48
3.1 Kisah Seorang Aktivis HIV
Namanya Myur, beliau adalah seorang perempuan kelahiran 17 Maret 1979 yang berasal dari Tobasa. Ia merupakan anak pertama dari delapan
bersaudara, kehidupan ekonomi dalam keluarganya sangat minim sehingga ia berinisiatif untuk membantu orang tuanya dalam memenuhi kebutuhan rumah dan
biaya pendidikan adik-adiknya dengan cara ia merantau ke Medan untuk mencari pekerjaan. Beruntung ia sudah menyelesaikan pendidikannya di tingkat SMA,
sehingga bisa memenuhi persyaratan untuk masuk di dunia kerja.
Gambar 5. Kak Myur Sumber : Dokumentasi pribadi tahun 2015
Kak Myur bekerja di sebuah pabrik dan mendapatkan gaji yang lumayan perbulan. Sebulan dua kali ia datang ke kampung untuk memberikan sebagian
gajinya sekaligus temu kangen dengan kedua orangtua dan adik-adiknya. Tanggung jawab sebagai anak pertama cukup besar, selain membantu orangtua
Universitas Sumatera Utara
49 dalam mencari nafkah, ia juga harus memberikan contoh yang baik kepada 7 adik-
adiknya. Orang tua kak Myur bekerja sebagai petani yang penghasilannya tak seberapa.
Dalam keluarga kak Myur diajarkan nilai-nilai yang positif, orang tuanya rajin beribadah ke gereja sehingga anak-anaknya pun diajak untuk beribadah
sebagai wujud rasa berterima kasih kepada Tuhan Yang Maha Kuasa walaupun hidup hanya pas-pasan. Ia diajarkan untuk hidup jujur dan mau berusaha, jangan
sampai berbuat negatif seperti mencuri, berbohong, bahkan sampai merugikan orang lain. Karena Tuhan pun tidak menyukai orang yang berbuat demikian,
Tuhan akan marah kepada kita. Sampai saat ini kak Myur masih mengingat semua ajaran yang diajarkan oleh orangtuanya, sehingga bisa menerapkan nilai-nilai
yang dianut dalam keluarganya sejak buaian orang tuanya sampai ke liang lahat. Kemudian pada tahun 2000 kak Myur menikah dengan orang karo marga
Ginting. Setelah menikah mereka tinggal di Medan daerah Pancur Batu karena sang suami bekerja sebagai supir di Medan. Tahun 2001 mereka dikaruniai
seorang anak perempuan, mereka merasa bahagia, sempurnalah kehidupan rumah tangga yang baru seumur jagung tersebut dengan kehadiran bayi perempuan,
rumah terasa ramai karena isak tangis dan suara tawa anaknya. Anak tersebut disusui selama setahun.
Setahun kemudian kak Myur hamil lagi, lalu pada tahun 2003 ia melahirkan anak kedua yang berjenis kelamin laki-laki. Mereka tambah bahagia
sebab anak mereka sudah sepasang perempuan dan laki-laki. Sampai tiba saatnya
Universitas Sumatera Utara
50 masalah pun menghampiri keluarga yang tengah berbahagia ini, anak laki-lakinya
sakit berkepanjangan. Mereka bingung, ada apa dengan anak kedua mereka ?
Asal mula ia tahu HIV
Kak Myur baru mengetahui ia menderita penyakit HIV setelah anak bungsu laki-lakinya berusia tiga tahun bolak-balik sakit. Awalnya si anak sering
demam, batuk, dan diare, sehingga selera makan hilang dan berat badan menjadi turun lalu ia bawa anaknya ke klinik terdekat. Perawat memberi obat dan
sakitpun sembuh. Bulan depan kambuh lagi sakitnya, terus dibawa ke klinik lagi sampai akhirnya dirujuk ke Rumah Sakit terdekat. Kak Myur pun rela
mengorbankan segalanya untuk kesembuhan anak tercinta, sebab ia sangat menyayangi anak-anaknya. Di rumah sakit terdiagnosa gizi buruk, ia mengatakan:
“Gak mungkin anakku gizi buruk, aku sering ngasih makanan yang bergizi untuk anakku, hasil lab ini pasti salah”
Wawancara 12 Mei 2015
Kak Myur tidak bisa menerima hasil pernyataan yang diberikan dokter. Tapi mau tidak mau ia harus menerima kenyataan, lalu ia terima dengan berat hati
hasil pernyataan tersebut. Kemudian anaknya di opname serta diberikan makanan yang bergizi dari pihak rumah sakit berupa vitamin, minyak ikan, susu formula.
