PROSES LAYANAN FISIOTERAPI BAGI ANAK TUNADAKSA DI SEKOLAH LUAR BIASA NEGERI 1 BANTUL.

(1)

PROSES LAY DI SEK

D

gu

PROG JU UN

YANAN FISIOTERAPI BAGI ANAK TUN KOLAH LUAR BIASA NEGERI 1 BANTU

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Risa Umami NIM 11103241025

GRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR BIAS JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN NIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

MEI 2015

NADAKSA TUL


(2)

\. ,/

PERSETUJUANT

Slaipsi yang berjudul '?ROSES LAYANAN FISIOTERAPI

BAGI

ANAK

TUNADAKSA, DI SEKOLAH LUAR BIASA NEGERI

I

BANTUL" yang

disusun

oleh Risa

Umami,

NIM. 11103241,025

ini telah

disetujui oleh

pembimbing untuk diuj ikan.

Dr. Edi M. Dist.St

NIP 1960 12007

t


(3)

(4)

(5)

v MOTTO

Sesungguhnya bersama kesukaran itu adalah keringanan. Karena itu bila kau

sudah selesai (mengerjakan yang lain). Dan berharaplah kepada Tuhanmu.”

(Q.S Al Insyirah 6-8)

“Keberhasilan adalah kemampuan untuk melewati dan mengatasi dari satu kegagalan ke kegagalan berikutnya tanpa kehilangan semangat.”


(6)

vi

PERSEMBAHAN

Karya ini saya persembahkan untuk: 1. Allah SWT dan agamaku.

2. Kedua orangtua saya tercinta, Bapak Marjiyo dan Ibu Siti Ngaisah. 3. Almamaterku, Universitas Negeri Yogyakarta.


(7)

vii

PROSES LAYANAN FISIOTERAPI BAGI ANAK TUNADAKSA DI SEKOLAH LUAR BIASA NEGERI 1 BANTUL

Oleh Risa Umami NIM 11103241025

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: 1) pelaksanaan fisioterapi di SLB Negeri 1 Bantul, 2) kendala yang dihadapi fisioterapis dalam melaksanakan fisioterapi, 3) upaya fisioterapis dalam mengatasi kendala yang dihadapi dalam melaksanakan fisioterapi, 4) peran guru dalam layanan fisioterapi di SLB Negeri 1 Bantul.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Subyek penelitian yaitu fisioterapis, guru dan anak tunadaksa di SLB Negeri 1 Bantul. Pengumpulan data menggunakan metode wawancara mendalam, observasi partisipatif, dan dokumentasi. Instrumen penelitian yang digunakan pedoman wawancara, pedoman observasi dan pedoman dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan adalah reduksi data, display data dan penarikan kesimpulan. Keabsahan data dengan memperpanjang waktu tinggal/keikutsertaan, ketekunan pengamatan dan triangulasi (sumber dan metode).

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh: 1). prosedur pelaksanaan layanan fisioterapi belum dilaksanakan secara maksimal, 2). fisioterapis menghadapi berbagai kendala dalam melaksanakan layanan fisioterapi baik yang berasal dari fisioterapis sendiri, anak maupun lingkungan, 3). beberapa upaya dilakukan oleh fisioterapis untuk mengatasi kendala yaitu berdiskusi dengan fisioterapis ahli dan dokter, bekerja sama dengan wali murid, memberi saran kepada orang tua, porsi pemijatan dikurangi. dengan sedikit paksaan, melakukan penyinaran lebih lama, bersikap hati-hati dan orangtua diminta untuk terbuka dan jujur, 4). guru sudah berperan dalam layanan fisioterapi tetapi belum maksimal. Selain itu, hasil penelitian menunjukan layanan fisioterapi di SLB Negeri 1 Bantul dapat memperbaiki kondisi fisik anak tunadaksa dan memberi pengaruh pada pembelajaran di dalam kelas. Namun, layanan fisioterapi di SLB Negeri 1 Bantul belum diberikan secara ideal sehingga masih perlu diperbaiki.


(8)

viii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmaanirrahim,

Alhamdulillah, puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala karunia yang telah diberikan selama ini, sehingga penulisan skripsi yang berjudul “Proses Layanan Fisioterapi Bagi Anak Tunadaksa di SLB Negeri 1 Bantul” dapat terselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Luar Biasa, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta.

Keberhasilan penyusunan skripsi ini tentu tidak lepas dari bantuan, bimbingan dan uluran tangan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada semua pihak dalam membantu terselesaikannya laporan ini, antara lain:

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan ijin kesempatan bagi penulis untuk menimba ilmu dari masa awal studi sampai dengan terselesaikannya tugas akhir skripsi ini.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan ijin penelitian.

3. Ketua Jurusan Pendidikan Luar Biasa yang telah memberikan ijin penelitian. 4. Bapak Dr. Edi Purwanta, M. Pd., selaku dosen pembimbing I yang telah

memberikan arahan, bimbingan, dan masukan yang sangat membantu dalam pembuatan tugas akhir skripsi ini.


(9)

ix

5. Ibu dr. Atien Nur Chamidah, M.Dist. St, selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan arahan, bimbingan, dan nasehat yang sangat membantu dalam pembuatan tugas akhir skripsi ini.

6. Bapak dan ibu dosen Pendidikan Luar Biasa Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah bersedia membimbing dan menularkan ilmu kepada penulis.

7. Kepala SLB Negeri 1 Bantul yang telah memberikan ijin penelitian, pengarahan, dan kemudahan agar penelitian dan penulisan skripsi ini berjalan dengan lancar.

8. Bapak dan ibu fisisoterapis SLB Negeri 1 Bantul yang membantu penulis dalam melakukan penelitian.

9. Seluruh Guru, karyawan dan siswa-siswi SLB Negeri 1 Bantul atas dukungan dan semangatnya kepada penulis untuk menyelesaikan penelitian ini.

10. Bapak Marjiyo, Ibu Siti Ngaisah, kakakku Ari Miftakhul Anwar dan adikku Akhmad Taufik Hidayat yang selalu memberikan doa serta dukungan selama masa kuliah hingga terselesaikannya tugas akhir skripsi ini.

11. Sahabat-sahabatku, Cynthia Aristiyani, Dewi Juwita S. dan Intan Maharani D.M., yang selalu memberikan motivasi untuk tetap semangat menyelesaikan tugas akhir skripsi ini.

12. Teman-teman kelas PLB A 2011 dan seluruh teman angkatan 2011 yang selalu mendukung dan memberikan semangat serta doa yang telah diberikan.

13. Teman-teman kos GW 15 dan roomate Listy atas kebersamaannya selama tinggal seatap.


(10)

(11)

xi DAFTAR ISI

hal

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

DAFTAR TABEL ... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Batasan Masalah ... 6

D. Rumusan Masalah ... 6

E. Fokus Penelitian ... 6

F. Tujuan Penelitian ... 7

G. Manfaat Penelitian ... 7

H. Batasan Istilah ... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Anak Tunadaksa ... 9

1. Pengertian Anak Tunadaksa ... 9

2. Karakteristik Anak Tunadaksa ... 10

3. Klasifikasi Anak Tunadaksa ... 13

a. Kelainan pada sistem serebral (Cerebral System disorder) ... 13


(12)

xii

b. Kelainan pada system otot dan rangka (Musculus

Skeletal System) ... 17

c. Kelainan tunadaksa/ortopedi kerena bawaan (congenital deformities) ... 18

B. Tinjauan Layanan Fisioterapi ... 19

1. Pengertian Fisioterapi ... 19

2. Tujuan Fisioterapi ... 20

3. Standar Layanan Fisioterapi ... 23

4. Sarana dan Prasarana Fisioterapi ... 27

C. Tinjauan Peran Guru dalam Membina Kemampuan Fisik Anak Tunadaksa ... 27

D. Pertanyaan Penelitian ... 29

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 31

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 32

1. Tempat Penelitian ... 32

2. Waktu Penelitian ... 32

C. Subjek Penelitian ... 33

D. Teknik Pengumpulan Data ... 34

1. Wawancara Mendalam... 34

2. Observasi Partisipasif ... 35

3. Dokumentasi... 35

E. Instrumen Penelitian ... 36

1. Panduan Wawancara ... 36

2. Panduan Observasi ... 38

3. Panduan Dokumentasi ... 40

F. Teknik Analisis Data ... 41

1. Reduksi Data ... 41

2. Data Display (Penyajian Data)... 42

3. Menarik Kesimpulan... 42

G. Keabsahan Data ... 42


(13)

xiii

2. Ketekunan Pengamatan ... 43

3. Triangulasi... 44

BAB IV HASIL PEBELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 45

1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 45

a. Lokasi Penelitian ... 45

b. Sejarah Singkat Sekolah ... 45

c. Visi dan Misi Sekolah ... 46

2. Deskripsi Subjek Penelitian ... 48

3. Deskripsi Data Hasil Penelitian ... 51

a. Prosedur Pelaksanaan Layanan Fisioterapi di SLB Negeri 1 Bantul ... 51

b. Kendala yang Dihadapi Fisioterapis dalam Melaksanakan Fisioterapi ... 60

c. Upaya Fisioterapis dalam Mengatasi Kendala yang Dihadapi Dalam Melaksanakan Fisioterapi ... 64

d. Peran Guru dalam Layanan Fisioterapi Anak Tunadaksa Di SLB Negeri 1 Bantul ... 68

B. Pembahasan ... 71

C. Keterbatasan Penelitian ... 78

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 79

B. Saran ... 81

DAFTAR PUSTAKA ... 83


(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

hal Gambar 1. Alur Kerja Penanganan Fisioterapi...25


(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

hal

Lampiran 1. Panduan Wawancara untuk Fisioterapis ... 87

Lampiran 2. Panduan Wawancara untuk Guru ... 89

Lampiran 3. Panduan Wawancara untuk Anak Tunadaksa ... 91

Lampiran 4. Panduan Observasi ... 92

Lampiran 5. Panduan Dokumentasi ... 93

Lampiran 6. Laporan Hasil Observasi ... 94

Lampiran 7. Reduksi Data ... 116

Lampiran 8. Dokumentasi Layanan Fisioterapi ... 128

Lampiran 9. Daftar Inventaris SLB Negeri 1 Bantul ... 131


(16)

xvi

DAFTAR TABEL

hal

Tabel 1. Layout Panduan Wawancara ... 37

Tabel 2. Layout Panduan Observasi ... 39

Tabel 3. Layout Panduan Dokumentasi ... 40

Tabel 4. Daftar Inventaris Peralatan di SLB Negeri 1 Bantul ... 53

Tabel 5. Display Data Prosedur Pelaksanaan Layanan Fisioterapi di SLB Negeri 1 Bantul ... 59

Tabel 6. Display Data Kendala yang Dihadapi Oleh Fisioterapis dalam Melaksanakan Fisioterapi ... 63

Tabel 7. Display Upaya Fisioterapis dalam Mengatasi Kendala yang Dihadapi dalam Melaksanakan Fisioterapi ... 67

Tabel 8. Display Peran Guru dalam Layanan Fisioterapi Anak Tunadaksa di SLB Negeri 1 Bantul ... 70


(17)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak tunadaksa adalah anak yang mengalami gangguan fisik, mengalami kelumpuhan ringan maupun berat, mengalami kejang pada organ tertentu, mengalami gangguan koordinasi dan atau kelayuan. Selain itu, terdapat anak tunadaksa yang mengalami gangguan pada syaraf penggerak atau motorik sehingga kesulitan untuk melakukan mobilisasi, ADL (Activity Daily Living) dan komunikasi. Bentuk gangguan tubuh pada anak tunadaksa banyak ragamnya sehingga berdampak pada segi layanan pendidikannya. Layanan pendidikan diberikan sesuai dengan jenis dan tingkat kecacatan setiap anak tunadaksa.

