Alur Analisis Unsur Intrinsik
6.5. Penyelesaian
Gajah Mada menganggap Rangsang Kumuda telah mati karena dia tak lain adalah Pakering Suramurda. Namun, sebuah percobaan
pembunuhan terhadap Dyah Menur dipasar, membuat Gajah Mada harus terbelalak. Pradhabasu dan Bagaskara Manjer Kawuryan berhasil
membekuk pelaku percobaan pembunuhan itu dan menghadapkannya di depan Gajah Mada. Tak disangka oleh siapa pun, Rangsang Kumuda,
otak semua pembunuhan terhadap pendukung Raden Kudamerta dan percobaan pembunuhan terhadap Raden Kudamerta itu adalah Panji
Wiradapa alias Ratbumi, tangan kanan Mahapati. Tentu saja Raden Kudamerta sangat terkejut karena beberapa hari yang lalu, ia mendapati
tubuh pamannya itu hangus dibakar orang lain. Ternyata, semua ini adalah intrik untuk menjatuhkan nama baik
Raden Cakradara dengan cara memfitnahnya dan usaha Rangsang Kumuda berhasil membuat Gajah Mada berpikir ke arah sana. Hal ini
dibuktikan ketika Gajah Mada mendatangi suami Sri Gitarja untuk diinterogasi.
Selain alur utama dalam novel ini, terdapat juga tiga alur bawahan lain yang turut menyemarakkan cerita ini. Ada beberapa
sekuen yang saling berhubungan dengan tali simpul lain.
a. Alur Utama
Alur utama yang disajikan LKH ini bercerita tentang perebutan kekuasaan yang dilakukan oleh Panji Wiradapa. Panji Wiradapa yang
kemudian berganti nama menjadi Rangsang Kumuda ini adalah seorang penjahat besar yang sempat membuat onar di Majapahit dengan kasus
yang sama. Kini ia kembali lagi dengan nama baru untuk merebut takhta Majapahit dan menjadi raja di Wilwatikta lewat tangan Raden
Kudamerta.
Berikut disajikan skema alur utama yang secara garis besar menggunakan alur maju.
1.
Pengenalan: Jayanegara sakit
1.1. Ra Tanca diminta untuk mengobati Jayanegara yang sedang sakit.
1.2. Alih-alih membuat racikan obat untuk sang raja, Ra Tanca malah
meracik racun. 1.3.
Jayanegara meminum racun buatan Ra Tanca yang disangkanya obat. 2.
Konflik: Jayanegara terbunuh
2.1. Ra Tanca dibunuh oleh Gajah Mada setelah kedapatan meracun raja.
2.2. Pihak istana bingung siapa yang akan naik menjadi raja.
2.3. Panji Wiradapa menghasut Raden Kudamerta agar mau mengusahakan
takhta kerajaan bisa jatuh ke tangannya. Di saat yang sama, Pakering Suramurda juga menyiapkan Raden Cakradara untuk menjadi raja
karena raden inilah yang memiliki peluang besar menjadi raja dengan menikahi anak pertama mendiang Raden Wijaya.
2.4. Rangsang Kumuda membunuh seorang prajurit Raden Kudamerta dan
membunuh seorang Bhayangkara untuk memulai aksinya. 2.5.
Pakering Suramurda atau Panji Wiradapa “membunuh” dirinya sendiri untuk memulai fitnahnya kepada Raden Cakradara.
3.
Klimaks: Dada Raden Kudamerta dilempar pisau oleh Rubaya
3.1. Rangsang Kumuda menyandera istri pertama Raden Kudamerta
3.2. Terjadi kontak fisik antara pasukan Bhayangkara yang dipimpin oleh
Gajah Mada dengan pasukan Rangsang Kumuda secara tidak senagaja. 3.3.
Gajah Enggon, yang mendampingi Gajah Mada saat penyerangan terkena lemparan batu dari Rangsang Kumuda dan akhirnya pingsan
berkepanjangan. 4.
Antiklimaks: Pakering Suramurda terbunuh
4.1. Gajah Mada mengira bhwa Rangsang Kumuda adalah Pakering
Suramurda yang terbunuh itu.
4.2. Gajah Enggon yang telah sadar dari pingsannya membantu Pradhabasu
membongkar semua kekacauan ini. 5.
Penyelesaian: Rangsang Kumuda berhasil diringkus oleh Pradhabasu
dan Gajah Enggon.
