Monoteisme Ibrahim Kesatuan Transenden Agama-agama

konsekuensi ritual dan sosial yang terkandung dalam hukum Musa 81 . Akibat tersalur dan terkristalnya monoteisme dalam agama Yahudi, maka mulai saat itulah monoteisme memiliki ciri historis- eksoteris. Ciri historis agama Yahudi mempunyai konsekuensi yang sebelumnya tidak ditemukan dalam monoteisme asli, paling kurang bukan dalam bentuk yang sama. Itulah paham messianis, dan karena itu ia dikaitkan dengan tradisi Musa 82 . Beberpa tinjauan mengenai monoteisme asli beserta adaptasinya yang dilakukan nabi Musa, penerapannya dalam agama yahudi dan perwujudannya dalam paham mesianis, cukup memungkinkan kita melangkah lebih jauh guna membahas peranan organis yang dimainkan agama kristen dalam perkembangan monoteisme selanjutnya. Karena itu dapat dikatakan bahwa pada gilirannya, agama Kristen menyerap semua warisan ajaran monoteisme menjadi peneguh akan messias, karena agama Kristen adalah buah yang absah dari bentuk agama Yahudi. Karena sang messias harus mewujudkan kehendak Ilahi yang merupakan sumber monoteisme dalam dirinya sendiri, tentu saja Ia harus mengatasi bentuk yang tidak memungkinkannya mewujudkan kehendak Ilahi itu sepenuhnya. Telah kita katakan bahwa pribadi messias merupakan ”avataris” menyerap seluruh ajaran monoteistis. Ini berarti kristus bukan hanya akhir agama yahudi yang historis, paling tidak dari segi dan ukuran tertentu, melainkan juga bahwa pribadi messias adalah dukungan terhadap monoteisme. Tetapi kenyataan historis yang amat jelas tentang adanya Kristus itu pada gilirannya mengandung konsekuensi terbatasnya bentuk agama tersebut agama kristen. Hal ini dapat dilihat dalam bentuk agama Yahudi, dimana Israel memainkan peranan yang kemudian berpindah ke 81 Fritjhof Schuon, Mencari Titik Temu Agama-agama…, h.105 82 Fritjhof Schuon, Mencari Titik Temu Agama-agama…, h.106 messias, yakni penerapan yang seharusnya bersifat terbatas ditinjau dari sudut perwujudan monoteisme secara utuh. Disinilah agama Islam masuk, dan menjadi tugas kita menelaah kedudukan dan peranannya yang penting dalam perkembangan monoteisme 83 Perkembangan ajaran Ibrahim tentang monoteisme hingga mengambil bentuknya dalam agama-agama Yahudi, kristen dan Islam, bukanlah sebagai bentuk penghapusan atau pembatalan. Yang perlu dipahami adalah, meskipun adanya pembatalan yang dijelaskan dalam kitab suci, pembatalan tersebut tidak lain adalah penjelasan tentang penyimpangan yang dilakukan kaum monoteisme sehingga pembatalan tersebut bersifat relatif, sedangkan inti hakikat agama Ibrahim itu sendiri adalah mutlak karena bersifat Ilahi. Itulah sebabnya dalam tiga agama besar tersebut sama-sama memiliki posisi yang absah dalam hal kepemilikannya terhadap agama Ibrahim, serta memiliki posisi yang sama dalam hal esensi ajaran monoteisme, karena ketiganya merupakan geneologi yang saling melengkapi geneologi historis dan ajaran yang sama. Pada agama Yahudi dan Kristen, monoteisme menampakkan dua wajah yang saling bertentangan. Keduanya dirangkum oleh Islam dengan menyelaraskan pertentangan tersebut dalam satu sintesis. Inilah yang menandai berakhirnya perkembangan dan perwujudan integral monoteisme. Dengan kata lain penyelarasan Yahudi dan kristen dalam Islam dalam arti tertentu yakni mengembalikan kepada monoteisme murni ibrahim 84 . Monoteisme yang diwahyukan kepada ibrahim mempunyai keseimbangan yang sempurna antara asoterisme dan eksoterisme, dan sampai taraf tertentu memiliki kesamaan primordial, walaupun masalahnya disini hanya menyangkut primordialitas dalam hubungan dengan 83 Fritjhof Schuon, Mencari Titik Temu Agama-agama…, h.107 84 Fritjhof Schuon, Mencari Titik Temu Agama-agama…, h.109 sejumlah bangsa Semit. Dapat dikatakan, pada nabi Musa eksoterisme menjadi agama dalam arti bhwa eksoterisme itu memberi petunjuk pada agama tanpa mempengaruhi hakikatnya. Pada Kristus sebaliknya esoterismelah yang pada gilirannya memberi bentuk kepada agama tanpa mempengaruhi hakikatnya. Pada Muhammad, keseimbangan semula dipulihkan kembali, dan siklus perkembangan monoteisme pun berakhir 85 . Sudah seharusnya setiap agama merupakan suatu adaptasi, dan adaptasi mengandung pengertian adanya pembatasan. Jika berbagai agama metafisik murni merupakan suatu adaptasi, demikian pula halnya beragam agama eksoteris, yang merupakan rangkaian adaptasi demi kepentingan mentalitas yang lebih terbatas. Pembatasan perlu ada pada bentuk-bentuk agama asli. Tidak dapat dielakkan, berbagai pembatasan itu tampak dalam proses perkembangan bentuk-bentuk tersebut, dan menjai semakin nyata pada akhir pekembangannya, yang ikut ditentukan oleh pembatasan bentuk agama itu sendiri. Jika beragam pembatasan itu diperlukan demi kehidupan agma tersebut.konsekuensinya, agama- agama itu walau bagaimanapun juga akan tetap terbatas. Ajaran heterodoks ini sendiri adalah konsekuensi tidak langsug dari kebutuhan akan pembatasan bentuk agama, dan untuk memberinya batas sesuai dengan taraf kemajuan yang dicapai dalam abad gelap 86 . Bahkan simbol-simbol suci pun demikian halnya. Karena hanya hakikat tak berhingga, abadi dan tanpa bentuklah yang secara absolut bersifat murni dan tidak dapat diubah, dan karena sifat-Nya yang Adikodrati harus dinyatakan, baik melalui diluluhkannya bentuk-bentuk yang ada maupun melalui sinar-Nya yang dipancar melalui beragam bentuk tadi.