Setelah di infus, berat badan anaknya naik 1 kg saat berusia 3 tahun 6 bulan. Sebulan sudah di opname anaknya lalu pulang ke rumah, dua minggu
kemudian sakit lagi anaknya batuk dan munmen. Dibawa ke rumah sakit lagi, kata dokter paru-paru basah, lalu dikasih obat paru-paru basah. Dr.Gusto dokter yang
merawat anak kak Myur bingung kenapa sakit anak tersebut tidak sembuh-
Universitas Sumatera Utara
51 sembuh bahkan ditambah lagi kulitnya yang putih menjadi ruam-ruam dan gatal-
gatal. Dokter pun memeriksa tubuh bagian dalam anak dengan cara di
rontgen
lalu kedua orang tua si anak dipanggil untuk konseling dengan dokter. Kejadian ini pada tahun 2006, awalnya yang di konseling oleh dokter ialah sang suami,
dokter bertanya,”
pak, apa pekerjaan bapak ?
”. Sang suami pun menjawab, “narik
becak, su
pir, itu ajanya dokter. Emang ada apa ?”, sang suami balik bertanya. dokter telah curiga melihat banyak tatoo di tangan sang suami “
ini kapan
buatnya pak ?” tanya dokter. Suami pun menjawab “waktu aku umur 16 tahun
buatnya rame-rame sama kawanku dulu, karena kami ikut organisasi jadi semua
yang ikut organisasi harus ada tatoo, dokter”. Kemudian dokter bertanya lagi “kawan
-
kawan bapak yang buat tatoo ini masih hidup sampai sekarang?”
.
“
dari beberapa orang yang buat kemaren, sudah 2 orang yang meninggal dokter
”
,
jawab sang Suami. Lalu dokter pun mengajak Suaminya untuk cek darah, mungkin ada
kaitannya dengan penyakit anak mereka yang sakit berkepanjangan tersebut. Diambil darah mulai jam 10 pagi sampai keluar hasil tes jam 2 siang. Kak Myur
dan Suaminya sudah dari tadi menunggu dengan perasaan gelisah. Dokter memberitahu mereka bahwa suaminya terinfeksi virus, sang suami positif HIV.
Mereka terkejut mendengar hasil tes tersebut, “kok bisa? Gak ngerti aku”, kata
kak Maniur. Kemudian dokter juga menganjurkan kak Myur untuk tes darah beserta
kedua anaknya pada hari itu juga. Lalu hasil tes darah dilihat besok paginya yang
Universitas Sumatera Utara
52 menyatakan bahwa sang istri juga positif HIV, anak pertama hasilnya negatif,
anak kedua hasilnya positif. Kak Myur protes,
“loh kok bisa gini
dok ? kenapa anakku yang pertama hasilnya negatif ?
. lalu dokter bertanya, “anak ibu yang pertama lahirnya kapan? . “tahun 2000 kami merid, trus tahun 2001 dia lahir dok, lahirnya normal”, jawab
kak Myur. Dokter bertanya lagi, “berapa lama dia menyusu ?”. “setahun dok”,
jawab kak Myur cetus. Lalu dokter memberitahu kak Myur bahwa perjalanan virus HIV ada beberapa fase yang melewati jendela periode.
“oh..berarti saat
anak pertama menyusu virusnya belum ada di tubuh ibu, lalu seiring berjalannya waktu, virus itu hidup di tubuh karena ibu dan suami ibu berhubungan intim.
Virus itu menyebar melalui hubungan seks bila yang satu sudah terkena maka yang satu bisa tertular, menggunakan jarum suntik secara bersamaan, dan
penularan ibu ke anak melalui ASI
”. Dokter menjelaskan panjang lebar kepadanya tentang HIV.
