Pengekspor hasil budidaya rumput laut

Tabel 19 Pemanfaatan lahan untuk budidaya rumput laut dan peningkatan jumlah pembudidaya No. Tahun Luas Lahan yang Dimanfaatkan Ha Persentase Jumlah Pembudidaya Orang 1. 2007 3.68 88.5 257 2. 2008 32 95.92 735

3. 2009

785.66 66.90 2.773 4. 2010 2,373.62 - 3.558 Sumber : DKP Kabupaten Maluku Tenggara 2011 Berdasarkan Tabel dapat dilihat perkembangan yang sangat pesat pada jumlah pembudidaya sehingga lahan yang dibutuhkan semakin besar. Hal ini menunjukan bahwa keinginan serta minat yang ditunjukkan oleh masyarakat di Kabupaten Maluku Tenggara sangat tinggi, sehingga perlu dilakukan pendampingan serta dukungan dari Pemerintah dalam mengarahkan tujuan pengembangan budidaya rumput laut di daerah ini. c. Pengembangan teknologi Dalam penelitian ini dan berdasarkan observasi lapangan, selain pembangunan pabrik, bentuk dari pengembangan teknologi belum begitu terlihat untuk proses budidaya rumput laut secara keseluruhan, sehingga pengolahan budidaya rumput laut masih lebih cenderung menggunakan sistem tradisonal, sehingga belum mampu untuk bersaing dalam pasar global yang secara keseluruhan telah menggunakan sistem kerja yang modern dengan menggunakan teknologi yang setiap saat mengalami perkembangan pesat. Dibandingkan dengan wilayah yang telah menggunakan pengembangan teknologi yang sudah bisa mengekspor langsung hasil olahan rumput laut langsung ke Negara-negara konsumen. d.Pembelian Hasil penelitian yang dilakukan membuktikan bahwa sistem tata niaga yang belum terkoordinir dengan baik yang mengacu pada norma-norma industrialitas mempengaruhi laba yang dihasilkan dari penjualan. Koefisienan pasar yang belum maksimal sehingga pelaku rantai nilai belum menikmati prinsip win-win solution yang seharusnya ada dalam setiap kegiatan pasar. Dalam hal keefisienan pasar, diperlukan perhatian khusus dari pemerintah guna melakukan promosi investasi sampai kepada memfasilitasi kemitraan antara pembudidaya dengan investor terhadap akses teknologi, pasar dan modal usaha sehingga pemerataan fluktuasi harga dapat teratasi. Bagian dari struktur value chain system pada aktifitas pendukung yang telah ditelaah antara lain dijelaskan dalam Tabel 20. Tabel 20 Aktivitas pendukung AK T IF IT AS P E NU D UK UN G INFRASTRUKTUR a. Sarana transportasi yang cukup memadai untuk mengoptimalkan proses pengangkutan hasil budidaya rumput laut antar pedagang pengumpul. b. Ketersediaan sarana jalan yang cukup memadai karena sebagian jalan yang ada telah di hotmix c. Pembagunan fisik pabrik pengolahan rumput laut yang sudah mencapai 90. SUMBERDAYA MANUSIA a. Adanya program peningkatan kapasitas SDM dan kelembagaan melalui pelatihan dan magang pembudidaya yang bekerjasama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan. b. Pembimbingan oleh tenaga professional untuk pekerjaan dalam pabrik pengolahan rumput laut yang didatangkan dari kementerian perindustrian dan perdagangan. PENGEMBANGAN TEKNOLOGI 1. Selain pembangunan pabrik, pengadaan alat-alat pabrik juga telah didatangkan didukung dengan pembangunan Depo, Penyimpanan dan Lantai Penjemuran, serta pengembangan kawasan minapolitan. PEMBELIAN 1. Sistem tata niaga yang belum terkoordinir dengan baik yang seharusnya mengacu pada norma industrialitas. 2. Kegiatan pasar belun maksimal pelaku rantai nilai belum menerapkan prinsip win-win solution. 3. Kurangnya promosi investasi sampai memfasilitasi kemitraan antara pembudidaya dengan investor terhadap akses teknologi, pasar dan modal usaha sehingga pemerataan fluktuasi harga dapat teratasi. Sumber : Data diolah 2012