6. Makna Al-Islam, Titik Temu Agama-agama Semitik

85 Fritjhof Schuon, Mencari Titik Temu Agama-agama…, h.111 86 Fritjhof Schuon, Mencari Titik Temu Agama-agama…, h.112 Agama Ibrahim mengandung tiga unsur kepercayaan, yakni percaya kepada Tuhan, unsur etik berupa kebenaran dan keadilan, serta ritual. Unsur pertama yakni percaya kepada Tuhan, dalam hal ini Abrahamic Religions agama Ibrahimistik mengajarkan fondasi monotheistis yakni konsepsi dogmatis tentang keesaan Ilahi – non dualitas. Ajaran monoteisme yang berasal dari Ibrahim tersebut yang merupakan kelompok agama Semit, kemudian berkembang menjadi dua cabang yakni keturunan Ishaq dan keturunan Isma’il. Agama Ibrahim tersebut juga dikenal dalam term al-Qur’an dengan agama hanif, artinya agama fitrah yang mencerminkan keberagamaan manusia, kemudian diikuti dengan kepatuhan dan ketundukan kepada Tuhan yang disebut Muslim. Jadilah agama Ibrahim tersebut hanifan muslima 87 yang menjadi dasar dari setiap agama monoteisme. Ada satu tema besar yang mendominasi ajaran course agama Yahudi, yaitu kebenaran Tuhan truth of God yang tunggal pada tatanan sosial social order dialam. Ide ketuhanan tersebut berasal dari Ibrahim, Ishaq dan Ya’kub berupa ajaran yang membawa kembali kepada masa-masa patriarch. Ide ini dihidupkan kembali oleh musa untuk menerangi Israel, karena itu Musa merupakan inagurator agama Israel yang membawa mereka kepada Tuhan yang sebenarnya 88 . Ajaran kebenaran Tuhan tersebut dinyatakan dengan sepuluh perintah Ten Commandment dalam TauratPerjanjian Lama, 87 Istilah hanif dan muslim berarti mengikuti kebenaran jalan hidup yang asli, primordial dan perennial, yang tidak berubah sepanjang masa. Itu semua berpangkal pada keyakinan fitrah manusia kepada Tuhan yang merupakan esensi semua agama yang lurus al-Din al-Qayyim... Lihat : Ajat Sudrajat, Tafsir Inklusif Makna Islam, Yogyakarta : AK Group Yogya, 2004, Cet.1, h.108 88 Ajat Sudrajat, Tafsir Inklusif Makna Islam...,h.109 kesepuluh perintah tersebut terdapat dalam Kitab keluaran Exodus 20 : 3, 5, 7, 8, 12, 13, 14, 15, 16 dan 17. Urutan kesepuluh firman Tuhan tersebut adalah : 1 Janganlah menyembah selain Allah 3 2 Janganlah membuat dan menyembah patung berhala 4 dan 5 3 Janganlah menyebut nama Allah dengan sia-sia 7 4 Ingatlah hari Sabat [Sabtu] 8 5 Hormatilah ayah dan ibu 12 6 Janganlah membunuh 13 7 Janganlah berzina 14 8 Janganlah mencuri 15 9 Jangalah mengucapkan saksi palsu tentang sesama 16 10 Janganlah menginginkan rumah sesamamu, isterinya dan barang-barang seluruhnya 17 89 Umat yahudi diwajibkan untuk tunduk dan patuh kepada ”Sepuluh Perintah Tuhan” tersebut. Ketundukan kepada Tuhan untuk menjalankan perintah-Nya itu dalam term al-Qur’an disebut dengan al-Islam. Kesepuluh perintah tersebut secara implisit dapat kita temukan dalam Q.S. al-An’am 151-153, sebagai berikut : Katakanlah:Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Rabbmu, yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapak,dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan. Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka; dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak diantaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah membunuhnya melainkan dengan suatu sebab yang benar. Demikian itu yang diperintahkan oleh Rabbmu kepadamu supaya kamu memahaminya. QS. 6:151 Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan 89 Ajat Sudrajat, Tafsir Inklusif Makna Islam...,h.110