3 Racun warangan yang dibalurkan ke keris dan ujung tombak
maupun trisula, Metonimia
4 Yang setiap goresan dijamin akan menjadi pembuka pintu
gerbang kematian. Personifikasi
5 Racun yang diminumkan kepada Raja Majapahit itu tentu
merupakan jaminan, Antonomasia
6 Korban tak mungkin selamat.
Pleonasme 7
Arah angin mendadak berubah. Metafora
8 Tanya seorang prajurit yang belum mengetahui duduk
persoalannya. Pleonasme
9 Ra Tanca diminta mengobati Baginda, tetapi Ra Tanca malah
meracuni Sang Prabu. Antonomasia
10 Berita mengejutkan itu dengan segera menjalar ke sudut-sudut
kotaraja. Personifikasi
11 Berita mengejutkan itu dengan segera menjalar ke sudut-sudut
kotaraja. Pars pro toto
B. Struktur Kalimat
No Kalimat
Struktur Kalimat 1
Mayat Ra Tanca yang digotong keluar memang menimbulkan kecemasan, yang tak ubahnya penyakit lalu menular, menular
dan menular, menulari siapa saja, menular dari prajurit ke prajurit, menular ke para abdi dalem istana, menular ke
beberapa orang yang bergerombol tak jauh dari Purawaktra dan dengan segera berubah menjadi ledakan yang mata
menggelisahkan siapa pun. Epizeuksis
2 Gajah Mada layak merasa cemas karena ia mengenal dengan
baik siapa Rakrian Tanca. Kendur
3 Ra Tanca sendiri kebal terhadap racun-racun itu karena selalu
menelan empedunya. Kendur
4 Meski tak seperti Ra Tanca yang amat menguasai ilmu
pengobatan, walau sedikit Gajah Mada memahami bagian- bagian paling sederhana, seperti tindakan apa yang harus
dilakukan untuk menawarkan racun yang terlanjur masuk ke tubuh.
Periodik
5 Sejak petang hingga petang ratusan orang berkumpul,
bersama-sama mendoakan agar raja muda anak Raden Wijaya itu segera sembuh.
Periodik
1.3. Sekuen Klimaks
Mengombak wajah Raden Kudamerta memerhatikan mayat yang masih bisa dikenalinya dari sisa pakaian dan pahatan timang
yang dikenakan orang yang tubuhnya terbakar hangus. Mayat itu juga bisa dikenali dari terompah kaki yang melekat. Raden
Kudamerta yang tangannya menggenggam terasa dingin, namun panas di dadanya apabila menyambar daun-daun kering maka akan
terbakar hangus daun-daun kering itu. Andai telur mentah berada di dalam genggaman tangannya maka akan matang mengeras telur itu.
“Siapa yang melakukan perbuatan ini, Paman Panji Wiradapa?” gumamnya. Isi dadanya membuncah menggelegak dan
amat butuh penyaluran. Namun, Panji Wiradapa telah terlanjur beku menjadi mayat.
Panji Wiradapa tak mungkin menjawab pertanyaan itu. Sekujur tubuhnya yang menjadi sumber bau daging terbakar merangsang
keinginan ingin muntah.
Raden Kudamerta Breng Pamotan yang baru saja mendapat anugerah gelar Bre Wengker Wijaya Rajasa Hyang Parameswara
mengedarkan pandangan matanya ke arah semua orang yang menggerombol melingkar mengelilingi mayat pamannya, seolah
bertanya apa yang telah terjadi. Perapian yang porak-poranda dan keadaan mayat yang hangus dengan lugas bercerita betapa kejam