Sosio-historis Wahdat al-Adyan Wahdat al-Adyan

Bashrah, lalu ke Baghdad. Bersarna Tusturi, Amr al-Makki dan Abu al-Qasim al-Junaid al-Baghdadi guru-guru al-Hallaj, dia mengalami hidup dalam pertapaan, di tahun 877-897 M263-283 H. Khiraah sufi simbol otoritas sebagai seorang guru sufi diterimanya dari salah satu gurunya, Sahal al-Tusturi 12 . Al-Hallaj pernah pula mengadakan pengembaraan ke Negara-negara timur tahun 988-903 M284-289 H, yakni ke India, Turkistan, Azwaz, Persi, Khurasan, dan Turfan untuk berdakwah dan menulis buku. Selanjutnya di tanah-tanah yang pernah dia datangi, seperti Gujarat, Hindia, Parsi, dan Turki, muncul karya- karya puisi mistik daerah dalam berbagai bahasa yang dipengaruhi oleh aiaran-aiarannya 13 . Bahkan tidak sedikit para seniman dan sufi yang secara sengaja mencari inspirasi dari kisah hidup al-Hallaj untuk karya-karya mereka, seperti yang dilakukan Jalaluddin al-Rumi, Ruzbihan Baqli dari Shiraz, Fariduddin al- Attar, dan Shalah Abd al-Sabur. Setelah agak lama berkelana, di tahun 906 M 292 H. dia kembali ke Baghdad untuk mengajarkan ilmu tasawuf sampai tahun 909 M 295 H 14 .. Ajaran-ajarannya banyak menimbulkan polemik dan perdebatan di antara para ulama waktu itu. Bahkan banyak timbul anggapan di masyarakat, sehingga muncul pendapat pro dan kontra terhadapnya Kemasyhuran al-Hallaj sudah tidak diragukan lagi, tidak saja karena ajaran-ajarannya yang lain daripada yang lain, te-tapi juga karena semakin bertambahnya pengikut dan penga-gumnya yang memberikan aliran Hallajiyyah 15 12 Fathimah Usman, Wahdat al-Adyan : Dialog Pluralisme Agama…, h.19 13 Fathimah Usman, Wahdat al-Adyan : Dialog Pluralisme Agama…, h.21 14 Fathimah Usman, Wahdat al-Adyan : Dialog Pluralisme Agama…, h.22 15 Fathimah Usman, Wahdat al-Adyan : Dialog Pluralisme Agama…, h.23 Al-Hallaj sang pencetus wahdat al-Adyan, hidup di bawah pemerintahan Dinasti Bani Abbasiyah. Pemerintah ini berkuasa dalam rentang waktu yang cukup panjang, yakni sejak tahun 750- 1258 M 132-656 H 5 Kekuasaannya menggantikan Dinasti Umayyah yang telah mereka runtuhkan. Dan nama dinasti yang didirikan oleh Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbas ini dinisbatkan kepada al-Abbas, parnan Nabi Muhammad saw. yang merupakan nenek moyang mereka. Selama dinasti ini berkuasa di Baghdad lebih kurang 509, tahun Masehi524 Hijriyyah, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya yang terjadi. Berdasarkan perubahan pola tersebut, para sejarawan membagi masa pemerintahan Bani Abbasiyah ini menjadi lima periode. 1 Periode pengaruh Persia pertama tahun 750-847 M 132-232 H; 2 Periode pengaruh Turki pertama tahun 847-945 M 232-334 H; 3 Periode kekuasaan Bani Buwaihi atau disebut juga dengan periode pengaruh Persia kedua tahun 945-1055 M 334-447H; 4 Periode kekuasaan Bani Seljuk atau periode pengaruh Turki kedua tahun 1055-1194 M 447-590 H; dan 5 Periode bebas pengaruh, namun kekuasaan khalifah hanya efektif di sekitar kota Baghdad tahun 1094-125 M 590-656 H 16 Jika dilihat dari pembagian periodisasi ini, al-Hallaj hidup da periode kedua, ketika pemerintah Abbasiyah di bawah dominasi kekuasaan bangsa Turki yang terkenal bengis dan kejam namun karena penting untuk melihat faktor-faktor sosial politis dan keagamaan sekitar masa hidup al-Hallaj, atau tepatnva masa wahdat al-Adyan dirumuskan 17 . 