Pengertian Pluralisme Agama Pluralisme Agama

Dari definisi diatas, maka dapat di tarik suatu pengertian bahwa “pluralitas agama” adalah kondisi hidup bersama koeksistensi antar agama dalam arti yang luas yang berbeda-beda dalam satu komunitas dengan tetap mempertahankan ciri-ciri spesifik atau ajaran masing-masing agama. Namun dari segi konteks dimana “plurlisme agama” sering digunakan dalam studi-studi dan wacana sosio-ilmiah pada era modern ini, memiliki definisi yang berbeda. John Hick, yang dikutip Anis Malik Thoha misalnya menyatakan: ”Pluralisme agama adalah suatu gagasan bahwa agama-agama besar dunia merupakan persepsi dan konsepsi yang berbeda tentang, dan secara bertepatan merupakan respon real atau Yang Maha Agung dari dalam pranata kultural manusia yang bervariasi; dan bahwa transformasi wujud manusia dari pemusatan diri menuju pemusatan hakiki terjadi secara nyata dalam setiap masing-masing pranata kultural manusia tersebut dan terjadi, sejauh yang dapat diamati, sampai pada batas yang sama” 63 Dengan kata lain, Hick menurut Anis menegaskan sejatinya semua agama adalah merupakan manifestasi-manifestasi dari realitas yang satu. Dengan demikian, semua agama sama dan tak ada yang lebih baik dari yang lain 64 . Sementara itu, Majelis Ulama Indonesia mendefinisikan Pluralisme Agama sebagai; Pluralisme agama adalah suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relatif; oleh sebab itu, setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa agamanya saja yang benar sedangkan agama yang lain salah. Pluralisme juga mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan masuk dan hidup berdampingan di surga 65 63 Wahdat al-Adyan : Melerai Konflik Umat Beragama, www.nusantaraonline.com 64 Anis Malik Toha, Melacak Pluralisme Agama, dari www.hidayatullah.com, di download pada tgl.12 Agustus 2010 65 Lihat Fatwa MUI dalam majalah Media Dakwah No.358 Ed. Sya’ban 1426 HSeptember 2005, h.49