Tujuan pendidikan anak tunadaksa bersifat ganda (dual purpose),

yaitu: (1) berkaitan dengan aspek rehabilitasi yang sasarannya adalah pemulihan fungsi fisik, dan (2) berhubungan dengan tujuan pendidikan. Secara umum yang ingin dicapai melalui pendidikan adalah terbentuknya kemandirian dan pribadi yang utuh pada masing-masing anak sesuai dengan kemampuannya. Connor (Musjafak Assjari, 1995: 3) mengemukakan sekurang-kurangnya ada 7 aspek yang perlu dikembangkan pada diri masing-masing anak tunadaksa melalui pendidikan, yaitu: (1) pengembangan intelektual dan akademik, (2) membantu perkembangan fisik, (3) meningkatkan perkembangan emosi dan penerimaan diri anak, (4) mematangkan aspek sosial, (5)


(18)

2

mematangkan moral dan spiritual, (6) meningkatkan ekspresi diri, dan (7) mempersiapkan masa depan anak.

Sesuai dengan tujuan dan aspek yang perlu dikembangkan pada anak tunadaksa maka anak tunadaksa perlu pemulihan fungsi fisik dan pengembangan fungsi fisik anak. Layanan fisioterapi merupakan salah satu cara untuk hal tersebut. Fisioterapi merupakan bagian ilmu kedokteran yang berupa intervensi fisik. Fisioterapi bertujuan untuk menyembuhkan atau rehabilitasi suatu kelainan fungsi tubuh. Dewasa ini, fisioterapi mengalami perkembangan dari prosedur hingga peralatan yang digunakan. Fisioterapi terdapat banyak macamnya yaitu antara lain

coldtherapy (terapi dengan suhu dingin), thermotherapy (terapi dengan suhu panas), hydrotherapi (terapi air), electrotherapy (terapi listrik),

ultrasound therapy (terapi suara), dan manual therapy (tekanan). Setiap terapi menggunakan peralatan dan prosedur yang berbeda-beda (Novita Intan Arovah, 2010:2).

Fisioterapi merupakan salah satu mata pelajaran pengganti untuk mata pelajaran olahraga bagi anak tunadaksa. Menurut Mumpuniarti (2001: 134) fisioterapi diberikan kepada anak tunadaksa sebagai pengganti dari pelajaran olahraga, karena pelajaran olahraga yang bersifat prestasi tidak diberikan kepada anak tunadaksa yang mengalami gangguan fisik berat. Ini dilakukan karena melihat kondisi anak tunadaksa yang mengalami gangguan pada fisik, namun bagi anak tunadaksa yang mengalami


(19)

3

hambatan ringan masih diberikan yaitu olahraga yang bertujuan untuk mengembangkan kemampuan fisik anak.

Anak tunadaksa mengalami gangguan pada fungsi otot, tulang, sendi dan saraf sehingga dalam mengikuti pembelajaran anak mengalami kesulitan seperti saat menulis, membaca maupun dalam mobilisasi di dalam kelas. Contohnya apabila anak mengalami kekakuan pada tangan maka anak sulit untuk menulis dengan baik dan benar. Tujuan adanya fisioterapi yaitu untuk memulihkan fungsi dari organ-organ yang mengalami gangguan pada anak tunadaksa, sehingga dengan memulihkan fungsi anak tunadaksa secara maksimal diharapkan anak mampu melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan baik, mampu berkomunikasi dan mampu bermobilisasi dengan baik. Pemulihan dalam fisik akan maksimal apabila didukung oleh guru. Menurut Abdul Salim (1996: 175) guru memiliki peran yang stategis terhadap hal membina kemampuan fisik anak tunadaksa, ini dikarenakan guru memiliki jumlah waktu bersama anak tunadaksa setiap hari.

SLB Negeri 1 Bantul merupakan salah satu SLB yang berada di Kabupaten Bantul dan terdapat bermacam-macam anak berkebutuhan khusus termasuk tunadaksa. SLB Negeri 1 Bantul memiliki layanan fisioterapi bagi anak tunadaksa.

Hasil pengamatan yang telah dilakukan peneliti di layanan fisioterapi SLB Negeri 1 Bantul didapat informasi bahwa fisioterapi diberikan kepada anak tunadaksa pada jenjang TK hingga SMP dan dilakukan selama 2 jam


(20)

4

pelajaran atau 60 menit untuk setiap kelasnya. Layanan fisioterapi SLB Negeri 1 Bantul memiliki peralatan yang cukup lengkap, peralatan tersebut antara lain yaitu IR, vibrator, paralel bar, titian, standing table, static bikecycle, namun peralatan tersebut belum digunakan secara optimal. Menurut pengamatan peneliti, peralatan kurang difungsikan saat melakukan fisioterapi. Jenis fisioterapi yang paling sering digunakan dilakukan di layanan fisioterapi SLB Negeri 1 Bantul adalah infrared dan

massage (pemijatan).Kementerian Kesehatan telah mengeluarkan standar operasional mengenai pelelaksanaan fisioterapi. Namun berdasarkan pengamatan peneliti, fisioterapi di SLB Negeri 1 Bantul belum sesuai standar operasional tersebut. Proses pelaksanaan fisioterapi di SLB Negeri 1 Bantul yaitu dengan melakukan asesmen pada anak kemudian dilanjutkan pemberian fisioterapi. Namun proses pelaksanaan fisioterapi di SLB Negeri 1 Bantul belum ada yang mendeskripsikan lebih dalam sehingga perlu peneliti untuk melakukan penelitian mengenai proses layanan fisioterapi di SLB Negeri 1 Bantul.

Saat melakukan fisioterapi, fisioterapis menghadapi beberapa kendala. Layanan fisioterapi di SLB Negeri 1 Bantul memiliki ruang khusus yang cukup luas dan dapat digunakan untuk bermain atau berlatih berjalan anak tunadaksa. Hasil pengamatan yang lain yaitu guru belum terlihat berperan dalam layanan fisioterapi di SLB Negeri 1 Bantul. Seperti yang telah dijalaskan di atas, bahwa sebenarnya guru memiliki peran yang sangat penting bagi perkembangan fisik anak tunadaksa.


(21)

5

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka perlu bagi peneliti untuk mengetahui tentang program layanan fisioterapi bagi anak tunadaksa di SLB Negeri 1 Bantul. Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang layanan fisioterapi yang dilakukan di SLB Negeri 1 Bantul bagi anak-anak tunadaksa. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan dokumentasi dan bila mungkin dapat dijadikan bahan evaluasi dalam pelayanan fisioterapi di SLB Negeri 1 Bantul serta dapat dijadikan masukan guna meningkatkan pelaksanaan fisioterapi sebagai pendukung pendidikan anak tunadaksa.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar masalah di atas, maka dapat diidentifikasikan beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Anak tunadaksa membutuhkan layanan fisioterapi untuk meningkatkan kemampuan fisiknya.

2. Layanan fisioterapi yang diberikan belum sesuai dengan standar operasional yang telah ditetapkan.

3. Saat melakukan fisioterapi, fisioterapis menghadapi beberapa kendala.

4. Proses pelaksanaan fisioterapi di SLB Negeri 1 Bantul yaitu dengan melakukan asesmen pada anak kemudian dilanjutkan pemberian fisioterapi.


(22)

6

C. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah maka penelitian ini dibatasi pada masalah “proses layanan fisioterapi dan peran guru dalam layanan fisioterapi di SLB Negeri 1 Bantul”.

D. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pelaksanaan layanan fisioterapi di SLB Negeri 1 Bantul? 2. Apa saja kendala yang dihadapi fisioterapis dalam melaksanakan

layanan fisioterapi?

3. Bagaimana upaya fisioterapis dalam mengatasi kendala yang dihadapi dalam melaksanakan layanan fisioterapi?

4. Bagaimana peran guru dalam layanan fisioterapi anak tunadaksa?

E. Fokus Peneliti

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka peneliti memfokuskan penelitian ini pada proses layanan fisioterapi di SLB Negeri 1 Bantul, kendala yang dihadapi fisioterapis saat melakukan fisioterapi dan saat asasmen, upaya dalam mengatasi kendala yang dihadapi fisioterapis saat melakukan fisioterapi dan assesmen serta peran guru dalam layanan fisioterapi anak tunadaksa di SLB Negeri 1 Bantul.


(23)

7

F. Tujuan Penelitian

Melihat masalah yang akan diungkap, maka penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi dan mendeskripsikan secara jelas mengenai :

1. Prosedur pelaksanaan fisioterapi di SLB Negeri 1 Bantul.

2. Kendala yang dihadapi fisioterapis dalam melaksanakan layanan fisioterapi.

3. Upaya fisioterapis dalam mengatasi kendala yang dihadapi dalam melaksanakan layanan fisioterapi.

4. Peran guru dalam layanan fisioterapi di SLB Negeri 1 Bantul.

G. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat berupa :

1. Manfaat Teoris

Untuk membantu menambah wawasan dalam dalam bidang pendidikan luar biasa khususnya tentang pelaksanaan layanan fisioterapi bagi anak tunadaksa, kendala dan upaya dalam pelaksanaan fisioterapi serta peran guru dalam layanan fisioterapi.

2. Manfaat Praktis

Memberi masukan dalam pelaksanaan layanan fisioterapi yang dapat digunakan untuk mengembangkan layanan fisioterapi. Memberikan gambaran prosedur yang dilakukan dalam layanan fisioterapi dan memberi masukan mengenai peranan guru dalam layanan fisioterapi.


(24)

8

H. Batasan Istilah

1. Anak Tunadaksa

Anak tunadaksa adalah anak yang mengalami disabilitas dari segi fisik. Disabilitas tersebut mengakibatkan beberapa gangguan seperti gangguan mobilisasi, kelainan gerak, koordinasi, komunikasi dan perkembangan mental. Anak tunadaksa mengalami kekakuan, kelayuan hingga kelumpuhan pada anggota gerak. Tunadaksa terjadi dikarenakan adanya kecacatan pada sistem otot, tulang, persendian, atau kerusakan pada sistem saraf pusat.

