26 gizi. Sedangkan ekosistem yang dimaksud meliputi tanah, air, udara, iklim,
tumbuhan, hewan dan populasi manusia. Interaksi kedua sistem tersebut melalui proses seleksi dan adaptasi serta pertukaran aliran energi, materi, dan informasi.
1.2.7 Lingkungan Sosial Budaya
Definisi lingkungan sosial budaya yaitu lingkungan antar manusia yang meliputi pola-pola hubungan sosial serta kaidah pendukungnya yang berlaku
dalam suatu lingkungan, yang ruang lingkupnya ditentukan oleh keberlakuan pola-pola hubungan sosial tersebut termasuk perilaku manusia di dalamnya, dan
tingkat rasa integrasi mereka yang berada di dalamnya. Oleh karena itu, lingkungan sosial budaya terdiri dari pola interaksi antara budaya, teknologi dan
organisasi sosial, termasuk di dalamnya jumlah penduduk dan perilakunya yang terdapat dalam lingkungan.
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1.
Bagaimana kisah hidup Life of History Penderita HIV semenjak terinfeksi HIV ?
2. Bagaimana hubungan antara Penderita HIV dengan lingkungan sosial
budayanya ?
Universitas Sumatera Utara
27
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah :
- Untuk menggali kisah hidup
life of history
penderita HIV dan mengungkap berbagai aspek yang terkait dan relevan dengan persoalan
yang dialami subyek. -
Untuk memberikan informasi yang benar, dengan sudut pandang subyek dan empati.
1.4.2 Manfaat
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut : -
Untuk pengembangan kajian ilmu kesehatan HIV dalam bidang ilmu sosial, seperti antropologi sosial
- Untuk mengetahui sejarah hidup
life of history
penderita HIV+ -
Untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian publik serta seluruh stakeholder terhadap permasalahan HIVAIDS.
1.5 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam skripsi ini terdari dari 5 lima bab, yaitu: Bab I : Pembahasan mengenai
1.1 Latar belakang masalah faktor timbulnya penyakit HIV terhadap
individu, definisi HIV, cara yang dapat menularkannya, perilaku masyarakat terhadap HIV, dan pengaruh penderita HIV terhadap
lingkungan sosial budaya.
Universitas Sumatera Utara
28 1.2
Tinjauan pustaka yang berisi teori dan konsep yang mendukung penelitian ini.
1.3 Rumusan masalah tentang Life of History Penderita HIV dan
lingkungan sosial budayanya 1.4
Tujuan dan manfaat dari penelitian tersebut 1.5
Sistematika penulisan 1.6
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian
Bab II : Mengenai gambaran umum lokasi penelitian, Rumah singgah yang didirikan oleh kak Maniur sebagai Penderita HIV untuk
kelompok ODHA di Medan Selayang. Bab III : Pembahasan mengenai kisah penderita HIV yang menjadi informan
kunci. Dalam bab tersebut akan menceritakan kisah hidup dari penderita HIV, mulai dari ia terkena virus hingga ia bangkit dan
bertahan hidup sampai saat ini, salah satu strateginya dengan cara mendirikan rumah singgah ODHA
Bab IV : Mengenai hubungan antara Penderita HIV dengan lingkungan sosial budayanya
Bab V: Berisi tentang kesimpulan yang bisa diambil dari bab-bab sebelumnya, serta berisi saran-saran yang diperlukan dan
diharapkan bisa menjadi masukan bagi seluruh pihak masyarakat baik itu yang berada di dunia pendidikan, kesehatan, dan
sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
29
1.6 Metode Penelitian 1.6.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif melalui etnografi. Menurut Spradley 1997:12 tujuan utama etnografi ialah
memahami sudut pandang penduduk asli dan hubungan dengan kehidupannya, untuk mendapatkan pandangan dengan dunianya. Dalam hal ini, peneliti akan
berusaha membangun raport yang baik dengan penderita HIV. Secara harfiah, etnografi berarti tulisan atau laporan tentang suatu suku
bangsa yang ditulis oleh seorang antropolog atas penelitian lapangan
field work
selama sekian bulan atau sekian tahun. Etnografi, baik sebagai laporan penelitian maupun sebagai metode penelitian, dianggap sebagai asal-usul ilmu antropologi.