2. Sosio-historis Pluralisme Agama

Pemikiran pluralisme agama muncul pada masa yang disebut dengan Pencerahan Enlightment Eropa, tepatnya pada abad ke-18 Masehi, masa yang sering disebut sebagai titik permulaan bangkitnya gerakan pemikiran modern. Yaitu masa yang diwarnai dengan wacana-wacana baru pergolakan pemikiran manusia yang berorientasi pada superioritas akal rasionalisme dan pembebasan akal dari kungkungan-kungkungan agama. Di tengah hiruk-pikuk pergolakan pemikiran di Eropa yang timbul sebagai konsekuensi logis dari konflik-konflik yang terjadi antara gereja dan kehidupan nyata di luar gereja, muncullah suatu paham yang dikenal dengan “liberalisme”, yang komposisinya adalah kebebasan, toleransi, persamaan dan keragaman atau pluralisme 66 . Sebenarnya gagasan pluralisme agama merupakan upaya peletakan landasan teoritis dalam teologi Kristen untuk berinteraksi secara toleran dengan agama lain. Gagasan pluralisme agama ini merupakan salah satu elemen gerakan reformasi pemikiran agama atau liberalisasi agama yang dilancarkan oleh Gereja Kristen pada abad ke-19. Gerakan ini kemudian dikenal dengan Liberal Protestantism. Pelopornya adalah Friedrich Schleiermacher. Memasuki abad ke-20, gagasan pluralisme agama semakin kokoh dalam wacana pemikiran filsafat dan teologi Barat. Munculnya tokoh seperti Ernst Troeltsch 1865-1923. Seorang teolog Kristen liberal dalam sebuah makalahnya yang berjudul Posisi Agama Kristen di antara Agama-agama Dunia yang disampaikan dalam sebuah kuliah di Universitas Oxford 1923, Troeltsch melontarkan gagasan pluralisme agamanya secara argumentatif. Menurutnya, semua agama, termasuk Kristen, selalu mengandung elemen kebenaran dan tidak 66 Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama: Tinjauan Kritis, Jakarta: Perspektif Kelompok GEMA INSANI, 2005, hlm. 16-17 satu agama pun yang memiliki kebenaran mutlak. Konsep ketuhanan di muka bumi ini beragam dan tidak tunggal 67 . Tokoh lainnya adalah William E Hocking dengan gagasannya yang ditulis dalam buku Re-thinking Mission 1932 dan Living Religions and A World Faith. Ia tanpa ragu-ragu memprediksi akan munculnya model keyakinan atau agama universal baru yang selaras dengan konsep pemerintahan global 68 . Gagasan serupa datang dari sejarawan Inggris ternama, Arnold Toynbee 1889-1975, dalam karyanya An Historians Approach to Religion 1956 dan Cristianity and World Religions 1957. Juga seorang teolog dan sejarawan Kanada, Wilfred Cantwell Smith yang dalam bukunya Towards A World Theology 1981 yang mencoba meyakinkan perlunya menciptakan konsep teologi universal atau global yang bisa dijadikan pijakan bersama bagi agama-agama dunia dalam berinteraksi dan bermasyarakat secara damai dan harmonis 69 . Nampaknya karya tersebut memuat saripati pergolakan pemikiran dan penelitian Smith, dari karya-karya sebelumnya The Meaning and End of Religion 1962 dan Questions of Religious Truth 1967. Gagasan pluralisme agama telah mencapai fase kematangan dalam dua dekade terakhir abad ke-20, pluralisme agama menjadi sebuah wacana pemikiran tersendiri pada dataran teologi dan filsafat agama modern. Fenomena sosial politik juga mengetengahkan realitas baru kehidupan antar agama yang lebih nampak sebagai penjabaran bahkan suatu proses sinergi gagasan pluralisme agama ini. Menurut Muhammad Legenhausen, ide pluralisme agama pada awalnya adalah ide yang digagas sebagai respons teologis atas perkembangan yang berlaku di masyarakat Barat ketika itu. Konflik agama terjadi di mana-mana sehingga menimbulkan ribuan korban 67 Anis Malik Toha, Melacak Pluralisme Agama, dari www.hidayatullah.com 68 Anis Malik Toha, Melacak Pluralisme Agama, dari www.hidayatullah.com 69 Anis Malik Toha, Melacak Pluralisme Agama, dari www.hidayatullah.com jiwa. Atas nama agama, masing-masing pihak menghabisi pihak lain yang berseberangan dengannya. Dalam kondisi seperti inilah kemudian lahir gerakan liberalisme. Gerakan liberalisme pada awalnya bersifat politis karena tujuannya hanya untuk membatasi intervensi gereja dalam administrasi pemerintahan. Akan tetapi, pada abad 19, gerakan liberalisme menular ke barisan Kristen Protestan sehingga melahirkan apa yang disebut Protestan Liberalisme. Tidak bisa dinafikan, gerakan ini sangat kuat dipengaruhi oleh konsep modernisme yang juga sedang berkembang saat itu. Di antara penggagas gerakan ini adalah teolog Protestan Fredrich Schleiermacher 1768-1834, yang pikiran-pikirannya banyak mempengaruhi John Hick. Ide-ide dasar pluralisme agama dapat ditelusuri dari tulisan Schleiermacher. Schleiermacher menilai bahwa agama adalah urusan privat; esensinya terletak pada jiwa dan diri manusia dalam interaksinya dengan Yang Mutlak, bukan pada institusi tertentu dari agama atau bentuk-bentuk eksternalnya. Dalam kerangka teoretis pluralisme agama pada masa ini telah dimatangkan oleh beberapa teolog dan filosof agama modern. Konsepsinya lebih lihai, agar dapat diterima oleh kalangan antar agama. John Hick adalah yang pertama kali merekonstruksi landasan- landasan teoretis pluralism agama sedemikian rupa, sehingga menjadi sebuah teori yang baku dan populer. Hick menuangkan pemikirannya dalam buku An Interpretation of Religion : Human Responses to the Transcendent. Buku ini diangkat dari serial kuliahnya pada tahun 1986-1987, yang merupakan rangkuman dari karya-karya sebelumnya 70 . Sementara itu gagasan pluralisme agama dalam wacana pemikiran Islam, baru muncul pada masa-masa pasca Perang Dunia II, ketika mulai terbukanya kesempatan besar bagi generasi-generasi muda Muslim untuk mengenyam pendidikan di universitas-universitas 70 Anis Malik Toha, Melacak Pluralisme Agama, dari www.hidayatullah.com