11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teoritis
2.1.1 Teori Keagenan
Teori keagenan merupakan bagian dasar dalam ilmu anggaran dan akuntansi. Disqdari atau tidak, di pemerintahan daerah teori keagenan ini telah dipraktikkan
termasuk oleh pemerintahan daerah di Indonesia. Apalagi sejak otonomi dan
desentralisasi diberikan kepada pemerintah daerah sejak tahun 1999.
Tteori keagenan adalah hubungan kontrak antara pihak prinsipal dengan agen. Teori keagenan memiliki asumsi bahwa tiap-tiap individu semata-mata termotivasi
oleh kepentingan dirinya sendiri sehingga menimbulkan kepentingan antara prinsipal dan agen. Di pemerintahan daerah, prinsipal merupakan pihak legislatif perwakilan
rakyat dan agen merupakan pihak eksekutif pemerintah daerah. Dalam konteks pembuatan kebijakan, legislatif adalah prinsipal yang mendelegasikan kewenangan
kepada agen seperti pemerintah daerah atau panitia di legislatif untuk membuat kebijakan baru. Hubungan keagenan di sini terjadi setelah agen membuat usulan
kebijakan dan berakhir setelah usulan tersebut diterima atau ditolak oleh pihak
prinsipal.
Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah disebut
12
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, baik untuk provinsi maupun kabupaten dan kota. Proses penyusunan anggaran pasca Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999
dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 melibatkan dua pihak: eksekutif dan legislatif, masing-masing melalui sebuah tim atau panitia anggaran. Sebelum
penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dilakukan, terlebih dahulu dibuat kesepakatan antara eksekutif dan legislatif tentang arah dan kebijakan umum
dan prioritas anggaran, yang akan menjadi pedoman untuk penyusunan anggaran pendapatan dan anggaran belanja. Eksekutif membuat rancangan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah sesuai dengan arah dan kebijakan umum dan prioritas anggaran, yang kemudian diserahkan kepada legislatif untuk dipelajari dan dibahas
bersama-sama sebelum ditetapkan sebagai peraturan daerah. Dalam perspektif keagenan, hal ini merupakan bentuk kontrak yang menjadi alat bagi legislatif untuk
mengawasi pelaksanaan anggaran oleh eksekutif. 2.1.2
Teori Federalisme Fiskal
Menurut Akai dan Sakata dalam Sugiarthi dan Supadmi 2014, “Teori Federalisme Fiskal menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi diperoleh dengan
desentralisasi fiskal melalui pelaksanaan otonomi daerah. Desentralisasi fiskal diartikan sebagai pelimpahan kewenangan terkait dengan pengambilan keputusan
kepada pemerintah tingkat rendah.” Bentuk pemerintahan federalisme fiskal adalah struktur dari tingkatan pemerintah yang masing-masing tingkatan mempunyai sumber
dari pendapatan dan mempunyai tanggung jawab.
13
Dalam penerapan desentralisasi fiskal, setiap daerah juga dituntut untuk membiayai sendiri biaya pembangunannya, padahal pendapatan daerah tidak bisa
membiayai seluruh pengeluarannya. Oleh karena itu, transfer dana dari pusat menjadi sumber penerimaan yang sangat dominan bagi pemerintah daerah. Dana yang
biasanya ditransfer dari pemerintah pusat adalah Dana Alokasi Umum. Proporsi Dana Alokasi Umum terhadap penerimaan daerah masih yang tertinggi dibandingkan
dengan penerimaan daerah yang lain, termasuk Pendapatan Asli Daerah. Teori tentang federalisme fiskal menyatakan bahwa untuk barang atau jasa
publik tertentu seperti barang publik daerah, desentralisasi dapat meningkatkan efisiensi dan akuntabilitas alokasi sumber daya karena: 1 Pemerintah daerah dapat
lebih baik dikelola menurut daerah dan letak geografisnya; 2 Pemerintah daerah memiliki posisi yang lebih baik untuk mengenali preferensi dan kebutuhan daerah;
dan 3 Tekanan dari persaingan jurisdiksi yang mendorong pemerintah daerah untuk menjadi inovatif dan memiliki akuntabilitas bagi warga dan penduduknya.
2.1.3 Otonomi Daerah dan Desentralisasi Fiskal
2.1.3.1 Otonomi Daerah
Secara harfiah, otonomi daerah berasal dari kata otonomi dan daerah. Dalam bahasa Yunani, otonomi berasal dari kata autos dan namos. Autos berarti sendiri dan
namos berarti aturan atau undang-undang, sehingga dapat diartikan sebagai kewenangan untuk mengatur sendiri atau kewenangan untuk membuat aturan guna
mengurus rumah tangga sendiri. Menurut Encyclopedia of Social Science, dalam