Dalam buku “Metode Etnografi” Spradley mengungkap perjalanan etnografi dari
mula-mula sampai pada bentuk etnografi baru. Kemudian ia juga memberikan langkah-langkah praktis untuk mengadakan penelitian etnografi yang disebutnya
sebagai etnografi baru ini Spradley, 1997. Istilah etnografi berasal dari kata
ethno
bangsa dan
graphy
menguraikan. Jadi berdasarkan asal katanya, etnografi berarti tulisan tentang mengenai bangsa. Namun pengertian tentang etnografi tidak hanya sampai sebatas
itu, Bungin 2008:220 mengatakan etnografi merupakan embrio dari antropologi.
Artinya etnografi lahir dari antropologi di mana jika kita berbicara etnografi maka kita tidak lepas dari antropologi setidaknya kita sudah mempelajari dasar dari
antropologi. Etnografi yang akarnya adalah ilmu antropologi pada dasarnya adalah kegiatan penelitian untuk memahami cara orang-orang berinteraksi dan
Universitas Sumatera Utara
30 bekerjasama melalui fenomena teramati kehidupan sehari-hari. Menurut
pemikiran yang dirangkum oleh Mulyana ini, etnografi bertujuan menguraikan suatu budaya secara menyeluruh, yakni semua aspek budaya baik yang bersifat
material, seperti artefak budaya dan yang bersifat abstrak, seperti pengalaman, kepercayaan norma, dan sistem nilai kelompok yang diteliti. Sedang Frey et al.,
dalam Mulyana, 2001:161 mengatakan bahwa etnografi berguna untuk meneliti
perilaku manusia dalam lingkungan spesifik alamiah. Uraian tebal
thick description
berdasarkan pengamatan yang terlibat
observatory participant
merupakan ciri utama etnografi. Pengamatan yang terlibat menekankan logika penemuan
logic of discovery
, suatu proses yang bertujuan menyarankan konsep-konsep atau membangun teori berdasarkan realitas nyata manusia. Metode ini mematahkan
keagungan metode eksperimen dan survei dengan asumsi bahwa mengamati manusia tidak dapat dalam sebuah laboratorium karena akan membiaskan perilaku
mereka. Pengamatan hendaknya dilakukan secara langsung dalam habitat hidup mereka yang alami.
Etnografer harus pandai memainkan peranan dalam berbagai situasi karena hubungan baik antara peneliti dengan informan merupakan kunci penting
keberhasilan penelitian. Untuk mewujudkan hubungan baik ini diperlukan ketrampilan, kepekaan dan seni. Selain ketrampilan menulis, beberapa taktik yang
disarankan adalah taktik “mencuri-dengar”
eavesdropping
dan taktik “pelacak”
tracer
, yakni mengikuti seseorang dalam melakukan serangkaian kegiatan normalnya selama periode waktu tertentu.
Universitas Sumatera Utara
31 Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan
pendekatan deskriptif kualitatif. Penelitian kualitatif adalah suatu pendekatan untuk menyusun pengetahuan yang menggunakan metode riset dengan
menekankan subjektifitas dan arti pengalaman bagi individu Brockopp, 2000.
Tujuan dari penelitian kualitatif adalah untuk menggali atau mengeksplorasi, menggambarkan pengetahuan bagaimana kenyataan yang dialami.
Sewaktu meneliti masyarakat, seorang etnografer biasanya melakukan pendekatan secara holistik dan mendiskripsikannya secara mendalam atau
menditeal untuk mempe roleh native‟s point of view. Serta metode pengumpulan
data yang digunakan biasanya wawancara mendalam depth interview dan observasi partisipasi di mana metode pengumpulan data ini sangat sesuai dengan
tujuan awal yaitu mendeskripsikan secara mendalam. Membuat etnografi juga merupakan hal yang wajib dilakukan untuk para sarjana antropologi. Seperti yang
ditulis oleh Marzali 2005: 42:
“ Bagaimanapun, etnografi adalah pekerjaan tingkat awal dari seorang ahli antropologi yang profesional. Etnografi adalah satu
pekerjaan inisiasi bagi yang ingin menjadi ahli antropologi professional. Seseorang tidak mungkin dapat diakui sebagai seorang ahli antropologi
profesional jika sebelumnya dia tidak melakukan sebuah etnografi, dan melaporkan hasil penelitiannya. Hasil penelitiannya ini harus dinilai kualitasnya
untuk meningkat ke peringkat yang lebih tinggi maka pekerjaan yang harus dilakukan selanjutnya adalah apa yang disebut sebagai comperative study, basic
secara diakronis maupun secara sinkronis”.
