Agama dalam Pendekatan Perspektif Filsafat Perenial
tidak lagi bisa secara naif diberi label dengan kafir, mengalami penyelewengan, tidak lebih sempurna, lebih rendah dan
sebagainya, seperti selama ini dilakukan. Dalam konteks agama-agama, penerimaan adanya the common
vision ini berarti menghubungkan kembali the many, dalam hal ini adalah realitas eksoteris agama-agama, kepada asalnya The One-
Tuhan, yang diberi berbagai macam nama oleh para pemeluknya sejalan dengan perkembangan kebudayaan dan kesadaran sosial dan
spiritual manusia. Sehingga kesan empiris tentang adanya agama- agama yang majemuk itu, tidak hanya berhenti sebagai fenomena
faktual saja, tetapi kemudian dilanjutkan: bahwa ada satu realitas yang menjadi pengikat yang sama dari agama-agama tersebut, yang dalam
bahasa simbolis bolehlah kita sebut dengan “ Agama itu” The Religion.
Dengan cara trasendental ini di temukan adanya norma-norma abadi yang hidup dalam jantung setiap agama-agama besar, maupun
tradisi tradisi spiritual kuno .The heart of religion inilah yang bersifat Ilahi dari agama-agama itu, yang selalu disampaikan dan diajarkan
oleh kalangan perennialis. Mereka menganggap, mengerti mengenai hal tersebut adalah cara untuk mengerti “ pesan ketuhanan” kepada
manusia” sekaligus cara manusia kembali kepada tuhannya
60
. selanjutnya menurut Fritjhof Schuon, metafisika keagamaan atau
filsafat perennial ini tidak terpisah sama sekali dari tradisi, dan transmisi mata rantai tradisional, termasuk dalam realisasi spiritual.
Metafisika inilah yang menjadikan setiap agama bersifat religio, perennis, agama agama yang bersifat abadi.metafisika ini juga yang
hidup dalam manusia. Dalam bahasa Meister Eikhart, “Dalam diri manusia, ada sesuatu yang tidak diciptakan, dan tidak dapat
diciptakan.itulah Intelek.” Memang filsafat perennial sepenuhnya
60
Komarudin Hidayat, Muhamad Wahyuni Nafis, Agama Masa Depan, Perspektif Filsafat perennial…, h.xxx
mencurahkan perhatian pada agama, dalam realitasnya yang paling transenden atau metafisik yang bersifat transhitoris ini. Bukan agama
dalam kenyataan faktual, seperti dalam ajaran religionwissenshaft, bahkan fenomologi. Usaha transenden metafisis ini dilakukan untuk
mendapatlkan kunci manusia dapat memahani ajaran agama agama yang sangat kompleks dan penuh teka-tek, yang tak pernah bias
diduga maknanya lewat analisis empiris, apalagi historis, seperti yang dilakukan oleh para ahli agama-agama selama ini.
Dari sudut pandang hirakis atau tingkat-tingkat ekistensi agumen bahwa “tradisi” adalah jalan yang memberitahu kita
bagaimana menempuh pendakian dari tinggkat eksistensirealitas yang lebih rendah-yaitu kehidupan sehari hari ini-sampai ketinggkatrealitas
yang paling tinggi, kepada Tuhan melalui pengalaman pengalaman mistis,penggalaman kesatuan atau wahdat-ul wujud. Filsafat perennial
sering menggambil
istilah upaya
dari Buddhisme
untuk menggambarkan perjalanan pendakian spiritual ini
61
. Memang secara lahiriah setiap kontruksi upaya kelihatannya
bertentangan, tapi secara transenden atau esensial dalam istilah Knitter tadi semuanya mempunyai maksud yang sama,yaitu sebagai sarana
penyelamatan kehidupan ruhani manusia. Dan pada akhirnya, seperti dikatakan Bhagavan Das dalam The Essential Unity of All Religions
1966,h.604, kita semua penganut agama bertemu dalamthe road of life jalan kehidupan yang sama yang datang dari jauh, yang datang
dari dekat, semua kelaparan dan kehausan: semua membutuhkan roti dan air kehidupan, yang hanya bias didap[at melalui kesatuan dengan
The supreme Spirit. Yang di gambarkan oleh bhagavan Das sebagai the road of life adalah upaya dalam istilah Schuon itu. penganut
agama bertemu dalam the road of life jalan kehidupan yang sama, yang datang dari jauh, yang datang dari dekat, semua kelaparan dan
61
Komarudin Hidayat, Muhamad Wahyuni Nafis, Agama Masa Depan, Perspektif Filsafat perennial…, h.xxxi