16 Fathimah Usman, Wahdat al-Adyan : Dialog Pluralisme Agama…, h.44 17 Fathimah Usman, Wahdat al-Adyan : Dialog Pluralisme Agama…, h.45 Pada periode ini, ada hal menarik yang patut disimak dalam perbincangan teologi, hukum fikih, filasafat dan tasawuf. keempat disiplin ilmu ini masih mencari identitasnya sehingga tidak jarang menimbulkan persaingan antar peminat mereka. persaingan ini sering menimbulkan vonis-vonis negatif seperti bid’ah, murtad dan mulhid penyeleweng, bahkan tidak jarang mereka bersaing dalam mempengaruhi elit-politik dan sistem pemerintahan 18 Pada masa itu, Kehidupan al-Hallaj tidak saja menjadi kekaguman, tetapi juga sekaligus mengundang banyak kebencian dan kecemburuan. Sehingga ia bagaikan menjadi lambang cinta dan kebencian, Kelompok yang membencinya berasal dari berbagai kalangan Pertama, dari para ahli hukum fuqaha, terutama aliran al-Dzahiriyah jelas sekaii sangat membencinya. Al-Hallaj dituduh-nya sebagai orang yang menganggap ringan terhadap hukum Islam dan ibadah. Para fuqaha menuduh al- Hallaj telah membuat bidah Tuduhan ini telah cukup menjadi vonis yang keji bagi setiap orang Islam, karena arti bidah, rnenurut Mahmoud Syalthout, adalah mengubah atau menyelewengkan kewajiban akidah, ibadah, dan hukum halal- haram. Maka bidah merupakan perampasan hak Allah dalam membuat syariah, karena mengadakan masalah baru dalam hal agama. Oleh karenanya, bidah itu ditolak 19 . Golongan yang kedua yang memusuhi al-Hallaj adalah dari kalancan sufi, termasuk mertuanya sendiri, Abu Yaqub dan mantan gurunya, al-Junaid. menuduh al-Hallaj telah menyimpang dari ajaran tasawuf yang benar, bahkan memakai ilmu sihir yang telah dipelajarinya tatkala pergi ke daerah Timur 20 . 18 Fathimah Usman, Wahdat al-Adyan : Dialog Pluralisme Agama…, h.50 19 Fathimah Usman, Wahdat al-Adyan : Dialog Pluralisme Agama…, h.24 20 Fathimah Usman, Wahdat al-Adyan : Dialog Pluralisme Agama…, h.25 Adapun musuhnya yang ketiga dari kalangan ahli teolog Al- Hallaj dituduh telah mengajarkan ajaran yang bertentangan dengan prinsip tauhid, atau kata-katanya bernafaskan panteistik Menurut golongan Asyariyah -salah satu madzhab terkenal dalam teologi Islam- ajaran hulul hanya akan menjerumuskan manua pada paham isytirak, yakni menyekutukan Tuhan 21 . Selanjutya serangan keempat datang dari kalangan politisi. Menteri Ali Ibn al-Furat dan Ali Ibn Isa menganggap al-Hallaj sebagai orang yang berbahaya. Mereka khawatir jika pengaruhnya yang besar terhadap rohaniawan akan merembet ke organisasi sosial dan bahkan ke struktur politik. Di samping itu, tuduhan politis yang cukup serius dilancarkan kepadanya atas keterlibatannya dalam gerakan makar kelompok Syiah Qaramithah. Pemerintah berkesimpulan bahwa komplotan ini dengan cara rahasia telah menyebarluaskan permusuhan dan berniat menggulingkan pemerintah. Pada tahun 301 H913 M al- Hallaj masuk penjara Baghdad selama 8 tahun karena dituduh terlibat makar dan menodai kesucian agama. Setidaknya ada empat tindakan