Hubungan Penderita HIV Dengan Lingkungan Tempat Tinggal

97 merawat rumah dan membina kelompok. Tapi kak Myur menyerah atas tingkah ibu-ibu di dalam kelompok tersebut, ia lebih memilih pergi meninggalkan kelompok tersebut dan membentuk kelompok baru yang dibangun atas usahanya sendiri.

4.3.2 Hubungan Penderita HIV Dengan Lingkungan Tempat Tinggal

Peristiwa yang terjadi dalam lingkungan tempat tinggalnya ialah ia diusir dan di caci maki oleh tetangganya, ia dituduh telah melakukan perbuatan yang negatif sehingga menderita HIV, lalu kak Myur diusir karena mereka tidak mau ada warga lain yang tertular. Kak Myur dianggap sebagai sampah masyarakat yang patut dibuang dan dijauhi dari lingkungan. Pada saat itu perasaan kak Myur menjerit harus pergi kemana, sebab tidak ada yang mau membantunya, keluarganya jauh di kampung semua. Akhirnya ia bertemu dengan seorang teman yang bekerja di LSM yang menangani ODHA orang dengan hivaids. Kak Myur meluapkan semua kisah sedih hidupnya semenjak di diagnosa oleh dokter terinfeksi HIV. Kak Myur sama sekali tidak paham mengenai HIV, bersama temannya inilah jalan keluar atas kesedihannya. Temannya mengajak untuk bergabung menjadi anggota di sebuah LSM yaitu JAPI Jaringan Aksi Perubahan Indonesia. Anggota JAPI adalah ODHA, OHIDA, dan aktivis peduli HIV. JAPI ada untuk kaum marginal, tujuan utamanya ialah untuk mendorong pemenuhan hak masyarakat dalam pemenuhan hak kesehatan yang dibutuhkan. Terutama untuk kaum yang termarjinalkan. Dalam lingkungan tempat tinggal jika seseorang sudah terinfeksi virus HIV maka lingkungan sekitar akan berubah. Ada yang menerima sepenuh hati, Universitas Sumatera Utara 98 ada sebagian orang yang menerima dengan setengah hati dan ada yang menolak sama sekali. Kalau menerima sepenuh hati berarti mereka sudah paham info tentang HIV, cara penularannya, sampai cara menghindari agar virus tersebut tidak pindah kepadanya. Lalu maksud dari menerima setengah hati ialah orang- orang yang sudah mau menerima kondisi kami seperti ini tetapi masih membatasi untuk bergaul bersama mereka, mereka menerima kami di tengah lingkungan tempat tinggal, ataupun kerjaan dengan sikap kasihan tetapi masih ada pemikiran buruk tentang kami. Contoh seperti di lingkungan tempat tinggal, ada warga yang sudah mau menerima keberadaan kami di daerah ini, tetapi ketika anak mereka kami kasih kue langsung dibuang oleh orangtua si anak. Kalau menolak sama sekali maksudnya ialah orang-orang tersebut baru mendengar kata “HIV” sudah seram dan langsung berpikir buruk. Orang-orang seperti ini biasanya yang belum tahu info tentang HIV. Tetapi dengan orang-orang seperti inilah kehidupan kami tidak nyaman, kami harus bersabar dan bertahan dalam hidup menghadapi sikap orang-orang yang menolak keberadaan kami di tengah lingkungan. Terkadang kami lewat dicaci oleh mereka, kadang dilempar, kemudian ada pasien rumah singgah ini berbelanja di warung warga saat itu kondisi pasien dengan kulit kudisan seluruh tubuh mereka usir dan mereka hina dia, serta lain sebagainya. Sikap orang-orang seperti inilah yang membuat kami menderita batin. Tetapi mau tidak mau harus dihadapi kenyataan hidup ini. Karena karakter orang berbeda-beda, tidak bisa kita samakan pemikirannya. Menurut kak Myur: “Dunia mereka ya biarlah milik mereka, begitu pula sebaliknya. Mereka bukan Tuhan, jadi untuk apa kami takut sama mereka, terserah mereka mau bilang apa tentang kami dan mau ngapain Universitas Sumatera Utara 99 kami, yang penting kami tidak mengganggu mereka. Itu saja”. berdasarkan wawancara pada 25 Mei 2015

4.3.3 Hubungan Penderita HIV Dengan Lingkungan Tempat Kerja