Universitas Sumatera Utara
32
1.6.2 Teknik Pengumpulan Data
Data Primer Data primer adalah salah satu data yang di peroleh secara langsung berkaitan
dengan permasalahan yang dihadapi. Pengumpulan data yang digunakan adalah : a.
Observasi Pengamatan yang dilakukan dengan cara melihat dan mengamati secara
langsung untuk mendapatkan gambaran mengenai kondisi penderita HIV terhadap lingkungan sosialnya yang dipengaruhi oleh budaya nilai-nilai yang ada dalam
lingkungan sekitar.
b. Wawancara Mendalam
Peneliti akan menggunakan teknik wawancara mendalam
indepth interview
untuk mendapatkan data dari informan. Interview guide digunakan penulis untuk menjadi alat bantu di dalam melakukan wawancara dengan penderita HIV dan
orang yang memiliki pengetahuan tentang HIV. Dalam penelitian kualitatif, dikenal istilah informan awal, informan key dan
informan biasa, yakni: Informan Awal adalah orang yang pertama memberi informasi yang memadai
ketika peneliti mengawali penelitian. Informan awalnya adalah : dr.T.Yenni Informan Key Kunci adalah orang yang bisa dikategorikan paling banyak
mengetahui, menguasai informasi dan permasalahan penelitian Hamidi, 2005. Informan kuncinya adalah : Kak Myur nama disamarkan
Universitas Sumatera Utara
33 Informan Biasa adalah informan bebas yang dapat diwawancarai dan bisa
memberikan informasi yang mendukung penelitian. Informan biasanya adalah: Bang Enn, Bu Fent, Bu Len : nama disamarkan, dan lain-lain.
Pengalaman Penelitian Berikut sedikit pengalaman saya pra lapangan, awalnya peneliti belum
memiliki judul dan tujuan untuk pembuatan skripsi. Ide-ide muncul ketika magang di Lembaga Swadaya Masyarakat Gerakan Sehat Masyarakat LSM-
GSM disana peneliti banyak berkonsultasi dengan ketua GSM yakni dr.T.Yenni dan juga karyawan-karyawan disana, Kak Myur juga karyawan di GSM yang
tugasnya sebagai koordinator lapangan. Di GSM saya sering bertemu dan berbincang-bincang dengan Kak Myur saat magang. Singkat cerita, masa magang
telah berakhir selama 2 bulan, saat itu saya berkonsultasi lagi kepada dr.Yenni dimana tempat yang cocok untuk penelitian skripsi, yang pada saat itu temanya
sudah saya temukan yaitu Odha dan Lingkungan Sosialnya. Lalu dr.Yenni memberi saran tempat penelitian di rumah singgah Odha milik Kak Myur dan
memberi nomor telepon beliau. Beberapa hari kemudian, saya menelepon Kak Myur menanyakan alamat
lengkap rumahnya, ia pun memberi tahu alamat rumahnya dan mengizinkan saya untuk survey lapangan dan melakukan penelitian disana. Keesokan harinya saya
datang bersama dengan seorang teman saya, sesampai di depan gang kecil menuju rumahnya, disana kami disambut oleh gong-gongan anjing peliharaan Suaminya
kak Myur, luar biasa takutnya peneliti pada saat itu, di gong-gongin oleh dua anjing yang lumayan besar. Tidak berapa lama setelah anjing-anjing tersebut
Universitas Sumatera Utara
34 menggong-gong, kak Myur dan suaminya keluar melihat saya , lalu kami
bersalaman dan mereka menyuruh saya dan teman saya untuk masuk ke dalam rumah, disana ternyata ada seorang pasien HIV ibu rumah tangga bersama
anaknya. Saya bertanya-tanya kondisi kesehatan mereka dan juga kondisi lingkungan di daerah tersebut sekaligus minta bantuan kepada kak Myur dan bang
Enn dalam mengerjakan tugas akhir kuliah yaitu skripsi. Setelah itu peneliti izin pulang dan beberapa hari kemudian mulai meneliti di daerah tersebut. Di
lapangan, peneliti ditemani Bang Enn suami baru kak Myur untuk menjumpai beberapa penderita HIV sebagai informan saya ke rumah mereka masing-masing.