2. Proses Layanan Fisioterapi

Proses layanan fisioterapi adalah proses pelaksanaan layanan yang diberikan kepada anak tunadaksa yang bertujuan memperbaiki kondisi dari gangguan-gangguan fisik maupun kelainan gerak. Fisioterapi yang dilakukan yaitu berupa infrared (sinar ultra merah) dan massage


(25)

9 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Tinjauan Anak Tunadaksa

1. Pengertian Anak Tunadaksa

Tunadaksa merupakan istilah lain dari cacat tubuh atau tuna fisik yang menunjukan bahwa seseorang mengalami kelainan bentuk tubuh yang berakibat pada kelainan fungsi tubuh untuk melakukan gerakan-gerakan (M.Sugiarmin dan Ahmad Toha Muslim, 1996: 6). Tunadaksa dapat didefinisikan sebagai bentuk kelainan atau kecacatan pada sistem otot, tulang, persendian dan saraf yang disebabkan oleh penyakit, virus, dan kecelakaan baik yang terjadi sebelum lahir, saat lahir dan sesudah kelahiran. Gangguan itu mengakibatkan gangguan koordinasi, komunikasi, adaptasi, mobilisasi dan gangguan perkembangan pribadi. Tunadaksa terkadang diartikan sebagai kondisi yang menghambat kegiatan individu yang diakibatkan kerusakan atau gangguan pada tulang dan otot sehingga mengurangi kapasitas normal individu untuk mengikuti pendidikan (Sutjihati Somantri, 2007: 121).

Hallahan, Kauffman &Pullen( 2009: 495) menyatakan bahwa :

Children with physical disabilities or other health impairments are those whose physical limitations or health problems interfere with school attendance or learning to such an extent that special service, training, equipment, materials, or facilities are required.

Pernyataan di atas memiliki makna bahwa anak dengan kelainan fisik merupakan anak yang mengalami kecacatan dari segi fisik ataupun


(26)

10

beberapa masalah kesehatan lainnya dikarenakan kecacatan pada sistem otot, tulang dan persendian, dan kerusakan pada sistem saraf pusat, sehingga di dalam proses pembelajaran memerlukan layanan khusus. Pernyataan beberapa ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa tunadaksa adalah istilah yang digunakan untuk anak yang mengalami kelainan atau kecacatan pada fisik, yang dikarenakan terjadi kelainan pada sistem otot, tulang, persendian atau kerusakan sistem saraf yang disebabkan oleh penyakit, virus, dan kecelakaan baik yang terjadi sebelum lahir, saat lahir dan sesudah kelahiran. Gangguan itu mengakibatkan gangguan koordinasi, komunikasi, adaptasi, mobilisasi dan gangguan perkembangan pribadi sehingga memerlukan layanan khusus dalam pedidikannya.

2. Karakteristik Anak Tunadaksa

Mumpuniarti (2001: 55-56) mengemukakan bahwa tunadaksa secara fisiologis memiliki ciri-ciri seperti:

1) Keempat anggota tubuh tidak mampu bergerak dengan sempurna misalnya kaku, kejang, gerak sendiri dan gerak tidak terkoordinir. 2) Bentuk tubuh mengalami kebengkokan, membungkuk dan

mengalami sempoyongan, hal tersebut terjadi dikarenakan anak tidak memiliki keseimbangan.

3) Beberapa anggota tubuh tidak dapat digerakkan atau tidak ada (amputasi).


(27)

11

4) Anak tunadaksa yang mengalami kerusakan pada syaraf pusat maka akan mempengaruhi kemampuan yang lain, yaitu seperti gangguan kecerdasan, gangguan indra dan gangguan komunikasi. 5) Karakteristik lainnya yaitu nampak keadaan lemas, lumpuh, tidak

mempunyai tenaga untuk bergerak dan anak tunadaksa tidak mampu bergerak secara bebas dikarenakan apabila bergerak maka keadaan tulang dapat retak.

Pernyataan di atas merupakan karakteristik fisik pada anak tunadaksa, adapun karakteristik yang lain yaitu :

a. IQ dan kognitif : Anak tunadaksa memiliki tingkat kecerdasan yang berentang, mulai dari idiocy sampai gifted. Sebagian anak tunadaksa jenis cerebral palsy sekitar 45% mengalami keterbelakangan mental dan 35% mempunyai tingkat kecerdasan normal dan di atas rata-rata (Musjafak Assjari, 1995: 68). Anak tunadaksa yang mengalami kelainan pada sistem otot dan rangka maka tingkat kecerdasannya normal, maka anak tunadaksa yang berdasarkan tingkat kecerdasan dapat mengikuti pelajaran sama dengan anak normal sedangkan anak tunadaksa yang mengalami kelainan pada sistem cerebral, tingkat kecerdasannya bervariasi.

Anak tunadaksa yang mengalami kelainan pada alat tubuh tidak terdapat masalah mengenai struktur kognitifnya. Namun anak tunadaksa memiliki hambatan dalam mobilitas, sehingga


(28)

12

anak mengalami kesulitan dalam bereksplorasi dengan lingkungan, akibatnya yaitu anak memiliki pengalaman yang relatif rendah apabila dibandingkan dengan anak pada umumnya (Tin Suharmini, 2009: 47).

b. Indra (sensoris) : pada anak tunadaksa jenis cerebral palsy sering ditemui bahwa mereka juga mengalami gangguan sensoris. Gangguan sensoris antara lain kelainan penglihatan, pendengaran, dan raba. Gangguan penglihatan terjadi karena ketidakseimbangan otot-otot mata akibat kerusakan otak. Gangguan pendengaran terjadi karena anak CP sering mengalami kejang sehingga syaraf pendengaran tidak dapat berfungsi secara baik (Musjafak Assjari, 1995: 67). Bagi anak tunadaksa yang bukan jenis CP biasanya tidak mengalami gangguan indra/sensorisnya, namun tidak dipungkiri juga ada yang mengalami gangguan.

c. Kemampuan bicara/bahasa dan komunikasi: pada anak CP terjadi kelainan bicara karena ketidakmampuan dalam koordinasi motorik organ bicaranya akibat kerusakan sistem neumotor (Sutjihati Somantri, 2007: 130). Pada anak tunadaksa jenis CP mengalami kelainan pada otot organ bicaranya. Otot-otot bicara yang lumpuh atau kaku akan mengganggu pembentukan artikulasi (Musjafak Assjari, 1995: 70). Anak tunadaksa tipe CP berat tidak mampu berinteraksi atau


(29)

13

berkomunikasi dengan orang-orang disekitarnya akibatnya anak mengalami kemiskinan bahasa.

d. Sosial-emosi : perkembangan emosi anak tunadaksa yang sejak kecil mengalami ketunadaksaan maka perkembngan emosinya bertahap, sedangkan bagi anak yang mengalami tunadaksa saat besar itu sebagai sesuatu yang mendadak. Sikap orangtua, keluarga, teman, dan masyarakat sangat menentukan konsep diri anak tunadaksa. Ia akan menghargai dirinya apabila lingkungan juga menghargainya (Sutjihati Somantri, 2007: 130).

3. Klasifikasi Anak Tunadaksa

Musjafak Assjari (1995: 35) mengemukakan bahwa tunadaksa diklasifikasikan menjadi tiga bagian besar yaitu (1) kelainan pada sistem serbral (cerebral system), (2) kelainan pada sistem otot dan rangka (musculus skeletal system) dan (3) kelainan tunadaksa/ortopedi karena bawaan (congenital deformities)

a. Kelainan pada sistem serebral (Cerebral System disorder)

Kelainan pada sistem serebral (cerebral) didasarkan letak penyebab kelainannya yaitu didalam sistem syaraf pusat (otak dan sum-sum tulang belakang). Kerusakan yang terjadi didalam sistem syaraf pusat mengakibatkan kelainan yang krusial, karena didalam syaraf pusat terdapat pusat kesadaran, pusat ide, pusat kecerdasan, pusat motorik, pusat sensoris dan lain sebagainya. Kelompok kerusakan bagian otak ini disebut Cerebral palsy (CP).


(30)

14

Cerebral palsy dapat diklasifikasikan menurut : a. derajat kecacatan

b. topografi anggota badan yang cacat dan c. Sosiologi kelainan geraknya.

Menurut derajat kecacatan, cerebral palsy dapat digolongkan atas: golongan ringan, golongan sedang, dan golongan berat.

1. Golongan ringan yaitu mereka yang dapat berjalan tanpa menggunakan alat, mampu berbicara tegas, mampu menolong dirinya sendiri dalam kehidupan sehari-hari. Mereka yang termasuk tunadaksa golongan ringan dapat hidup bersama-sama dengan anak normal lainnya, meskipun cacat tetapi tidak mengganggu kehidupan dan pendidikannya.

2. Golongan sedang yaitu mereka yang membutuhkan

treatment atau latihan khusus untuk bicara, berjalan, dan mengurus dirinya sendiri, golongan ini memerlukan alat-lat khusus untuk membantu gerakannya, seperti brace untuk membantu penyangga kaki, kruk/tongkat sebagai penopang dalam berjalan.

3. Golongan berat yaitu anak cerebral palsy golongan ini yang tetap membutuhkan perawatan dalam ambulasi, bicara, dan menolong dirinya sendiri, mereka tidak dapat hidup mandiri ditengah-tengah masyarakat.


(31)

15

Penggolongan CP menurut topografi yaitu banyaknya anggota tubuh yang lumpuh, menurut Musjafak Assjari (1995: 37) Celebral Palsy dapat digolongkan menjadi 6 (enam) golongan, yaitu:

1. Monoplegia, hanya satu anggota gerak yang lumpuh misalnya kaki kiri, sedangkan kaki kanan dan keduanya tangannya normal.

2. Hemiplegia, lumpuh anggota gerak atas dan bawah pada sisi yang sama, misalnya tangan dan kaki kanan, atau tangan kiri dan kaki kiri.

3. Paraplegia, lumpuh pada kedua tungkai atau kakinya. 4. Diplegia, kedua tangan kanan dan kiri atau kedua kaki

kanan dan kiri.

5. Triplegia, tiga anggota gerak mengalami kelumpuhan, misalnya tangan kanan dan kedua kakinya lumpuh, atau tangan kiri dan kedua kakinya lumpuh.

6. Quadriplegia, anak jenis ini mengalami kelumpuhan seluruh anggota geraknya.

Penggolongan cerebral palsy menurut fisiologi dilihat dari kelainan gerak berdasarkan letak kelainan di otak dan fungsi geraknya (motorik) yang dibedakan menjadi:

1. Spastik. Tipe ini ditandai dengan adanya gejala kekejangan atau kekakuan pada sebagian ataupun seluruh otot. Dalam keadaan ketergantungan emosional kekakuan atau


(32)

16

kekejangan itu makin bertambah, sebaliknya dalam keadaan tenang, gejala itu menjadi berkurang.

2. Athetoid. Pada tipe ini tidak terdapat kekejangan atau kekakuan. Otot-ototnya dapat digerakkan dengan mudah. Ciri khas tipe ini terdapat pada sistem gerakan. Gerakan-gerakan terjadi diluar kontrol dan koordinasi gerak (A.Salim, 1996: 62).

3. Ataxia. Ciri khas tipe ini adalah seakan-akan kehilangan keseimbangan. Kekakuan memang tidak tampak tetapi mengalami kekakuan pada waktu berdiri atau berjalan. Gangguan utama pada tipe ini terletak pada sistem koordinasi dan pusat keseimbangan pada otak. Akibatnya, anak tuna tipe ini mengalami gangguan dalam kehidupan sehari-hari, misalnya pada saat makan mulut terkatup terlebih dahulu sebelum sendok berisi makanan sampai ujung mulut (Musjafak Assjari, 1995: 41).