subversif yang dituduhkan kepadanya. Pertama, ia dituduh memiliki hubungan politik dengan kaum Qaramithah, gerakan bawah tanah yang hendak menggulingkan pemerintah Abbasiyyah. Kedua, keyakinan al-Hallaj yang mengaku dirinya Tuhan, ketika mengalami syathahat. Ketiga, keyakinan al-Hallaj bahwa ibadah haji bukanlah kewajiban agama yang penting. Dan keempat keyakinan al-Hallaj tentang wahdat al-Adyan kesatuan agama. Amnesti untuk al-Hallaj tidak terlaksana karena sikap Perdana Menteri yang menghalanginya, Kasus al-Hallaj diputuskan di Mahkamah Syariah dengan vonis hukuman mati dan dieksekusi dengan disalib pada tiang gantungan tahun 309 H922 M. Majid Fakhry berpendapat bahwa hasutan politis inilah 21 Fathimah Usman, Wahdat al-Adyan : Dialog Pluralisme Agama…, h.26 yang sebenarnya merupakan faktor utama yang menentukan dalam penyiksaan akhir dan hukuman mati al-Hallaj 22 b Ibn Araby Pengukuh Wahdat al-Adyan Kendati mewakili suatu hakikat, wahdat al-Adyan selaku ide dapat diasumsikan sebagai reaksi atas realitas yang dihadapi. Sebab, pada dasarnya sebuah ide adalah ‘iluminasi’ atau refleksi dari realitas yang dilain waktu – secara dialektis dapat membentuk suatu realitas lain. Oleh karena itu, sebelum hakikat wahdat al-Adyan ‘dibongkar’ lalu dikembangkan, sangatlah penting bila kita mendahulukan bahasan tentang realitas sosiohistoris wahdat al-adyan. Bagaimana keadaan politik, budaya dan sosial-keagamaan pada zaman Ibnu Arabi mencetuskan ide wahdat al-Adyan. Secara historis, jalan kehidupan sufi kelahiran Mursiah 17 Ramadhan 560 H ini dapat dibagi menjadi dua fase. Pertama, fase keberadaannya di Andalusia 560-597 H. Kedua, fase keberadaannya dalam perjalanan mencari dan memperluas ilmu pengetahuan, hingga meninggal 597-638 H. Di fase pertama, Ibnu Arabi berada di bawah sistem pemerintahan monarkis Dinasti Muwahiddin al-Mohad yang sedang dipimpin oleh Khalifah Abu Ya’qub Yusuf bin Abdul Mu’min 551-580 H lalu Khalifah Ya’qub bin Yusuf Al- Manshur 580-595 H 23 . Menurut Muhammad Abdullah ‘Inan, khalifah Abu Ya’qub terkenal dengan karakter wara’, takwa, luas ilmu pengetahuan dan keagamannya, teguh dalam menegakkan kebenaran dan keadilan, kapabel dalam menjalankan roda pemerintahan, gemar berjihad, dan dermawan. 24 Karena corak 22 Fathimah Usman, Wahdat al-Adyan : Dialog Pluralisme Agama…, h.27 23 Wahdat al-Adyan : Melerai Konflik Umat Beragama, dari www.nusantaraonline.com 24 Wahdat al-Adyan : Melerai Konflik Umat Beragama, dari www.nusantaraonline.com politik suatu Negara monarkis tergantung dengan karakteristik pemegang tampuk pemerintahannya, maka karakteristik politik pemerintahan khalifah Abu Ya’qub pun tak jauh dari karakter sang khalifah. Ia didaulat bernuansa religius, teratur, aman, makmur, diiringi stressing pada pengembangan ilmu pengetahuan dan ekspansi ke luar negeri. Corak pemerintahan semacam itu menstabilitaskan politik dalam negeri, dan memberikan kesempatan hidup dan pendidikan yang lebih nyaman dan baik bagi rakyat. Ibnu ‘Arabi selaku rakyat Dinasti Muwahiddinpun mendapatkan anugerah nikmat serupa itu. Ia memiliki basis ilmu pengetahuan dan tradisi pemikiran Islam yang luas dan konprehensif, setelah berguru pada dua syeikh lebih. 