Sebab mereka bersifat tertutup dengan orang yang bukan HIV, apalagi baru pertama kali berjumpa. Pada saat itu peneliti dikenalkan oleh bang Enn sebagai
sepupunya yang ingin bertanya-tanya kepada Odha untuk tugas kuliah. Dengan demikian mereka bersedia untuk ditanya-tanyai mengenai kondisi sebagai
penderita HIV dan keadaan lingkungan sosial terhadap dirinya. Beberapa orang ada yang dengan senang hati dan terbuka menceritakan sejak awal dirinya
terinfeksi, dan ada juga yang masih tertutup karena mereka takut diliput beritanya di media kemudian ketauan banyak orang termasuk orang-orang yang berada
disekitarnya dan mereka akan kehilangan pekerjaan, pendidikan, serta tempat tinggal. Oleh sebab itu, sebagian dari mereka yang saya wawancarai hanya
menjawab sekedarnya saja dan secara singkat seperti “ya”, “tidak”, “begitulah”, dan lain sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
35 c. Pengembangan Raport
Dalam melakukan observasi maupun wawancara, sangat diperlukan adanya
rapport
hubungan baik dengan para informan. Peneliti akan berusaha menyesuaikan diri dengan kebiasaan-kebiasaan dan aturan yang berlaku di tempat
penelitian dan bersosialisasi dengan orang-orang yang berkaitan dengan penelitian.
d. Life History
Agar penulisan ini dapat dipahami lebih mendalam, penulis akan membuat lampiran tentang kisah hidup Kak Myur dan penderita HIV lainnya dalam
lingkungan sosial budayanya. Data Sekunder
Merupakan data yang berhubungan dengan aspek yang di teliti bersumber dari buku, majalah, jurnal, artikel baik media massa maupun elektronik yang
dianggap sinkron dan relevan dengan pembahasan dalam penelitian tersebut. Selama proses pengumpulan data, peneliti akan menggunakan alat bantu untuk
merekam dan memotret serta catatan lapangan
fieldnote
, untuk membantu mendokumentasikan hal-hal yang diteliti untuk memperkecil kemungkinan ada
bagian dari pengumpulan data yang terlewat.
1.6.3 Teknik Analisa Data
Terhadap rumusan masalah dipergunakan analisis data deskriptif dengan pendekatan etnografi. Pada dasarnya seluruh analisis melibatkan suatu cara
berpikir yang berujung pada pengujian sistematis terhadap sesuatu untuk
Universitas Sumatera Utara
36 menentukan bagian-bagiannya, serta hubungan bagian-bagian itu dengan
keseluruhannya. Data yang diperoleh dalam proses penggalian data dianalisis secara kualitatif, artinya setiap perkembangan data diperoleh dan ditampilkan
dalam laporan penelitian menurut kronologis waktu secara naratif. Dengan model ini, maka kegiatan analisis data sudah mulai dilakukan pada saat-saat awal
pengumpulan data lapangan. Data yang sudah dikumpulkan diatur secara sistematis, dikategorikan dan
diuraikan ke dalam satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema budaya dan dapat dirumuskan dalam narasi yang menjelaskan fenomena yang dikaji.
Selanjutnya, data yang sudah diperoleh tersebut dikonfirmasi menurut validitas, sumber dan temanya yang kemudian diinterpretasikan. Pengkonfirmasian data
dimaksudkan untuk menentukan data-data yang dirasa kurang valid terhadap hal demikian data tersebut akan direduksikan. Sedangkan keseluruhan data yang
dimiliki akan dicoba diinterpretasikan dan dinarasikan sebaik mungkin, dengan harapan dapat memahami dengan sebaik-baiknya data yang diperoleh, sehingga
dapat memahami dan menentukan jawaban bagaimana kondisi kehidupan dan subkultural kelompok ODHA di simpang selayang gang kenanga.
