Pada tahun 2010, keragaan aktivitas budidaya mengalami peningkatan yang signifikan dengan tingkat pemanfaatan lahan yang semakin tinggi. Pada dua
desa percontohan diantaranya Sathean dan Letvuan, nelayan merupakan unsur penting yang ada dalam aktifitas budidaya rumput laut. Dari hasil pengumpulan
data melalui kuesioner menjelaskan bahwa sebagaian besar penduduk mempunyai mata pencaharian utama sebagai nelayan. Desa Letvuan mencapai 820 orang dan
Desa Sathean 485 orang yang tergabung dalam usaha perorangan atau kelompok.
Rata-rata nelayan rumput laut memiliki tingkat pendidikan maksimal adalah sekolah menengah atas, sedangkan paling minimal adalah sekolah dasar. Dalam
pembudidayaan rumput laut pada desa percontohan, nelayan budidaya rumput laut dapat terdiri dari penyedia bibit, nelayan pembudidaya rumput laut dan pengolah
rumput laut yang juga biasanya menjadi tenaga kerja juga pada saat pasca panen. Ketiga jenis pekerjaan nelayan tersebut dapat juga ditemukan dalam satu orang
nelayan karena dapat menghasilkan bibit, membudidayakan rumput laut dan mengolah rumput laut sekaligus. Tindakan ini diambil apabila nelayan ingin
melakukan penghematan biaya modal kerja yang minim. 2.2 Pedagang pengumpul lokal budidaya rumput laut
Berdasarkan hasil wawancara dengan 6 orang pedagang pengumpul lokal dalam dua desa percontohan, terdapat dua bentuk pedagang pengumpul lokal
diantaranya pedagang pegumpul skala kecil dan pedangang pengumpul skala besar. Yang dimaksud dengan pedagang pengumpul skala kecil adalah pedagang
pengumpul yang berada satu lokasi satu desa dengan para nelayan rumput laut, dengan fungsi sebagai penjual hasil budidaya rumput laut kering kepada pedagang
pengumpul lokal skala besar dengan kisaran harga Rp. 6.500,- sampai dengan Rp. 7.500,-.
Sedangkan pada pedagang pengumpul lokal besar merupakan pedagang pengumpul yang memiliki badan usaha dalam bentuk CV maupun koperasi.
Selain memiliki akses yang setingkat lebih cepat dari pedangan pengumpul skala kecil, lokasi yang berada di daerah perkotaan memudahkan proses pengiriman
terhadap eksportir. Ada juga beberapa pedagang pengumpul kecil yang merupakan perpanjangan tangan dari pedagang pengumpul skala besar. Penelitian
yang dilakukan pada masing-masing desa terdapat pedagang pengumpul skala besar yang cukup dikenal dalam bentuk badan usaha diantaranya CV. Sumber
Rejeki dan KUD Elomel.
2.3 Pengekspor hasil budidaya rumput laut
Berdasarkan pengambilan data dalam satu tahun terakhir ini di Kabupaten Maluku Tenggara belum terdapat pengekspor hasil budidaya rumput laut ke luar
negeri karena adanya beberapa hambatan yang menjadi kekurangan untuk akses eksport. Salah satunya masalah transportasi untuk sampai ke luar negeri serta
pengurusan hal-hal administrasi pengiriman. Namun bukan hal tersebut yang menjadi perhatian utama melainkan permintaan dari Negara eksportir yang
menginginkan hasil budidaya rumput laut yang telah menjadi bahan baku obat- obatan, alat kosmetik dan lain-lain. Setelah dilakukan observasi lapangan pada
dua desa percontohan ini maka ditemukan adanya satu industri rumahan yang memiliki alat teknologi untuk mengolah hasil budidaya rumput laut menjadi
tepung karangenan di Desa Letvuan, namun kegiatan pengolahan tersebut tidak
maksimal karena ada faktor-faktor penghambat. Sedangkan pada desa Sathean pernah dilakukan ekspor langsung ke Negara China pada Tahun 2000 dengan
jumlah 1000 ton rumput laut kering dalam 1 bulan, namun saat ini tidak lagi melakukan ekspor langsung karena kurangnya biaya serta transportasi dan harga
pasar yang tidak tetap dengan kurangnya dukungan dari pemerintah. 2.4 Pemerintah daerah dan dinas terkait
Dengan melihat peluang usaha serta income yang dihasilkan oleh budidaya rumput laut di Kabupaten Maluku Tenggara, maka pemerintah daerah
mengupayakan program-program pembudidayaan rumput laut dalam hal ini instansi terkait seperti Dinas Kelautan dan Perikanan yang bekerja sama dengan
Dinas Perindustrian dan Perdagangan dalam rencana pembangunan jangka menengah diantaranya rencana pengembangan rumput laut 3 zona di Kabupaten
Maluku Tenggara.
Adanya rencana kerja seperti ini maka secara langsung dapat membantu pembudidaya rumput laut untuk lebih meningkatkan pengolahan produk
unggulan. Pemerintah juga telah memberikan bantuan dana dalam bentuk KUR atau kredit usaha rakyat yang telah memudahkan proses usaha budidaya yang ada
pada desa percontohan maupun desa-desa pengembangan rumput laut di daerah ini. Dari hasil penelitian ini ditemukan juga ada beberapa kegiatan dalam rangka
mengembangkan produksi rumput laut yang berasal dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Maluku Tenggara dirangkai dalam beberapa rencana aksi
yang telah dikerjakan dalam betuk kegiatan dan pelaksanaan kegiatan. 3
Struktur Value Chain System Budidaya Rumput Laut 3.1
Aktivitas Utama
Aktifitas utama dari struktur value chain system budidaya rumput laut diantaranya:
A.Logistik kedalam Pemerintah daerah telah memberikan bibit unggul yang berasal dari kebun
bibit untuk meningkatkan produksi dan produktivitas usaha budidaya namun jumlahnya masih terbatas, namum dari hasil wawancara serta pengisian questioner
kepada 6 orang pembibit yang di bagi 3 untuk tiap desa, 5 dari 6 orang menyatakan bahwa bibit yang didapat berasal dari nelayan budidaya itu sendiri.
benih rumput laut yang berasal dari hasil pembibitan sendiri ini juga secara langsung telah menekan biaya pengeluaran dari modal usaha nelayan
pembudidaya untuk membeli bibit dengan harga per kg sebesar Rp 1000,-.
B.Operasi 1. Pengolahan
Proses awal dari pengolahan budidaya rumput laut ini menggunakan metode long line system yaitu metode lepas dasar dengan menggunakan tali
rawai, dilakukan dengan menanam bibit rumput laut pada bentangan tali yang terendam dan terletak disekitar permukaan air laut. Dengan perlengkapan yang
telah disediakan maka, rata-rata lahan yang diolah sekitar ½ hektar mulai dibentangkan dengan tali utama dibentangkan sepanjang 25 m x 25 m dengan