2. Pengembangan produksi budidaya
Penggunaan teknologi modern melalui metode budidaya tepat guna dapat meningkatkan produksi budidaya rumput laut. Zona pengemban produksi
di Maluku Tenggara
Zona II
.
3. Pengembangan industri pengolahan rumput laut
Kedepan perlu dibangun industri pengolahan rumput laut untuk menghasilkan produk seperti chip dan tepung rumput laut melalui
pengembangan industri pengolahan rumput laut pada
Zona III
. Pola alur rantai nilai komoditas rumput laut di Kabupaten Maluku
Tenggara
Gambar 11 Pola alur rantai nilai Keterangan:
I : Nelayan
II.k : Pedagang Pengumpul Kecil
II.b : Pedagang Pengumpul Besar
Tabel 18 Kondisi pembudidaya dan kelompok budidaya rumput laut di
Kabupaten Maluku Tenggara
Sumber : DKP Kabupaten Maluku Tenggara 2011
Pada Tabel 18 terlihat kondisi pembudidaya per orang dan per kelompok pada jumlah kelompok di tahun 2009 ada yang sudah mendapat bantuan
sebanyak 45 sedangkan yang belum mendapat bantuan sebesar 37.71 dari jumlah kelompok sebesar 40.55. Gambar 12 menyajikan peta pengembangan
budidaya rumput laut di Kabupaten Maluku Tenggara:
Tahun Jumlah
Pembudidaya orang
Jumlah Klmpk
Jumlah Yang Sudah Menerima
Bantuan Klmpk
Jumlah Yang Belum Menerima
Bantuan Klmpk
2009
2.773 589
253 336
2010 3.558
864 309
555
II.k
II.b I
AKTIFITAS UTAMA
Sathean
Luas Lahan :
343,5 Ha
Pemanfaatan
: 118,21 Ha
Rata-rata Produksi :
50,99 Ton45 Hari
Letvuan
Luas Lahan :
165 Ha
Pemanfaatan :
48,14 Ha
Rata-rata Produksi :
25,67 Ton45 hari
Kelanit Luas Lahan :
66 Ha
Pemanfaatan :
18,78 Ha
Rata-rata Produksi :
5,22 Ton45 hari
Warbal Luas Lahan :
725,25 Ha
Pemanfaatan :
28 Ha
Rata-rata Produksi :
14 Ton45 hari
Ibra
Luas Lahan :
52,3 Ha
Pemanfaatan :
21,83 Ha
Rata-rata Produksi
: 14 Ton45 hari
Elat Luas Lahan :
28 Ha
Pemanfaatan :
15,25 Ha
Rata-rata Produksi :
14 Ton45 hari
Sungai Ngafan Luas Lahan :
58,4 Ha
Pemanfaatan :
1,6 Ha
Rata-rata Produksi :
0,81 Ton45 hari PETA CLASTER PENGEMBANGAN RUMPUT LAUT
DI KAB. MALUKU TENGGARA
Gambar 12 Peta pengembangan budidaya rumput laut di Kabupaten Maluku Tenggara
Terlihat pada Gambar 12 rata-rata produksi sangat berbeda secara signifikan pada tiap-tiap daerah di sebabkan karena luas lahan dan pemanfaatan
dari tiap-tiap daerah yang berbeda sehingga rata-rata produksi masing-masing daerah berbeda-beda.
b. Manajemen sumber daya manusia Peran serta masyarakat dan pemerintah maupun lembaga-lembaga terkait
demi mendukung pengembangan usaha budidaya rumput laut di Kabupaten Maluku Tenggara sangat penting. Realitas SDM suatu bangsa tidak bisa
dilepaskan dari realitas pendidikan sebagai system fundamental pengelolaan dan penghasil pengetahuan itu sendiri. Pada dasarnya, konsep SDM, setidak-tidaknya
mengandung 3 pengertian yang maknanya tercemin pada kata awal yang mendahului istilah SDM tersebut Tamin, 1998, yaitu : Pertama, Peningkatan
SDM yaitu upaya menambah kemampuan SDM yang ada, agar lebih produktif hal ini terkait dalam dunia tenaga kerja; Kedua, Pengembangan SDM, yaitu upaya
membina dan mengembangkan kemampuan dasar SDM agar dapat tumbuh dan berkembang secara optimal; Ketiga, Pembangunan SDM, yaitu menciptakan SDM
secara berkesinambungan, yang meliputi seluruh aspek hidup manusia untuk dapat memenuhi ciri-ciri hidup manusia seutuhnya.