4. Tremor. Gejala yang tampak jelas pada tipe ini adalah senantiasa dijumpai adanya gerakan kecil-kecil dan terus-menerus berlangsung tanpa disadari. Hal tersebut terjadi karena adanya kontraksi otot-otot yang terus-menerus secara bergantian. Gerakan itu dapat terjadi pada kepala, mata, tungkai, dan bibir (Mohammad Sugiarmin dan Ahmad Toha Muslim, 1996: 76).


(33)

17

5. Rigid. Pada tipe ini didapat kekakuan otot, tetapi tidak seperti pada tipe spastik, gerakannya tanpak tidak ada keluwesan, gerakan mekanik lebih tampak. Otot tegang di seluruh tubuh dan apabila sedang berjalan seperti robot, tertahan-tahan dan kaku (Mohammad Sugiarmin dan Ahmad Toha Muslim, 1996: 76).

6. Tipe Campuran. Pada tipe ini seorang anak cerebral palsy

menunjukan dua jenis atau lebih kelainan sehingga akibatnya lebih berat bila dibandingkan dengan anak yang hanya memiliki satu jenis/tipe kecacatan. Letak kerusakan pada tipe campuran yaitu di daerah pyramidal dan extrapyramidal (Musjafak Assjari, 1995: 42).

b. Kelainan pada system otot dan rangka (Musculus Skeletal

System)

Musjafak Assjari (1995: 44) mengemukakan penggolongan anak tuna daksa ke dalam kelompok sistem otot dan rangka didasarkan pada letak penyebab kelainan anggota tubuh yang mengalami kelainan yaitu: kaki, tangan dan sendi, dan tulang belakang.

Jenis-jenis kelainan sistem otot dan rangka antara lain meliputi: a. Poliomielitis. Penderita polio mengalami kelumpuhan otot

sehingga otot akan mengecil dan tenaganya melemah yang disebabkan peradangan akibat virus polio yang menyerang


(34)

18

sumsum tulang belakang pada anak usia 2 (dua) tahun sampai 6 (enam) tahun.

b. Muscle Dystrophy. Anak mengalami kelumpuhan pada fungsi otot. Kelumpuhan pada penderita muscle dystrophy

sifatnya progressif, semakin hari semakin parah. Kondisi kelumpuhannya bersifat simetris yaitu pada kedua tangan atau kedua kaki saja, atau kedua tangan dan kedua kakinya.

c. Kelainan tunadaksa/ortopedi kerena bawaan (congenital

deformities)

Musjafak Assjari (1995: 48) kelainan tunadaksa karena faktor bawaan disebabkan oleh faktor endogen (gen) dari ayah, ibu, atau kedua-duanya sehingga sel-sel yang pertama tumbuh menjadi bayi yang mengalami kecacatan. Penyebab lain yaitu dari faktor eksogen, pada awal-awal pertumbuhan sel-sel pertama yang terdapat dalam kandungan menunjukan sehat, tetapi menjadi rusak atau mengalami kelainan yang disebabkan oleh faktor-faktor penyakit atau trauma, seperti: 1) terjadi trauma pada ibu yang sedang hamil sehingga mengakibatkan pertumbuhan bayi mengalami kelainan. 2) ibu hamil menderita sakit sehingga mempengaruhi pertumbuhan janin. 3) tali pusat menjerat pada bagian tubuh bayi sehingga merusak pertumbuhan bayi dalam kandungan.


(35)

19

Bentuk kecatatan tergantung dari kelainan selama dalam kandungan. Kecacatan pada anak terkadang sering diketahui setelah beberapa bulan, namun sering juga kecacatan segera diketahui begitu dilahirkan, seperti kaki dan tangan bungtung (ampute).

B. Tinjauan Layanan Fisioterapi

1. Pengertian Fisioterapi

Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutis dan mekanis), pelatihan fungsi dan komunikasi. Pelayanan fisioterapi sebagai upaya kesehatan yang dilakukan oleh fisioterapis yang kepadanya diberikan wewenang yang legal, bertujuan meningkatkan kesehatan manusia secara utuh. Pelayanan fisioterapi diberikan oleh fisioterapis baik secara mandiri dan atau bekerjasama dalam tim pelayanan pasien/klien dengan tenaga lainnya (Kemenkes, 2008: 11).

Menurut Novita (2010: 1) fisioterapi merupakan bagian dari ilmu kedokteran yang berupa intervensi fisik non-farmakologis dengan tujuan utama kuratif dan rehabilitatif gangguan kesehatan. Fisioterapi atau terapi fisik secara bahasa merupakan teknik pengobatan dengan


(36)

20

modalitas fisik (fisika). Beberapa modalitas fisik yang dapat digunakan antara lain: listrik, suara, panas,dingin, magnet, tenaga gerak dan air. Dari penyataan di atas dapat disimpulkan bahwa fisioterapi adalah bentuk pelayanan berupa intervensi fisik yag ditujukan kepada individu dan atau kelompok yang bertujuan meningkatkan kesehatan manusia secara utuh dan kuratif serta rehabilitatif gangguan kesehatan.

2. Tujuan Fisioterapi

Tujuan fisoterapi antara lain:

a. Menjaga bidang kemampuan gerak sendi (range of motion).

b. Mencegah terjadinya pemendekan otot-otot (contracture) baik otot yang sehat maupun otot yang sakit. Untuk itu perlu latihan latihan aktif pada anggota yang sehat dan memberikan gerakan-gerakan yang pasif pada anggota yang sakit, yang kemudian memberikan posisi tertentu bagi anggota tubuhnya.

c. Memberikan pengertian kembali pada penderita, agar melihat dan merasakan sewaktu diberikan gerakan pasif misalnya : dijelaskan ini ekstensi (lurus) atau fleksi (menekuk).

d. Melatih gerakan otot-otot, disini diberikan perangsang-perangsang agar otot dapat bergerak kembali dengan disadari. e. Melatih gerakan fungsional atau melatih gerakan sehari-hari

misalnya gerakan duduk sendiri, berdiri sendiri yang menggunakan alat bantu penguat organ tubuh seperti : sprint, tripot dll.


(37)

21

f. Menjaga agar otot yang sehat tidak atropi/mengecil dengan memberikan latihan penguatan (Septi Indrawati, 2013).

Menurut Zuyina Luklukaningsih (2014: 120) prinsip-prinsip tujuan treatmen/fisioterapi untuk CP yaitu:

a. Merubah pola sikap abnormal anak CP, dengan memberikan sikap yang normal untuk pergerakan.

b. Menurunkan hipertonus, apastisitas atau intermitant pasma, sehingga gerakan menjadi enak dan tidak menggunakan usaha yang besar. Selain menurunkan, tujuan yang lain yaitu menaikkan tonus otot dalam fleid, athetoid dan ataxia sehingga penderita mampu memelihara sikap melawan gravitasi, fiksasi dan dapat memberikan gerakan-gerakan dan setiap range dari suatu gerakan yang dikontrol oleh kontraksi keseimbangan dan relaksasi dari agonis dan antagonis.

c. Mengembangan pola gerakan dasar seperti control kepala, memutar, bangun duduk, berlutut dan reaksi keseimbangan dalam semua posisi dan aktivitas.

d. Mencegah kontraktur dan deformitan, sehingga meringankan masa depan anak.

e. Mengajarkan pola-pola motor skill untuk melakukan aktivitas sehari-hari dan untuk menolong diri sendiri.

Fisioterapi memiliki tujuan-tujuan yang telah dijelaskan di atas, dengan tujuan tersebut diharapkan kemampuan fisik anak mengalami


(38)

22

perubahan sehingga dalam pelaksanaan pembelajaran menjadi lebih baik.

Fisioterapi dilakukan oleh fisioterapis yang bertugas melaksanakan fisioterapi untuk mengoptimalkan fungsi organ anak tunadaksa. Menurut Mohammad Sugiarmin dan Ahmad Toha Muslim (1996: 131) bentuk kegiatan yang dilakukan oleh fisioterapis yaitu mengatasi gangguan sendi, menguatkan otot dan syaraf yang lemah yang menunjang untuk kegiatan mobilisasi dan khususnya jalan dengan menggunakan bantuan alat atau tanpa bantuan alat. Selain fisioterapis, pendidik dan orang tua juga ikut serta dalam menangani dan melaksanakan tujuan pendidikan bagi anak tunadaksa. Mohammad Sugiarmin dan Ahmad Toha Muslim (1996: 132) mengemukakan bahwa pendidik anak tunadaksa ikut menentukan keberhasilan upaya rehabilitasi medis yaitu dalam hal mencerdaskan anak, disesuaikan dengan kondisi fisik masing-masing anak tunadaksa. Heward (dalam Lismadiana, 2012: 219) menyatakan bahwa efektivitas berbagai program penanganan dan peningkatan kemampuan hidup anak berkebutuhan khusus akan sangat ditentukan oleh peran serta dan dukungan penuh dari keluarga, sebab keluarga adalah pihak yang mengenal dan memahami berbagai aspek dalam diri seseorang dengan jauh lebih baik dari pada orang lain.


(39)

23

3. Standar Layanan Fisioterapi

Menurut Kementrian Kesehatan (2008: 13) pelayanan fisioterapi kepada pasien/klien dilaksanakan sesuai dengan proses fisioterapi yang meliputi asesmen, diagnosis, perencanaan, intervensi, evaluasi dan dokumentasi fisioterapi.

Proses fisioterapi adalah interaksi dari berbagai elemen masukan pelayanan fisioterapi termasuk fisioterapis, pasien, etika profesi, ilmu pengetahuan, teknologi, perangkat norma dan hukum.

a. Asesmen fisioterapi meliputi pemeriksaan (anamnesis, pengukuran), analisis dan sintesis terhadap problem gerak dan fungsi aktual maupun potensial, individu dan kelompok.

b. Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan dan evaluasi, menyatakan hasil dari proses pertimbangan klinis, dapat berupa pernyataan keadaan disfungsi gerak, meliputi kelemahan, limitasi fungsi, kemampuan /ketidakmampuan, atau sindrom individu dan kelompok.

c. Perencanaan dimulai dengan pertimbangan kebutuhan intervensi dan mengarah kepada pengembangan rencana intervensi, termasuk tujuan yang terukur yang disetujui pasien/klien, keluarga atau pelayanan kesehatan lainnya. Dapat menjadi pertimbangan perencanaan alternatif untuk dirujuk bila membutuhkan pelayanan lain.


(40)

24

d. Intervensi fisioterapi adalah implementasi dan modifikasi teknologi fisioterapi termasuk manual terapi, peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapitik, mekanik) pelatihan fungsi, penyediaan alat bantu, pendidikan pasien, konsultasi, dokumentasi, koordinasi dan komunikasi; bertujuan untuk pencegahan, penyembuhan dan pemulihan terhadap impermen, injuri, keterbatasan fungsi, disabilitas, serta memelihara dan meningkatkan kesehatan, kebugaran, kualitas hidup pada individu segala umur, kelompok, masyarakat.

e. Evaluasi fisioterapi adalah suatu kegiatan asesmen ulang setelah intervensi fisioterapi, identifikasi, penentuan perkembangan gerak dan fungsi untuk menentukan kelanjutan, modifikasi, penghentian atau rujukan.

f. Dokumentasi fisioterapi adalah sistem pencatatan dan informasi fisioterapi yang menjamin tanggung jawab, hukum, pendidikan, penelitian dan pengembangan pelayanan. Dokumentasi berkaitan dengan pasien/klien dimasukkan ke dalam suatu catatan pasien/klien, seperti laporan konsultasi, laporan pemeriksaan awal, catatan perkembangan, laporan re-evaluasi, atau ringkasan hasil pemberian pelayanan fisioterapi yang telah diberikan.