Novel ini tidak hanya memiliki alur utama yang berkisah tentang pengungkapan pembunuhan yang dilakukan oleh Rangsang Kumuda,
tapi juga berisikan tentang kisah-kisah yang berada di luar jalur perebutan takhta sama sekali. Dalam novel setebal 506 halaman ini, titik
skema tiap alurnya saling bertemu satu sama lain. Alur bawahan yang pertama adalah kisah cinta segitiga antara
Raden Kudamerta dengan kedua istrinya, yakni Dyah Wiyat dengan Dyah Menur. Alur bawahan kedua adalah kisah perseteruan antara
Gagak Bongol dengan Pradhabasu. Terakhir, alur bawahan tentang kecemburuan seorang prajurit yang bernama Ra Kembar terhadap Gajah
Mada. Ketiga cerita yang berhubungan langsung ini akan mempengaruhi
jalannya cerita utama bila ketiganya dihilangkan begitu saja. Namun, cerita ini akan bermuara pada tahap penyelesaian yang sama atau
dengan kata lain, ketiga cerita sampingan ini akan terselesaikan seiring dengan selesainya cerita utama novel ini.
Alur bawahan antara Raden Kudamerta dengan kedua istrinya 1.
Pengenalan: Dyah Wiyat dan Kudamerta tidak berbahagia dengan pernikahan yang mereka jalani.
1.1. Kudamerta dipergoki oleh Gajah Mada yang sedang melakukan
penelusuran tentang kira-kira siapa yang membunuh Panji Wiradapa ketika ia baru pulang mencari istri pertamanya, Dyah Menur.
1.2. Setelah menjelaskan apa hubungan yang terjadi antara dirinya dengan
Panji Wiradapa, terpaksa ia juga harus mengakui bahwa ini telah memiliki istri sebelum dinikahkan dengan Dyah Wiyat.
2.
Konflik: Dyah Wiyat tahu bahwa suaminya telah beristri sebelum mereka menikah.
2.1. Dyah Wiyat marah besar setelah tahu bahwa ia dimadu.
2.2. Dyah Wiyat yang kesal terhadap suaminya memutuskan mengajukan
diri kepada Gayetri untuk menjadi raja Majapahit. 2.3.
Dyah Wiyat bertambah kesal dan cemburu ketika ia menerima kiriman ular yang dapat membunuhnya dan mengira kiriman tersebut berasal
dari istri pertama Kudamerta. Padahal, ular itu kiriman dari istri Ra Tanca yang cemburu terhadap dirinya.
2.4. Dyah Menur yang dilindungi keberadaannya oleh Pradhabasu dititipkan
kepada seorang emban di istana Dyah Wiyat. Maka jadilah istri pertama Kudamerta itu menyamar menjadi seeorang emban di sana dengan
mengunakan nama samaran Sekar Tanjung. 2.5.
Dyah Wiyat menyukai Sekar Tanjung. 3.
Klimaks:Kudamerta menentukan sikap dengan berkata bahwa ia belum pernah menikah sebelumnya.
3.1. Dyah Wiyat kaget mendengar pernyataan itu.
3.2. Dyah Menur yang tahu sikap macam apa yang diambil suaminya
memutuskan untuk pergi dari istana dan melupakannya. 3.3.
Dyah Wiyat tahu jati diri emban yang dia sukai itu. 3.4.
Setelah mengetahui sifat baik yang dimiliki Dyah Menur, Dyah Wiyat memutuskan untuk menerima madunya tersebut dalam istana.
4.
Antiklimaks: Dyah Wiyat menahan Dyah Menur pergi dari istana.
4.1. Dyah Wiyat mengatakan bahwa ia tidak keberatan berbagi suami
dengan Menur.
4.2. Dyah Menur terharu atas sikap Wiyat.
4.3. Dyah Menur tetap pada pendiriannya.
5.
Penyelesaian: Dyah Menur memutuskan untuk pergi meninggalkan istana bersama Pradhabasu.
Alur utama dengan alur bawahan yang pertama ini bertemu di titik sekuen saat Gajah Mada melakukan interogasi kepada Kudamerta
tentang pembunuhan Panji Wiradapa. Dalam alur utama, terdapat sekuen yang menceritakan Gajah Mada mulai mengadakan interogasi
terhadap Kudamerta untuk mengetahui simpul hubungan antara suami Dyah Wyat itu dengan Panji Wiradapa juga untuk mengetahui siapa di
balik penyerangan terhadap Raden Kudamerta. Pertemuan kedua alur ini juga terjadi pada titik sekuen ketika Gajah
Enggon berhasil mengungkap siapa sebenarnya Rangsang Kumuda. Setelah Kudamerta dibuat terkejut dengan kenyataan bahwa biang
keladi semua kekacauan di Majapahit setelah matinya Jayanegara adalah Panji Wiradapa, ia dibuat kaget dengan pertanyaan yang dilontarkan
oleh Gayatri mengenai isu pernikahannya sebelum menikah dengan Dyah Wiyat. Dengan terungkapnya siapa sebenarnya Rangsang
Kumuda, selesai pula drama cinta segitiga Raden Kudamerta. Alur bawahan antara Gagak Bongol dengan Pradhabasu
1.