Dalam keterkaitan dengan penjelasan tersebut maka pemerintah daerah Kabupaten Maluku Tenggara telah memberikan perhatiannya terhadap apa yang
menjadi kebutuhan nelayan pembudidaya rumput laut dengan adanya program peningkatan kapasitas SDM dan kelembagaan melalui pelatihan dan magang
pembudidaya yang telah dilaksanakan saat ini bekerjasama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan serta Perindustrian dan Perdagangan dengan melakukan
ekstensifikasi areal budidaya, yang telah dilaksanakan dalam bentuk training pelatihan kelompok-kelompok. Berikut ini adalah Tabel 19 pemanfaatan lahan
untuk budidaya rumput laut dan peningkatan jumlah pembudidaya Tahun 2007- 2010.
PETA PENGEMBANGAN RUMPUT LAUT DI KAB.MALUKU TENGGARA
Tabel 19 Pemanfaatan lahan untuk budidaya rumput laut dan peningkatan jumlah pembudidaya
No. Tahun
Luas Lahan yang Dimanfaatkan
Ha Persentase
Jumlah Pembudidaya Orang
1. 2007
3.68 88.5
257 2.
2008 32
95.92 735
3. 2009
785.66 66.90
2.773 4.
2010 2,373.62
- 3.558
Sumber : DKP Kabupaten Maluku Tenggara 2011
Berdasarkan Tabel dapat dilihat perkembangan yang sangat pesat pada jumlah pembudidaya sehingga lahan yang dibutuhkan semakin besar. Hal ini
menunjukan bahwa keinginan serta minat yang ditunjukkan oleh masyarakat di Kabupaten Maluku Tenggara sangat tinggi, sehingga perlu dilakukan
pendampingan serta dukungan dari Pemerintah dalam mengarahkan tujuan pengembangan budidaya rumput laut di daerah ini.
c. Pengembangan teknologi Dalam penelitian ini dan berdasarkan observasi lapangan, selain
pembangunan pabrik, bentuk dari pengembangan teknologi belum begitu terlihat untuk proses budidaya rumput laut secara keseluruhan, sehingga pengolahan
budidaya rumput laut masih lebih cenderung menggunakan sistem tradisonal, sehingga belum mampu untuk bersaing dalam pasar global yang secara
keseluruhan telah menggunakan sistem kerja yang modern dengan menggunakan teknologi yang setiap saat mengalami perkembangan pesat. Dibandingkan dengan
wilayah yang telah menggunakan pengembangan teknologi yang sudah bisa mengekspor langsung hasil olahan rumput laut langsung ke Negara-negara
konsumen.
d.Pembelian Hasil penelitian yang dilakukan membuktikan bahwa sistem tata niaga
yang belum terkoordinir dengan baik yang mengacu pada norma-norma industrialitas mempengaruhi laba yang dihasilkan dari penjualan. Koefisienan
pasar yang belum maksimal sehingga pelaku rantai nilai belum menikmati prinsip win-win solution yang seharusnya ada dalam setiap kegiatan pasar. Dalam hal
keefisienan pasar, diperlukan perhatian khusus dari pemerintah guna melakukan promosi investasi sampai kepada memfasilitasi kemitraan antara pembudidaya
dengan investor terhadap akses teknologi, pasar dan modal usaha sehingga pemerataan fluktuasi harga dapat teratasi.
Bagian dari struktur value chain system pada aktifitas pendukung yang telah ditelaah antara lain dijelaskan dalam Tabel 20.
Tabel 20 Aktivitas pendukung
AK T
IF IT
AS P E
NU D
UK UN
G
INFRASTRUKTUR
a. Sarana transportasi yang cukup memadai untuk mengoptimalkan proses
pengangkutan hasil budidaya rumput laut antar pedagang pengumpul.
b. Ketersediaan sarana jalan yang cukup memadai karena sebagian jalan yang ada
telah di hotmix c. Pembagunan fisik pabrik pengolahan rumput laut yang sudah mencapai 90.