25 Sepeninggal Khalifah Abu Ya’qub, tongkat estafet kepemimpinan Dinasti Muwahiddin dipegang oleh anaknya, Khalifah Al-Manshur. Ia jalankan roda pemerintahan dengan nuansa politik yang hampir sama dengan ayahnya. Bedanya dalam masalah budaya-pemikiran keagamaan, pemerintahan Khalifah Al-Manshur cenderung fanatik. Ia hanya memberi ruang hidup bagi madzhab pilihannya dan melarang hidup mazhab lain yang berseberangan. Ia berangus buku Mazhab Maliki, dan ia inkuisi, asingkan, dan usir pemikir liberal contoh konkritnya Ibnu Rusyd. Semuanya lantaran sang khalifah dikelilingi oleh fuqaha eksoteris bermahdzab Dzahiriyyah yang gila kekuasaan, hasud dan benci terhadap pemikir liberal dan esoterik. 26 Kebebasan berpikir di zaman itu tak berjalan leluasa dan kecenderungan untuk berpendapat lain tersumbat. Semua tak boleh berbeda dengan mainstream pemerintah fuqaha. Karena suasana mengungkung dan tak kondusif lagi, tokoh-tokoh 25 M.Abdurrahman Al-Mara’syili, Tarjamah Ibnu Arabi, dalam pengantar buku Al- Futuhat Al-Makiyyah Ibn Arabi, Beirut : Dar Ihya Al Turast Al-Arabi,1998 h.11. 26 Wahdat al-Adyan : Melerai Konflik Umat Beragama, dari www.nusantaraonline.com “berfikir liberal” pun enggan tinggal lama di Andalusia. Termasuk Ibnu Arabi, usai keluar dari penjara akibat benturan pemikiran dengan pemerintah, ia hengkang dari Andalusia pada tahun 597 H, lalu melanglang buana di sekitar Masyriq 27 Secara garis besar, model politik pemerintahan Daulah Muwahiddin di fase awal kehidupan Ibnu Arabi mengarah pada religiusitas, stabilitas nasional dan ‘penjajahan’. Adapun corak budayanya; di masa Abu Ya’kub tergelar suasana inklusif dan toleran, sedangkan di masa Al-Manshur tersaji suasana ekslusif dan fanatis. Saat kehidupan budaya Muwahiddin bercorak inklusif dan toleran, pluralitas terangkul, dan kehidupan sosial-keagamaan terasa nyaman. Namun saat, kehidupan budaya bercorak ekslusif dan fanatik, keagamaan tersingkirkan, dan kehidupan sosial- keagamaan mengenaskan dan menggelisahkan. Pemerintahan Al-Manshur dengan corak budaya rigid yang dikembangkannya itu telah mendiskriminasi umat ‘beragama’ baca: bersyariat lain. Bila kaum dzimmi pada masa pemerintahan. Khalifah Abdul Mu’min khalifah pertama Dinasti Muwahiddin disingkirkan dan diberi alternatif: “menjadi muslim atau keluar dari wilayah Muwahiddin”, di masa Al-Manshur, mereka dibedakan dari orang ‘Islam’. Pada tahun 595 H, Al- Manshur mengeluarkan keputusan bahwa umat Yahudi wajib menggunakan baju berwarna hijau agar berbeda dengan umat Islam 28 Walaupun tak separah keputusan Khalifah Abdul Ma’mun, keputusan Khalifah Al-Manshur ini telah menjadikan umat ‘beragama’ lain sebagai warga Negara nomor dua pula. Keputusan itu tentu tidak fair dan dapat menjadi preseden buruk 27 Wadi’ Amin, A’lam Shufiyyah, dalam Jurnal Adab wa Naqd, Edisi 204, Agustus 2002,h.19. 