Sosio-historis Wahdat al-Adyan Wahdat al-Adyan
Bashrah, lalu ke Baghdad. Bersarna Tusturi, Amr al-Makki dan Abu al-Qasim al-Junaid al-Baghdadi guru-guru al-Hallaj, dia
mengalami hidup dalam pertapaan, di tahun 877-897 M263-283 H. Khiraah sufi simbol otoritas sebagai seorang guru sufi
diterimanya dari salah satu gurunya, Sahal al-Tusturi
12
. Al-Hallaj pernah pula mengadakan pengembaraan ke
Negara-negara timur tahun 988-903 M284-289 H, yakni ke India, Turkistan, Azwaz, Persi, Khurasan, dan Turfan untuk berdakwah
dan menulis buku. Selanjutnya di tanah-tanah yang pernah dia datangi, seperti Gujarat, Hindia, Parsi, dan Turki, muncul karya-
karya puisi mistik daerah dalam berbagai bahasa yang dipengaruhi oleh aiaran-aiarannya
13
. Bahkan tidak sedikit para seniman dan sufi yang secara sengaja mencari inspirasi dari kisah
hidup al-Hallaj untuk karya-karya mereka, seperti yang dilakukan Jalaluddin al-Rumi, Ruzbihan Baqli dari Shiraz, Fariduddin al-
Attar, dan Shalah Abd al-Sabur. Setelah agak lama berkelana, di tahun 906 M 292 H. dia
kembali ke Baghdad untuk mengajarkan ilmu tasawuf sampai tahun 909 M 295 H
14
.. Ajaran-ajarannya banyak menimbulkan polemik dan perdebatan di antara para ulama waktu itu. Bahkan
banyak timbul anggapan di masyarakat, sehingga muncul pendapat pro dan kontra terhadapnya
Kemasyhuran al-Hallaj sudah tidak diragukan lagi, tidak saja karena ajaran-ajarannya yang lain daripada yang lain, te-tapi
juga karena semakin bertambahnya pengikut dan penga-gumnya yang memberikan aliran Hallajiyyah
15
12
Fathimah Usman, Wahdat al-Adyan : Dialog Pluralisme Agama…, h.19
13
Fathimah Usman, Wahdat al-Adyan : Dialog Pluralisme Agama…, h.21
14
Fathimah Usman, Wahdat al-Adyan : Dialog Pluralisme Agama…, h.22
15
Fathimah Usman, Wahdat al-Adyan : Dialog Pluralisme Agama…, h.23
Al-Hallaj sang pencetus wahdat al-Adyan, hidup di bawah pemerintahan Dinasti Bani Abbasiyah. Pemerintah ini berkuasa
dalam rentang waktu yang cukup panjang, yakni sejak tahun 750- 1258 M 132-656 H
5
Kekuasaannya menggantikan Dinasti Umayyah yang telah mereka runtuhkan. Dan nama dinasti yang
didirikan oleh Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbas ini dinisbatkan kepada al-Abbas, parnan
Nabi Muhammad saw. yang merupakan nenek moyang mereka. Selama dinasti ini berkuasa di Baghdad lebih kurang 509,
tahun Masehi524 Hijriyyah, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya
yang terjadi. Berdasarkan perubahan pola tersebut, para sejarawan membagi masa pemerintahan Bani Abbasiyah ini menjadi lima
periode. 1 Periode pengaruh Persia pertama tahun 750-847 M 132-232 H; 2 Periode pengaruh Turki pertama tahun 847-945
M 232-334 H; 3 Periode kekuasaan Bani Buwaihi atau disebut juga dengan periode pengaruh Persia kedua tahun 945-1055 M
334-447H; 4 Periode kekuasaan Bani Seljuk atau periode pengaruh Turki kedua tahun 1055-1194 M 447-590 H; dan 5
Periode bebas pengaruh, namun kekuasaan khalifah hanya efektif di sekitar kota Baghdad tahun 1094-125 M 590-656 H
16
Jika dilihat dari pembagian periodisasi ini, al-Hallaj hidup da periode
kedua, ketika pemerintah Abbasiyah di bawah dominasi kekuasaan bangsa Turki yang terkenal bengis dan kejam namun
karena penting untuk melihat faktor-faktor sosial politis dan keagamaan sekitar masa hidup al-Hallaj, atau tepatnva masa
wahdat al-Adyan dirumuskan
17
.