Universitas Sumatera Utara
37
BAB II DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN:
RUMAH SINGGAH ODHA DI KECAMATAN MEDAN SELAYANG
2.1 Sekilas Tentang Kecamatan Medan Selayang
Kecamatan Medan Selayang adalah salah satu dari 21 kecamatan yang berada di bagian Barat Daya Wilayah Kota Medan yang memiliki luas tanah
±23,89 km² dari seluruh luas wilayah kota Medan dan berada pada ketinggian 26- 50 meter diatas permukaan laut. Kondisi fisik Kecamatan Medan Selayang secara
geografis berada di wilayah Barat Daya Kota Medan yang merupakan daratan kemiringan antara 0-5. Kecamatan Medan Selayang berbatasan dengan Medan
Sunggal di sebelah barat, Medan Johor dan Medan Polonia di sebelah timur, Medan Tuntungan di selatan, dan Medan Baru dan Medan Sunggal di sebelah
utara. Penduduk di kecamatan ini adalah suku-suku pendatang seperti: Batak, Tionghoa, Minang, Aceh, Jawa, serta Ambon. Sedangkan suku asli adalah Melayu
Deli dan Batak Karo. Sebelum menjadi kecamatan definitif terlebih dahulu melalui proses
Kecamatan Perwakilan. Sesuai dengan Keputusan Kepala Daerah Tingkat I Sumatera Utara Nomor: 138402K1991 tentang Penetapan dan Perubahan 10
Sepuluh Perwakilan Kecamatan yang merupakan pemekaran wilayah Kecamatan Medan Baru, Medan Sunggal dan Medan Tuntungan dengan nama
“Perwakilan Kecamatan Medan Selayang” dengan 5 kelurahan. Kemudian berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 50 Tahun 1991 tentang
Pembentukan beberapa Kecamatan di Sumatera Utara termasuk 8 delapan
Universitas Sumatera Utara
38 Kecamatan Pemekaran di Kota Medan secara resmi Perwakilan Kecamatan
Medan Selayang menjadi Kecamatan Definitif yaitu “Kecamatan Medan Selayang”.
Kecamatan Medan Selayang terbagi menjadi 6 enam kelurahan dan 63 lingkungan dengan status Kelurahan Swasembada. Adapun luas wilayah
Kecamatan Medan Selayang adalah ± 2.379 Ha. Kelurahan yang terluas adalah Kelurahan Padang Bulan Selayang II dengan luas 700 Ha disusul kelurahan
Tanjung Sari dengan luas 510 Ha, Sempaka dengan luas 400 Ha, Kelurahan Asam Kumbang dengan luas 400 Ha, Kelurahan PB. Selayang I dengan luas 180 Ha,
dan yang terkecil adalah Kelurahan Beringin dengan hanya luas 79 Ha. Menurut informan yang saya wawancarai, dahulunya sekitar tahun 1980-
an kondisi Kecamatan Medan Selayang ini wilayah agraria, masih banyak penduduk suku melayu dan situasi masih sunyi dari kebisingan. Namun kini
situasi telah berbeda, sekitar tahun 1990-an wilayah agraria berubah menjadi wilayah industri, banyak perumahan penduduk, pusat perbelanjaan, sekolah,
rumah sakit, transportasi dan polusi penuh memadai. Proses urbanisasi
12
berjalan dan terus mengalami peningkatan. Salah satu faktor pendorong terjadinya
urbanisasi ialah kemiskinan di daerah pedesaan yang disebabkan oleh cepatnya pertambahan penduduk di desa sehingga menimbulkan ketimpangan dalam
perimbangan antara jumlah penduduk dan luasnya lahan pertanian. Kota Medan merupakan salah satu kota terpadat dan terbanyak
penduduknya di Indonesia, setelah Jakarta dan Surabaya. Sebagai kota Metropolitan Medan sudah memasuki tahapan kehidupan yang serba ada mulai
12
Urbanisasi ialah arus perpindahan penduduk dari desa ke kota yang membuat bertambah besarnya jumlah tenaga kerja non-agraris di sektor industri dan sektor tersier sehingga meluasnya
pengaruh kota di daerah-daerah pedesaan dalam segi ekonomi, sosial, budaya, dan psikologi.