28 Wahdat al-Adyan : Melerai Konflik Umat Beragama, dari www.nusantaraonline.com bagi sejarah Islam, paradigma integralistik dalam relasi agama dan Negara, dan konsep agama resmi Negara. Jika implikasi epistemologis dua keputusan itu berwarna kelabu, implikasi praksisnya berwarna hitam-menyeramkan. Secara khusus, keputusan itu menimbulkan dendam di hati warga yang di nomor duakan. Dan secara umum, ia menimbulkan dendam di hati komunitas lain yang ‘seagama’ dan berempati terhadap mereka. Contohnya, entah hukum karma atau memang ‘tren keagamaan’ di masa itu, kerajaan Spanyol Kristen melakukan hal yang hampir serupa dengan apa yang dilakukan Dinasti Muwahiddin terhadap kaun dzimmi. Tepatnya di Sevilla, pada akhir abad ke-6 H12 M, di masa pemerintahan William I juga di masa Fedrick II, kerajaan Spanyol Kristen telah menekan umat Islam minoritas Sevilla dalam bidang hukum dan telah menindas mereka dengan perempasan tanah dan pengekangan kebebasan beragama 29 Celakanya, implikasi praksis yang menyeramkan tadi tak berhenti disitu. Antipati terhadap agama lain muncul menjadi benih bawah sadar yang sewaktu-waktu dapat digerakkan oleh kekuatan politik kotor, sebagaimana yang dilakukan oleh kerajaan Muwahiddin dan kerajaan Spanyol Kristen. Dua kerajaan yang haus wilayah kekuasaan luas itu tak segan-segan menggerakan antipasti tersebut dengan politisasi agama untuk memenuhi dahaganya. Kerajaan Muwahiddin gencar mengkampanyekan jihad dan kerajaan Spanyol Kristen gemar mengkampanyekan perang suci membela salib 30 . Akhirnya, setelah antipati umat 29 Wahdat al-Adyan : Melerai Konflik Umat Beragama, dari www.nusantaraonline.com 30 Sebagai contoh, Abu Ya’kub secara pribadi mengarang buku tentang keutamaan jihad dan Alfonso VIII raja QasytalahSpanyol Kristen membujuk Baba Anushan III menggerakan umat Kristen Eropa, merebut tanah Andalusia dari umat islam hingga terjadilah perang salib ‘Mauqi’ah Iqab’… lihat, Wahdat al-Adyan : Melerai Konflik Umat Beragama, dari www.nusantaraonline.com bangkit oleh kampanye kerajaan, kemudian mulai sinkron dengan hasrat inti kerajaan, maka timbullah perang antar-kerajaan yang bertameng nama perang antar-agama. Di masa Khalifah Al- Mansur terjadi tragedi Arak 591 H1193 M antara Andalusia Muslim dengan Spanyol Kristen Qasytalah, lalu di Masa Khalifah Nashir terjadi tragedi ‘IqabPerang Salib 1212 M antara Andalusia Muslim dengan persatuan umat Kristen Eropa 31 Dalam pelarian dari kekangan pemikiran dan kekacauan politik dan sosial keagamaan Andalusia fase kedua dari kehidupannya, Ibnu ‘Arabi berjalan mencari hakikat wujud, dan memperdalam serta memperluas ilmu pengetahuan, khususnya bidang tasawuf di Masyriq 32 Selama perjalanan itu, tintanya tak pernah kering menulis karya-karya monumental. Telah disinggung di atas bahwa dalam bidang budaya berpikir dan sosial keagamaan, pemerintahan Islam maupun Kristen telah membelenggu kebebasan berpikir dan telah mempolitisir agama. Karena kungkungan itu, Ibnu ‘Arabi lari dari Andalusia memproduk karya-karya yang sering keluar dari mainstream pemikiran ‘biasa’ atau berupaya menggulirkan ide pluralitas dan kebebasan berpikir-berekspresi. Dan karena penyelewengan itu, Ibnu ‘Araby’ berusaha mengungkap hakikat agama dan mencari “lem” perekat antarumat beragama. 31 Wahdat al-Adyan : Melerai Konflik Umat Beragama, dari www.nusantaraonline.com 32 Makkah 598 H, Muwashal 601 H, Cairo 603 H, Makkah 604-606 H Qauniyyah Turki, Armenia 606-607 H, Baghdad 608 H Makkah 611 H, Halb, terakhir ke Damaskus 620-638 H… lihat., Wahdat al-Adyan : Melerai Konflik Umat Beragama, dari www.nusantaraonline.com