16
Fathimah Usman, Wahdat al-Adyan : Dialog Pluralisme Agama…, h.44
17
Fathimah Usman, Wahdat al-Adyan : Dialog Pluralisme Agama…, h.45
Pada periode ini, ada hal menarik yang patut disimak dalam perbincangan teologi, hukum fikih, filasafat dan tasawuf.
keempat disiplin ilmu ini masih mencari identitasnya sehingga tidak jarang menimbulkan persaingan antar peminat mereka.
persaingan ini sering menimbulkan vonis-vonis negatif seperti bid’ah, murtad dan mulhid penyeleweng, bahkan tidak jarang
mereka bersaing dalam mempengaruhi elit-politik dan sistem pemerintahan
18
Pada masa itu, Kehidupan al-Hallaj tidak saja menjadi kekaguman, tetapi juga sekaligus mengundang banyak kebencian
dan kecemburuan. Sehingga ia bagaikan menjadi lambang cinta dan kebencian, Kelompok yang membencinya berasal dari
berbagai kalangan Pertama, dari para ahli hukum fuqaha, terutama aliran al-Dzahiriyah jelas sekaii sangat membencinya.
Al-Hallaj dituduh-nya sebagai orang yang menganggap ringan terhadap hukum Islam dan ibadah. Para fuqaha menuduh al-
Hallaj telah membuat bidah Tuduhan ini telah cukup menjadi vonis yang keji bagi setiap orang Islam, karena arti bidah,
rnenurut Mahmoud
Syalthout, adalah
mengubah atau
menyelewengkan kewajiban akidah, ibadah, dan hukum halal- haram. Maka bidah merupakan perampasan hak Allah dalam
membuat syariah, karena mengadakan masalah baru dalam hal agama. Oleh karenanya, bidah itu ditolak
19
. Golongan yang kedua yang memusuhi al-Hallaj adalah dari
kalancan sufi, termasuk mertuanya sendiri, Abu Yaqub dan mantan gurunya, al-Junaid. menuduh al-Hallaj telah menyimpang
dari ajaran tasawuf yang benar, bahkan memakai ilmu sihir yang telah dipelajarinya tatkala pergi ke daerah Timur
20
.
18
Fathimah Usman, Wahdat al-Adyan : Dialog Pluralisme Agama…, h.50
19
Fathimah Usman, Wahdat al-Adyan : Dialog Pluralisme Agama…, h.24
20
Fathimah Usman, Wahdat al-Adyan : Dialog Pluralisme Agama…, h.25
Adapun musuhnya yang ketiga dari kalangan ahli teolog Al- Hallaj dituduh telah mengajarkan ajaran yang bertentangan
dengan prinsip tauhid, atau kata-katanya bernafaskan panteistik Menurut golongan Asyariyah -salah satu madzhab terkenal dalam
teologi Islam- ajaran hulul hanya akan menjerumuskan manua pada paham isytirak, yakni menyekutukan Tuhan
21
. Selanjutya serangan keempat datang dari kalangan politisi.
