lxviii dunia usaha, sehingga akan menekan produksi ke arah yang lebih rendah dan AS
akan turun. Artinya jumlah produk nasional yang tersedia dan siap ditawarkan menjadi semakin sedikit dan bersifat langka, ini akan memicu kenaikan harga.
Disamping itu rendahnya AS memperparah situasi karena bisa saja terjadi PHK pemutusan hubunga kerja yang lebih besar dan akan mendorong tingkat
pengangguran semakin tinggi. Melemahnya AD dan AS jelas akan mengancam stabilitas perekonomian.
Hal ini telah berkali – kali terbukti dalam sejarah perekonomian dunia. Misalnya depredi besar 1929 – 1933 oleh pakar ekonomi diakui disebabkan oleh
melemahnya permintaan agregat, krisis ekonomi asia timur 1998, termasuk yang dialami Indonesia menurut Bank Dunia World Bank maupun IMF International
Monetary Fund tahun 1998 dapat dijelaskan dalam konteks interaksi melemahnya permintaan agregat dan penawaran agregat.
2.7 Penelitian Terdahulu
Hadad, 2004 dari hasil penelitiannya yang berjudul Model dan Estimasi Permintaan dan Penawaran Kredit Konsumsi Rumah Tangga di Indonesia
memformulasikan dan mengestimasi tiga model utama untuk memperoleh gambaran tentang permintaan kredit konsumsi di tingkat rumah tangga,
permintaan kredit di tingkat propinsi, dan perilaku pemberian kredit konsumsi dari sisi penawaran di tingkat propinsi selama sepuluh tahun. Model empiris yang
digunakan untuk estimasi permintaan kredit konsumsi di tingkat rumah tangga adalah three equation generalized tobit. Jumlah sampel yang digunakan dalam
estimasi model ini adalah 3600 rumah tangga dari 3760 rumah tangga yang
Universitas Sumatera Utara
lxix disurvei dalam Survei Khusus Tabungan dan Investasi Rumah Tangga SKTIR
yang dilaksanakan pada tahun 2003. Hasil perhitungan menunjukkan terdapat kesenjangan atau gap sebesar 28,93 antara nilai kredit yang diinginkan
dibandingkan dengan realisasinya dari sumber pinjaman perbankan, koperasi, pegadaian dan lainnya. Estimasi model panel penawaran kredit di tingkat
propinsi menunjukkan indikasi sudah terjadinya kejenuhan pada permintaan kredit konsumsi. Data realisasi permintaan kredit konsumsi sampai triwulan kedua tahun
2004 telah mencapai 64 terhadap nilai prediksinya untuk keseluruhan tahun 2004.
Nieto 2007, yang melakukan penelitian tentang permintaan kredit konsumsi rumah tangga di negara Spanyol dengan menggunakan model Error
Correction Model dalam kurun waktu 1995 – 2006 mendapatkan hasil bahwa besarnya kredit yang diminta rumah tangga dalam jangka panjang dipengaruhi
oleh pengeluaran riil rumah tangga, kekayaan kotor, besarnya angsuran kredit yang sedang dijalani oleh rumah tangga dan semuanya berpengaruh positif
terhadap permintaan kredit konsumsi, yang berpengaruh negatif adalah tingkat bunga kredit konsumsi dan tingkat pengangguran. Dalam jangka pendek terjadi
perubahan pada pengaruh tingkat pengangguran dan tingkat bunga yang pada awalnya negatif menjadi positif. Hal tersebut terjadi karena dalam obsevasi jangka
pendek, meskipun tingkat suku bunga kredit konsumsi tinggi ataupun masyarakat kehilangan pekerjaan, mereka tetap meminta kredit kepada perbankan. Penelitian
sebelumnya juga dilakukan oleh Duca 1995, yang meneliti tentang permintaan kredit konsumsi dan pengaruhnya terhadap barang – barang tahan lama durabel
goods di Amerika menemukan bahwa permintaan kredit konsumsi di mayarakat
Universitas Sumatera Utara
lxx dipengaruhi oleh besarnya proporsi kredit yang dikucurkan oleh bank, tingkat
suku bunga bank sentral Amerika The FED, dan tinkat suku bunga deposito. Ada pula penelitian yang dilakukan oleh Vandone 2007 yang berjudul
Kredit Konsumsi di Italia; Pengaruh Perbedaan Wilayah. Penelitian ini mencoba untuk menemukan apakah kredit konsumsi yang mempengaruhi konsumis
seseorang sesuai dengan teori konsumsi siklus hidup life cycle hipothesis dan teori pendapatan permanen permanent income. Hasil yang didapat adalah
permintaan kredit banyak ditemukan pada masyarakat yang relatif muda antara umur 18 – 40 tahun yang berprofesi sebagai mahasiswa atau pekerja profesioal.
Permintaan kredit yang begitu besar pada level mahasiswa disebabkan oleh ekspektasi dari mahasiswa itu sendiri bahwa ia dapat membayar kemudian cicilan
kreditnya nanti setelah ia tamat dan mendapatkan pekerjaan. Para mahasiswa memprediksikan mereka akan mempunyai pendapatan yang cukup untuk
membayar kredit setelah mereka kerja nanti. Begitu pula dengan para pekerja profesional yang yakin dapat membayar cicilan kredit mereka dengan ekspekstasi
bahwa akan ada pendapatan lebih besar nantinya dari pekerjaan mereka, hal ini sesuai dengan teori life cycle hipothesis dimana konsumsi dipengaruhi oleh level
umur. Lalu, hasil lain menunjukkan bahwa terdapat perbedaan jumlah kredit yang diminta dalam konteks wilayah. Daerah selatan italia yang mayoritas dihuni oleh
penduduk miskin tidak banyak meminta kredit konsumtif pada perbankan, sebaliknya daerah utara yang mayoritas penduduk berpendapatan tinggi, banyak
mendapatkan kucuran kredit dari perbankan. Hal ini sesuai dengan teori pendapatan permanen bahwa pendapatan permanen ataupun transitori yang lebih
besar pada orang kaya mempengaruhi jumlah konsumsi mereka sendiri dan pada
Universitas Sumatera Utara
lxxi akhirnya mempengaruhi keputusan bank dalam memberikan kredit berdasarkan
kapabilitas mereka dalam membayar kembali kredit. Hal yang sama juga ditemukan oleh Park 1998, yang meneliti tentang pengaruh pendapatan terhadap
kredit konsumsi. Namun dalam penelitian ini Park menambahkan variabel Indeks Keyakinan Konsumen sebagai faktor yang mempengaruhi permintaan kredit
konsumen. Indeks keyakinan konsumen yang menunjukkan tentang persepsi masyarakat terhadap perekonomian ikut turut mempengaruhi besarnya kredit
konsumsi. Semakin besarnya keyakinan masyarakat terhadap kondisi perekonomian maka masyarakat akan semakin bersedia untuk melakukan kegiatan
konsumsi maupun investasi. Tingkat kepercayaan masyarakat mempengaruhi sikap mereka dalam penentuan penggunaan pendapatan atau harta yang mereka
miliki. Apakah tetap dipegang saja, dikonsumsi, diinvestasikan ataupun ditabung.
2.8 Hipotesis