SUMBERDAYA MANUSIA
a. Adanya program peningkatan kapasitas SDM dan kelembagaan melalui pelatihan dan magang pembudidaya yang bekerjasama dengan Kementerian Kelautan dan
Perikanan. b. Pembimbingan oleh tenaga professional untuk pekerjaan dalam pabrik
pengolahan rumput laut yang didatangkan dari kementerian perindustrian dan perdagangan.
PENGEMBANGAN TEKNOLOGI
1. Selain pembangunan pabrik, pengadaan alat-alat pabrik juga telah didatangkan didukung dengan pembangunan Depo, Penyimpanan dan Lantai Penjemuran,
serta pengembangan kawasan minapolitan.
PEMBELIAN 1. Sistem tata niaga yang belum terkoordinir dengan baik yang seharusnya mengacu
pada norma industrialitas. 2. Kegiatan pasar belun maksimal pelaku rantai nilai belum menerapkan prinsip
win-win solution. 3. Kurangnya promosi investasi sampai
memfasilitasi kemitraan antara
pembudidaya dengan investor terhadap akses teknologi, pasar dan modal usaha sehingga pemerataan fluktuasi harga dapat teratasi.
Sumber : Data diolah 2012
3.3 Value chain system dalam budidaya rumput laut di Kabupaten Maluku
Tenggara
Hasil uraian penelitian dalam aktifitas utama: 1 logistik kedalam yang dimulai dari persediaan pembibitan yang memiliki nilai tambah karena bibit
dihasilkan secara pribadi dan tidak dibeli, pembibitan ini pun secara terus- menerus dapat dihasilkan dengan demikian maka tidak ada biaya tambahan untuk
pembelian bibit oleh nelayan pembudidaya sehingga persiapan untuk pengolahan dapat dimaksimalkan sesuai dengan modal yang cukup. 2 Operasi merupakan
bagian yang memiliki banyak proses dengan persiapan modal yang harus cukup karena kurangnya infrastruktur yang memadai baik dalam proses pengolahan
budidaya, maupun transportasi serta keadaan alam yang dapat mengakibatkan kerugian. Perlunya biaya-biaya tambahan bahkan modal yang tidak cukup untuk
pengembangan usaha budidaya.
Dalam hal ini, pemerintah seyogyanya mempunyai andil yang besar untuk melakukan kegiatan yang telah diprogramkan untuk pengembangan usaha ini
secara berkesinambungan. Dimulai dari proses pengolahan dengan perlengkapan yang terbatas, pengawasan mutu produksi yang tidak ada, pemeliharaan budidaya
rumput laut saat terserang hama dan penyakit yang hanya dengan tindakan seadanya karena minimnya sumber daya manusia sehingga dapat mengakibatkan
gagal panen dan mengalami kerugian dan kurangnnya tenaga professional untuk tindakan pendampingan. 3. Logistik Keluar, nelayan pengolah budidaya
rumput laut lebih berperan aktif dan lebih membutuhkan tenaga kerja ekstra pada saat pengumpulan maupun penyimpanan atau penggudangan hasil panen
dikarenakan luas lahan yang mencapai 25 hingga 50 meter, dengan adanya penambahan tenaga kerja maka ada biaya sewa tambahan yang dihitung perbulan
dengan nilai Rp. 1,000.000 – 1,500.000,- jika dibayar perhari maka nilainya Rp.
100.000,- sampai dengan Rp.150.000,-. Begitu pula dengan pedagang pengumpul skala kecil maupun pedagang pengumpul skala besar yang seyogyanya telah
menyiapkan modal yang cukup untuk melakukan penjualan maupun pengiriman ke daerah pengecer Surabaya, namun kadang modal yang disediakan pun tidak
cukup untuk mendapatkan keuntungan yang seharusnya karena fluktuasi harga yang sering terjadi serta biaya-biaya tambahan yang tidak terduga lainnya.
4. Pemasaran dan penjualan berdasarkan hasil penelitian belum mencapai tingkat optimal karena sistem tata niaga yang belum terkoordinir dengan baik,
sehingga penetapan harga sering dilakukan secara sepihak tanpa melihat keefisienan pasar, menyebabkan kurangnya penghasilan yang diterima dari
produsen utama yang dalam hal ini adalah nelayan pembudidaya rumput laut. Keuntungan yang dirasakan hanya ada pada sebagian pihak, minimnya informasi
harga pasar oleh nelayan serta modal yang terbatas untuk langsung melakukan transaksi dengan pedagang pengumpul skala besar, menjadikan tidak tersedianya
pilihan lain untuk penjualan. Begitu pula dengan permintaan pasar yang tidak dapat dilayani karena keterbatasan produksi dan pengolahan hasil budidaya
rumput laut.