Menteri Ali Ibn al-Furat dan Ali Ibn Isa menganggap al-Hallaj sebagai orang yang berbahaya. Mereka khawatir jika pengaruhnya
yang besar terhadap rohaniawan akan merembet ke organisasi sosial dan bahkan ke struktur politik. Di samping itu, tuduhan
politis yang cukup serius dilancarkan kepadanya atas
keterlibatannya dalam
gerakan makar
kelompok Syiah
Qaramithah. Pemerintah berkesimpulan bahwa komplotan ini dengan cara rahasia telah menyebarluaskan permusuhan dan
berniat menggulingkan pemerintah. Pada tahun 301 H913 M al- Hallaj masuk penjara Baghdad selama 8 tahun karena dituduh
terlibat makar dan menodai kesucian agama. Setidaknya ada empat tindakan subversif yang dituduhkan kepadanya. Pertama, ia
dituduh memiliki hubungan politik dengan kaum Qaramithah, gerakan bawah tanah yang hendak menggulingkan pemerintah
Abbasiyyah. Kedua, keyakinan al-Hallaj yang mengaku dirinya Tuhan, ketika mengalami syathahat. Ketiga, keyakinan al-Hallaj
bahwa ibadah haji bukanlah kewajiban agama yang penting. Dan keempat keyakinan al-Hallaj tentang wahdat al-Adyan kesatuan
agama. Amnesti untuk al-Hallaj tidak terlaksana karena sikap Perdana Menteri yang menghalanginya, Kasus al-Hallaj
diputuskan di Mahkamah Syariah dengan vonis hukuman mati dan dieksekusi dengan disalib pada tiang gantungan tahun 309
H922 M. Majid Fakhry berpendapat bahwa hasutan politis inilah
21
Fathimah Usman, Wahdat al-Adyan : Dialog Pluralisme Agama…, h.26
yang sebenarnya merupakan faktor utama yang menentukan dalam penyiksaan akhir dan hukuman mati al-Hallaj
22
b Ibn Araby Pengukuh Wahdat al-Adyan
Kendati mewakili suatu hakikat, wahdat al-Adyan selaku ide dapat diasumsikan sebagai reaksi atas realitas yang dihadapi.
Sebab, pada dasarnya sebuah ide adalah ‘iluminasi’ atau refleksi dari realitas yang dilain waktu – secara dialektis dapat
membentuk suatu realitas lain. Oleh karena itu, sebelum hakikat wahdat al-Adyan ‘dibongkar’ lalu dikembangkan, sangatlah
penting bila kita mendahulukan bahasan tentang realitas sosiohistoris wahdat al-adyan. Bagaimana keadaan politik,
budaya dan sosial-keagamaan pada zaman Ibnu Arabi mencetuskan ide wahdat al-Adyan.
Secara historis, jalan kehidupan sufi kelahiran Mursiah 17 Ramadhan 560 H ini dapat dibagi menjadi dua fase. Pertama,
fase keberadaannya di Andalusia 560-597 H. Kedua, fase keberadaannya dalam perjalanan mencari dan memperluas ilmu
pengetahuan, hingga meninggal 597-638 H. Di fase pertama, Ibnu Arabi berada di bawah sistem
pemerintahan monarkis Dinasti Muwahiddin al-Mohad yang sedang dipimpin oleh Khalifah Abu Ya’qub Yusuf bin Abdul
Mu’min 551-580 H lalu Khalifah Ya’qub bin Yusuf Al- Manshur 580-595 H
23
. Menurut Muhammad Abdullah ‘Inan, khalifah Abu
Ya’qub terkenal dengan karakter wara’, takwa, luas ilmu pengetahuan dan keagamannya, teguh dalam menegakkan
kebenaran dan keadilan, kapabel dalam menjalankan roda pemerintahan, gemar berjihad, dan dermawan.
24
Karena corak
22
Fathimah Usman, Wahdat al-Adyan : Dialog Pluralisme Agama…, h.27
23
Wahdat al-Adyan : Melerai Konflik Umat Beragama, dari www.nusantaraonline.com
24
Wahdat al-Adyan : Melerai Konflik Umat Beragama, dari www.nusantaraonline.com
politik suatu Negara monarkis tergantung dengan karakteristik pemegang tampuk pemerintahannya, maka karakteristik politik
pemerintahan khalifah Abu Ya’qub pun tak jauh dari karakter sang khalifah. Ia didaulat bernuansa religius, teratur, aman,
makmur, diiringi stressing pada pengembangan ilmu pengetahuan dan ekspansi ke luar negeri.
Corak pemerintahan semacam itu menstabilitaskan politik dalam negeri, dan memberikan kesempatan hidup dan pendidikan
yang lebih nyaman dan baik bagi rakyat. Ibnu ‘Arabi selaku rakyat Dinasti Muwahiddinpun mendapatkan anugerah nikmat
serupa itu. Ia memiliki basis ilmu pengetahuan dan tradisi pemikiran Islam yang luas dan konprehensif, setelah berguru pada
dua syeikh lebih.