3. Epistemologi Wahdat al-Adyan

a Epistemologi Al-Hallaj Ajaran wahdat al-Adyan ini merupakan untaian dari ajaran- ajaran al-Hallaj yang lain, yaitu teori hulul dan Nur Muhammad Terutama dengan Nur Muhammad, wahdat al-Adyan memiliki kaitan langsung, karena menurut al-Hallaj, Nur Muhammad merupakan jalan hidayah petunjuk dari semua nabi. Oleh karena itu, agama yang dibawa oleh para nabi pada prinsipnya sama. Apalagi dalam keyakinan al-Hallaj, semua nabi merupakan emanasi wujud, sebagaimana terumus dalam teori hulul-nya. Oleh karena itu, pada dasarnya agama-agama berasal dari dan akan kembali kepada pokok yang satu, karena memancar dari cahaya yang satu 33 . Berangkat dari teori al-Hulul, al-Hallaj memaparkan pandangannya tentang eksistensi alam semesta melalui teori Nur Muhammad atau al-Haqiqah al-Muhammadiyah. Pandangannya tentang hulul ini berlanjut lebih jauh dan lebih luas kepada teori emanasi yakni haqiqah yang dihubungkan dan berkesinambungan dari Allah menjadikan kepada Nur-Nya Nur Muhammad untuk dipancarkan kepada menjadi alam semesta. Nur muhammad menjadi logos dan perantara bagi alam semesta 34 . 33 Fathimah Usman, Wahdat al-Adyan, Dialog Pluralisme Agama…, h.12 34 Bila kita cermati teori nur Muhammad tersebut serupa dengan doktrin Trinitas yang menyatakan bahwa Yesus Kristus adalah “firman Tuhan”. Dalam keyakinan Kristiani, Yesus Kristus adalah Oknum Aktif dan aktual yang dalam hal ini menjadi pancaran semesta atau pancaran Tuhan yang menjelma dalam bentukpribadi manusia. Dalam tradisi murni Kristiani, memang tidak pernah ada pengangkatan Yesus Kristus Nabi Isa as sebagai Tuhan, Yesus Kristus tetap diyakini sebagai manusia, tetapi karena keimanan yang berlebihan yang akhirnya merancukan nalar mereka, keyakinan murni tersebut berubah menjadi Trinitas dalam pengertian Yesus adalah bagian dari pribadi Tuhan-atau dengan kata lain Yesus disamakan dengan Tuhan. Bila kita kembalikan pada doktrin al-Hallaj nampaknya al-Hallaj memang terilhami bukan meniru atau mengadopsi dari konsep ketuhanan umat kristiani, karena al-Hallaj dapat dengan gambling dan logis menjelaskan hakikat nur-muhammad serta perbedaan lainnya adalah al-Hallaj tetap mempertahankan fundamen pemikirannya pada pemisahan antara wujud dan substansi dapat kita lihat dari pemikirannya tentang Nabi Muhammad sebagai ruhul qadim dan ruhul hadits. Lebih jauh lagi kita telaah, sebetulnya umat Kristen telah mencapai pemurniannya terhadap Tuhan dan kenabian Isa,as, walaupun untuk kemudian menjadi absurd dan mengarah pada kemusyrikan. Bagi al-Hallaj, Nabi Muhammad memiliki dua hakikat yaitu qadim dan hadts. Haqiqat qadimah merupakan nur al-Azali yang telah ada sebelum terjadinya alam semesta. Hakikat inilah yang menjadi sumber ilmu dan ‘irfan wisdom serta sebagai titik tolak munculnya para nabi dan para wali Allah. Sedangkan haqiqat haditsah adalah eksistensinya Muhammad dalam wujud manusia yang menjadi nabi dan rasul, meskipun kemunculannya berasal dari yang