Teknik Analisis Data Metodologi Penelitian

13

BAB II KAJIAN TEORI

A. Retorika

Dalam berbahasa, baik dalam bentuk berbicara maupun menulis, komunikator dituntut mampu menyampaikan pesan yang dimilikinya dengan utuh kepada komunikan. Sebuah pesan akan diterima dan dipahami dengan baik oleh komunikan bila komunikator mampu menyampaikan pesan tersebut dengan bahasa yang efektif. Tidak hanya itu, komunikator juga harus tahu betul bagaimana menyusun kalimat dengan baik dan menarik minat agar lawan bicaranya merasa yakin dengan apa yang dibicarakan. Strategi yang digunakan komunikator itulah yang diharapkan akan mampu menarik minat komunikan tanpa mengurangi pesan yang dimaksud. Hal-hal inilah yang diperhatikan oleh retorika. Menurut KBBI edisi keempat, retorika adalah “1. keterampilan berbahasa secara efektif: 2. studi tentang pemakaian bahasa secara efektif dalam karang mengarang: 3. seni berpidato yang muluk-muluk dan bombastis ”. 1 Dari pengertian retorika tersebut, sedikit banyak dapat diketahui bahwa retorika berada dalam ranah kemampuan berbicara, maka tidak berlebihan jika peneliti menyebut bahwa titik tolak dari retorika adalah berbicara. Sumber lain juga mengatakan bahwa retorika adalah “kesenian untuk berbicara baik Kunzt, gut zu redden atau Arts bene dicendi, yang dicapai berdasarkan bakat alam talenta dan keterampilan teknis ars, techne ”. 2 Selain itu, dalam referensi lain retorika juga diartikan sebagai “seni dan ilmu pemakaian bahasa untuk meyakinkan 1 DEPDIKNAS, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008, h. 1171. 2 Dori Wuwur Hendrikus, Retorika, Yogyakarta: Kanisisus, 1991, h. 14. khalayak atas kebenaran gagasan yang dikemukakan ”. 3 Edward P.J Corbett mengartikan retorika seperti yang ia tulis dalam bukunya, “What is rhetoric? One definition is that rhetoric is the art of effective communication.” 4 Retorika adalah seni komuniksi yang efektif. Dalam bahasa Arab, “ilmu yang mempelajari tentang penggunaan bahasa yang indah, estetis, memberikan makna yang sesuai dengan keadaan, dan menghasilkan sebuah efek mendalam bagi pendengar atau pembacanya disebut dengan ilmu balaghah ”. 5 Dari berbagai pengertian retorika yang dipaparkan tersebut, agaknya retorika memang berawal dari keterampilan berbicara. Namun, zaman renaisans turut menyumbang perkembangan retorika yang semula berada dalam ranah berbicara menjadi turut digunakan dalam keterampilan tulis-menulis. Hal ini diawali ketika ditemukannya mesin pencetak. Sejalan dengan hal ini, Gorys mengatakan bahwa retorika adalah “suatu teknik pemakaian bahasa sebagai seni, baik lisan maupun tertulis, yang didasarkan pada suatu pengetahuan yang tersusun baik”. 6 Dari beberapa pengertian yang telah dipaparkan, peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa retorika adalah sebuah seni menggayakan kalimat semaksimal mungkin untuk mempengaruhi orang lain. Selain mempengaruhi, pemaksimalan penggunaan kalimat ini juga bertujuan untuk menyampaikan pesan agar pesan tersebut bisa dirasakan benar oleh komunikannya dengan mempertimbangkan aspek keindahannya. Disiplin ilmu yang bertolak pada keterampilan berbicara ini bertumpu pada bagaimana cara seorang komunikator meyakinkan para komunikannya dengan berbagai cara. Aristoteles mengemukakan ada tiga cara yang dapat dijadikan cara atau acuan dalam mempengaruhi para komunikan. Komunikator kaitannya dalam 3 Abdul Rozak Zaidan, dkk.,Kamus Istilah Sastra, Jakarta: Balai Pustaka, 2007, h. 171. 4 Edward P.J Corbett, The Little Rhetoric, Canada: John Wiley Sons, Inc, 1977, h. 1. 5 Emsoe Abdurrahman dan Apriyanto Ranoedarsono, The Amazing Stories of Al- Qur’an; Sejarah yang Harus Dibaca, Bandung: Salamadani, 2009, h. 106. 6 Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa; Komposisi Lanjutan I, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2010, Cet. 20, h. 3.