif seseorang terhadap suatu objek ini dengan


(51)

istilah arah.Perilaku yang dinyatakan dalam tujuan afektif harus yang memiliki kemungkinan tinggi untuk muncul di kalangan subjek didik. Tujuan afektif harus mengandung pernyataan kondisi, yaitu situasi terjadinya perilaku.Pernyataan kondisi dalam tujuan afektif berupa sejumlah alternative yang harus disediakan bagi subjek didik.Subjek didik diberi kebebasan untuk memilih, tanpa ada pengaruh dari pendidik secara langsung. Dengan kata lain, tindakan subjek didik harus bersifat sukarela.

Selain pernyataan kondisi, tujuan afektif harus mengandung pernyataan kriteria.Ada dua kriteria yang dapat digunakan dalam tujuan afektif.Pertama,yang ditekankan pada jumlah subjek didik yang melakukan kegiatan atau berprilaku. Kedua, yang ditekankan pada jumlah kegiatan atau jumlah waktu untuk melakukan kegiatan.Menurut Darmiyati Zuchdi dalam bukunya Humanisasi Pendidikan Menemukan Kembali Pendidikan yang Manusiawi menjelaskan bahwa:

Tujuan afektif yang harus diperhatikan dalam proses pendidikan, yaitu perasaan, sikap, kesadaran akan harga diri, nilai-nilai yang diperlukan oleh subjek didik untuk mengadakan hubungan yang manusiawi, termasuk keterampilan mengadakan hubungan antarpribadi dan antar kelompok guna menciptakan kehidupan yang beradab. Di antaranya ialah perasaan dan ekspresi keakraban, kepercayaan, tanggung jawab, kepedulian, keterbukaan, kesetiakawanan.48

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Afektif

Menurut Darmiyati Zuchdi dalam bukunya Humanisasi Pendidikan (menemukan Kembali Pendidikan yang Manusiawi), menjelaskan bahwa :perkembangan afektif anak yang terkait dengan sekolah yang berwujud sikap, minat, nilai, kesadaran akan harga diri,


(1)

Tabel Skor

:

r/ariabel

X

(I(edisiolinan

Guru

PAI)

P P P P

N

P P P P P P

N

P P

N

no

x

1 2 a :r4 6: 1 8 9

lt

l2

l3

t4

15

skor y

skor v2

-1 ::-i J

2 2 4 4 4 4 -) 3 4 4 4 2 4 4 51

2601

:-.:--^ I

4 2 2 4 4 4 + 4 4 4 4 4 4 4 53

2809

, ,..,-:^: ' i

...::iJ

_r Lt ttl:,. : 4 2 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 53

2809

irl liliii I 4 3 4 2 Ja 4 4 4 4 4 4 4 4 4 53

2809

4 2 4 2 1 0 4 4 J 4 J 4 4 4 +1

47

2209

iiiiiiiElo,,iilli

i

rl

#i#"iiiE*++#

4 2 4 Z 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 52

2704

' .1 . 4 4 4

4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 59 3481

. . A,"tr 4 2 2 4 4 2 4 2 4

z

4 4 4 4

47

2209

..^.-1. ,- ..: u.:::t::.::;

49;

ii-,11:

.

,r

4 4 4 4 J 2 4 4 4 4 4 4 4 4 aA 57

3249

3 2 3 2 4 4 Ja 3 J 3 4 4 4 4 4 50

2500

4 4 4 2 J 4 4 4 Ja J 4 4 4 4 2 53

2809

4 J 4 2 I 0 4 J 4 J J 4 4 4 4

47

2209

3

z

-) 2 4 4 J J J J 4 4 4 4 4 50

2500

ia:. i

J 2 3 aJ I 4 3 Ja -) 3 4 4 4 J 4

47

2209

ffitiffi

-') 2 2 4 2 3 aA 4 J 4 4 4 J 4 4 50

2500

4 2 aJ 2 Ja 2 4 4 2 J 4 4 4 4 4 49

240t

4 4 3 2 4 1 4 4

I

J 4 4 4 4

47

2209

4 2 4 1 0 J 4 3 2 4 --)a 4

-

-) 4 4 45

202s

4 4 4 4 2 -1 4 4 2 3 4 4 4 4 4 54

2916

2 2 0 4 3 4 4 4 1 4 4 4 4 4 3

47

2209

4 4 4 4 2 J 4 4 2 J 4 4 4 4 4 54

29t6

2 J 4 J J 4 3 4 Z J 3 aJ J aJ .J 46

2tt6

n as: .{1 '/ 1 4 2 4 2 1 J 4 4 4 4 4 4 4 4 4 52

2704

a. 4 2 4 2 1 3 4 4 4 4 4 4 +^ 3 4 51

2601

4 4 4 4 1 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 57

3249

0 4 4 4 1 J 4 4 7 3 4 4 4 4 4

49

2401


(2)

a9

4 4 2 J 2

)

4 4 J 4 aJ 4 4 3 50

2500

#,0flli,i

4 4 2 1

J 2 ., A 2 J 4 J 4 4 J 4 49

2401

i,iiliili3?'.illiiiii

2 J 4 4 3 J J 4 J 3 J 3 4 TA

3 49

2401

a

J J1 4 4 4 4 4 4 J 4 4 4 J 4 2 54

2916

r Anil ' l 4 2 2

2 4 4 4 4 4 3 -) 4 4 4 4 52

2704

,+"

4 2 4 2 I Ja 4 4 2 2 4 4 4 4 4 48

2304

J).

