Upaya Fisioterapis Dalam Mengatasi Kendala Yang Dihadapi Dalam

68

d. Peran Guru dalam Layanan Fisioterapi Anak Tunadaksa Di SLB

Negeri 1 Bantul Berdasarkan wawancara, observasi dan dokumentasi, guru jurusan tunadaksa tidak ikut serta dalam fisioterapi anak tunadaksa. Guru tidak mengikuti saat anak diberikan fisioterapi, saat asesmen fisik, perencanaan maupun dalam evaluasi. Berdasarkan wawancara dengan kelima guru, tidak semua guru memberikan layanan atau program khusus bagi anak tunadaksa, hanya ada dua guru yang memberikan latihan motorik halus anak sebelum memulai pembelajaran atau sebelum istirahat. Latihan tersebut berupa latihan mengerakkan jari-jari, meremas tangan, latiahan berjalan atau melempar bola. Guru jurusan tunadaksa di SLB Negeri 1 Bantul tidak memiliki catatan-catatan mengenai kondisi anak, perkembangan maupun peningkatan yang terjadi pada anak tunadaksa. Catatan yang ada yaitu raport yang mendeskripsikan mengenai akademik dan kemampuan anak. Saat di sekolah, hampir semua anak tunadaksa didampingi oleh orang tua maupun pengasuh. Orang tua membantu anak tunadaksa saat harus masuk ke kelas, keluar kelas, ke kamar mandi, makan maupun bermobilisasi dari ruang satu ke ruang lainnya. Hal tersebut menjadikan orang tua dekat dengan guru, sehingga guru dapat dengan mudah menyampaikan peningkatan maupun perkembangan mengenai anak. Guru berdiskusi dengan guru yang lain maupun dengan ahli lain seperti psikolog apabila menemukan permasalahan yang tidak bisa ditangani oleh guru tersebut. 69 Layanan fisioterapi dapat meningkatkan kondisi fisik anak tunadaksa. Guru mengemukakan contohnya seperti tangan anak menjadi lebih lemas dan mampu memegang pensil walaupun belum maksimal. Terdapat anak yang menggunakan kursi roda kemudian dengan dilatih dan diberi layanan fisioterapi anak mampu berdiri dengan bantuan walker . Layanan fisioterapi merupakan salah satu kurikulum tambahan bagi anak tunadaksa sehingga fisioterapi tersebut sangat dibutuhkan bagi anak-anak tunadaksa. Namun layanan fisioterapi di SLB Negeri 1 Bantul masih kurang, karena waktu yang diberikan untuk melakukan fisioterapi kepada anak yaitu 10 menit. Menurut fisioterapis keberhasilan peningkatan anak minimal diterapi selama 30 menit. Fisioterapis DY menyatakan: “Fisioterapi minimal 30 menit, tapi nek nang kene ra iso mlaku. Soale kebanyakan murid e ro tenagane kurang. Dadi mung sinar, massage trus uwes. Kui uwes dikurangi. Soale perkelas mung 2 jam pelajaran kanggo paling ora 10 bocah, kadang luwih. ” Fisioterapi minimal 30 menit, tetapi kalau disini tidak bisa berjalan. Soalnya kebanyakan murid dan tenaganya kurang. Jadi hanya disinar, pijatmassage kemudian sudah. Itupun sudah dikurangi. Soalnya perkelas hanya 2 jam pelajaran untuk paling tidak 10 anak terkadang lebih. Berdasarkan pernyataan tersebut diketahui bahwa pada kenyataannya layanan fisioterapi di SLB Negeri 1 Bantul belum memberikan fisioterapi secara ideal. Hal tersebut dipengaruhi karena tenaga fisioterapis dan waktu yang terbatas. Selain itu, guru mengemukakan bahwa perlu perbaikan dalam layanan fisioterapi di SLB Negeri 1 Bantul. 70 Tabel 8. Display Peran Guru Dalam Layanan Fisioterapi Anak Tunadaksa Di SLB Negeri 1 Bantul No. Hal Yang Diamati Deskripsi Hasil Penelitian Metode Untuk Mengungkap 1. Keikutsertaan Guru Guru tidak mengikuti saat anak diberikan fisioterapi, saat asesmen fisik, perencanaan maupun dalam evaluasi. Wawancara Observasi 2. Peran Guru Dalam Layanan Fisioterapi Anak Tunadaksa a. Terdapat guru yang memberi program khusus sebelum memulai pembelajaran atau sebelum istirahat. b. Guru menginformasikan perkembangan anak tunadaksa kepada orang tua. c. Guru berkonsultasi dengan guru lain atau psikolog apabila menemukan permasalahan. d. Guru tidak mempunyai catatan-catatan mengenai masing-masing anak tunadaksa. Wawancara 3. Pengaruh fisioterapi terhadap perkembangan akademik anak di kelas a. Guru menilai layanan fisioterapi berpengaruh memperbaiki kondisi fisik anak tunadaksa dan memberi pengaruh pada pembelajaran dalam kelas. b. Layanan fisioterapi masih kurang, karena waktu yang diberikan masih terbatas. c. Layanan fisioterapi masih perlu diperbaiki. 71