3.3 Value chain system dalam budidaya rumput laut di Kabupaten Maluku

Tenggara Hasil uraian penelitian dalam aktifitas utama: 1 logistik kedalam yang dimulai dari persediaan pembibitan yang memiliki nilai tambah karena bibit dihasilkan secara pribadi dan tidak dibeli, pembibitan ini pun secara terus- menerus dapat dihasilkan dengan demikian maka tidak ada biaya tambahan untuk pembelian bibit oleh nelayan pembudidaya sehingga persiapan untuk pengolahan dapat dimaksimalkan sesuai dengan modal yang cukup. 2 Operasi merupakan bagian yang memiliki banyak proses dengan persiapan modal yang harus cukup karena kurangnya infrastruktur yang memadai baik dalam proses pengolahan budidaya, maupun transportasi serta keadaan alam yang dapat mengakibatkan kerugian. Perlunya biaya-biaya tambahan bahkan modal yang tidak cukup untuk pengembangan usaha budidaya. Dalam hal ini, pemerintah seyogyanya mempunyai andil yang besar untuk melakukan kegiatan yang telah diprogramkan untuk pengembangan usaha ini secara berkesinambungan. Dimulai dari proses pengolahan dengan perlengkapan yang terbatas, pengawasan mutu produksi yang tidak ada, pemeliharaan budidaya rumput laut saat terserang hama dan penyakit yang hanya dengan tindakan seadanya karena minimnya sumber daya manusia sehingga dapat mengakibatkan gagal panen dan mengalami kerugian dan kurangnnya tenaga professional untuk tindakan pendampingan. 3. Logistik Keluar, nelayan pengolah budidaya rumput laut lebih berperan aktif dan lebih membutuhkan tenaga kerja ekstra pada saat pengumpulan maupun penyimpanan atau penggudangan hasil panen dikarenakan luas lahan yang mencapai 25 hingga 50 meter, dengan adanya penambahan tenaga kerja maka ada biaya sewa tambahan yang dihitung perbulan dengan nilai Rp. 1,000.000 – 1,500.000,- jika dibayar perhari maka nilainya Rp. 100.000,- sampai dengan Rp.150.000,-. Begitu pula dengan pedagang pengumpul skala kecil maupun pedagang pengumpul skala besar yang seyogyanya telah menyiapkan modal yang cukup untuk melakukan penjualan maupun pengiriman ke daerah pengecer Surabaya, namun kadang modal yang disediakan pun tidak cukup untuk mendapatkan keuntungan yang seharusnya karena fluktuasi harga yang sering terjadi serta biaya-biaya tambahan yang tidak terduga lainnya. 4. Pemasaran dan penjualan berdasarkan hasil penelitian belum mencapai tingkat optimal karena sistem tata niaga yang belum terkoordinir dengan baik, sehingga penetapan harga sering dilakukan secara sepihak tanpa melihat keefisienan pasar, menyebabkan kurangnya penghasilan yang diterima dari produsen utama yang dalam hal ini adalah nelayan pembudidaya rumput laut. Keuntungan yang dirasakan hanya ada pada sebagian pihak, minimnya informasi harga pasar oleh nelayan serta modal yang terbatas untuk langsung melakukan transaksi dengan pedagang pengumpul skala besar, menjadikan tidak tersedianya pilihan lain untuk penjualan. Begitu pula dengan permintaan pasar yang tidak dapat dilayani karena keterbatasan produksi dan pengolahan hasil budidaya rumput laut. 4 Analisis nilai tambah