Pengenalan: Pradhabasu menolak tawaran Gayatri untuk kembali ke pasukan Bhayangkara.
1.1. Pradhabasu tidak bisa melupakan rasa sakit hatinya kepada Gagak
Bongol. 1.2.
Kesalahan Gagak Bongol telah menyebabkan perkembangan mental Prajaka, keponakan Pradhabasu tidak normal.
1.3. Gagak Bongol meminta diadili kembali karena merasa bersalah.
2.
Konflik: Pradhabasu meminta Gagak Bongol mengasuh Prajaka sebagai tuntutannya.
2.1. Gagak Bongol terkejut dengan tuntutan tersebut.
2.2. Prajaka diajak masuk ke ruangan oleh Pradhabasu.
2.3. Seluruh orang di ruangan itu tahu keadaan Prajaka yang sebenarnya.
2.4. Gagak Bongol menyetujui tuntutan tersebut.
3.
Klimaks: Pradhabasu langsung meninggalkan Prajaka di tangan Gagak
Bongol. 3.1.
Pradhabasu melanjutkan tugasnya untuk mengungkap semua kekacauan di istana saat itu.
3.2. Pradhabasu merindukan Sang Prajaka saat melihat kedekatan antara
Gagak Bongol dengan keponakannya itu. 3.3.
Pradhabasu telah menyelesaikan tugasnya.
4.
Antiklimaks: Pradhabasu mengambil kembali hak asuh Prajaka dan pergi dari istana bersama Dyah Menur.
4.1. Gagak Bongol merasa kehilangan Prajaka.
5.
Penyelesaian: Pradhabasu telah memaafkan Gagak Bongol.
Pertemuan alur utama dengan alur bawahan kedua ini terjadi pada titik klimaks di alur utama yang menceritakan tentang upaya
pembunuhan terhadap Raden Kudamerta. Jadi, dengan kata lain, sekuen awal menuju skema pengenalan di alur bawahan ini merupakan klimaks
bagi alur utama kisahan itu. Hal ini tentu saja membuktikan bahwa betapa plot yang dibangun oleh LKH sangat kompleks sehingga antara
sekuen satu dengan sekuen lainnya, bahkan antara sekuen dengan tahapan di alur lain saling berkaitan.
Tidak hanya itu, tahapan antiklimaks pada alur bawahan kedua ini beriringan dengan tahap penyelesaian pada alur bawahan yang pertama,
yakni ketika Dyah Menur memutuskan pergi dari istana bersama dengan Pradhabasu.
Alur bawahan ketiga tentang kecemburuan Ra Kembar 1.
Pengenalan: Ra Kembar merasa Gajah Mada terlalu cepat menyalahkan orang lain.
1.1. Ra Kembar yang juga kawan dari Ra Tanca memendam kecemburuan
kepada Gajah Mada. 1.2.
Kembar ingin menyaingi Gajah Mada. 2.
Konflik: Ra Kembar mendapat informasi bahwa di Karang Watu terdapat rencana makar.
2.1. Ra Kembar merasa inilah waktu yang tepat untuk menyaingi Gajah
Mada. 2.2.
Ra Kembar mengumpulkan pasukan. 2.3.
Ra Kembar mengajak Ajar Langse dan Singa Darba untuk berkomplot. 2.4.
Singa Darba menolak ikut dan Ajar Langse yang setuju bergabung berusaha membunuh Gajah Enggon untuk memuluskan niat Ra Kembar
mencapai tujuannya. 3.
Klimaks: Ra Kembar menyerang Karang Watu tanpa ada izin dari atasannya.
3.1. Ra Kembar terbuai dengan khayalan kemenangan yang akan diraihnya.
3.2. Ra Kembar kurang perhitungan.
4.
Antiklimaks: Pasukan Ra Kembar tertangkap oleh pasukan makar.
4.1. Ra Kembar ditertawakan oleh Panji Rukmamurti, pimpinan makar itu.
4.2. Panji Rukmamurti menyadarkan bahwa Ra Kembar bukanlah tandingan
memadai bagi Gajah Mada. 5.