Novita Intan Arovah (2010: 4) mengemukakan bahwa alur dalam pelayanan fisioterapi yaitu seperti pada gambar 1.


(41)

25

Gambar 1. Alur Kerja Penanganan Fisioterapi

Diagnosis dilakukan oleh dokter. Kemudian merujuk penderita kepada ahli fisioterapi untuk menerima intervensi fisioterapi sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Ahli fisioterapi kemudian akan menilai ulang diagnosis dan bila memungkinkan memeriksa kembali riwayat medis terutama yang menggambarkan perjalanan penyakit serta riwayat pengobatan. Pada tahap selanjutnya, ahli fisioterapi memilih teknik yang sesuai dengan tujuan terapi, indikasi dan hasil pemeriksaan fisik yang ditemukan pada penderita. Pada pemeriksaan fisik, seorang ahli fisioterapi harus menguji jangkauan gerak, kekuatan, dan fleksibilitas otot. Keseimbangan, postur dan ketahanan fisik juga dapat diperiksa dengan berbagai metode. Pemeriksaan fisik juga mengamati kelainan atau keterbatasan mobilitas. Setelah pemeriksaan fisik dilakukan, ahli fisioterapi kemudian meringkas diagnosis, rencana, tujuan serta metode fisioterapi, melaksanakan terapi dan mengevaluasi hasil terapi. Hasil evaluasi dapat dipergunakan sebagai indikasi menghentikan terapi apabila target terapi sudah dicapai. Apabila target


(42)

26

terapi belum tercapai dilakukan penyusunan rencana ulang terapi, dan seterusnya.

Zuyina Luklukaningsih (2014: 187) mengemukakan bahwa selama treatment/fisioterapi anak tidak deperkenankan untuk menggunakan tenaga dengan usaha besar. Sebelum melakukan gerakan tertentu, fisioterapis harus memastikan bahwa tonus otot anak cukup normal untuk melakukan gerakan minimal dengan cara normal yang lemah. Fisioterapis harus melakukan asesmen kualiatas dari tonus otot anak tunadaksa dengan melakukan test derajat tahanan terhadap kelompok otot yang apastik dengan tindakan pasif yang sekiranya anak mampu melakukan secara mandiri. Anak harus merasakan gerakan lebih normal ketika dipegang oleh fisioterapis. Fisioterapis harus mengetahui pola-pola dan rangkaian dari gerakan normal sehingga dapat memberikan bantuan untuk memimpin gerakan anak.

Beberapa peralatan digunakan dalam melakukan fisioterapi, antara lain infrared dan vibrator. Infrared adalah alat fisioterapi yang membantu melancarkan peredaran darah yang tersumbat. Sujatno, dkk (1993: 92) yang menyatakan bahwa lama terapi dengan infrared yaitu 20 menit. Peralatan yang lain yaitu vibrator. Vibrator digunakan untuk menstimulasi titik-titik akupuntur dan refleksi, serta mengendorkan otot-otot yang tegang.


(43)

27

4. Sarana dan Prasarana Fisioterapi

Menurut Mumpuniarti (2001: 135) peralatan yang seharusnya dalam ruang terapi fisik/fisioterapi yaitu antara lain:

a. Cermin besar pada tempat yang terang. Ini bertujuan agar memberi kesempatan kepada anak untuk mengontrol sikap tubuhnya.

b. Ruang bermain bebas yang cukup lapang, diberi rel pegangan dan dilengkapai dengan alat bermain anak agar anak merasa aman dalam bermain dan dapat bergerak secara bebas,

c. Alat-alat untuk latihan senso motoris, seperti alat untuk mengenal warna, bentuk, dan peralatan untuk latihan koordinasi motorik kasar maupun koordinasi motorik halus.

d. Alat-alat untuk terapi okupasional, alat-alat untuk latihan prakarya dan ekpresi bidang seni.

e. Alat-alat yang dapat digunakan olahraga dan bermain serta senam yang khusus bagi anak tunadaksa.

C. Tinjauan Peran Guru dalam Membina Kemampuan Fisik Anak

Tunadaksa

Guru memiliki peran yang stategis terhadap hal membina kemampuan fisik anak tunadaksa, ini dikarenakan guru memiliki jumlah waktu bersama anak tunadaksa setiap hari. Abdul Salim (1996: 175-176) mengemukakan bahwa :


(44)

28

Peran guru PLB yaitu antara lain:

1. Menyediakan hasil data pengamatan, tes dan atau interview mengenai kemampuan dan ketidakmampuan fisik dan psikis anak.

2. Mengadakan konsultasi dan atau bertukar fikiran dengan teman sejawat (guru lain)ntentang kondisi anak tertentu pada setiap ada kesempatan.

3. Menyiapkan program layanan/bimbingan/ latihan tertentu pada anak, lewat kegiatan-kegiatan yang memiliki makna teraputik.

4. Mengadakan konsultasi dengan tenaga profesional (tindakan rujukan) sesuai dengan kebutuhan.

5. Atas saran dari tenaga profesional dan sesuai dengan tingkat kemampuan guru sendiri. Seperti pada mata pelajaran ketrampilan dengan melatih koordinasi gerak anak tunadaksa.

6. Mengadakan evaluasi secara periodik atas kemajuan yang dicapai anak.

7. Membuat catatan tertentu tentang masing-masing anak. 8. Melaporkan kondisi anakdan kemajuan yang dicapai

kepada orang tua dan memberikan saran-saran kepada orangtua dalam menstimulus kemampuan fisik/psikis anak. 9. Setiap kesulitan/hambatan dibicarakan kepada teman

sejawat dan atau konsultasi dengan tenaga profesional sehingga anak segera mendapat layanan yang sesuai. Menurut Sri Widati, dkk., (2010: 11) guru juga memiliki tugas untuk mengasesmen anak tunadaksa bersama dengan terapis. Asesmen yang dilakukan yaitu asesmen gerak dan asesmen pendidikan bagi anak tunadaksa. Asesmen gerak adalah proses pengumpulan informasi/data tentang penampilan gerakan anak tunadaksa yang relevan untuk pembuatan keputusan dan program. Sedangkan asesmen pendidikan anak tunadaksa adalah proses pengumpulan informasi/data tentang penampilan individu tunadaksa yang relevan untuk pembuatan keputusan.

Dari pernyataan di atas diketahui bahwa guru berperan penting terhadap kemajuan anak tunadaksa. Guru tidak hanya berperan dalam


(45)

29

pembelajaran di kelas saja namun guru juga ikut berperan penting dalam mengembangkan kemampuan fisik anak tunadaksa.

D. Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan pertanyaan penelitian dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimanakah prosedur pelaksanaan fisioterapi di SLB Negeri 1 Bantul, meliputi:

a. Apa saja peralatan yang digunakan dalam proses fisioterapi?

b. Bagaimana langkah-langkah yang dilakukan dalam fisioterapi?

c. Bagaimana prosedur fisioterapis dalam melakukan fisioterapi kepada anak tunadaksa?

d. Bagaimana asesmen yang dilakukan di layanan fisioterapi? e. Bagaimana perencanaan yang dilakukan setelah anak

diasesmen?

f. Bagaimana evaluasi yang dilakukan dalam fisioterapi di SLB Negeri 1 Bantul?

g. Apa yang dirasakan oleh anak tunadaksa saat diberikan fisioterapi oleh fisioterapis?

2. Apa sajakah kendala yang dihadapi fisioterapis dalam melaksanakan fisoterapi, meliputi:


(46)

30

a. apa kendala yang dihadapi dalam melakukan fisioterapi? b. apa kendala yang dihadapi dalam mengasesmen anak

tunadaksa?

3. Bagaimanakah upaya fisioterapis dalam mengatasi kendala yang dihadapi dalam melaksanakan fisoterapi, meliputi:

a. Bagaimana upaya dalam mengatasi kendala dalam melakukan fisioterapi?

b. Bagaimana upaya dalam mengatasi kendala dalam mengasesmen anak tunadaksa?

4. Bagaimanakah peran guru dalam layanan fisioterapi anak tunadaksa di SLB Negeri 1 Bantul, meliputi:

a. Apakah guru ikut serta dalam pelaksanaan fisioterapi, asesmen dan evalusi?

b. Apa peran guru dalam layanan fisioterapi anak tunadaksa di SLB Negeri 1 Bantul?

c. Bagaimana pengaruh fisioterapi terhadap perkembangan akademik anak di kelas?


(47)

31 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll., secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Lexy J. Moleong, 2005: 6).

Berdasarkan sudut cara dan taraf pembahasan masalah, penelitian ini termasuk penelitian deskriptif, yaitu terbatas pada usaha mengungkapkan suatu masalah atau keadaan atau peristiwa sebagaimana adanya sehingga bersifat sekedar untuk mengungkapkan fakta (Hadari Nawawi, 2005: 31). Menurut Suharsimi Arikunto (2005: 234) penelitian deskriptif merupakan penelitian bukan eksperimen karena tidak dimaksudkan untuk mengetahui akibat dari suatu perlakuan. Peneliti hanya bermaksud menggambarkan atau menerangkan gejala dan tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis. Metode penelitian ini digunakan untuk mengumpulkan berbagai informasi terkait dengan proses layanan fisioterapi bagi anak tunadaksa di SLB Negeri 1 Bantul. Informasi atau data-data yang diperoleh terlebih dulu diuraikan, dirangkum, dan dipilih sesuai dengan yang dibutuhkan sebelum akhirnya nanti dianalisis secara deskriptif.


(48)

32

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SLB Negeri 1 Bantul khususnya di ruang fisioterapi. Sekolah tersebut terletak di Jalan Wates Km 3, No 147, Ngestiharjo, Kasihan, Bantul. Sekolah dipilih karena memiliki anak tunadaksa yang cukup banyak, selain itu di SLB ini fisioterapi merupakan salah satu mata pelajaran khusus bagi anak tunadaksa. Penelitian ini dilakukan di ruang fisioterapi, ruang tersebut berada di jurusan tunadaksa. Luas ruang fisioterapi ± 18x7 meter, di dalam ruang fisioterapi terdapat beberapa peralatan yang digunakan dalam melakukan terapi. Selain itu, terdapat kasur, beberapa kursi untuk tempat untuk menunggu dan meja untuk digunakan sebagai meja kerja fisioterapis. Akses menuju ruang fisioterapi sudah cukup baik. Terdapat beberapa landaian yang dibuat untuk memudahkan pengguna kursi roda untuk mencapai ruang tersebut.

