Triangulasi Data Metodologi Penelitian
khalayak atas kebenaran gagasan yang dikemukakan ”.
3
Edward P.J Corbett mengartikan retorika seperti yang ia tulis dalam bukunya,
“What is rhetoric? One definition is that rhetoric is the art of effective communication.”
4
Retorika adalah seni komuniksi yang efektif. Dalam bahasa Arab,
“ilmu yang mempelajari tentang penggunaan bahasa yang indah, estetis, memberikan makna yang sesuai
dengan keadaan, dan menghasilkan sebuah efek mendalam bagi pendengar atau pembacanya disebut dengan ilmu balaghah
”.
5
Dari berbagai pengertian retorika yang dipaparkan tersebut, agaknya retorika memang berawal dari keterampilan berbicara. Namun, zaman renaisans
turut menyumbang perkembangan retorika yang semula berada dalam ranah berbicara menjadi turut digunakan dalam keterampilan tulis-menulis. Hal ini
diawali ketika ditemukannya mesin pencetak. Sejalan dengan hal ini, Gorys mengatakan bahwa retorika adalah “suatu teknik pemakaian bahasa sebagai seni,
baik lisan maupun tertulis, yang didasarkan pada suatu pengetahuan yang tersusun baik”.
6
Dari beberapa pengertian yang telah dipaparkan, peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa retorika adalah sebuah seni menggayakan kalimat semaksimal
mungkin untuk mempengaruhi orang lain. Selain mempengaruhi, pemaksimalan penggunaan kalimat ini juga bertujuan untuk menyampaikan pesan agar pesan
tersebut bisa dirasakan benar oleh komunikannya dengan mempertimbangkan aspek keindahannya.
Disiplin ilmu yang bertolak pada keterampilan berbicara ini bertumpu pada bagaimana cara seorang komunikator meyakinkan para komunikannya dengan
berbagai cara. Aristoteles mengemukakan ada tiga cara yang dapat dijadikan cara atau acuan dalam mempengaruhi para komunikan. Komunikator kaitannya dalam
3
Abdul Rozak Zaidan, dkk.,Kamus Istilah Sastra, Jakarta: Balai Pustaka, 2007, h. 171.
4
Edward P.J Corbett, The Little Rhetoric, Canada: John Wiley Sons, Inc, 1977, h. 1.
5
Emsoe Abdurrahman dan Apriyanto Ranoedarsono, The Amazing Stories of Al- Qur’an;
Sejarah yang Harus Dibaca, Bandung: Salamadani, 2009, h. 106.
6
Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa; Komposisi Lanjutan I, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2010, Cet. 20, h. 3.
karya sastra adalah pengarang dan komunikannya adalah para pembaca karya tersebut.
Ketiga cara tersebut yang dapat dilakukan oleh para pengarang untuk mempengaruhi pembacanya adalah ethos, pathos, dan logos. Aspek ethos
berhubungan dengan komunikator atau pengarang. Dalam aspek ini dijelaskan bahwa
komunikator atau pengarang harus memiliki “pengetahuan yang luas, kepribadian yang terpercaya, dan status yang terhormat”.
7
Ethos menuntut pengarang untuk memiliki kredibilitas. Dengan memiliki hal itu, komunikan atau
pembaca akan mudah mempercayai apa yang akan disampaikan oleh komunikator atau pengarang. Lebih jauh lagi, pengarang atau komunikator
dituntut menguasai bidang yang akan ia sampaikan. Aspek pathos berkaitan dengan efek yang dihasilkan dari apa yang
disampaikan oleh pengarang atau komunikator. Efek tersebut akan dirasakan oleh pembaca atau komunikan. Pengarang harus mampu menyentuh hati
pembacanya, seperti perasaan kasih sayang, benci, emosi, dan harapan ”.
8
Pembaca akan merasa dan berpikir bahwa apa yang disampaikan oleh pengarang lewat karya sastranya itu memang sungguh terjadi. Dengan merasakan efek
tertentu, pembaca akan sampai pada tahap katarsis. Aspek terakhir untuk mempengaruhi pembaca atau komunikan disebut
dengan logos. Logos adalah “bukti-bukti yang dapat diajukan oleh pengarang”.
9
Dengan mengajukan bukti, pembaca akan benar-benar sepenuhnya dapat mempercayai bahwa apa yang disampaikan oleh pengarang memang benar.
Ketiga aspek retorika yang berfungsi untuk mempengaruhi lawan bicara tersebut dapat diaplikasikan dalam retorika tekstual.
7
Jalaluddin Rakhmat, Retorika Modern; Pendekatan Praktis, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008, h. 7.
8
Ibid.
9
Ibid.
Retorika tekstual memiliki beberapa sarana yang bisa digunakan oleh pengarang untuk menyampaikan gagasannya. Sarana-sarana inilah yang
kemudian akan menghasilkan efek yang bisa dirasakan oleh pembaca. Efek yang dihasilkan dari sarana-sarana itu berupa efek
“mempengaruhi atau meyakinkan pembaca kalau apa yang disampaikan pengarang itu benar adanya
”.
10
Selain itu, sarana retorika yang digunakan juga dimanfaatkan pengarang untuk
menghadirkan nilai estetis dari tulisan tersebut agar pembaca percaya dan tertarik dengan gagasan yang disuguhkan.
Sarana retorika yang dimaksud adalah “figures of thought atau tropes dan
figures of speech, rethorical figures atau schemes ”.
11
Figures of thought adalah penggunaan kalimat yang dimanfaatkan untuk menghasilkan penyimpangan
makna. Dengan kata lain, sarana retorika yang pertama ini lazim disebut dengan gaya bahasa. Figures of speech adalah adalah penggunaan kalimat yang telah
disusun dengan konstruksi-konstruksi yang tidak biasa. Kalimat dalam sarana ini dibuat sedemikian mungkin dengan memperhatikan fungsi-fungsi sintaksis.
Sarana ini lazim disebut dengan “penyiasatan struktur”.
12
Pembagian prinsip-prinsip yang secara umum menyangkut ke arah ilmu stilistika ini juga sejalan dengan empat elemen yang ada dalam sebuah sumber
berbahasa asing. Keempat elemen retorika itu salah satunya adalah “style or
expression of thoughts in the best possible language ”.
13
Penyiasatan struktur yang telah dijelaskan oleh Burhan Nurgiyantoro dalam bukunya yang berjudul Teori Pengkajian Fiksi mengarah kepada teori
gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat milik Gorys Keraf dalam bukunya yang berjudul Diksi dan Gaya Bahasa. Penyimpangan makna yang dijelaskan
10
Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Gaya Bahasa, Bandung: Angkasa, 1985, h. 5.
11
Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, Jogjakarta: Gadjah Mada University Press, 2005, Cet. 5, h. 296.
12
Ibid.
13
Francis Connoly dan Gerald Levin, A Rethoric Case Book, New York: Harcourt, Brace, World, Inc, 1969, Cet. 3, h. 4.