Gaya Bahasa Unsur Intrinsik

karya tersebut. Hal-hal tersebut sangat bermanfaat bagi pengetahuan dan kehidupan peserta didik. Hal-hal menarik yang tak mungkin didapatkan pada matapelajaran lainnya berupa pengetahuan tentang budaya, sejarah, agama, sosial, pendidikan, psikologi, dan berbagai nilai yang biasanya terdapat pada unsur ekstrinsik sebuah karya. Sejauh ini, materi tentang unsur ekstrinsik diajarkan oleh guru hanya dengan cara menentukan mana kutipan yang mendukung unsur ekstrinsik tersebut dan apa nilai yang terkandung dalam karya sastra tersebut. Tentunya metode ini, tidak akan membuat peserta didik meresapi apa maksud dan bagaimana menyikapi unsur ekstrinsik yang telah didapatkannya tersebut. Hal ini akan membuat karya sastra hanya sebuah bacaan yang membosankan dan peserta didik tidak akan mendapatkan manfaatnya. Tentunya, keadaan ini tidak sejalan dengan fungsi sifat sastra menurut Horatius, dulce et utile, sastra itu menghibur sekaligus bermanfaat. Karya sastra, bukanlah hanya sebuah teks yang berisikan tentang sebuah kisah yang dapat mengaduk emosi pembaca, tetapi juga “sebuah teks yang di dalamnya menyimpan sesuatu dan tak jarang menyuguhkan banyak hal yang bila dipahami dengan sungguh-sungguh dapat menambah pengetahuan pembacanya ”. 84 Dengan metode yang tepat, karya sastra akan menjadi seperti sebuah ensiklopedia yang menyimpan banyaksekali pengetahuan. Sebagai contoh, ketika peserta didik ditugaskan untuk membaca novel Para Priyayi karya Umar Kayam, mereka akan mengetahui bagaimana kehidupan sosial pada suku Jawa, mulai dari pemberian nama tua bagi seseorang yang sudah dikatakan dewasa, pengertian luas dari kehidupan priyayi, sampai latar waktu yang tercermin dari novel tersebut. Pengetahuan ini akan sangat membantu menambah pengetahuan siswa tentang salah satu budaya di Indonesia, terutama bagi peserta 84 B. Rahmanto, Metode Pengajaran Sastra, Yogyakarta: Kanisius, 1988, h. 17. didik yang bukan berasal dari suku Jawa. Tentunya, pengetahuan tambahan yang tidak ada pada matapelajaran lainnya ini akan terlaksana bila metode yang digunakan tidak hanya mencari, mendata, dan membuktikan kutipannya.

5. Penelitian Relevan

Pentalogi novel Gajah Mada karya Langit Kresna Hariadi banyak diambil untuk dijadikan penelitian. Sehubungan penelitian yang dilakukan oleh peneliti, ada dua penelitian relevan yang juga menggunakan novel Gajah Mada: Takhta dan Angkara. Penelitian yang pertama berjudul Analisis Struktural Novel Gajah Mada: Bergelut dalam Kemelut Takhta dan Angkara dan Perang Bubat Karya Langit Kresna Hariadi. Penelitian yang pernah dilakukan oleh Handoyo, mahasiswa FKIP Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni Universitas Sebelas Maret pada tahun 2009 ini meneliti tentang unsur intrinsik dan ekstrinsik yang ada dalam novel Gajah Mada: Bergelut dalam Kemelut Takhta dan Angkara dan Perang Bubat Karya Langit Kresna Hariadi. Dalam penelitian perbandingan dua novel ini, hasil yang didapatkan adalah kedua novel ini memiliki kesamaan tokoh utama, setting alur, penggunaan sudut pandang, alur yang dipakai, dan juga sosail pengrang budaya pengarangnya. Juga, letak perbedaan di antara kedua novel ini adalah pada penokohan secara umum, setting suasana, tempat, dan waktu, amanat, tema, dan gaya bahasa. Penelitian tentang novel ini juga pernah dilakukan oleh Atik Fauziah, mahasiswa di universitas yang sama jurusan Sastra Indonesia pada tahun 2007. Judul penelitiannya adalah Kajian Intertekstualitas Novel Gajah Mada Karya Langit Kresna Hariadi terhadap Kakawin Gajah Mada Gubahan Ida Cokorda Ngurah. Hasil yang ditemukan oleh penelitian ini adalah terdapat perbedaan antara asal usul Gajah Mada yang diceritakan dalam novel dengan Kakawin