Dokter juga menyebutkan satu per satu hasil tes darah keluarga tersebut. Sang Suami posiitif HIV stadium IV, kak Myur positif HIV stadium III, dan anak
bungsu mereka positif HIV stadium III menuju stadium IV. Kak Myur tidak terima atas status tersebut, ia menyalahkan suaminya
karena telah menyebarkan virus HIV. Kemudian terlintas dipikirannya untuk mengakhiri kisah hubungan keluarga mereka yaitu bercerai, lalu ia berbicara
langsung kepada suaminya bahwa ia sudah tidak mau lagi hidup bersama dan minta cerai. Atas pernyataan kak Myur tersebut, sang Suami datang ke dokter
yang menyatakan status keluarga mereka dan menceritakan bahwa istrinya minta
Universitas Sumatera Utara
53 cerai, ia mau dokter memberi solusi kepada keluarganya sebab ia tidak mau
bercerai. Sang Suami hanya bisa mengadu kepada dokter karena Cuma dokter yang mengetahui bahwa mereka terinfeksi, mereka belum memberitahu keluarga
mereka masing-masing ataupun kerabat karena takut dikucilkan. Keesokan harinya kak Myur disuruh menjumpai dokter untuk diberi
nasehat-nasehat mengenai kondisi yang terjadi dalam keluarga mereka, kak Myur, sang Suami dan dokter sudah berada di dalam ruangan, lalu kak Myur dan
Suaminya diminta untuk mengeluarkan keluh-kesah di hadapan dokter, mereka langsung mengutarakan. Setelah mereka mengeluarkan keluh-kesahnya, giliran
dokter berbicara. Dokter memberi nasihat bahwa sebaiknya jangan bercerai nanti akan menambah masalah. Sudah banyak masalah dalam rumah tangga kak Myur
dan suaminya seperti anak bungsu mereka sakit, dan kondisi mereka berdua juga sakit. Jika mereka bercerai, bagaimana kondisi anak sulung mereka, kak Myur
hampir melupakan anak pertamanya karena terlalu sibuk mengurus anak bungsunya. Dokter menganjurkan mereka berdua segera menjalani terapi
pengobatan HIV, walaupun kak Myur masih keras ingin berpisah dengan suaminya, ia harus sembuh terlebih dahulu, barulah bercerai.
Raut wajah kak Myur saat di ruangan dokter acuh tak acuh cuek tetapi ia menangkap kata-kata yang diberikan dokter. Sampai di rumah pun kata-kata
dokter masih terbayang di pikirannya. Malam itu kak Myur merenung sambil memikirkan nasehat tadi siang bahwa apa yang dikatakan oleh dokter ada
benarnya juga. Dengan kondisi yang di deritanya saat ini saja sudah membuat dirinya stres dan drop. Berjam-jam ia merenung dan akhirnya ia mau menuruti
Universitas Sumatera Utara
54 nasehat dokter, lebih baik diobati terlebih dahulu penyakit HIV-nya setelah itu
bercerai. Sudah hampir dua tahun anak laki-lakinya sakit berkepanjangan karena
sudah terinfeksi HIV, dari tahun 2005 sampai 2007 anaknya menderita penyakit tersebut lalu di tahun 2007 anak bungsunya di panggil oleh Tuhan Yang Maha
Kuasa, si anak tercinta meninggal dunia. Kak Myur tampak bingung dan murung, ia sama sekali tidak tahu tentang HIV, penyakit tersebut baru ia dengar saat itu,
saat anak keduanya sudah sakit parah dan sulit untuk di tolong kesembuhannya. Kak Myur menyalahkan dirinya atas penyakit anaknya, ia berkata:
“
Ku rasa anakku terinfeksi karena ASI ku, dia menyusui selama 2 tahun. Aku sama sekali gak sadar virus itu udah ada di diriku
sejak anak kedua lahir, karena aku sayang sama anakku ya ku susui lah dia. Mungkin kalo gak ku susui, anakku gak terinfeksi
dan sampai sekarang masih hidup
” berdasarkan hasil wawancara pada 25 Mei 2015
Pada hasil tes darah tersebut, kak Myur sudah mencapai Stadium III yaitu HIV+ dengan gejala penyakit. 1 bulan. Adanya keluhan seperti lemas, tidak
bergairah, demam, diare, sariawan. Gejala-gejala yang tidak disadari kalau itulah gejala awalnya. Oleh sebab itu ia harus menjalani terapi pengobatan agar virusnya
tidak semakin ganas dan sakit semakin parah. Tapi apalah daya, kak Myur sedang terpukul karena kepergian anak laki-
lakinya, ia sangat sedih dan hilang semangat untuk beraktifitas. Dengan kondisi kak Myur yang masih berduka, ia masih saja menyesali keterlambatan informasi
yang di terimanya dan menyalahkan dokter karena tidak mampu menyembuhkan sakit yang di derita anaknya.
