Gaya Bahasa Retoris Retorika

menyatakan sesuatu sama dengan hal lain. Perbandingan ini mengunakan “kata bandingan berupa seperti, sama, sebagai, layaknya, laksana, serupa, ibarat, umpama, bak, dan bagai ”. 31 b. Metafora Gaya bahasa ini merupakan “perbandingan semacam analogi yang membandingkan dua hal secara langsung, tetapi dalam bentuk yang singkat ”. 32 Metafora ini sama halnya dengan simile, termasuk ke dalam majas persamaan atau perbandingan. Bedanya, metafora tidak memerlukan kata perumpamaan seperti halnya simile. Dalam membandingkan, metafora langsung membandingkan benda yang ingin disamakan dengan benda lain yang memiliki sifat yang sama. “Salah satu cara untuk membuat metafora adalah dengan menggunakan gaya sinestesia ”. 33 Perbandingan sesuatu dengan yang biasa dirasakan oleh indera manusia ini banyak digunakan untuk menghasilkan sebuah makna yang mudah dimengerti oleh pembaca. c. Personifikasi Personifikasi adalah “gaya bahasa perbandingan yang mengggambarkan benda-benda mati atau barang-barang yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat kemanusiaan ”. 34 Dalam gaya bahasa ini, benda mati diceritakan mampu melakukan apa yang lazimnya dilakukan oleh makhluk hidup, baik itu manusia maupun hewan. Dengan menggunakan personifikasi, “pembaca akan mendapatkan efek berupa kejelasan pembeberan suatu kondisi dan imajinasi yang jelas ”. 35 31 Damayanti, op. cit., h, 48. 32 Keraf, op. cit., h. 139. 33 Ibid, h. 99. 34 Keraf, op. cit., h. 140. 35 Damayanti, op. cit., h. 27. d. Sinekdoke Gaya bahasa sinekdoke ini “berasal dari bahasa Yunani yang berarti menerima bersama-sama ”. 36 Dalam pengertian lain, sinekdoke adalah “majas yang menyebutkan nama sebagian sebagai nama pengganti barang sendiri ”. 37 Sinekdoke ini terbagi menjadi dua jenis, yakni totem pro parte dan pars prototo. Totem pro parte adalah gaya bahasa yang menggambarkan keseluruhan tapi yang dimaksud adalah sebagian. Pars prototo adalah kebalikan dari totem proparte, yakni menyatakan sebagian tapi maknanya adalah seluruhnya. e. Metonimia Gaya bahasa yang “menggunakan sebuah kata untuk menyatakan suatu hal lain karena memiliki pertalian yang sangat dekat ”. 38 Hal yang disebutkan itu merujuk kepada manusia, benda, atau hal lain yang memiliki makna tertentu yang ingin disampaikan secara khusus. f. Antonomasia “Sebuah bentuk khusus dari sinekdoke yang berwujud penggunaan sebuah epitet untuk menggunakan nama diri, atau gelar resmi, atau jabatan untuk menggantikan nama diri ”. 39 Gaya bahasa ini digunakan untuk menyebutkan seseorang dengan panggilan lain. Tujuannya adalah untuk memberikan pengetahuan lain kepada pembaca bahwa tokoh tersebut memiliki panggilan lain yang kemungkinan besar berkaitan erat dengan jabatan atau kedudukan yang ia miliki. Gaya bahasa ini sangat sering digunakan dalam novel-novel yang berlatarbelakangkan kerajaan karena biasanya seorang raja memiliki banyak gelar atau juga nama sapaan. 36 Keraf, op. cit., h. 142. 37 Ratna Susanti, Ejaan Yang Disempurnakan Terbaru, Klaten: CV. Sahabat, 2012, h. 100. 38 Keraf, loc. cit. 39 Ibid. g. Ironi, Sinisme, Sarkasme Ketiga gaya bahasa ini merupakan saya bahasa yang digunakan untuk menyindir seseorang. Perbedaan dari ketiganya terletak pada seberapa tajamkah atau parahkah sindiran yang dilontarkan. Gaya bahasa sindiran yang paling ringan adalah ironi. Lalu meningkat ke sinisme dan sindiran yang paling menyakitkan adalah sarkasme. Ironi adalah “suatu acuan yang ingin mengatakan sesuatu dengan makna atau maksud berlainan dari apa yang terkandung dalam rangkaian kata-katanya ”. 40 Biasanya, bila seseorang akan mengatakan sesuatu yang buruk, maka ia akan mengatakan hal yang baik untuk mengungkapkannya tentunya dengan intonasi yang jauh berbeda dengan cara memuji. Sinisme adalah suatu “sindiran yang berbentuk kesangsian yang mengandung ejekan terhadap keikhlasan dan ketulusan hati ”. 41 Sinisme memiliki tingkat ketajaman satu tingkat lebih tinggi dari ironi. Sarkasme adalah “suatu acuan yang mengandung kepahitan dan celaan yang getir ”. Dibandingkan kedua sindiran yang sebelumnya, gaya bahasa ini memang ditujukan untuk menyakiti lawan bicaranya. Tanpa sungkan lagi, seseorang akan menggunakan gaya bahasa ini untuk memaki.

b. Penyiasatan Struktur

Kalimat yang baik karena mengikuti tata bahasa belum tentu merupakan sebuah tulisan yang menarik perhatian. Kaidah kebahasaan memang dibuat untuk mengatur penelitian agar sedap dan nyaman untuk dibaca. Namun, adakalanya terlalu mengikuti kaidah yang ada hanya akan membuat pembaca 40 Ibid, h 143. 41 Ibid.