4.1 Analisis nilai tambah nelayan

Analisis nilai tambah pada nelayan menggunakan beberapa asumsi: a. Produksi rumput laut dalam 45 hari mencapai 1.000 Kg. b. Perhitungan Biaya Penyusutan menggunakan Matode garis lurus. c. Jumlah Output yang dihitung sebanyak jumlah siap panen yang dihasilkan dalam 45 hari. Tabel 21 Analisis nilai tambah rumput laut ditingkat nelayan Komponen Total Biaya Rp Biaya rata-rata RpKg Presentase Biaya bahan baku Tali ris polietilen 8mm 2,000.000 2000 32.19 Tali polietilen 10mm 2,250.000 2.250 34.61 Tali raffia 15.000 15 0.23 Jangkar 200.000 200 3.07 Bibit 600.000 600 9.23 Pelampung utama 400.000 400 6.15 Pelampung kecil 40.000 40 0.61 Total biaya bahan baku 1 5,505.000 5505 86.09 Biaya operasional Bbm 1,170.000 39 0.6 Upah tenaga kerja 100.000 3.33 0.05 Lanjutan Tabel 21 Komponen Total Biaya Rp Biaya rata-rata RpKg Presentase Total biaya operasional 2 1,270.000 42.33 0.65 Total biaya produksi Rp = 1+2 6,775.000 5547.33 86.74 Biaya penyusutan peralatan dan kendaraan Sampan 125.000 125 1.92 Katinting 400.000 400 6.15 Terpal 60.000 60 0.92 Timbangan 75.000 50 0.76 Keranjang 5.000 5 0.07 Total biaya penyusutan 3 665.000 665 9.82 Perhitungan nilai tambah Nilai input 1+2+3 6212.33 95.57 Nilai output 6500 100 Nilai tambah 287.67 4.43 Sumber : Data diolah 2013 Perhitungan nilai tambah pada nelayan dilihat berdasarkan kondisi rumput laut dari komponen-komponen pembentuk biaya bahan baku, operasional serta biaya penyusutan. Nilai input nelayan rumput laut adalah biaya-biaya hingga rumput laut siap di panen sedangkan outputnya rumput laut yang di jual ke pedagang pengumpul. Kondisi ini bertujuan untuk membandingkan nilai tambah yang diperoleh oleh masing-masing pihak disepanjang rantai tersebut. Tabel 21 menunjukan nilai input nelayan adalah 6212 per kg. sedangkan perolehan nilai tambah pada nelayan dari 1 kg rumput laut sebesar Rp. 287.67.

4.2 Analisis nilai tambah pedagang pengumpul skala kecil

Pada Tabel 22 menunjukan bahwa nilai tambah oleh pedagang pengumpul skala kecil sebesar 550 per kg. nilai input didapat dari harga beli dari nelayan di tambah dengan biaya operasional dan penyusutan. Sedangkan output yang di terima dari pedagang pengumpul besar. Tabel 22 menyajikan analisis nilai tambah rumput laut di tingkat pedagang pengumpul skala kecil. Tabel 22 Analisis nilai tambah rumput laut di tingkat pedagang pengumpul skala kecil Komponen Total Biaya Rp Biaya Rata-rata RpKg Presentase Biaya bahan baku Rumput laut kering 9,750.000 6.500 86.67 Total biaya bahan baku 1 9,750.000 6.500 86.67 Biaya operasional Tempat penyimpanan 120.000 80 1.06 Lanjutan Tabel 22 Komponen Total Biaya Rp Biaya Rata-rata RpKg Presentase Karung 30.000 20 0.26 Upah tenaga kerja 150.000 100 1.33 Transportasi 300.000 200 2.67 Total biaya operasional 2 600.000 400 5.32 Biaya penyusutan Timbangan 75.000 50 0.66 Total biaya penyusutan 3 75.000 50 0.66 Perhitungan nilai tambah Nilai input 1+2+3 6.950 92.65 Nilai output 7.500 100 Nilai tambah 550 7.35 Sumber : Data diolah 2013

4.3 Analisis nilai tambah pedagang pengumpul skala besar

Pada Tabel 23 menunjukan bahwa nilai tambah oleh pedagang pengumpul skala besar sebesar 550 per kg. nilai input didapat dari harga beli dari pedagang pengumpul kecil di tambah dengan biaya operasional dan penyusutan. Sedangkan output yang di terima dari pengecer. Tabel 23 menyajikan analisis nilai tambah rumput laut di tingkat pedagang pengumpul skala besar. Tabel 23 Analisis nilai tambah rumput laut di tingkat pedagang pengumpul skala besar Komponen Total Biaya Rp Biaya Rata-rata RpKg Persentase Biaya bahan baku Rumput laut kering 11,250.000 7.500 83.33 Total biaya bahan baku 1 11,250.000 7.500 83.33 Biaya operasional Upah tenaga kerja 300.000 200 2.22 Packing 300.000 200 2.22 Transportasi 300.000 200 2.22 Total biaya operasional 2 900.000 600 6.66 Biaya penyusutan Timbangan 75.000 50 0.55 Total biaya penyusutan 3 75.000 50 0.55 Perhitungan nilai tambah Nilai input 1+2+3 8150 90.54 Nilai output 9000 100 Nilai tambah 850 9.46 Sumber : Data diolah 2013

4.4 Analisis rantai nilai

Organisasi rantai nilai merupakan sebuah hubungan manajemen atau system kerja yang terorganisir diantara anggota masing-masing sepanjang rantai nilai. Tabel 24 menyajikan perbandingan analisis nilai tambah pada nelayan, pedagang pengumpul skala kecil, dan pedagang pengumpul skala besar.