Universitas Sumatera Utara
55 Berhari-hari kak Myur berlarut dalam kesedihannya, rasanya sudah tidak
ada harapan hidup lagi. Ia pasrah bila nanti gilirannya di panggil oleh Tuhan Yang Maha Kuasa untuk menyusul anak bungsunya. Dengan kondisi kak Myur tersebut,
ia pun melupakan tugasnya sebagai seorang istri dan ibu. Ia tidak mau membersihkan rumah, melayani suami, serta mengurus anak pertamanya, yang ia
lakukan hanyalah berdiam diri di dalam kamar sedih dan melamun tentang anaknya yang telah meninggal. Sampai suaminya lah yang melakukan itu sendiri,
sang suami juga menghibur dirinya dengan cara mengajak kak Myur keluar rumah untuk jalan-jalan ke tempat-tempat rekreasi, tetapi ia tidak mau malah marah-
marah dan membentak-bentak suaminya, bahkan dengan lantang ia mengatakan “
lebih baik aku ke kuburan anakku dari pada tempat rekreasi
”, sangking marahnya ia pun melihat suaminya seperti bukan manusia karena telah
menyebarkan virus pada dirinya dan anaknya sehingga anak bungsunya meninggal.
Suatu ketika suaminya batuk-batuk, muntah-muntah, dan badan meriang, tetapi kak Myur tidak memperdulikannya sama sekali terhadap kondisi suaminya
yang sakit-sakitan. Suaminya muntah berceceran pun ia tidak peduli, malah menyuruh suaminya mengurus diri sendiri dan membersihkan muntahnya karena
kak Myur jijik dengan bau muntah. Ternyata sebelum menikah dengan kak Myur, suaminya bergabung di
sebuah kelompok yang harus memiliki tato, kemudian suaminya juga pecandu narkoba. Kak Myur sama sekali tidak tahu tentang itu semua, cinta telah
membutakan hati dan pikiran kak Myur sehingga ia menikah dengan orang seperti itu. Kini ia menyesali yang telah terjadi pada dirinya dan beranggapan terlalu
Universitas Sumatera Utara
56 bodoh, ia merasa kurang pengetahuan, dan kurang pergaulan sehingga tidak tahu
tentang informasi-informasi. Dia merasa sangat menyesal berlipat-lipat, yang pertama ia menyesal karena telah menikah dengan suaminya yang berpenyakitan,
yang kedua ia menyesal karena terlambat membawa anaknya ke rumah sakit, selama ini hanya membeli obat di apotik dan warung berdasarkan pengetahuannya
tentang sakit yang dialami anaknya, dan yang ketiga ia menyesal dengan penyakit yang di derita saat ini rasanya ia ingin mati saja sebab baginya sudah tidak ada
gunanya dia hidup. Beberapa bulan kemudian, sekian lama suaminya menahan sakit yang
tidak sembuh juga serta tidak diobati dan dibawa ke rumah sakit karena tidak ada biaya lagi, semua uang sudah habis untuk pengobatan dan pemakaman anak
bungsunya sehingga suaminya hanya mengkonsumsi obat-obatan yang dibeli di apotik saja. Pada bulan Desember 2014 sang suami meninggal dunia tepat di
hadapan kak Myur jam 9 pagi. Suaminya meninggal setelah sarapan pagi kemudian ia mau tidur sejenak karena merasa lelah sekali, ia pun berkata kepada
istrinya, “
aku tidur dulu bentar ya, capek kali ku rasa badan ini
”, kak Myur hanya mengangguk dan menjawab “
iya
”. Beberapa menit kemudian, suaminya sesak nafas, kak Myur hanya heran menatap suaminya, tarikan nafas terakhir suaminya
membuat kak My ur makin ketakutan, “
apa yang terjadi ? kenapa dia?
”, begitulah ucapannya saat melihat sang suami sesak nafas dan meninggal tepat di
hadapannya. Sedikitpun tidak ada air mata yang menetes di pipi kak Myur saat suaminya meninggal. Ia hanya memanggil tetangga dan menelepon keluarga
suaminya untuk datang ke rumah dan membantu mengurus jenazah dalam proses pemakaman.
Universitas Sumatera Utara
57
3.2 Kisah Sekeluarga Terinfeksi HIV