".' 4 2 4 2 J 4 4 2 4

4 4 4 4 4 50

2500

4 2 4 2 I J 4 4 2 4 4 4 4 4 4 50

2500

4 3 J 2 4 4 4 4

I

4 4 4 4 4 4 53

2809

.d o iiitii:IiiiL

2 2 2 2 2 4 4 J Ja 4 3 4 4 4 4

47

2209

'-

rol

4 2 2 2 ) 4 J a

J 2 2 2 4 4 4 4 45

202s

f;5#:4,0ii 4 2 2 2 4 4 4 4 2 2 2 4 4 4 4 48

2304

#ffit4ill'.tffi

2 2 3 3 I 4 4 4 Z 2 4 4 J 4 0 +LA'

1764

4 3 4 2 4 4 4 4 4 3 -) 4 4 J 4 54

2916

$i1i1iao;1[Li:;i,* 4 I 2 Jl 1 4 4 J J 4 -) 4 l 4 4

47

2209

:";^;-A A

j: t:I aa 4 3 4 4 2 4 4 4

)

4 4 4 4 4 4 56

3136

4 4 2 2 4 4 4 4 4 2 4 4 4 4 4 54

2916

4 4 Ja 4 2 4 4 4 -) 4 4 4 4 4 4 56

3136

4 J J 4 2 2 4 3 2 4 4 2 4 2

44

r936

4B 2 I 2 2 1 2 4 4

I

1 2 4 2 2 4 36

t296

2 I 2 2 J 2 J 4 1

I

2 4 2 2 4 35

1225

2 I 2 2 1.) 2 J 4

I

2 4 2 2 4 35

t225

4 4 3 4 4 3 aJ 4 4 4 4 4 4 4 4 5'.t

3249

J 2 4 4 4 J 4 4 4 4 3 4 4 4 4 55

302s

3 2 4 4 -) 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 55

3025

3 4 2 2 4 4 4 4 4 4 4 4 J 4 4 54

29t6

) 2 2 aJ 4 4 4 4 4 2 4 4 4 4 4 52

2704

J 2 2 J 4 4 4 4 4 2 4 4 4 4 4 52

2704

4 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 58

3364

4 4 4 4 4 4 aJ 4 -l 4 4 4 2 2 A

+ 54

29t6

4 4 4 4 4 2 4 4 4 4 4 4 4 4

)

56

3t36

4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 4 4 4 58

3364


(3)

(4)

skor

y2

3249

348

I

348

I

3025 2809 2704 3025

2304

2704 2704

I 849

2500 2809 2809 2809 2401 1600 2704 2209

348 1

2209

t369

1936

2304

3 136

2500

2304

P P N..: P P

N

P

N

P P P P P .,N P

no

tl .i'i*,*Ii8$lir iii I9]l a

'23

fi-&3$fi

"Z an:tI r. lliliiz'dgffi

:;{i i. *1!!

?isi50 xs:l Skor

y

4 4 4 J + 4 4 4 2 4 4

4,'

4 57

4 4 '',4.,, 4 4 + 4 r:..;;.:

/,

, 4 4 J 4 4 .,t.,4:, 4 59

4 4 4 4 4 4 4 J 4 4 ,.,4 4 59

4 4 ai 4 4 .,;,

:1,

;:, 4 ,,:,: i{i;::t: 2 4 J 4 J 4 4 55

4 4 4 J 4 + 2 4 J 4 J 4 4 53

4 4 1 4 4 ':.;4:' 4 4 J 4 J 4 J 52

4 4 : rr t.)r': 4 4 + 4 4 4 4 4 4 4 I 55

4 4 i J:,.:,..iri.::.:r. 4 4 4 4 2 4 4 I 48

_-,0

""

. 4 4 4 4 4

4'

:, 4 ,,4 4 4 2

4 4 I 52

till;iillIOfl:r 4 4 j 4 J

4,

.) A 2 2

4 4 _) 4 4 52

. :: : ! tl

: ' rl I ' 4 4 :.2 0 4 0,.' 4 1 4 4 4 4 J J

+)

ltt,i;I0l*;il;i..t l 4

')'

J 2 4 4

4'

