18
Upaya untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah agar penerimaannya mendekati atau bahkan sama dengan potensinya, secara umum ada dua cara, yaitu
dengan cara instensifikasi dan ekstensifikasi: a.
Cara instensifikasi adalah mengefektifkan pemungutan pajak atau retribusi dan mengefisienkan cara pemungutannya pada obyek dan subyek yang sudah ada.
Misalnya, melakukan perhitungan potensi, penyuluhan, meningkatkan pengawasan dan pelayanan.
b. Cara ekstensifikasi adalah melakukan usaha-usaha untuk meningkatkan
Pendapatan Asli Daerah dengan cara menjaring wajib pajak baru melalui pendataan dan pendaftaran atau menggali pajak baru.
2.1.5.1 Pajak Daerah
2.1.5.1.1 Pengertian Pajak Daerah
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang, sehingga dapat dipaksakan, dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak
dipungut penguasa berdasarkan norma-norma hukum untuk menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum. Menurut
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pajak daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi
atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi
sebesarbesarnya kemakmuran rakyat.
19
2.1.5.1.2 Jenis Pajak Daerah
Jenis-jenis pajak daerah, yaitu:
1. Pajak Propinsi, terdiri dari:
a. Pajak kendaraan bermotor;
b. Bea balik nama kendaraan bermotor;
c. Pajak bahan bakar kendaraan bermotor;
d. Pajak air permukaan; dan
e. Pajak rokok.
2. Pajak KabupatenKota, terdiri dari:
a. Pajak hotel;
b. Pajak restoran;
c. Pajak hiburan;
d. Pajak reklame;
e. Pajak penerangan jalan;
f. Pajak mineral bukan logam dan batuan;
g. Pajak parkir;
h. Pajak air tanah;
i. Pajak sarang burung walet;
j. Pajak bumi dan bangunan pedesaan dan perkotaan; dan
k. Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan.
20
Tabel 2.1 Tarif Pajak Daerah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah No.
Pajak Propinsi Tarif Maksimum
1. Pajak kendaraan bermotor:
- Kendaraan bermotor pertama
- Kendaraan bermotor kedua dan
selanjutnya -
Kendaraan bermotor angkutan umum, ambulans, pemadam kebakaran, sosial
keagamaan, lembaga sosial dan keagamaan, pemerintahTNIPOLRI,
pemerintah daerah, dan kendaraan lain yang ditetapkan dengan peraturan daerah
- Kendaraan bermotor alat-alat berat dan
alat-alat besar 2
10
1
0,2 2.
Bea balik nama kendaraan bermotor -
Penyerahan pertama -
Penyerahan kedua Khusus bea balik nama kendaraan bermotor
alat-alat berat dan alat-alat besar -
Penyerahan pertama -
Penyerahan kedua 20
1
0,75 0,075
3. Pajak bahan bakar kendaraan bermotor
10 4.
Pajak air permukaan 10
5. Pajak rokok
10
No. Pajak KabupatenKota
Tarif Maksimum
1. Pajak hotel
10 2.
Pajak restoran 10
3. Pajak hiburan
- Khusus hiburan berupa pagelaran
busana, kontes kecantikan, diskotik, karaoke, klab malam, permainan
ketangkasan, panti pijat, dan mandi uapspa
- Khusus hiburan kesenian
rakyattradisional 35
75
10 4.
Pajak reklame 25
5. Pajak penerangan jalan
10 6.
Pajak mineral bukan logam dan batuan 25
7. Pajak parker
30
21
No. Pajak KabupatenKota
Tarif Maksimum
8. Pajak air tanah
20 9.
Pajak sarang burung wallet 10
10. Pajak bumi dan bangunan pedesaan dan perkotaan
0,3 11. Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan
5
22
2.1.5.2 Retribusi Daerah
2.1.5.2.1 Pengertian Retribusi Daerah
Pengertian retribusi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah pungutan daerah sebagai
pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan danatau
diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi ataubadan. 2.1.5.2.2
Objek Retribusi Daerah Objek retribusi daerah terbagi ke dalam tiga kelompok, yaitu:
1. Jasa Umum
Retribusi Jasa Umum adalah pelayanan yang disediakan atau diberikan pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat
dinikmati oleh orang pribadi atau badan. 2.
Jasa Usaha Retribusi Jasa Usaha adalah pelayanan yang disediakan oleh pemerintah daerah
dengan menganut prinsip komersial yang meliputi: a.
Pelayanan dengan menggunakanmemanfaatkan kekayaan Daerah yang belum dimanfaatkan secara optimal; danatau
b. Pelayanan oleh pemerintah daerah sepanjang belum disediakan secara
memadai oleh pihak swasta. 3.
Perizinan Tertentu Retribusi Perizinan Tertentu adalah pelayanan perizinan tertentu oleh pemerintah
daerah kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pengaturan dan
23
pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan
umum dan menjaga kelestarian lingkungan.
2.1.5.2.3 Jenis Retribusi Daerah
Jenis-jenis retribusi daerah berdarsarkan objeknya dijabarkan sebagai berikut:
1. Retribusi Jasa Umum, terdiri dari:
a. Retribusi pelayanan kesehatan;
b. Retribusi pelayanan persampahankebersihan;
c. Retribusi penggantian biaya cetak kartu tanda penduduk dan akta catatan
sipil; d.
Retribusi pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat; e.
Retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum; f.
Retribusi pelayanan pasar; g.
Retribusi pengujian kendaraan bermotor; h.
Retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran; i.
Retribusi penggantian biaya cetak peta; j.
Retribusi penyediaan danatau penyedotan kakus; k.