azali 35 Kemudian dari teorinya tentang Nur muhammad, maka ia mengembangkan pemahaman tentang wahdat al-Adyan. Kesatuan agama terjadi karena adanya kesatuan kenabian, dalam hal ini para nabi dihubungkan oleh pengetahuan al-Aql Awwal yakni Nur Muhammad, sehingga Nur Muhammad melampaui seluruh “aql” pengetahuan para nabi yang berasal bersumber dari ruh-nya yang qadim. Konsep Nur Muhammad atau haqiqat al-Muhammadiyah dalam tasawuf adalah nama bagi sifat-sifat Tuhan yang dapat diwujudkan oleh manusia pada dirinya. Nur Muhammad bukan makhluk tetapi sifat-sifat yang ada pada Allah dan belum berada pada manusia. Sifat-sifat Allah yang ada pada manusia dan hilang sifat-sifat kemanusiaannya disebut Insan Kamil. Nur Muhammad dalam teori penciptaan menempati posisi kausa prima yang berarti sifat-sifat Allah itulah yang menyebabkan terciptanya alam semesta dengan segala isinya. Dengan demikian sifat-sifat Allah ini tampak dengan alam yang dengannya manusia mengenal Allah. Dalam tajalli Allah mempunyai maksud dengan ciptaan-Nya, sedangkan dalam emanasi Allah menciptakan alam ini tanpa maksud 36 . 35 Sahabuddin, Menyibak Tabir Nur Muhammad, Jakarta : Renaisan, 2004, Cet.,1 h.25 36 Sahabuddin, Menyibak Tabir Nur Muhammad..., h.96-97 Melalui konsep Nur Muhammad inilah berkembang wahdat al- Adyan. Dalam tasawuf kedudukan Nur Muhammad sebagai jalan menuju Tuhan, sehingga dapat pula dikatakan bahwa melalui Nur Muhammad maka akan ada kesatuan kenabian yang secara inheren berarti kesatuan kitab suci, kesatuan umat, dan kesatuan agama yang menjadi jalan menuju Allah. Ajaran-ajaran al-Hallaj, khususnya yang berbicara tentang tasawuf ada tiga, 80 yaitu 1 penjelmaan Tuhan ke dalam diri manusia hulul infussion; 2 asal usul kejadian alam semesta dari Nur Muhammad cahaya Muhammad; dari ajarannya tentang hulul dan Nur Muhammad inilah al-Hallaj mencetuskan, – 3 konsep kesatuan agama wahdat al-adyan. Hulul atau Infusion. Hulul secara etimologis berasal dari kata ”hall-yahull-hulul” berarti berhenti atau diam. Menurut Abu Manshur al-Hallaj dalam tasawuf filosofis menyatakan bahwa hulul adalah pengalaman spiritual seorang sufi sehingga ia dekat dengan Allah, lalu Allah memilih kemudian menempati dan menjelma padangya. Konsep hulul dibangun diatas landasan teori lahut dan nasut. Lahut berasal dari perkataan ilah yang berarti tuhan, sedangkan lahut berarti sifat ketuhanan. Nasut berasal dari perkataan nas yang berarti manusia; sedangkan nasut berarti sifat kemanusiaan. Al-Hallaj mengambil teori hulul dari kaum Nasrani yang menyatakan bahwa Allah memilih tubuh Nabi Isa, menempati, dan menjelma pada diri Isa putra Maryam. Nabi Isa menjadi Tuhan, karena nilai kemanusiannya telah hilang. Hulul Allah pada diri Nabi Isa bersifat fundamental dan permanen. Sedangkan hulul Allah pada diri al-Hallaj bersifat sementara; melibatkan emosi dan spiritual; tidak fundamental dan permanen. Al- Hallaj tidak menjadi Tuhan dan tidak menyatakan Tuhan, kecuali ucapan yang tidak disadarinya syathahat. Al-Hallaj tidak kehilangan nilai kemanusiannya. Ia hanya tidak menyadarinya selama syathahdt. Adapun tazkiyat al-nafs adalah langkah untuk membersihkan jiwa