25
Sepeninggal Khalifah Abu Ya’qub, tongkat estafet kepemimpinan Dinasti Muwahiddin dipegang oleh anaknya,
Khalifah Al-Manshur. Ia jalankan roda pemerintahan dengan nuansa politik yang hampir sama dengan ayahnya. Bedanya
dalam masalah budaya-pemikiran keagamaan, pemerintahan Khalifah Al-Manshur cenderung fanatik. Ia hanya memberi ruang
hidup bagi madzhab pilihannya dan melarang hidup mazhab lain yang berseberangan. Ia berangus buku Mazhab Maliki, dan ia
inkuisi, asingkan, dan usir pemikir liberal contoh konkritnya Ibnu Rusyd. Semuanya lantaran sang khalifah dikelilingi oleh
fuqaha eksoteris bermahdzab Dzahiriyyah yang gila kekuasaan, hasud dan benci terhadap pemikir liberal dan esoterik.
26
Kebebasan berpikir di zaman itu tak berjalan leluasa dan kecenderungan untuk berpendapat lain tersumbat. Semua tak
boleh berbeda dengan mainstream pemerintah fuqaha. Karena suasana mengungkung dan tak kondusif lagi, tokoh-tokoh
25
M.Abdurrahman Al-Mara’syili, Tarjamah Ibnu Arabi, dalam pengantar buku Al- Futuhat Al-Makiyyah Ibn Arabi, Beirut : Dar Ihya Al Turast Al-Arabi,1998 h.11.
26
Wahdat al-Adyan : Melerai Konflik Umat Beragama, dari www.nusantaraonline.com
“berfikir liberal” pun enggan tinggal lama di Andalusia. Termasuk Ibnu Arabi, usai keluar dari penjara akibat benturan
pemikiran dengan pemerintah, ia hengkang dari Andalusia pada tahun 597 H, lalu melanglang buana di sekitar Masyriq
27
Secara garis besar, model politik pemerintahan Daulah Muwahiddin di fase awal kehidupan Ibnu Arabi mengarah pada
religiusitas, stabilitas nasional dan ‘penjajahan’. Adapun corak budayanya; di masa Abu Ya’kub tergelar suasana inklusif dan
toleran, sedangkan di masa Al-Manshur tersaji suasana ekslusif dan fanatis.
Saat kehidupan budaya Muwahiddin bercorak inklusif dan toleran, pluralitas terangkul, dan kehidupan sosial-keagamaan
terasa nyaman. Namun saat, kehidupan budaya bercorak ekslusif dan fanatik, keagamaan tersingkirkan, dan kehidupan sosial-
keagamaan mengenaskan dan menggelisahkan. Pemerintahan Al-Manshur dengan corak budaya rigid
yang dikembangkannya itu telah mendiskriminasi umat ‘beragama’ baca: bersyariat lain. Bila kaum dzimmi pada masa
pemerintahan. Khalifah Abdul Mu’min khalifah pertama Dinasti Muwahiddin disingkirkan dan diberi alternatif: “menjadi muslim
atau keluar dari wilayah Muwahiddin”, di masa Al-Manshur, mereka dibedakan dari orang ‘Islam’. Pada tahun 595 H, Al-
Manshur mengeluarkan keputusan bahwa umat Yahudi wajib menggunakan baju berwarna hijau agar berbeda dengan umat
Islam
28
Walaupun tak separah keputusan Khalifah Abdul Ma’mun, keputusan Khalifah Al-Manshur ini telah menjadikan
umat ‘beragama’ lain sebagai warga Negara nomor dua pula. Keputusan itu tentu tidak fair dan dapat menjadi preseden buruk
27
Wadi’ Amin, A’lam Shufiyyah, dalam Jurnal Adab wa Naqd, Edisi 204, Agustus 2002,h.19.
28
Wahdat al-Adyan : Melerai Konflik Umat Beragama, dari www.nusantaraonline.com
bagi sejarah Islam, paradigma integralistik dalam relasi agama dan Negara, dan konsep agama resmi Negara.
Jika implikasi epistemologis dua keputusan itu berwarna kelabu, implikasi praksisnya berwarna hitam-menyeramkan.