Penyelesaian:Ra Kembar mengakui kekalahannya.
Pada alur bawahan ketiga ini, tidak terjadi pertemuan dengan alur lain seperti yang terjadi pada alur-alur lainnya. Bahkan, yang terjadi
pada alur bawahan ketiga ini hanyalah persinggungan dengan alur utama. Sebagai contoh kasus, sekuen pertama pada alur ini
bersinggungan dengan kejadian Jayanegara mati yang merupakan konflik dalam alur utama. Juga, sekuen ketujuh di alur ini
bersinggungan dengan sekuen yang menceritakan pingsannya Gajah Enggon di alur utama. Hal ini bisa terjadi karena cerita pada alur
bawahan ini tidak berkaitan erat dengan alur bawahan lainnya sehingga apabila alur tentang kecemburuan Ra Kembar terhadap Gajah Mada ini
dihilangkan begitu saja, tidak akan mempengaruhi jalan cerita di alur utama. Berbeda sekali dengan kedua alur bawahan lainnya yang menjadi
sebab akibat pada alur utama. Meskipun hadirnya alur tentang Ra kembar ini tidak begitu penting,
lewat Ra Kembarlah kita bisa mengetahui bahwa tidak semua prajurit memiliki kekaguman terhadap Gajah Mada. Ra Kembar pulalah yang
mengantarkan pembaca kepada sebuah pendapat beberapa sejarawan yang
mengatakan bahwa
sebenarnya Gajah
Madalah yang
merencanakan kematian Jayanegara lihat analisis intrinsik bagian penokohan. Secara implisit, LKH menempatkan Ra Kembar sebagai
alat bagi pengarang untuk mengantarkan sudut pandang sejarawan. Ketiga alur bawahan ini saling bertemu, baik dengan alur bawahan
lainnya maupun dengan alur utama meskipun yang tejadi pada alur bawahan yang ketiga hanyalah sebuah persinggungan. Skema-skema
alur, baik alur utama maupun alur bawahan, saling terkait meskipun keempatnya memiliki sajian alurnya masing-masing. Menariknya,
meskipun ketiga alur bawahan dimulai dari titik skema alur, ketiganya mengakhiri ceritanya tepat pada titik penyelesesaian alur utama.
Bahkan, titik penyelesaian alur bawahan kisah cinta segitiga Raden Kudamerta dan alur bawahan Pradhabasu berhenti pada titik yang sama.
Meskipun keempat alur yang ada dalam novel ini menceritakan hal yang berbeda, pada kenyataannya keempatnya disatukan dalam satu
tema besar, yakni perebutan kekuasaan. Pada alur bawahan pertama, masalah rumah tangga Raden Kudamerta dengan kedua istrinya dipicu
oleh keserakahan Rangsang Kumuda untuk mendapatkan takhta. Demi tujuan itulah, ikatan pernikahan yang seharusnya dijalani dengan syahdu
dan menjadi sebuah fase kehidupan yang membahagiakan berubah menjadi neraka. Pelecehan terhadap anak raja pun tak terhidarkan, Dyah
Wiyat ditempatkan menjadi istri kedua. Hal yang sama juga terjadi pada kedua alur bawahan lainnya. Alur
bawahan yang menceritakan tentang Pradhabasu dengan Gagak Bongol juga dibangun atas dasar tema besar ini. Keduanya dipertemukan pada
saat genting, yakni Raden Kudamerta diserang dengan pisau lempar yang pelempar pisau tersebut diringkus oleh Pradhabasu. Dari peristiwa
itulah, kedua sahabat yang pernah terluka karena masa lalu akhirnya mengungkapkan perasaan masing-masing.
Alur bawahan terakhir yang agak berbeda dari lainnya. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, hadir atau tidaknya alur ini tidak
berpengaruh terhadap jalannya ketiga alur lainnya. Hanya saja, tema besar perebutan kekuasaan disampaikan pengarang dengan cara lain
pada alur ini. Dalam novel diceritakan bahwa Ra Kembar sangat ingin menjadi patih Majapahit sedangkan posisi tersebut sudah direncanakan
akan diduduki oleh Gajah Mada. Untuk keperluan itulah, Ra Kembar memutuskan untuk menyerbu pemberontakan di Karang Watu meskipun
tanpa memperhitungkan akibatnya. Keinginannya untuk menjadi patih itulah yang menyebabkannya menjadi prajurit yang gelap mata dan tidak
sadar akan kemampuan dirinya.