Universitas Sumatera Utara
39 dari mall, hotel, plaza, hiburan malam serta restoran-restoran sudah berdiri
dimana-mana. Masyarakat menjadi lebih muda untuk mendapatkan segala kebutuhan yang sudah bisa didapatkan dengan serba instan.
Menurut G.Balandier Sosiologie des brazzavilles noires, 1955 berdasarkan penelitiannya menemukan bahwa motif-motif urbanisasi ke kota
yaitu sebagai berikut: 1. Karena alasan ekonomi, 2. Menengok keluarga, 3.Perbaikan posisi sosial, 4. Melepaskan diri dari lingkungan tradisi.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis bahwa beberapa informan yang diwawancarai merupakan warga yang mengalami proses urbanisasi
tersebut. Ada yang dari Tanah Karo, Simalungun, Parapat, dan lain sebagainya. Tujuan mereka tidak lain hanya untuk memperbaiki ekonomi rumah tangga diri
mereka sendiri serta keluarga mereka yang berada di kampung halaman. Gaya hidup masyarakat urban identik dengan pola menyimpang.
Masyarakat kota besar sudah tidak lagi tabu bahkan menganggap seks sebagai sesuatu yang lumrah. Hal ini terlihat dari semakin banyaknya bermunculan
Lokalisasi dan Prostitusi, baik yang terselubung maupun yang terang-terangan. Hal ini tentu saja berujung pada semakin banyaknya pengidap Human
Immunodefisiency Virus Acquired Immuno Defesiency Syndrome HIVAIDS di kota Medan ini. Di kota ini tidak sulit untuk menjumpai hampir di berbagai
penjuru kota medan terdapat semacam lokalisasi baik itu yang terselubung, yang berkedok sebagai salon, panti pijat Spa, pijat tradisional Okup, cafe yang jam
bukanya dimalam hari dan lain sebagainya. Maraknya geliat prostitusi ini tentu saja berdampak buruk bagi masyarakat,
salah satunya adalah meningkatnya jumlah pengidap HIVAIDS. Seperti yang
Universitas Sumatera Utara
40 dikatakan anggota DPRD kota Medan Fraksi PKS. H Muslim Maksum Yusuf LC
Dalam rapat paripurna penetapan perda HIV AIDS, mengatakan Kota Medan merupakan peringkat tertinggi penderita HIV AIDS di Sumatera Utara dengan
jumlah Penderita yang terdata sampai 2011 sebanyak 2560 orang. Muslim juga mengatakan, Kota Medan memiliki potensi laju penyebaran
HIV AIDS yang tinggi. Hal ini disebabkan beberapa hal, seperti, banyaknya berdiri tempat hiburan malam yang menyediakan prostitusi terselubung, perilaku
hidup dengan resiko tinggi dan kurangnya sosialisasi serta penyuluhan masyarakat tentang bahaya HIV AIDS.
13
Sementara itu berdasarkan penelitian Data yang dimiliki Sahiva USU tahun 2006-2011 Kota Medan menduduki peringkat ke 10 paling berbahaya untuk
penderita HIV AIDS di Indonesia. Peringkat ini tidak mungkin turun mengingat jumlah penduduk Medan termasuk besar. Data yang kami terima dai KPA Medan
menduduki peringkat ke-3 dengan pengidap HIV terbanyak di Indonesia, jelas koordinator relawan Sahiva USU, M Luthfiansyah. Diprediksi dalam kurun waktu
2 sampai 3 tahun kedepan peringkat tersebut semakin merangkak naik. Karena jumlah penduduk yang semakin meningkat dan faktor resiko penyebab HIV AIDS
juga semakin beragam. Hubungan seks dan pengguna narkoba suntik merupakan resiko yang paling banyak menularkan HIV, ujarnya.
14
13
Tribunmedan.com
14
Hariananalisa
Universitas Sumatera Utara
41
2.2 Lokasi Penelitian