Secara khusus, keputusan itu menimbulkan dendam di hati warga yang di nomor duakan. Dan secara umum, ia menimbulkan
dendam di hati komunitas lain yang ‘seagama’ dan berempati terhadap mereka.
Contohnya, entah hukum karma atau memang ‘tren keagamaan’ di masa itu, kerajaan Spanyol Kristen melakukan hal
yang hampir serupa dengan apa yang dilakukan Dinasti Muwahiddin terhadap kaun dzimmi. Tepatnya di Sevilla, pada
akhir abad ke-6 H12 M, di masa pemerintahan William I juga di masa Fedrick II, kerajaan Spanyol Kristen telah menekan umat
Islam minoritas Sevilla dalam bidang hukum dan telah menindas mereka dengan perempasan tanah dan pengekangan kebebasan
beragama
29
Celakanya, implikasi praksis yang menyeramkan tadi tak berhenti disitu. Antipati terhadap agama lain muncul menjadi
benih bawah sadar yang sewaktu-waktu dapat digerakkan oleh kekuatan politik kotor, sebagaimana yang dilakukan oleh kerajaan
Muwahiddin dan kerajaan Spanyol Kristen. Dua kerajaan yang haus wilayah kekuasaan luas itu tak segan-segan menggerakan
antipasti tersebut dengan politisasi agama untuk memenuhi dahaganya. Kerajaan Muwahiddin gencar mengkampanyekan
jihad dan kerajaan Spanyol Kristen gemar mengkampanyekan perang suci membela salib
30
. Akhirnya, setelah antipati umat
29
Wahdat al-Adyan : Melerai Konflik Umat Beragama, dari www.nusantaraonline.com
30
Sebagai contoh, Abu Ya’kub secara pribadi mengarang buku tentang keutamaan jihad dan Alfonso VIII raja QasytalahSpanyol Kristen membujuk Baba Anushan III menggerakan
umat Kristen Eropa, merebut tanah Andalusia dari umat islam hingga terjadilah perang salib ‘Mauqi’ah Iqab’… lihat, Wahdat al-Adyan : Melerai Konflik Umat Beragama, dari
www.nusantaraonline.com
bangkit oleh kampanye kerajaan, kemudian mulai sinkron dengan hasrat inti kerajaan, maka timbullah perang antar-kerajaan yang
bertameng nama perang antar-agama. Di masa Khalifah Al- Mansur terjadi tragedi Arak 591 H1193 M antara Andalusia
Muslim dengan Spanyol Kristen Qasytalah, lalu di Masa Khalifah Nashir terjadi tragedi ‘IqabPerang Salib 1212 M antara
Andalusia Muslim dengan persatuan umat Kristen Eropa
31
Dalam pelarian dari kekangan pemikiran dan kekacauan politik dan sosial keagamaan Andalusia fase kedua dari
kehidupannya, Ibnu ‘Arabi berjalan mencari hakikat wujud, dan memperdalam serta memperluas ilmu pengetahuan, khususnya
bidang tasawuf di Masyriq
32
Selama perjalanan itu, tintanya tak pernah kering menulis karya-karya monumental.
Telah disinggung di atas bahwa dalam bidang budaya berpikir dan sosial keagamaan, pemerintahan Islam maupun
Kristen telah membelenggu kebebasan berpikir dan telah mempolitisir agama. Karena kungkungan itu, Ibnu ‘Arabi lari dari
Andalusia memproduk karya-karya yang sering keluar dari mainstream pemikiran ‘biasa’ atau berupaya menggulirkan ide
pluralitas dan kebebasan berpikir-berekspresi. Dan karena penyelewengan itu, Ibnu ‘Araby’ berusaha mengungkap hakikat
agama dan mencari “lem” perekat antarumat beragama.
31
Wahdat al-Adyan : Melerai Konflik Umat Beragama, dari www.nusantaraonline.com
32
Makkah 598 H, Muwashal 601 H, Cairo 603 H, Makkah 604-606 H Qauniyyah Turki, Armenia 606-607 H, Baghdad 608 H Makkah 611 H, Halb, terakhir ke Damaskus
620-638 H… lihat., Wahdat al-Adyan : Melerai Konflik Umat Beragama, dari www.nusantaraonline.com