4 Analisis nilai tambah
4.1 Analisis nilai tambah nelayan
Analisis nilai tambah pada nelayan menggunakan beberapa asumsi: a. Produksi rumput laut dalam 45 hari mencapai 1.000 Kg.
b. Perhitungan Biaya Penyusutan menggunakan Matode garis lurus. c. Jumlah Output yang dihitung sebanyak jumlah siap panen yang
dihasilkan dalam 45 hari. Tabel 21 Analisis nilai tambah rumput laut ditingkat nelayan
Komponen Total Biaya
Rp Biaya rata-rata
RpKg Presentase
Biaya bahan baku Tali ris polietilen 8mm
2,000.000 2000
32.19 Tali polietilen 10mm
2,250.000 2.250
34.61 Tali raffia
15.000 15
0.23 Jangkar
200.000 200
3.07 Bibit
600.000 600
9.23 Pelampung utama
400.000 400
6.15 Pelampung kecil
40.000 40
0.61 Total biaya bahan baku 1
5,505.000 5505
86.09 Biaya operasional
Bbm 1,170.000
39 0.6
Upah tenaga kerja 100.000
3.33 0.05
Lanjutan Tabel 21
Komponen Total Biaya
Rp Biaya rata-rata
RpKg Presentase
Total biaya operasional 2 1,270.000
42.33 0.65
Total biaya produksi Rp = 1+2
6,775.000 5547.33
86.74 Biaya penyusutan peralatan dan
kendaraan Sampan
125.000 125
1.92 Katinting
400.000 400
6.15 Terpal
60.000 60
0.92 Timbangan
75.000 50
0.76 Keranjang
5.000 5
0.07 Total biaya penyusutan 3
665.000 665
9.82 Perhitungan nilai tambah
Nilai input 1+2+3 6212.33
95.57 Nilai output
6500 100
Nilai tambah 287.67
4.43 Sumber : Data diolah 2013
Perhitungan nilai tambah pada nelayan dilihat berdasarkan kondisi rumput laut dari komponen-komponen pembentuk biaya bahan baku, operasional serta
biaya penyusutan. Nilai input nelayan rumput laut adalah biaya-biaya hingga rumput laut siap di panen sedangkan outputnya rumput laut yang di jual ke
pedagang pengumpul. Kondisi ini bertujuan untuk membandingkan nilai tambah yang diperoleh oleh masing-masing pihak disepanjang rantai tersebut.
Tabel 21 menunjukan nilai input nelayan adalah 6212 per kg. sedangkan perolehan nilai tambah pada nelayan dari 1 kg rumput laut sebesar Rp. 287.67.
4.2 Analisis nilai tambah pedagang pengumpul skala kecil
Pada Tabel 22 menunjukan bahwa nilai tambah oleh pedagang pengumpul skala kecil sebesar 550 per kg. nilai input didapat dari harga beli dari nelayan di
tambah dengan biaya operasional dan penyusutan. Sedangkan output yang di terima dari pedagang pengumpul besar. Tabel 22 menyajikan analisis nilai tambah
rumput laut di tingkat pedagang pengumpul skala kecil. Tabel 22 Analisis nilai tambah rumput laut di tingkat pedagang pengumpul skala
kecil
Komponen Total
Biaya Rp Biaya Rata-rata
RpKg Presentase
Biaya bahan baku Rumput laut kering
9,750.000 6.500
86.67 Total biaya bahan baku
1 9,750.000
6.500 86.67
Biaya operasional Tempat penyimpanan
120.000 80
1.06
Lanjutan Tabel 22
Komponen Total
Biaya Rp Biaya Rata-rata
RpKg Presentase
Karung 30.000
20 0.26
Upah tenaga kerja 150.000
100 1.33
Transportasi 300.000
200 2.67
Total biaya operasional 2
600.000 400
5.32 Biaya penyusutan
Timbangan 75.000
50 0.66
Total biaya penyusutan 3
75.000 50
0.66 Perhitungan nilai tambah
Nilai input 1+2+3 6.950
92.65 Nilai output
7.500 100
Nilai tambah 550
7.35 Sumber : Data diolah 2013
4.3 Analisis nilai tambah pedagang pengumpul skala besar