B. Pembahasan

Pelaksanaan fisioterapi di SLB Negeri 1 Bantul telah sesuai dengan tujuan pendidikan bagi anak tunadaksa yaitu membantu perkembangan fisik anak tunadaksa. Sarana dan prasarana yang ada di ruang fisioterapi sudah sesuai dengan sarana dan prasarana yang dijabarkan oleh Mumpuniarti 2001:135. Di dalam ruang tersebut memiliki ruang bermain bebas yang cukup luas dengan dilengkapi alat-alat yang dapat menunjang perkembangan fisik anak tunadaksa. Namun, masih banyak peralatan yang belum dimaksimalkan dengan baik. Peralatan yang lengkap tersebut belum digunakan secara maksimal karena dalam melakukan fisioterapi waktunya terbatas sehingga fisioterapis tidak bisa melatih anak dengan peralatan yang ada. Menurut Kementerian Kesehatan 2008: 13 pelayanan fisioterapi kepada pasienklien dilaksanakan sesuai dengan proses fisioterapi yang meliputi asesmen, diagnosis, perencanaan, intervensi, evaluasi dan dokumentasi fisioterapi. Asesmen yang dilakukan layanan fisioterapi SLB Negeri 1 Bantul sudah cukup baik. Asesmen dilakukan dengan memeriksa kondisi fisik, mewawancarai orang tua mengenai riwayat anak dan asesmen dilakukan bekerja sama dengan dokter. Diagnosis mengenai kondisi anak dilakukan oleh dokter. Salah satu layanan fisioterapi yang diberikan adalah infrared. Penggunaan infrared dalam layanan fisioterapi di SLB Negeri 1 Bantul yaitu kurang lebih 2-4 menit. Hal tersebut tidak sesuai dengan Sujatno, dkk 1993: 92 yang menyatakan bahwa lama terapi dengan infrared yaitu 20 menit. Ini terjadi 72 karena jam untuk fisioterapi yaitu hanya 2x 30 menit perkelas dengan tenaga yang masih terbatas dan anak tunadaksa yang cukup banyak. Terdapat beberapa hal yang belum dapat dilakukan secara maksimal oleh layanan fisioterapi di SLB Negeri 1 Bantul. Berdasarkan hasil penelitian, layanan fisioterapi di SLB Negeri 1 Bantul belum melaksanakan evaluasi sesuai dengan standar layanan fisioterapi menurut kementerian kesehahatan 2008. Evaluasi yang dilakukan di SLB Negeri 1 Bantul yaitu dengan melihat secara kasat mata perkembangan atau perubahan yang terjadi pada anak, evaluasi tidak dilakukan secara formal dan fisioterapis tidak melakukan asesmen ulang. Selain itu, layanan fisioterapi di SLB Negeri 1 Bantul tidak memiliki dokumentasi fisioterapi. Pelaksanaan fisioterapi didampingi oleh orang tua anak-anak tunadaksa. Beberapa orang tua melatih anaknya untuk berjalan atau berdiri. Latihan dilakukan oleh orang tua, namun tidak semua orang tua melatih anaknya. Terdapat beberapa orang tua yang apabila anak sudah diterapi dengan alat maka mereka akan melatih anak untuk berjalan di pararel bar, atau melatih keseimbangan anak dengan peralatan yang ada di ruang fisioterapi. Tidak semua orang tua melatih anaknya, terdapat pula orang tua yang langsung pulang apabila anaknya sudah mendapat layanan fisioterapi. Anak tunadaksa yang selalu dilatih oleh orang tua saat di sekolah maupun di rumah akan berbeda dengan anak yang tidak diberikan latihan-latihan oleh orang tua mereka. Orang tua sebagai orang terdekat anak diharapkan memberikan dukungan kepada fisioterapis agar layanan fisioterapi yang diberikan kepada