Peran Guru dalam Layanan Fisioterapi Anak Tunadaksa Di SLB

72 karena jam untuk fisioterapi yaitu hanya 2x 30 menit perkelas dengan tenaga yang masih terbatas dan anak tunadaksa yang cukup banyak. Terdapat beberapa hal yang belum dapat dilakukan secara maksimal oleh layanan fisioterapi di SLB Negeri 1 Bantul. Berdasarkan hasil penelitian, layanan fisioterapi di SLB Negeri 1 Bantul belum melaksanakan evaluasi sesuai dengan standar layanan fisioterapi menurut kementerian kesehahatan 2008. Evaluasi yang dilakukan di SLB Negeri 1 Bantul yaitu dengan melihat secara kasat mata perkembangan atau perubahan yang terjadi pada anak, evaluasi tidak dilakukan secara formal dan fisioterapis tidak melakukan asesmen ulang. Selain itu, layanan fisioterapi di SLB Negeri 1 Bantul tidak memiliki dokumentasi fisioterapi. Pelaksanaan fisioterapi didampingi oleh orang tua anak-anak tunadaksa. Beberapa orang tua melatih anaknya untuk berjalan atau berdiri. Latihan dilakukan oleh orang tua, namun tidak semua orang tua melatih anaknya. Terdapat beberapa orang tua yang apabila anak sudah diterapi dengan alat maka mereka akan melatih anak untuk berjalan di pararel bar, atau melatih keseimbangan anak dengan peralatan yang ada di ruang fisioterapi. Tidak semua orang tua melatih anaknya, terdapat pula orang tua yang langsung pulang apabila anaknya sudah mendapat layanan fisioterapi. Anak tunadaksa yang selalu dilatih oleh orang tua saat di sekolah maupun di rumah akan berbeda dengan anak yang tidak diberikan latihan-latihan oleh orang tua mereka. Orang tua sebagai orang terdekat anak diharapkan memberikan dukungan kepada fisioterapis agar layanan fisioterapi yang diberikan kepada 73 anak dapat berjalan dengan baik dan mampu meningkatkan kondisi fisik anak tunadaksa. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Heward dalam Lismadiana, 2012: 219 yang menyatakan bahwa efektivitas berbagai program penanganan dan peningkatan kemampuan hidup anak berkebutuhan khusus akan sangat ditentukan oleh peran serta dan dukungan penuh dari keluarga, sebab keluarga adalah pihak yang mengenal dan memahami berbagai aspek dalam diri seseorang dengan jauh lebih baik dari pada orang lain. Pelaksanakan layanan fisioterapi di SLB Negeri 1 Bantul mengalami berbagai kendala. Kendala yang dihadapi oleh fisioterapis dibagi menjadi 2 yaitu kendala yang dihadapi saat melakukan fisioterapi dan saat melakukan asesmen pada anak tunadaksa. Berdasarkan deskripsi data yang ada, kendala yang dihadapi oleh fisioterapis juga berasal dari fisioterapis sendiri, anak maupun lingkungan. Kendala yang dihadapi fisioterapis antara lain kurangnya dukungan dari lingkungan. Lingkungan yang dimaksud yaitu guru dan orang tua. Keberhasilan suatu program seharusnya mendapat dukungan dari berbagai pihak antara lain guru dan orang tua. Tingkat kekakuan pada anak merupakan salah satu kendala fisioterapis dalam melakukan fisioterapi. Kekakuan yang terjadi pada anak tunadaksa berbeda-beda. Menurut Mohammad Sugiarmin dan Ahmad Toha Muslim 1996: 33 otot yang kaku dan terlalu keras tidak dapat berfungsi dengan baik. Ini dikarenakan terdapat kelainan pada traktus piramidalis yang berfungsi untuk mengendalikan tonus otot agar tetap nomal. Adanya kelainan pada traktus piramidalis yaitu tidak berfungsi dalam mengendalikan otot tersebut 74 maka tonus otot akan berlebihan. Tulang pada anak-anak yang masih rentan merupakan salah satu kendala fisioterapis dalam memberikan fisioterapi kepada anak tunadaksa. Tulang pada masa anak-anak masih rapuh, apalagi anak tunadaksa yang pada umumnya mengalami gangguan pada tulang, syaraf, otot maupun sendi. Pada perkembangan jaman sekarang ini, banyak penyakit baru yang muncul, begitu pula dengan kelainan yang terjadi pada anak tunadaksa. Hal tersebut menjadi salah satu kendala dalam melakukan fisioterapi. Selain itu, saat asesmen dilakukan, terdapat anak tunadaksa yang merasa takut untuk dipegang fisioterapis. Anak tunadaksa yang baru pertama kali diperiksa belum beradaptasi dengan orang disekitar sehingga dengan melihat orang baru ia merasa takut. Anak merasa bahwa fisioterapis akan menyakiti sehingga anak menjadi takut untuk dipegang dan diperiksa. Ada pula anak yang mengalami trauma sehingga menyebabkan anak takut untuk dipegang dan diperiksa oleh orang lain. Namun demikian, fisioterapis telah melakukan berbagai upaya agar fisioterapi dapat diberikan kepada anak dengan maksimal. Banyak orang tua yang tidak melatih anaknya di rumah sehingga fisioterapis memberi saran kepada orang tua agar melatih anak di rumah. Hal tersebut dilakukan agar kondisi anak semakin baik. Sikap fisioterapis sangat bersahabat dengan anak-anak tunadaksa. Fisioterapis sering mengajak anak bercanda sehingga anak akan merasa nyaman dan tidak tegang. Apabila anak tegang maka akan berpengaruh pada 75 otot, otot menjadi lebih kaku dan menyulitkan fisioterapis untuk melakukan fisioterapi. Keberhasilan dalam mengembangkan fisik anak tunadaksa perlu dukungan dan peran dari guru. Abdul Salim 1996: 175 menyatakan bahwa para guru PLB memiliki peran yang strategis, mengingat jumlah banyaknya waktu bersama anak dalam setiap hari, termasuk dalam hal membina kemampuan fisik dan psikis anak. Namun dalam layanan fisioterapi di SLB Negeri 1 Bantul guru belum berperan secara maksimal. Dari kelima guru yang diwawancarai dan berdasarkan observasi, guru tidak mengikuti pelaksanaan fisioterapi. Guru menyerahkan kepada fisioterapis dalam melakukan fisioterapi anak tunadaksa. Guru mengajar anak dalam pembelajaran di kelas. Saat anak memasuki jadwal fisioterapi guru tidak ikut mengantar atau mempersiapkan anak untuk diterapi. Hal tersebut dikarenakan anak telah didampingi oleh orang tua atau pengasuh sehingga segala sesuatu yang berhubungan dengan anak dilakukan oleh orang tua atau pengasuh anak. Saat anak melakukan fisioterapi, guru berada di ruang guru. Hal tersebut dikarenakan sekolah belum memiliki aturan legal mengenai keikutsertaan guru tunadaksa dalam layanan fisioterapi. Guru berperan yaitu melakukan konsultasi dengan psikolog atau guru lainnya apabila terdapat permasalahan. Selain itu, guru selalu menginformasikan kemajuan atau peningkatan yang terjadi pada anak ke orang tua anak tunadaksa. Asesmen yang dilakukan di SLB Negeri 1 Bantul yaitu asesmen fisik dan asesmen pendidikan. Asesmen dilakukan utnuk melihat kemampuan anak