Pada Tabel 23 menunjukan bahwa nilai tambah oleh pedagang pengumpul skala besar sebesar 550 per kg. nilai input didapat dari harga beli dari pedagang
pengumpul kecil di tambah dengan biaya operasional dan penyusutan. Sedangkan output yang di terima dari pengecer. Tabel 23 menyajikan analisis nilai tambah
rumput laut di tingkat pedagang pengumpul skala besar. Tabel 23 Analisis nilai tambah rumput laut di tingkat pedagang pengumpul skala
besar
Komponen Total Biaya Rp
Biaya Rata-rata RpKg
Persentase
Biaya bahan baku Rumput laut kering
11,250.000 7.500
83.33
Total biaya bahan baku 1 11,250.000
7.500 83.33
Biaya operasional Upah tenaga kerja
300.000 200
2.22 Packing
300.000 200
2.22 Transportasi
300.000 200
2.22 Total biaya operasional 2
900.000 600
6.66 Biaya penyusutan
Timbangan 75.000
50 0.55
Total biaya penyusutan 3 75.000
50 0.55
Perhitungan nilai tambah Nilai input 1+2+3
8150 90.54
Nilai output 9000
100 Nilai tambah
850 9.46
Sumber : Data diolah 2013
4.4 Analisis rantai nilai
Organisasi rantai nilai merupakan sebuah hubungan manajemen atau system kerja yang terorganisir diantara anggota masing-masing sepanjang rantai
nilai. Tabel 24 menyajikan perbandingan analisis nilai tambah pada nelayan, pedagang pengumpul skala kecil, dan pedagang pengumpul skala besar.
Tabel 24 Perbandingan analisis nilai tambah nelayan, pedagang pengumpul kecil, pedagang pengumpul skala besar
Analisis Rantai Nilai Rumput Laut Jenis
Kegiatan Nelayan
Pengumpul Kecil
Pengumpul Besar
Biaya Rpkg
Persentase Biaya
Rpkg Persentase
Biaya Rpkg
Persentase Produksi
5505 86.09
6500 86.67
7500 83.33
Operasi 42.33
0.65 400
5.32 600
6.66
Biaya penyusutan
665 9.82
50 0.66
50 0.55
Total Biaya 6212.33
95.57 6950
92.65 8150
90.54
Harga jual 6.500
100 7500
100 9.000
100
Margin
287.67 4.43
550 7.35
850 9.46
Dapat dilihat pada Tabel 24 di sini dari nelayan sampai dengan pedagang pengumpul skala besar mempunyai perbandingan yang berbeda-beda dari hasil
produksi sampai dengan memperoleh nilai tambah.
5 Hasil analisis SWOT
Untuk memperoleh strategi pengembangan pemasaran yang baik, maka perlu dilakukan analisis SWOT. Analisis SWOT merupakan suatu alternatif dari
pendekatan faktor internal meliputi kekuatan strength dan kelemahan weaknesses serta faktor eksternal yang meliputi peluang opportunities dan
ancaman threats.
5.1 Internal
1. Kekuatan a. Pemanfaatan lahan potensial
b. Memiliki lahan yang potensial dengan luas sebesar: 5.103 Ha, lahan yang dimanfaatkan : 2,373.62 Ha atau 46.51 dan lahan yang belum
dimanfaatkan sebesar : 2,729.38 Ha atau 53.49. c. Kondisi perairan yang subur
Kondisi perairan Kabupaten Maluku Tenggara yang subur dan semi tertutup selat dan teluk serta relative dangkal, bebas polutan, jernih dan
kondisi hidrografi perariran yang mendukung usaha budidaya rumput laut.
d. Program pemerintah yang mendukung pengembangan usaha budidaya rumput laut
Program-program pemerintah berupa kemudahan pengurusan perijinan usaha, ketersediaan sarana prasarana jalan ke sentra
–sentra produksi, bantuan sarana prasarana bagi pembudidaya dan peningkatan kualitas
SDM melalui Pelatihan, Magang dan Pembinaan.