2 2 4 4 4 4 J 50

J 4 4 4 4 4 4 2 2 4 4 J 4 4 53

4 4 4 J 4 4

I

2 2 4 4 J 4 4 53

)l:1,:.ll:l

!;rl 2 2 J... 4 4 4 4

:\

4 4 4 J 4 4 53

2 4 J 4 1 ^ 4 4 4 2 4 4 4 4 49

4 4 ,.J 4

i

4,

4 0 4 4 4 I 40

4 4 4 J 4 4 /+ J 4 4 4 J

I

4 52

-) 4 _/, J J _) J J 2 J 4 4 4 2 4 47

4 4 -') . 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 59

J 4 1, J J J J 2 J 4 4 4 2 4 nn

-) 2 J 2 .) 2 J J 2 2 2 2 J 2 .a

J 2 2 4

4'

2 4 2 2 J 4 J J 4 44

4 4 ..1j' 4 4 4 4 1 2 4 4 J 48

4 4 .) 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 56

J 4

|:2'

J J .,Jr. ::,. J i J J 4 4 4 4 4 50


(5)

4 4 4 I -) 4 4 4 4 4 I J 4 46

-) J 3 J 4 4 -) 4 2 ti 4 4 J J J 50

30:E#

J 2

)

J 4 ,4 -1 2 2 4 4 4 J J J

4l

J 2 4 2 2 Z 2 2 2 I 2 J 2 31

4 l rJ, 4 J 4 4 4 J 2 4 4 J 4 4 53

l

i-i

2 J :l

)

4 4 4 4 4 2 4 4 4 2 4 4 52

#4i1r

ri 2 2 I 4 J 4 4 4 2 2 4 4 2 4 2 46

2 4 .i 4 2 4 4 4 4 2 4 4 2 4 4 51

2 2 J 4 2 4 4 4 2 2 4 4 2 4 4 47

t '4H'aial

4 J J 4 2

4,

4 4 2 2 J 4 J 4 4 50

! Ql riitiri i; 4 2 J 2 4 I 4

'4

2 2 4 2

2 4 2 42

-) 2 4 4 4 Q:' 2 4 4 4 4 .'4 4 54

4 4 4 4 ..4 , 4 4t' 2 4 4 4 4 4 4 58

2 2 4 2 J 'l: li lrl : 2 I J 4 4 2 J 39

_.11

i 2 2 4 4 4 L 2 2 4 4 4 4 2 49

J A

4 ,..4.. ,,..,, j :,:,, 4 2 4 J J J

4,

4 51

4 2 't..1 .'

J 2 4

:4,

2 2 4 4 4 4 2

+l

ii#,,i$,i, iiiiirilii

4 4 a' 4 :4.

-.t ,.' 4 2

,.4,;

"

4 :4 2 I 4 4 4 4 52

2 2 2 .1i::::ri 4 4 2 2 J J 1 4 43

4 4 1, J 4 4 .') J J J 2 J

.).

2 45

J 2

)

2

)

.J I 2 -) 4 2 4 2 38

2 2 2 2 J I 2 2 4 2 +. 2 JI

J 2 2 2 2 t:J I 2 4 2 aA 2 36

4 2 4 4

:^::

4 + 2 J 4 4 4 J. I 48

J 2 2 4 4 4 2 2 4 4 4 4 J 49

4 2 4 4

,,2'

4 4 2 2 4 4 4 2 I 46

J J .,n 4 J

4.

J 4 _) 2 J 4 J 4 J 48

4 4

I

4 2 4 4 ,J 2 L 4 4 4 4 47

4 4 4 2 4 4 J 2 2 4 4 4 4 47

4 4 ., 4 4 4 4 4 2 2 4 4 1 4 4 55

4 4

I

4 1 4 2 4 4 4 J 4 4 47

4 J L 4 4 4 4 J 2 4 4 4 2 4 4 52

4 4 3 4 4 4 4 J -) 2 4 2 2 4 2 49

valid.ins

2923

21t6

2500 2209 961 2809 2704

2116

260t

2209 2500

t764

2916

3364

t52t

240t

260t

2209 2704 1849 2025 1444 1369 1296 2304 2401

2t16

2304 2209 2209 3025 2209 2704 2401 144485


(6)

rhit

0,i953

0,4306

0,2603

0,5287 0,5082

0,5422

0,6082

\

0,5152

0,5375

O,5l18 0,3115 0,3681

O,rO.|,

O,n

nO r

tab

0,2542

0,2542

0,2542

02542

0,2542

0,2542

0,2542

0,2542

0,2542

0,2542 0,2542 0,2542 0,2542 0,2542

0,1542

VALI VALI VALI VALI

VAII VALI VALI VALI VALI VALI VALI

VAT,[

VALI VALI

VALI

simpDDDDDDDDDDDDDDD

kat

Rndh

Ckp

Rndh

Ckp Ckp Ckp

Tnggi

Ckp Ckp Ckp

Rndh

Rndh

Ckp

Rndh

Ckp

reliabilitas

v.

item

0,609

0,824

0,5548

0,889 0,841 0,758

0,4'17

0,554 1,023 1,094

0,'152

0,998

0,637 0,613

1,202

J.

Varian

I1,831

v.

total

35,359

reliabltas

0,6884