Pembahasan HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
75 otot, otot menjadi lebih kaku dan menyulitkan fisioterapis untuk melakukan
fisioterapi. Keberhasilan dalam mengembangkan fisik anak tunadaksa perlu dukungan
dan peran dari guru. Abdul Salim 1996: 175 menyatakan bahwa para guru PLB memiliki peran yang strategis, mengingat jumlah banyaknya waktu
bersama anak dalam setiap hari, termasuk dalam hal membina kemampuan fisik dan psikis anak. Namun dalam layanan fisioterapi di SLB Negeri 1
Bantul guru belum berperan secara maksimal. Dari kelima guru yang diwawancarai dan berdasarkan observasi, guru tidak mengikuti pelaksanaan
fisioterapi. Guru menyerahkan kepada fisioterapis dalam melakukan fisioterapi anak tunadaksa. Guru mengajar anak dalam pembelajaran di kelas. Saat anak
memasuki jadwal fisioterapi guru tidak ikut mengantar atau mempersiapkan anak untuk diterapi. Hal tersebut dikarenakan anak telah didampingi oleh orang
tua atau pengasuh sehingga segala sesuatu yang berhubungan dengan anak dilakukan oleh orang tua atau pengasuh anak. Saat anak melakukan fisioterapi,
guru berada di ruang guru. Hal tersebut dikarenakan sekolah belum memiliki aturan legal mengenai keikutsertaan guru tunadaksa dalam layanan fisioterapi.
Guru berperan yaitu melakukan konsultasi dengan psikolog atau guru lainnya apabila terdapat permasalahan. Selain itu, guru selalu menginformasikan
kemajuan atau peningkatan yang terjadi pada anak ke orang tua anak tunadaksa.
Asesmen yang dilakukan di SLB Negeri 1 Bantul yaitu asesmen fisik dan asesmen pendidikan. Asesmen dilakukan utnuk melihat kemampuan anak
76 dalam hal akademik dan kemampuan fisik dari anak tunadaksa. Hal tersebut
telah sesuai dengan pernyataan Haryanto 2005: 99 yang menyatakan bahwa tujuan asesmen anak tunadaksa adalah untuk mengenal dan memahami anak
tunadaksa, termasuk mengetahui kemampuan dan ketidakmampuan anak baik fisik maupun mental dan lingkungannya. Guru tidak mengikuti dalam proses
asesmen fisik anak tunadaksa. Hal tersebut belum sesuai dengan Sri Widati, dkk., 2010: 11 yang menyatakan bahwa guru memiliki tugas untuk
melakukan asesmen anak tunadaksa bersama dengan terapis. Asesmen yang dilakukan yaitu asesmen gerak dan asesmen pendidikan bagi anak tunadaksa.
Peran guru dalam layanan fisioterapi anak tunadaksa masil belum maksimal. Dari beberapa guru yang diwawancarai, terdapat 2 guru yang
memberikan program khusus yaitu melatih motorik halus anak sebelum memulai pembelajaran dan sebelum istirahat. Sebagian guru tidak memberikan
programlayanan khusus bagi anak dikarenakan guru lebih mengutamakan pembelajaran akademik bagi anak tunadaksa. Hal tersebut belum sesuai dengan
pernyataan Abdul Salim 1996: 176 yaitu guru menyiapkan program layananbimbinganlatihan tertentu pada anak, lewat kegiatan-kegiatan yang
memiliki makna teraputik. Namun, semua guru selalu memberikan informasi kemajuan anak tunadaksa kepada orang tua. Ini dilakukan agar orang tua
mengetahui perkembangan dan kemajuan akademik yang terjadi pada anak. Orang tua atau pengasuh selalu mendampingi anak sehingga guru mudah untuk
melaporkan kemajuan anak dalam hal akademik maupun non-akademik. Hal tersebut telah sesuai dengan pernyataan . Abdul Salim 1996: 176 bahwa guru
77 perlu melaporkan kondisi anak dan kemajuan yang dicapai kepada orang tua
dan memberikan saran-saran kepada orangtua dalam menstimulus kemampuan fisikpsikis anak tunadaksa.
Berdasarkan data hasil penelitian guru belum melakukan peran yang seharusnya dilakukan oleh guru anak tunadaksa. Seperti yang dikemukakan
oleh Abdul Salim 1996: 176 bahwa guru harus membuat catatan tertentu tentang masing-masing anak dan apabila menghadapi kesulitanhambatan
mengenai keadaan fisik anak tunadaksa dibicarakan kepada teman sejawat dan atau konsultasi dengan tenaga profesional. Pada kenyataannya, guru belum
memiliki catatan tertentu mengenai masing-masing anak. Namun guru telah melakukan konsultasi atau bertanya pada guru sejawat dan ahli lain yaitu
psikolog apabila menemukan permasalahan yang tidak dapat diselesaikan sendiri.
Guru berpendapat bahwa layanan fisioterapi berpengaruhi terhadap anak tunadaksa dalam pembelajaran. Contohnya seperti tangan anak tunadaksa
menjadi lebih lemas sehingga ia mampu memegang pensil lebih baik. Terdapat anak yang mampu berdiri tanpa bantuan, hal tersebut mempermudah dalam
mobilisasi anak dari ruang kelas menuju lab atau ruang ketrampilan. Contoh diatas memperlihatkan bahwa layanan fisioterapi di SLB Negeri 1
Bantul membantu dalam memperbaiki kondisi fisik anak tunadaksa sehingga memberi kemudahan dalam pembelajaran di kelas. Hal tersebut sesuai dengan
tujuan pendidikan bagi anak tunadaksa yaitu mengembangkan fungsi fisik anak tunadaksa. Selain itu, hal tersebut sesuai dengan pernyataan Abdul Salim
78 1996: 3 bahwa melalui latihan-latihan yang terprogram dalam bidang terapi
fisik dan kegiatan lain yang memiliki makna teraputik penyembuhan yang dilakukan oleh guru di sekolah maupun di kelas maka problem pribadi yang
berkaitan dengan keterbatasan kemampuan gerak dapat dikurangi sekaligus kemandirian anak dapat ditingkatkan.