2. Waktu Penelitian

Penelitian yang dilakukan dengan rentang waktu selama 1 bulan yaitu dari tanggal 12 Januari hingga 12 Februari 2015. Penelitian dilakukan dengan melakukan observasi, wawancara dan dokumentasi. Observasi dilakukan 3 kali dalam seminggu. Kegiatan yang dilakukan yaitu mengamati fisioterapis dalam melakukan fisioterapi (penanganan) pada anak tunadaksa, kendala fisioterapis dalam melakukan fisioterapi, upaya dalam mengatasi kendala yang dialami


(49)

33

fisioterapis dan peran guru dalam layanan fisioterapi. Selain itu, melakukan wawancara dan mengumpulkan dokumen-dokumen terkait dengan proses pelaksanaan layanan fisioterapi di SLB Negeri 1 Bantul.

C. Subjek Penelitian

Sanapiah Faisal (2010: 109) menyatakan bahwa “Subjek penelitian yaitu menunjuk pada orang/individu atau kelompok yang dijadikan unit atau satuan (kasus) yang diteliti”. Subjek pada penelitian ini yaitu fisioterapis, guru dan anak tunadaksa yang ada di SLB Negeri 1 Bantul. Subjek penelitian berjumlah 10 dengan riancian tiga fisioterapis, lima guru jurusan tunadaksa dan dua anak tunadaksa.

Penelitian ini menggunakan teknik dalam menentukan subjek penelitian secara purposive. Seperti halnya yang dijelaskan oleh Sugiyono (2010: 300) bahwa purposive adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Menurut Suharsimi Arikunto (2003: 112) subjek penelitian adalah subjek yang ingin dituju oleh peneliti, atau dengan kata lain merupakan subjek yang menjadi pusat perhatian peneliti. Berdasarkan pada hal tersebut, penelitian ini mengambil subjek fisioterapis, guru dan anak tunadaksa yang berada di SLB Negeri 1 Bantul. Penelitian ini menggunakan sebanyak tiga fisioterapis, lima guru dan dua anak tunadaksa sebagai subjek penelitian. Adapun penetapan subjek penelitian ini didasarkan atas beberapa kriteria penentuan subjek penelitian, yakni:


(50)

34

1. Fisioterapis yang bekerja di SLB Negeri 1 Bantul.

2. Subjek guru yaitu dipilih dengan kriteria sebagai wali kelas jurusan tunadaksa. Subjek guru yang dipilih yaitu wali kelas jenjang SDLB karena pada jenjang SDLB wali kelas memiliki waktu yang lebih banyak dalam mengajar anak tunadaksa.

3. Subjek anak tunadaksa dengan kriteria sebagai berikut: a. Anak mengalami hambatan fisik.

b. Anak mendapatkan layanan fisioterapi. c. Mampu berkomunikasi dengan baik.

D. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data yang meliputi wawancara mendalam, observasi partipatif dan dokumentasi.

1. Wawancara Mendalam

Penelitian kualitatif lebih menekankan pada teknik wawancara yaitu wawancara mendalam (indepth interview). Wawancara adalah metode dalam mengumpulkan data dengan memberikan pertanyaan-pertanyan mengenai hal yang diperlukan sebagai data penelitian (Suryaputra N. Awangga, 2007: 134). Hasil dari pengumpulan data dengan wawancara yaitu berupa jawaban-jawaban dari informan. Wawancara yang dilakukan yaitu wawancara kualitatif. Menurut M. Djunaidi Ghony dan Fauzan Almanshur (2012: 176) wawancara kualitatif berarti peneliti mengajukan pertanyaan yang tidak terikat oleh susunan pertanyaan agar lebih bebas dan leluasa, namun peneliti tetap


(51)

35

menyimpan pertanyaan yang perlu ditanyakan kepada informan mengenai masalah.

2. Observasi Partisipatif

Metode observasi adalah teknik pengumpulan data dimana peneliti harus turun ke lapangan untuk mengamati hal-hal yang berkaitan dengan ruang, tempat, pelaku, kegiatan, benda-benda, waktu, peristiwa, tujuan dan perasaan (M. Djunaidi Ghony dan Fauzan Almanshur, 2012: 164). Pengamatan atau observasi dalam pengumpulan data merupakan tambahan dari wawancara (Moehar Daniel, 2003: 147). Penelitian ini menggunakan observasi partisipatif yaitu peneliti melibatkan diri dalam kehidupan dari masyarakat atau orang-orang yang sedang diteliti untuk dapat melihat dan memahami gejala-gejala yang ada. Dalam penelitian ini, peneliti ikut berpartisipasi dalam pelaksanaan fisioterapi yang dilakukan oleh fisioterapis.

3. Dokumentasi

Metode dokumentasi sebagai suatu cara pengumpulan data yang diperoleh dari dokumen-dokumen yang ada atau catatan-catatan yang tersimpan, baik itu berupa catatan transkrip, buku, surat kabar, dan lain sebagainya (Sanjaya Yasin, 2011: 1). Dokumentasi adalah pembuatan dan penyimpanan bukti-bukti dalam penelitian yaitu seperti gambar, tulisan, suara, dll,. terhadap segala hal, baik objek atau juga peristiwa yang terjadi (Suryaputra N. Awangga, 2007: 135). Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data pelengkap dari metode wawancara


(52)

36

dan observasi. Teknik dokumentasi dalam penelitian ini digunakan untuk mendapat dokumen daftar alat yang ada di ruang fisioterapi, prosedur tetap dan foto kegiatan fisioterapi.

E. Instrumen Penelitian

Penelitian kualitatif menjadikan peneliti sebagai instrumen penelitian utama. Alasannya yaitu bahwa segala sesuatu belum mempunyai bentuk yang pasti (S. Nasution, 2002: 55). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu peneliti itu sendiri dengan menggunakan alat bantu berupa panduan wawancara, panduan observasi dan dokumentasi.

1. Panduan Wawancara

Panduan wawancara dibuat sebagai alat bantu dalam pengumpulan data yang akan digunakan peneliti untuk mengajukan pertanyaan kepada informan yaitu fisioterapis, anak tunadaksa dan guru. Panduan wawancara tersebut merupakan panduan awal dalam melakukan wawancara. Wawancara dilakukan secara mendalam dan panduan wawancara berisi garis besar permasalahan yang akan ditanyakan sehingga pertanyaan yang diajukan terpusat pada permasalahan yang diteliti. Layout panduan wawancara dapat dilihat pada tabel 1.


(53)

37 Tabel 1. Layout Panduan Wawancara

Rumusan Masalah Fokus

Masalah

Pertanyaan Penelitian Aspek yang ditanyakan Informan

Bagaimana pelaksanaan fisioterapi di SLB Negeri 1 Bantul?

Pelaksanaan fisioterapi di SLB Negeri 1 Bantul.

Apa saja peralatan yang digunakan dalam proses fisioterapi?

Peralatan yang ada dan

digunakan di SLB

Negeri 1 Bantul.

Fisoterapis

Apa saja jenis fisioterapi yang diberikan kepada anak tunadaksa?

Jenis fisioterapi yang dilakukan.

Bagaimana langkah-langkah

fisioterapis dalam melakukan

fisioterapi kepada anak tunadaksa?

Langkah-langkah dalam melakukan fisioterapi anak tunadaksa.

Bagaimana prosedur layanan

fisioterapi yang dilakukan di SLB Negeri 1 Bantul?

Prosedur yang dilakukan di SLB Negeri 1 Bantul.

Asesmen anak tunadaksa.

Bagaimana asesmen yang dilakukan di layanan fisioterapi?

Asesmen yang dilakukan di layanan fisioterapi SLB Negeri 1 Bantul

Fisioterapis

Bagaimana perencanaan yang

dilakukan setelah anak diasesmen?

Perencanaan untuk

fisioterapi setelah

diasesmen. Evaluasi

pelaksanaan fisioterapi

Bagaimana evaluasi yang dilakukan dalam fisioterapi?

Evaluasi dalam

pelaksanaan fisioterapi.

Kenyamanan anak tunadaksa.

Apa yang dirasakan anak tunadaksa saat diberikan fisioterapi?

Kenyamanan anak

tunadaksa saat diberikan layanan fisioterapi.

Anak tunadaksa

Apa saja kendala

yang dihadapi

fisioterapis dalam melaksanakan layanan fisoterapi? Kendala fisioterapi dalam melaksanaan layanan fisioterapi.

Apa kendala yang dihadapi dalam melakukan fisioterapi?

Kendala yang dihadapi

dalam melakukan

layanan fisioterapi.

Fisioterapis

Apa kendala yang dihadapi dalam mengasesmen anak tunadaksa? Bagaimana upaya

fisioterapis dalam mengatasi kendala

yang dihadapi

dalam melaksanakan layanan fisoterapi?

Upaya dalam mengdatasi kendala yang dihadapi fisioterapis.

Bagaimana upaya dalam mengatasi kendala dalam melakukan fisioterapi?

Upaya fisioterapis dalam mengatasi kendala yang

dihadapi dalam

melakukan layanan

fisioterapi.

Fisioterapis

Bagaimana upaya dalam mengatasi kendala dalam mengasesmen anak tunadaksa?

Bagaimana peran

guru dalam

layanan fisioterapi anak tunadaksa?

Peran guru

dalam layanan fisioterapi anak tunadaksa

Apakah guru ikut serta dalam pelaksanaan fisioterapi, asesmen dan evalusi?

Keikutsertaan guru

dalam pelaksanaan

fisioterapi.

Fisioterapis dan guru

Apa peran guru dalam layanan fisioterapi anak tunadaksa di SLB Negeri 1 Bantul?

Peran guru dalam

layanan fisioterapi anak tunadaksa di SLB Negeri 1 Bantul.

Guru

Bagaimana pengaruh fisioterapi terhadap perkembangan akademik anak di kelas?


(54)

38

2. Panduan Observasi

Panduan observasi digunakan sebagai pedoman dalam mengamati layanan fisioterapi bagi anak tunadaksa yang dilakukan fisioterapis dan peran guru dalam layanan fisioterapi. Panduan observasi tersebut merupakan panduan awal untuk melakukan pengamatan atau observasi. Hasil observasi yaitu berupa catatan-catatan yang ditulis sebagai hasil pengamatan peneliti. Adapun layout panduan observasi dapat dilihat pada tabel 2.


(55)

39 Tabel 2. Layout Panduan Observasi

Rumusan Masalah Fokus Masalah Pertanyaan Penelitian

Aspek yang diamati

Bagaimana proses pelaksanaan fisioterapi di SLB Negeri 1 Bantul?

Pelaksanaan fisioterapi di SLB Negeri 1 Bantul.

Apa saja peralatan yang digunakan dalam proses fisioterapi?

Peralatan yang

ada dan

digunakan di SLB Negeri 1 Bantul. Bagaimana prosedur fisioterapis dalam melakukan fisioterapi kepada anak tunadaksa?

Prosedur dalam melakukan fisioterapi anak tunadaksa.

Bagaimana peran guru dalam layanan fisioterapi anak tunadaksa?

Peran guru dalam layanan fisioterapi anak tunadaksa

Apakah guru ikut serta dalam

pelaksanaan fisioterapi, asesmen dan evalusi?

Keikutsertaan guru.

Apa peran guru dalam layanan

fisioterapi anak

tunadaksa di SLB Negeri 1 Bantul?

Peran guru dalam layanan fisioterapi anak tunadaksa di SLB Negeri 1 Bantul. Bagaimana pengaruh fisioterapi terhadap perkembangan akademik anak di kelas?