Retribusi pengolahan limbah cair; l.
Retribusi pelayanan teratera ulang; m.
Retribusi pelayanan pendidikan; dan n.
Retribusi pengendalian menara telekomunikasi.
24
2. Retribusi Jasa Usaha, terdiri dari:
a. Retribusi pemakaian kekayaan daerah;
b. Retribusi pasar grosir danatau pertokoan;
c. Retribusi tempat pelelangan;
d. Retribusi terminal;
e. Retribusi tempat khusus parkir;
f. Retribusi tempat penginapanpesanggrahanvilla;
g. Retribusi rumah potong hewan;
h. Retribusi pelayanan kepelabuhanan;
i. Retribusi tempat rekreasi dan olahraga;
j. Retribusi penyeberangan di air; dan
k. Retribusi penjualan produksi usaha daerah.
3. Retribusi Perizinan Tertentu, terdiri dari:
a. Retribusi izin mendirikan bangunan;
b. Retribusi izin tempat penjualan minuman beralkohol;
c. Retribusi izin gangguan;
d. Retribusi izin trayek; dan
e. Retribusi izin usaha perikanan.
2.1.5.3 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan merupakan penerimaan daerah yang berasal dari hasil perusahaan milik daerah dan pengelolaan kekayaan
daerah yang dipisahkan. Penerimaan ini antara lain dari Bank Pembangunan Desa,
25
perusahaan daerah, dividen Bank Perkreditan Rakyat – Bank Kredit Kecamatan dan
penyertaan modal daerah kepada pihak ketiga. 2.1.5.4
Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah
Bentuk daripada lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah dalam Undang- Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah
Pusat dengan Pemerintah Daerah meliputi: a.
Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan; b.
Jasa giro; c.
Pendapatan bunga; d.
Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing; dan e.
Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan danatau pengadaan barang danatau jasa oleh daerah.
2.1.6 Dana Alokasi Umum
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah menjelaskan Dana Alokasi
Umum adalah dana yang bersumber dari pendapatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan
antar-daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. “Dana Alokasi Umum dialokasikan dalam bentuk block grant, yang
berarti pemerintah daerah leluasa menggunakannya karena tidak terikat dalam keriteria tertentu.” Iskandar, 2012. Jumlah keseluruhan Dana Alokasi Umum
26
ditetapkan sekurang-kurangnya 26 dari Pendapatan Dalam Negeri Neto yang ditetapkan dalam Aanggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Dana Alokasi Umum untuk suatu daerah dialokasikan berdasarkan berdasarkan formula yang terdiri atas celah fiskal dan alokasi dasar. Peraturan
Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan menjelaskan, celah fiskal adalah selisih antara kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal. Di mana kebutuhan
fiskal diukur dengan variabel jumlah penduduk, luas wilayah, indeks kemahalan konstruksi, produk domestik regional bruto per kapita dan indeks pembangunan
manusia, sedang kapasitas fiskal diukur berdasarkan Pendapatan Asli Daerah dan Dana Bagi Hasil. Sementara Alokasi Dasar dihitung berdasarkan jumlah gaji Pegawai
Negeri Sipil Daerah.
Dana Alokasi Umum = Celah Fiskal CF + Alokasi Dasar AD
Keterangan: CF
= Kebutuhan Fiskal – Kapasitas Fiskal AD
= Jumlah gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah
2.1.7 Sisa Lebih Perhitungan Anggaran
Sisa Lebih Perhitungan Anggaran merupakan imbas pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Dengan kata lain, sumber-sumber Sisa Lebih
Perhitungan Anggaran dapat berasal dari pelampauan anggaran pendapatan, realisasi belanja yang rendah atau keduanya. Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, Sisa Lebih
27
Perhitungan Anggaran adalah selisih lebih realisasi penerimaan dan pengeluaran anggaran selama satu periode anggaran.
Jikaanggarandefisit,makakekuranganpendapatanatasbelanjanyaakan ditutup dengan pembiayaan yang salah satunya berasal dari Sisa Lebih Perhitungan Anggaran
tahun sebelumnya, sedangkan jika terjadi surplus maka akan dimanfaatkan untuk pengeluaran pembiayaan. Pembiayaan anggaran merupakan pembiayaan untuk
menutup defisit anggaran, sedangkan pengeluaran pembiayaan merupakan pembiayaan yang dilakukan untuk memanfaatkan surplus. Di dalam Pasal 8 Undang-
Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah dituliskan, dalamhalAnggaran Pendapatan dan
Belanja Daerahdiperkirakandefisit,pembiayaandefisitbersumberdari: a.
Sisa Lebih Perhitungan Anggaran; b.
Dana cadangan; c.
Penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan d.
Pinjaman daerah. Pada dasarnya, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah disusun dengan
mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah. Dalam hal belanja diperkirakan lebih besar daripada pendapatan maka sumber-sumber pembiayaan defisit diperoleh
dari penggunaan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran, dana cadangan, hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan dan pinjaman daerah.
Dalam realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah terdapat dua jenis Sisa Lebih Perhitungan Anggaran. Pertama, Sisa Lebih Perhitungan Anggaran tahun
28
sebelumnya yang merupakan sisa penggunaan anggaran tahun sebelumnya dan merupakan bagian dari penerimaan pembiayaan. Kedua, Sisa Lebih Perhitungan
Anggaran tahun berkenaan yang merupakan sisa penggunaan anggaran pada tahun berjalan dan akan menjadi salah satu penerimaan pembiayaan di tahun berikutnya.
Dalam anggaran, Sisa Lebih Perhitungan Anggaran tahun sebelumnya cenderung dianggarkan lebih rendah dari realisasi.