Sosio-historis Pluralisme Agama Pluralisme Agama
jiwa. Atas nama agama, masing-masing pihak menghabisi pihak lain yang berseberangan dengannya.
Dalam kondisi seperti inilah kemudian lahir gerakan liberalisme. Gerakan liberalisme pada awalnya bersifat politis karena
tujuannya hanya untuk membatasi intervensi gereja dalam administrasi pemerintahan. Akan tetapi, pada abad 19, gerakan liberalisme menular
ke barisan Kristen Protestan sehingga melahirkan apa yang disebut Protestan Liberalisme. Tidak bisa dinafikan, gerakan ini sangat kuat
dipengaruhi oleh konsep modernisme yang juga sedang berkembang saat itu. Di antara penggagas gerakan ini adalah teolog Protestan
Fredrich Schleiermacher 1768-1834, yang pikiran-pikirannya banyak mempengaruhi John Hick. Ide-ide dasar pluralisme agama dapat
ditelusuri dari tulisan Schleiermacher. Schleiermacher menilai bahwa agama adalah urusan privat; esensinya terletak pada jiwa dan diri
manusia dalam interaksinya dengan Yang Mutlak, bukan pada institusi tertentu dari agama atau bentuk-bentuk eksternalnya.
Dalam kerangka teoretis pluralisme agama pada masa ini telah dimatangkan oleh beberapa teolog dan filosof agama modern.
Konsepsinya lebih lihai, agar dapat diterima oleh kalangan antar agama. John Hick adalah yang pertama kali merekonstruksi landasan-
landasan teoretis pluralism agama sedemikian rupa, sehingga menjadi sebuah teori yang baku dan populer. Hick menuangkan pemikirannya
dalam buku An Interpretation of Religion : Human Responses to the Transcendent. Buku ini diangkat dari serial kuliahnya pada tahun
1986-1987, yang
merupakan rangkuman
dari karya-karya
sebelumnya
70
. Sementara itu gagasan pluralisme agama dalam wacana
pemikiran Islam, baru muncul pada masa-masa pasca Perang Dunia II, ketika mulai terbukanya kesempatan besar bagi generasi-generasi
muda Muslim untuk mengenyam pendidikan di universitas-universitas
70
Anis Malik Toha, Melacak Pluralisme Agama, dari www.hidayatullah.com
Barat sehingga mereka dapat berkenalan dan bergesekan langsung dengan budaya Barat.
Dalam waktu yang sama, gagasan pluralisme agama menembus dan menyusup ke wacana pemikiran Islam. Antara lain melalui karya-
karya pemikir-pemikir mistik Barat Muslim seperti Rene Guenon dan Frithjof Schuon. Karya-karya mereka ini, khususnya Schuon dengan
bukunya The Transcendent Unity of Religions, yang sarat dengan pemikiran, tesis dan gagasan yang menjadi inspirasi dasar bagi
tumbuh-kembangnya wacana pluralisme agama
71
. Beberapa faktor munculnya pluralisme agama adalah sebagai
berikut: 1. Faktor pertama, keyakinan konsep ketuhanannya adalah
paling benar Truth Claim. 2. Faktor kedua, keyakinan bahwa agamanyalah yang
menjadi jalan keselamatan. 3. Faktor ketiga, keyakinan bahwa mereka adalah umat
pilihan. 4. Faktor keempat, pergeseran cara pandang kajian terhadap
agama. Dalam kajian agama yang seharusnya berpijak pada keyakinan, kajian ilmiah moderen memposisikan
agama sebagai obyek kajian yang sama sebagaimana ilmu pengetahuan pada umumnya, yaitu berpijak pada
keraguan.
5. Faktor kelima, kepentingan ideologi dengan mengangkat isu-isu demokrasi, hak asasi manusia dan kebebasan serta
perdamaian dunia
72
. Berdasarkan ketiga faktor diatas faktor ke-1, 2 dan 3, para
penggagas pluralisme melihat konflik yang terjadi seringkali dilandasi oleh keyakinan-keyakinan internal agama itu sendiri. Sehingga
persepsi tentang ketuhanan, jalan keselamatan dan umat pilihan harus didefinisikan ulang, sehingga agama tidak lagi berwajah
eksklusif. Sedangkan untuk faktor ke-4 dan ke-5, memang tidak bisa
71
Anis Malik Toha, Melacak Pluralisme Agama, dari www.hidayatullah.com
72
Anis Malik Toha, Melacak Pluralisme Agama, dari www.hidayatullah.com
kita pungkiri pula bahwa pluralisme muncul dari background dan dipengaruhi oleh interes kapitalisme, globalisme dan liberalisme.
Teologi pluralisme telah berkembang dengan kuat pada zaman modern ini. Namun ada beberapa perbedaan pandangan dalam hal
metodologi dan pendekatan filosofis di kalangan pluralis. Sebagian pluralis berpandangan bahwa semua agama memiliki inti atau esensi
yang sama. Esensi yang sama ini dapat diidentifikasi secara historis di dalam tradisi-tradisi mistik agama-agama dunia. Sedangkan sebagian
pluralis yang lain memulainya dengan asumsi relativitas historis, mereka berpandangan bahwa semua tradisi bersifat relatif dan tidak
dapat mengklaim dirinya superior dibandingkan dengan jalan keselamatan lain, yang sama terbatas dan sama relatifnya.
Hick adalah pluralis yang menggabungkan kedua unsur pendekatan di atas. Ia menyatakan bahwa semua agama memiliki
perbedaan-perbedaan historis dan substansi yang penting. Menurut Hick pandangan bahwa semua agama memiliki esensi yang sama,
berada dalam bahaya mengkompromikan integritas tradisi partikular dengan hanya menekankan satu aspek dari tradisi tersebut. Kesatuan
sesungguhnya dari agama-agama tidak ditemukan dalam doktrin atau pengalaman mistik tetapi di dalam pengalaman keselamatan atau
pembebasan yang sama. Untuk memperjelas dan memperkokoh pemahaman tersebut, ia membangun suatu garis besar teori tentang
agama
73
. Di sini kita perlu membuat perbedaan antara pluralisme agama
sebagai sebuah fakta dan pluralisme agama sebagai suatu ideologi. Sebagai sebuah fakta, pluralisme agama yang telah lama kita jumpai
bukan hanya sesuatu yang harus diterima tetapi juga dianggap baik, bahkan perlu dijaga. Sedangkan pluralisme sebagai suatu ideologi
adalah suatu kepercayaan bahwa pluralisme ini didukung serta
73
Christian Sulistio, Teologi Pluralisme Agama John Hick : Sebuah Dialog Kritis dari Perspektif Partikularis, dari www.seabs.ac.id didownload pada tanggal 29 Agustus 2010
diinginkan, dan bahwa klaim-klaim normatif yang berbau imperialistik serta bersifat memecah belah perlu dibuang
74
Salah seorang tokoh pluralisme agama yang cukup terkenal adalah John Hick, yang
membangun suatu pluralisme hipotetis yang cukup solid dan komprehensif
75
.