(56)

40

3. Panduan Dokumentasi

Dokumentasi digunakan untuk melengkapi data dan mengcroscheck apakah layanan fisioterapi tersebut merupakan pendukung dalam pendidikan bagi anak tunadaksa. Dokumen dapat berupa catatan, buku, tulisan dan gambar. Panduan dokumentassi dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3. Layout Panduan Dokumentasi

Rumusan Masalah

Fokus Masalah Pertanyaan Penelitian Dokumentasi yang dicari Bagaimana proses pelaksanaan fisioterapi di SLB Negeri 1 Bantul?

Pelaksanaan fisioterapi di SLB Negeri 1 Bantul.

Apa saja

peralatan yang digunakan dalam proses fisioterapi?

Daftar alat di layanan fisioterapi Bagaimana prosedur fisioterapis dalam melakukan fisioterapi kepada anak tunadaksa?

Prosedur tetap

Bagaimana peran guru dalam

layanan fisioterapi anak tunadaksa?

Peran guru dalam layanan fisioterapi anak tunadaksa.

Apakah guru ikut serta dalam pelaksanaan fisioterapi, asesmen dan evalusi?


(57)

41

F. Teknik Analisis Data

Analisis data yaitu proses mencari dan menyusun dengan sistematis dari data yang diperoleh melalui wawancara, observasi dan dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan kedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari dan membuat kesimpulan (Sugiyono, 2010: 334). Data yang diperoleh dalam penelitian ini akan dianalisis secara kualitatif, yaitu dijelaskan dalam bentuk kata-kata untuk mendeskripsikan data di lapangan.

1. Reduksi Data

Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak sehingga perlu dicatat secara teliti dan rinci, oleh karena itu perlu dilakukan analisis data melalui reduksi data. Menurut Sugiyono (2010: 338) mereduksi data berarti merangkum, memilih, hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting dan membuang yang tidak perlu. Data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya. Reduksi data ini dipandu dengan tujuan yang ingin dicapai yaitu mengetahui proses pelaksanaan layanan fisioterapi, kendala dan upaya fisioterapis dalam melaksanakan layanan fisioterapi dan peran guru dalam layanan fisioterapi bagi anak tunadaksa.


(58)

42

2. Data Display (Penyajian Data)

Penyajian data yang paling sering digunakan dalam penelitian kualitatif yaitu dengan teks yang bersifat naratif (Miles dan Huberman dalam Sugiyono, 2010: 341). Pada data display atau penyajian data, peneliti mendeskripsikan data yang diperoleh melalui berbagai teknik pengumpulan data, seperti mendeskripsikan data hasil observasi, wawancara, maupun pengumpulan dokumen.

3. Penarikan Kesimpulan

Kesimpulan dalam penelitian kualitatif diharapkan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu objek yang sebelumnya belum jelas sehingga setelah diteliti menjadi lebih jelas.

G. Keabsahan Data

Terdapat beberapa cara untuk menetapkan keabsahan data sehingga data dapat dikatakan valid dan realibel. Guba (dalam Muhammad Idrus, 2007: 178) menyarankan tiga teknik agar data memenuhi kriteria validitas dan realibilitas, yaitu (1) memperpanjang waktu tinggal/keikutsertaan, (2) observasi lebih tekun dan (3) triangulasi. Keabsahan data dalam penelitian ini menggunakan ketiga teknik tersebut, agar data hasil penelitian yang diperoleh merupakan data yang memenuhi kriteria validitas dan realibilitas.


(59)

43

1. Memperpanjang Waktu Tinggal/Keikutsertaan

Memperpanjang waktu tinggal/keikutsertaan yaitu berarti peneliti kembali ke lapangan untuk melakukan wawancara dengan informan dan mengamati (observasi) kembali. Perpanjangan pengamatan ini berarti hubungan antara peneliti dengan informan semakin akrab dan terbuka sehingga tidak ada informasi yang disembunyikan (Sugiyono, 2010: 369). Perpanjangan waktu tinggal/keikutsertaan ini dilakukan sampai kejenuhan pengumpulan data tercapai. Hal ini juga dimaksudkan agar peneliti cukup waktu untuk mengetahui pelaksanan layanan fisioterapi, kendala dan upaya dalam melaksananakan layanan fisioterapi serta peran guru dalam layanan fisioterapi di SLB Negeri 1 Bantul secara lebih mendetail dan mendalam sehingga memungkinkan tercapainya derajat kepercayaan data.

2. Ketekukan Pengamatan

Meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan lebih cermat dan berkesinambungan. Kepastian data dan urutan peristiwa akan dapat direkam secara pasti dan sistematis dengan meningkatkan meningkatkan ketekunan dalam observasi (Sugiyono, 2010: 370). Peneliti dalam penelitian ini akan melakukan pengamatan/observasi secara teliti, rinci, dan berkesinambungan pada pelaksanaan layanan fisioterapi, kendala dan upaya dalam melaksananakan layanan fisioterapi serta peran guru dalam layanan fisioterapi di SLB Negeri 1 Bantul.


(60)

44

3. Triangulasi

Teknik triangulasi data yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain (Lexy J. Moleong, 2005: 330). Teknik triangulasi merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data yang dilakukan untuk menjamin diperolehnya derajat kepercayaan (kredibilitas). Patton (dalam Lexy J. Moleong, 2010: 330) menjelaskan triangulasi dengan memanfaatkan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif. Keabsahan data dengan teknik triangulasi data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:

1. Triangulasi Sumber

Triangulasi sumber dilakukan untuk menguji kredibilitas data melalui pengecekan data yang diperoleh dari beberapa sumber (subjek penelitian). Pengumpulan dan pengecekan data dilakukan kepada fisioterapis dan guru.

2. Triangulasi Metode

Triangulasi metode digunakan untuk menguji kredibilitas data melalui pengecekan data dengan metode yang berbeda. Triangulasi dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan dua metode, yaitu wawancara dan observasi.


(61)

45 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Deskripsi Lokasi Penelitian

a. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SLB Negeri 1 Bantul yang beralamat di Jalan Wates 147, km.3, Ngetisharjo, Kasihan, Bantul, Yogyakarta. SLB ini memberikan pelayanan kepada anak berkebutuhan dengan klasifikasi tunanetra (A), tunarungu (B), tunagrahita ringan (C), tunagrahita sedang (C1), tunadaksa (D), tunadaksa ringan (D1) dan autis. Pada setiap klasifikasi memiliki koordinator masing-masing yaitu jurusan A, B, C, D dan autis. Penelitian dilakukan di ruang layanan fisioterapi yang berada dekat dengan jurusan tunadaksa. Ruang fisioterapi memiliki ruang yang cukup luas sehingga dapat digunakan untuk tempat bermain anak-anak tunadaksa. Akses menuju ruang fisioterapi sudah diberi landaian agar pengguna kursi roda mudah untuk bermobilisasi ke ruang fisioterapi.

b. Sejarah Singkat Sekolah

Pada tahun 1971 Alumni Sekolah Guru Pendidikan Luar Biasa (SGPLB) merintis SLB A untuk Tunanetra dan SLB C untuk tunagrahita. Jumlah siswa tunanetra 12 dan tunagrahita 13 anak. Tahun 1972 perintisan SLB untuk SLB B untuk tunarungu wicara dan SLB C untuk tunagrahita di kompleks SMEA Sutodirjen, Kecamatan Ngampilan, Yogyakarta. Tahun 1973 mulai perintisan untuk tunadaksa yang


(62)

46

beralamat di Condronegaran. Pada tahun 1976 SLB dan SLB C pindah dan terdapat di jalan Bintaran tengah no.3. Tahun 1977 SLB A,B,C dan D pindah ke jalan wates 147, Desa Ngestiharjo, Kasihan Bantul. Tahun 1990-2010 dengan jurusan A,B,C,D dan Autis bertempat di jalan wates dan bekerjasama dengan IKI. Pada awalnya, fisioterapi didirikan atas dasar ada orang Belanda yang datang mengunjungi SLB Negeri 1 Bantul dan merasa iba kepada anak-anak tunadaksa. Kemudian orang tersebut bekerja sama dengan rumah sakit dan mulai memberikan fisioterapi kepada anak tunadaksa.

c. Visi dan Misi Sekolah

1) Visi SLB Negeri 1 Bantul

a) Terwujudnya SLB NEGERI 1 BANTUL sebagai Lembaga Pendidikan yang menyelenggarakan pelatihan ketrampilan yang berkualitas sesuai dengan kondisi, potensi, kemampuan dan kebutuhan individu siswa.

b) Memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana pembelajaran serta layanan program khusus sesuai kondisi, potensi, kemampuan dan kebutuhan individu siswa.

c) Mempersiapkan anak berkebutuhan khusus menjadi manusia yang mandiri.


(63)

47

2) Misi SLB Negeri 1 Bantul

Untuk mencapai visi tersebut, SLB 1 BANTUL menetapkan misi sebagai berikut :

a) Memberikan layanan pembelajaran yang berkualitas sesuai dengan kondisi, potensi, kemampuan dan kebutuhan individu siswa.

b) Mengembangkan pusat sumber pendukung penyelenggaraan system pendidikan inklusi mulai dari jenjang pendidikan usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

c) Menyelenggarakan rehabilitasi secara professional dengan layanan medis, social, psikologis dan vokasional.

d) Meningkatkan professional tenaga pendidik, kependidikan dan non kependidikan.

e) Memiliki system manajemen dan keuangan yang transparan, akuntabel dan partisipatori.

f) Menciptakan lingkungan pembelajaran yang inklusi, ramah dn aksesbel untuk semua warga sekolah.

g) Menggunakan teknologi informasi yang handal.

h) Memperluas jaringan dan peran serta masyarakat dan dunia usaha dalam layanan pendidikan, pelatihan dan penempatan siswa.


(64)

48

2. Deskripsi Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini yaitu fisioterapis, guru dan anak tunadaksa yang ada di SLB Negeri 1 Bantul. Subjek penelitian berjumlah 3 (tiga) orang fisioterapis, 5 (lima) guru dan 2 (dua) anak tunadaksa. Data didapat dari hasil wawancara, observasi dan dokumentasi kepada subjek penelitian. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dikumpulkan dalam penelitian, diperoleh data yang berkaitan dengan subjek penelitian yaitu:

a. Subjek 1

Nama : DY

Jenis Kelasmin : Laki-laki

DY merupakan lulusan SGPLB yang melanjutkan S1 jurusan Pendidikan Luar Biasa (PLB). Ia sudah mulai bekerja di SLB Negeri 1 Bantul sejak tahun 1983. Pada awal mulai bekerja ia sebagai staff Tata Usaha kemudian diangkat sebagai guru dengan spesialis fisioterapi anak. Ia mengikuti berbagai pelatihan mengenai fisioterapi di rumah sakit maupun pada ahli fisioterapis. Pada saat sekarang ini, DY menjadi ketua pelaksana pada layanan fisioterapi di SLB Negeri 1 Bantul.

b. Subjek 2

Nama : W

Jenis Kelasmin : Laki-laki

W adalah salah satu fisioterapis di SLB Negeri 1 Bantul. Bapak W memiliki latar belakang pedidikan S1 Pendidikan Luar Biasa. Ia mendapat ilmu fisioterapi dari mengikuti pelatihan-pelatihan di rumah


(65)

49

sakit maupun dilatih oleh ahli fisioterapis. Fisioterapis W mulai bekerja di SLB Negeri 1 Bantuk sejak tahun 1995.

c. Subjek 3

Nama : RN

Jenis Kelasmin : Perempuan

RN adalah sseorang fisioterapis yang bekerja di SLB Negeri 1 Bantul sejak tahun 2010. Ia merupakan lulusan D3 Akademi Fisioterapi yang berada di Yogyakarta. Selain menjadi fisioterapis di SLB Negeri 1 Bantul, ia juga bekerja di salah satu rumah sakit di Yogyakarta.

d. Subjek 4

Nama : A

Jenis Kelamin : Perempuan

A adalah salah satu guru di SLB Negeri 1 Bantul. A adalah wali kelas 4D1 jurusan D. Guru A memiliki latar belakang pendidikan luar biasa.

e. Subjek 5

Nama : W

Jenis Kelamin : Perempuan

W adalah guru SLB Negeri 1 Bantul yang bertugas menjadi wali kelas 4D jurusan D. Guru W memiliki latar belakang pendidikan SGPLB.

f. Subjek 6

Nama : SW


(66)

50

SW adalah guru SLB Negeri 1 Bantul yang bertugas menjadi wali kelas 2 jurusan D. Guru W memiliki latar belakang pendidikan SGPLB yang kemudian melanjutkan pada jenjang SI jurusan pendidikan luar biasa.

g. Subjek 7

Nama : ES

Jenis Kelamin : Perempuan

ES adalah guru SLB Negeri 1 Bantul yang bertugas menjadi wakil kepada sekolah bagian kurikulum. Guru ES merupakan wali kelas 6D1 dan guru bidang studi matematika dan IPA.

h. Subjek 8

Nama : IA

Jenis Kelamin : Perempuan

IA adalah guru SLB Negeri 1 Bantul yang bertugas menjadi wali kelas 1 jurusan tunadaksa. Guru IA memiliki latar belakang S1 jurusan pendidikan luuar biasa.

i. Subjek 9

Nama : RM

Jenis Kelamin : Laki-laki

RM merupakan salah satu anak tunadaksa yang bersekolah di SLB Negeri 1 Bantul. RM adalah siswa kelas 6 yang mengalami kelainan

cerebral palsy. RM menggunakan alat bantu kursi roda untuk bermobilisasi dari tempat satu ke tempat yang lainnya.


(67)

51

j. Subjek 10

Nama : DB

Jenis Kelamin : Laki-laki

DB merupakan salah satu anak tunadaksa yang bersekolah di SLB Negeri 1 Bantul. DB adalah siswa kelas 6 yang mengalami kelainan

cerebral palsy. Ia menggunakan alat bantu kursi roda namun sudah mampu menggunannya secara mandiri.

3. Deskripsi Data Hasil Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan teknik wawancara, observasi dan dokumentasi. Wawancara yang dilakukan yaitu wawancara mendalam dan observasi yang dilaksanakan yaitu observasi partisipan dengan dibantu panduan yang telah dibuat oleh peneliti. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari- Februari 2015 dengan setting penelitian di ruang fisioterapi.

Data yang diambil oleh peneliti adalah tentang proses layanan fisioterapi bagi anak tunadaksa di SLB Negeri 1 Bantul. Data tentang layanan fisioterapi tersebut meliputi pelaksanaan fisioterapi, kendala yang dihadapi dalam melakukan fisioterapi, upaya dalam mengatasi kendala, dan peran guru dalan layanan fisioterapi. Berikut ini adalah paparan mengenai data-data hasil penelitian yang telah didapatkan oleh peneliti.

a. Pelaksanaan Layanan Fisioterapi di SLB Negeri 1 Bantul

Fisioterapi merupakan salah satu kurikulum tambahan bagi anak tunadaksa yang sesuai dengan salah satu tujuan pendidikan anak tunadaksa yaitu mengembangkan keadaan fisik dari anak tunadaksa.


(68)

52

Pelaksanaan fisioterapi dilakukan di ruang fisioterapi dan dilaksanakan setiap hari bagi anak-anak tunadaksa. Setiap kelas mempunyai jadwal fisioterapi 2 kali dalam seminggu. Prosedur pelaksanaan fisioterapi ditinjau dari peralatan yang tersedia dan yang digunakan, jenis fisioterapi yang dilaksanakan di SLB Negeri 1 Bantul, langkah-langkah yang dilakukan dalam fisioterapi, prosedur dalam fisioterapi, asesmen anak tunadaksa, perencanaan dan evaluasi dalam fisioterapi di SLB Negeri 1 Bantul serta kenyamanan anak tunadaksa.

1) Peralatan yang tersedia dan digunakan di ruang fisioterapi SLB Negeri 1 Bantul

Berdasarkan hasil wawancara, observasi dan dokumentasi peralatan yang ada di ruang fisioterapi antara lain:


(69)

53

Tabel 4. Daftar Inventaris Peralatan di SLB Negeri 1 Bantul

No. Nama Barang Jumlah

1. Tangga Th 1

2. Stady/standing table 3

3. Meja goyang/ tri bolen 3

4. Tongkat/brace 4

5. Welker Besi 6

6. Welker Kayu 2

7. Kursi CP 8

8. Langkah th 1

9. Pasah/ wedge 4

10. Kursi roda tanggung 1

11. Titian Th 1

12. Bola Besar 3

13. Sepeda Sport 8

14. Air Jogger 2

15. Dayung 2

16. Kursi Roda Standar 10

17. Pararel besi 2

18. Kruk 4

19. Rolling 1

20. Bed 2

21. Kasur 3

22. Brace 1

23. Protese 2

24. Cermin 1

25. Box or 1

26. Vibrator 3

27. Stimulasi 1

28. Infrared 3

29. Puzzle angka 1

30. Puzzle huruf 1

31. Bola 2

Peralatan di atas merupakan peralatan sebagai alat bantu untuk meningkatkan kemampuan fisik anak tunadaksa dan terdapat beberapa peralatan yang digunakan sebagai peralatan main untuk anak-anak tunadaksa. Peralatan yang ada di ruang fisioterapi


(70)

54

memiliki kondisi yang baik. Namun terdapat beberapa alat yang tidak digunakan. Terdapat penyataan guru yang mengemukakan bahwa

“sarana dan prasarana kurang termanfaatkan, kurang maksimal, entah itu rusak atau memang karena tenaganya yang terbatas sehingga tidak bisa dikelola dengan maksimal.”

Pernyataan dari salah satu guru tersebut menjelaskan bahwa peralatan di ruang fisioterapi belum digunakan secara maksimal. Guru mengemukakan hal tersebut dikarenakan peralatan tersebut mungkin rusak atau karena fisioterapis yang terbatas sehingga peralatan kurang termanfaatkannya dengan maksimal.

Berdasarkan wawancara dengan ketiga fisioterapi peralatan yang sering digunakan yaitu walker, standing table, infrared, vibrator dan stimulasi. Berdasarkan wawancara, peralatan yang lain kurang digunakan secara maksimal dikarenakan waktu yang terbatas.

2) Jenis Fisioterapi yang dilakukan di SLB Negeri 1 Bantul

Fisioterapi memiliki banyak jenisnya. Dari berbagai jenis fisioterapi, fisioterapis di SLB Negeri 1 Bantul menggunakan jenis fisioterapi yaitu pemijatan/massage, penyinaran dengan infrared, OT

(Occupational Therapy) dan exercise (latihan). Penyinaran menggunakan sinar inframerah yang berfungsi melancarkan peredaran darah. OT adalah occupational therapy yang dilakukan oleh petugas UKS sekolah. OT melatih anak tunadaksa dengan


(71)

55

bermain, mengenal warna, tepuk tangan. OT tidak termasuk dalam jadwal pelajaran.

3) Langkah-langkah yang dilakukan dalam melakukan fisioterapi Fisioterapi yang lakukan di SLB Negeri 1 Bantul ini yaitu dilakukan dengan menggunakan beberapa alat yaitu sinar infrared

dan vibrator. Sebagian besar anak tunadaksa diantar oleh orangtua untuk menuju ruang fisioterapi, hanya beberapa anak saja yang mampu secara mandiri. Pada saat anak memasuki ruang fisioterapi, anak harus mengantri untuk mendapatkan pelayanan fisioterapi. Pada awalnya, anak tunadaksa diminta untuk tidur di kasur yang sudah ada. Selanjutnya, fisioterapis menyinari bagian yang mengalami kelainan dengan sinar infrared. Penyinaran dilakukan sekitar 2-4 menit. Lama waktu penyinaran setiap anak berbeda-beda, terkadang ada yang 2 menit ada pula yang sampai 4 menit. Menurut fisioterapis, tujuan dari penyinaran ini yaitu melancarkan peredaran darah. Setelah disinar, anak tunadaksa dipijat dengan menggunakan alat vibrator. Pemijatan dengan vibrator sekitar 3 menit yang berdasarkan fisioterapis, ini berfungsi merangsang saraf-saraf anak. Lama pemijatan tergantung dengan banyaknya anak tunadaksa yang diberikan fisioterapi, apabila ada banyak anak tunadaksa yang mengantri maka pemijatan akan dilakukan secara singkat. Setelah dipijat dengan vibrator, fisioterapis terkadang masih memberian pijatan/masagge pada bagian yang mengalami kelainan. Namun


(72)

56

pijatan/massage tidak selalu dilakukan karena waktu yang terbatas. Setelah anak diterapi, terdapat beberapa orangtua yang melatih anaknya untuk berjalan di pararel bar, latihan berdiri dengan

standing table maupun latihan keseimbangan. Namun tidak semua orang tua melakukan hal tersebut.

4) Prosedur Layanan Fisioterapi

Bagi anak yang baru pertama kali mendapat layanan fisioterapi, maka perlu mengikuti prosedur yang dilakukan di SLB Negeri 1 Bantul. Pertama yang dilakukan yaitu mewawancarai orang tua untuk mengetahui riwayat anak selama masa kehamilan, kelahiran dan setelah lahir. Kemudian fisioterapis melihat kondisi fisik dan kemampuan yang dimiliki anak. Setelah diperiksa oleh fisioterapis, kemudian diperiksa oleh dokter. Dokter memeriksa keadaan anak tunadaksa dan akan memberi hasil pemeriksaan mengenai anak untuk dijadikan acuan terapis dalam memberi layanan fisioterapi kepada anak tunadaksa. Setelah diasesmen oleh dokter, fisioterapis merencanakan tujuan yang akan dicapai bagi anak tunadaksa agar ada peningkatan dalam kemampuan fisik anak. Perencanaan tujuan yang akan dicapai oleh anak dilihat dari kondisi anak dan kebutuhan anak tunadaksa.

5) Asesmen anak tunadaksa

Asesmen dilakukan saat anak akan masuk di SLB Negeri 1 Bantul. Asesmen yang dilakukan yaitu meliputi asesmen keadaan


(1)

131 Lampiran 9


(2)

(3)

133 Lampiran 10. Surat Ijin Penelitian


(4)

(5)

(6)